Konflik Kewenangan Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Kasus Pejabat Bupati Pulau Morotai Maluku Utara Tahun 2022
DOI:
https://doi.org/10.59141/comserva.v2i09.571Keywords:
Konflik, kewenangan, penjabat kepala daerahAbstract
Maluku Utara sebagai salah satu provinsi di Indonesia terdapat dua daerah Kabupaten yang kepala daerahnya berakhir masa jabatan pada tahun 2022 dan akan di isi oleh Penjabat Kepala Daerah. Kedua daerah tersebut adalah Bupati Kabupaten Pulau Morotai yang berakhir 22 Mei 2022, dan Bupati Kabupaten Halmahera Tengah pada 23 Desember 2022. Amanat Undang-undang nomor 8 tahun 2015 pasal 201 ayat 8 dan 9, ayat 9 disebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati dan Walikota, diangkat penjabat Bupati dan Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati dan Walikota. Permendagri nomor 1 tahun 2018, pasal 5 ayat (2) adalah dasar hukum untuk melakukan kebijakan dimaksud. Pasal 5 ayat (2), menyebutkan bahwa Pj Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur. Untuk memperjelas pasal ini, pasal 4 ayat (3) menyatakan Pj Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pejabat pimpinan tinggi pratama Pemerintah Daerah Provinsi atau Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya pada pasal 5 Ayat (3) menyatakan dalam hal melaksanakan kepentingan strategis nasional, Pj Bupati dan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditunjuk oleh menteri tanpa usul Gubernur. Permasalahnya pada kewenangan dalam mengusulkan dan pengangkatan penjabat kepala daerah Bupati Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara? Maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui problem kewenangan pengangkatan penjabat kepala daerah Bupati Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian Deskriptif. Teknik pengumpulan data adalah Studi Pustaka yang terdiri dari 1. Studi Literatur dan 2. Penelusuran Data Online / Internet Searching, serta menggunakan kajian Dokumentasi. Waktunya bulan April sampai dengan September 2022, bertempat di Ternate Maluku Utara. Pendekatan teorinya adalah teori Konflik dan konsensus dan Konsepsi Kewenangan. Kesimpulannya adalah kewenangan dalam menentukan penjabat kepala daerah yang tidak transparan dan tidak demokratis akan berdampak pada proses pelaksanaan aktifitas roda pemerintahan di daerah tersebut. Peluang terjadi pelanggaran netralitas ASN. Untuk kasus ini dengan munculnya polemik, konflik dan terjadinya pembelahan pendapat diberbagai kalangan menunjukan tingginya minat masyarakat di bidang politik dan kebijakan publik tingkat lokal. Konsensus sebagai jalan keluar ditandai dengan adanya pelantikan penjabat Bupati Pulau Morotai oleh Wakil Gubernur Maluku dikatakan tidak transparan dan syarat dengan kepentingan politik, karena mengabaikan usulan Gubernur Maluku Utara dan DPRD Kabupaten Pulau Morotai. Rekomendasinya diperlukan regulasi tentang kewenangan dan pelaksanaan tugas untuk penjabat kepala daerah sesuai semangat otonomi daerah, disamping itu diperlukan asesmen para calon penjabat kepala daerah yang akan ditugaskan.