Analisis Yuridis Permohonan Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 141/Pdt.P/2023/PN Yyk)
DOI:
https://doi.org/10.59141/comserva.v4i9.2801Keywords:
Perkawinan Beda Agama, Pencatatan Perkawinan, Hukum IslamAbstract
Penelitian ini menganalisis permohonan pencatatan perkawinan beda agama di Indonesia berdasarkan undang-undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dalam Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 141/Pdt.P/2023/PN Yyk. Permasalahan yang akan dianalisis adalah bagaimana pengaturan perkawinan beda agama menurut hukum agama dan peraturan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia dan bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam permohonan pencatatan perkawinan beda agama sebagaimana dalam penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 141/Pdt.P/2023/PN Yyk ditinjau dari peraturan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal, tipologi penelitian eksplanatoris, dan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Pengolahan data secara kualitatif dan teknik pengumpulan data diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan enam agama yang diakui di Indonesia, hanya agama Islam yang melarang secara tegas adanya perkawinan beda agama, sedangkan agama-agama lainnya dapat memberikan izin adanya perkawinan beda agama, namun disertai dengan syarat-syarat tertentu, kecuali Agama Konghucu yang tidak mengenal perkawinan harus sekaum atau seagama. Perkawinan beda agama dalam Agama Konghucu dapat dibenarkan walaupun tidak dapat melaksanakan Li Yuan. Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 141/Pdt.P/2023/PN Yyk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama antara seorang Muslim dan seorang Katolik, meskipun ada ketentuan dalam KHI Pasal 40 dan 44 serta Fatwa MUI Nomor 4/MUNAS VII.MUI.8/2005 melarang perkawinan antara umat Muslim dan non-Muslim. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Majelis Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 141/Pdt.P/2023/PN Yyk mengabulkan permohonan para pemohon karena perkawinan sudah dilaksanakan secara Agama Katolik. Saran kepada masyarakat seharusnya sebagai umat yang beragama mengikuti ketentuan agama masing-masing. Jika agama melarang adanya perkawinan beda agama seharusnya mengikuti aturan yang sudah ditetapkan dan saran kepada Majelis Hakim seharusnya majelis hakim tidak mengabulkan permohonan Para Pemohon karena Putusan MK No. 71/PUU-XX/2022 menginstruksikan pengadilan yang lebih rendah untuk menolak setiap permintaan untuk melegalkan perkawinan beda agama sebagai syarat pendaftaran, Putusan MK No. 68/PUU-XII/2014 menolak legalisasi perkawinan beda agama, dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 tentang petunjuk bagi hakim untuk tidak mengabulkan permohonan perkawinan antar umat yang berbeda agama, telah memperkuat kepastian hukum bahwa Indonesia melarang perkawinan beda agama
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Nanda Septianingtyas, Farida Prihatini
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.