Perubahan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Santri Husada Sebagai Peer Educator Promosi Kesehatan Reproduksi


Changes in the Level of Knowledge and Attitude of Husada Students as Peer Educators for Reproductive Health Promotion

 

1*) Ardhiyanti Puspita Ratna, 2) Taurisma Aulia Nanda Wibisono, 3) Zhafirah Auliarahma, 4) Hilma Tsurayya Iftihurozza, 5) Zumroh Hasanah, 6) Tisnalia Merdya Andyastanti

123456 Universitas Negeri Malang, Indonesia

 

Email: [email protected]

*Correspondence: Ardhiyanti Puspita Ratna

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i7.2608

ABSTRAK

Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini ditandai dengan adanya perubahan kognitif dan adanya kematangan seksual seperti hormonal. Remaja memerlukan pemahaman tentang kesehatan reproduksi agar dapat menjaga kesehatan secara optimal, menghindari risiko penyakit menular seksual, serta membuat keputusan yang tepat terkait kehidupan reproduksi di masa depan. Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan di Indonesia yang menaungi pendidikan remaja yaitu para santrinya. Berdasarkan Focused Group Discussion yang diadakan dengan santri husada PP Nurul Ulum Putri Kota Malang diketahui pemahaman tentang kesehatan reproduksi masih kurang. Tim Pengabdian FK UM melakukan kegiatan pelatihan dan pendampingan kepada santri husada untuk meningkatkan peran mereka sebagai peer educator kesehatan reproduksi dengan melakukan pelatihan berbasis studi kasus. Kegiatan melibatkan 60 orang santri dan berlangsung selama 3 bulan. Dari hasil pelatihan didapatkan pengetahuan santri Husada meningkat dari rata-rata 58.75�14.9 sebelum pelatihan menjadi 82.9�10.86 setelah pelatihan, hasil uji paired T menunjukkan signifikasi 0,000. Selain itu, setelah pelatihan, santri Husada menunjukkan perilaku mendukung promosi kesehatan reproduksi di pesantren sebanyak 63%, perilaku sangat mendukung sebesar 30%, dan perilaku tidak mendukung hanya 7%. Dapat disimpulkan pelatihan dan pendampingan berbasis studi kasus dapat meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap santri husada dalam promosi kesehatan reproduksi.

 

Kata kunci: santri husada, peer educator, kesehatan reproduksi, pelatihan studi kasus

 

 

ABSTRACT

Adolescence is a transitional phase from childhood to maturity. This phase is characterised by cognitive transformations and the commencement of sexual maturation, including hormonal alterations. Adolescents must comprehend reproductive health to sustain maximum well-being, mitigate the danger of sexually transmitted infections, and make informed choices about their future reproductive life. Pesantren is an educational institution in Indonesia that offers education for teenagers, particularly its students. The Focused Group Discussion conducted with the Husada students of PP Nurul Ulum Putri Kota Malang revealed a deficiency in their comprehension of reproductive health. The FK UM Community Service Team facilitated training and mentoring for Husada students to augment their responsibilities as peer educators in reproductive health via case-based training. The endeavour engaged 60 pupils and persisted for a duration of 3 months. The training findings indicated that the knowledge of Husada students improved from an average of 58.75�14.9 prior to the training to 82.9�10.86 post-training, with a paired T-test revealing a significance level of 0.000. Furthermore, following the training, Husada students exhibited supporting behaviour towards the promotion of reproductive health in the pesantren at a rate of 63%, demonstrated extremely supportive behaviour at 30%, and displayed non-supportive behaviour at merely 7%. Case-based training and mentoring can improve knowledge and alter the attitudes of Husada students about the promotion of reproductive health.

 

Keywords: santri husada, peer educator, reproductive health, case-based training

 

 

PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini ditandai dengan adanya perubahan kognitif dan adanya kematangan seksual seperti hormonal. Dengan adanya hal tersebut, remaja diharapkan dapat melakukan penyesuaian diri dengan adanya berbagai perubahan yang ada di tubuh mereka. Kematangan seksual serta adanya perubahan fisik dapat mempengaruhi kondisi psikologis pada remaja (Wuri Astuti & Fitriana Kurniawati, 2021). Kematangan ini juga dapat menyebabkan remaja mulai memiliki minat terhadap anatomi tubuh mereka. Pada masa ini juga timbul rasa ketertarikan terhadap teman sebaya yang berlainan jenis. Saat ini, remaja Indonesia mengalami peningkatan kerentanan terhadap berbagai risiko kesehatan. Utamanya resiko yang berhubungan dengan seksual dan reproduksi(Ropitasari et al., 2020) .

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendefinisikan remaja sebagai individu yang berusia 10-24 tahun dan belum menikah. Kesehatan reproduksi remaja merujuk pada kondisi sehat secara fisik, psikologis, dan sosial yang berkaitan dengan fungsi dan proses sistem reproduksi pada remaja (Indah Nurfazriah & Ayuni Hartati, 2023). Kesehatan reproduksi ini merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan demi tercapainya masyarakat yang sehat. Maka dari itu, remaja memerlukan pemahaman tentang kesehatan reproduksi agar mereka dapat menjaga kesehatannya secara optimal, menghindari risiko penyakit menular seksual, serta membuat keputusan yang tepat terkait kehidupan reproduksi di masa depan(Nur et al., 2023).

Program kesehatan reproduksi remaja merupakan inisiatif yang melibatkan pemberian pendidikan, informasi, konseling, serta keterampilan hidup sehat, dengan tujuan agar remaja dapat mencapai kesehatan reproduksi yang optimal. Kurangnya edukasi dan informasi yang diterima remaja tentang kesehatan reproduksi dapat menyebabkan munculnya masalah seperti infeksi penyakit menular seksual, kehamilan di luar nikah yang tidak diinginkan, dan praktik aborsi tidak aman yang berisiko tinggi menyebabkan kematian. Peningkatan pengetahuan dan sikap yang lebih baik mengenai kesehatan reproduksi dapat diperoleh melalui proses pendidikan (Wuri Astuti & Fitriana Kurniawati, 2021).

Kesehatan reproduksi wanita memiliki dampak luas yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, serta menjadi salah satu indikator dalam pelayanan kesehatan(Olivia et al., 2021). Pentingnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi wanita bertujuan agar mereka dapat menjaga kesehatan reproduksi sepanjang hidup, mulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, istri, ibu, hingga saat memasuki masa menopause. Edukasi ini bertujuan mendorong wanita untuk menjalani gaya hidup sehat, khususnya dalam merawat organ reproduksi, guna mencegah munculnya masalah kesehatan (Ropitasari et al., 2020). Pendidikan mengenai kesehatan reproduksi sangat penting untuk dimasukkan ke dalam kurikulum di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Lembaga pendidikan tidak hanya sekolah umum. Tapi juga terdapat madrasah dan pondok pesantren yang dapat memberikan peran strategis dalam memberikan edukasi ini. Pondok pesantren, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berkembang pesat di Indonesia, termasuk Jawa Timur (Usman, 2013).

Berdasarkan data Kementerian Agama tahun 2022, di Jawa Timur terdapat 6.744 pondok pesantren dengan total santri mencapai 323,3 ribu. Pesatnya perkembangan pesantren di Jawa Timur menyebabkan pengelolaan menjadi semakin kompleks, termasuk dalam manajemen program kesehatan di pesantren. Di Kota Malang sendiri, terdapat sekitar 71 pondok pesantren dengan sekitar 10 ribu santri. Salah satu pondok pesantren yang ada di Kota Malang adalah Ponpes Nurul Ulum Putri. Pondok Pesantren Nurul Ulum Putri mempunyai unit pelayanan kesehatan santri bernama Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) Asy-syifa yang berdiri sejak tahun 2008. Pada tahun 2018 juga telah dibentuk program kaderisasi Santri Husada, yang mengacu pada program Pos Kesehatan Pesantren Dinas Kesehatan Kota Malang.

Tim pengabdian masyarakat FIK UM tahun 2023 membuat Focused Group Disscussion (FGD) berhasil menjaring setidaknya 3 materi lanjutan yang ingin diketahui lebih dalam oleh para kader santri husada, yaitu Kesehatan Reproduksi (58 %), gizi seimbang (20%), kesehatan mental (16%) dan tema lainnya (6%). Selain itu, berdasarkan data kunjungan pasien yang diperoleh dari Pusat kesehatan pesantren (Puskestren) Asy Syiffa diketahui selama tahun 2023 juga terdapat cukup banyak kunjungan yang dilakukan santriwati dengan masalah kesehatan reproduksi. Kasus yang tercatat antara lain keluhan gatal di kemaluan (25 kasus), keluhan keputihan (15 kasus), keluhan haid tidak teratur (10 kasus). Dengan adanya para kader santri husada yang diharap menjadi garda terdepan upaya promotif dan preventif di lingkungan pesantren, yang dapat memberikan edukasi, menjadi role model dan menginisiasi perilaku hidup bersih dan sehat di kalangan santriwati. Santri husada diharapakan juga mampu menjadi peer educator salah satunya pada masalah kesehatan reproduksi. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap para kader santri husada dalam upaya promosi kesehatan reproduksi dan menganalisis dampak pelatihan terhadap perubahan sikap dan pengetahuan.

 

METODE PENELITIAN

Kegiatan pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat ini dimulai dengan melakukan identifikai masalah dan koordinasi dengan mitra terkait, yaitu Pondok Pesantren Nurul Ulum Putri di Kota Malang, yang bertujuan melakukan pengamatan dan analisis mendalam terhadap masalah mitra serta mengidentifikasi potensi yang dimiliki serta melakukan perencana kolaborasi, survei lokasi juga dilakukukan guna memastikan ketersediaan sarana yang mendukung kegiatan. Selain itu langkah awal ini dilakukan guna menjaring subjek kegiatan yaitu para kader santri husada.

Selanjutnya, dilakukan penyusunan modul dan desain instruksional pelatihan. Penyusunan modul ini merupakan kunci dalam memastikan kelancaran penyampaian materi kepada peserta, yang disusun berisi topik-topik mendasar, terkait kesehatan reproduksi, termasuk penjelasan tentang promosi kesehatan, serta panduan praktis untuk menjadi peer educator. Modul dan desain instruksional pelatihan dirancang agar kegiatan berjalan sistematis, terstruktur, dan target program dapat tercapai. Modul tersebut juga berperan sebagai log book yang memungkinkan perekaman kegiatan rutin santri husada sebagai peer educator, media komunikasi dengan tim pendamping dan juga media evaluasi formatif.

Kemudian kegiatan dimulai dengan tahapan orientasi dilakukan untuk memperkenalkan program dan tujuan pelatihan kepada para Santri Husada. Pre-test diberikan pada tahap ini untuk mengukur pengetahuan awal para peserta tentang kesehatan reproduksi remaja upaya promotif serta peran mereka sebagai peer educator. Pre-test ini akan menjadi indikator dasar untuk evaluasi efektivitas program di akhir kegiatan.

Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pelatihan peningkatan literasi kesehatan dilakukan dengan menggunakan metode kolaboratif dan studi kasus. Materi yang diberikan meliputi anatomi dan fisiologi sistem reproduksi, gangguan kesehatan reproduksi seperti menstruasi tidak teratur, infeksi, dan kebersihan diri, mitos dan fakta terkait kesehatan reproduksi. Selain itu untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai peer educator, para santri husada juga dibekali dengan materi komunikasi efektif, komunikasi dengan kelompok dan topik khusus serta dasar peer edukasi. Pelatihan ini diharapkan dapat memberikan peningkatan pengetahuan yang signifikan kepada Santri husada, khususnya terkait aspek-aspek kesehatan yang sering kali tidak dibahas secara terbuka di lingkungan pesantren.

Setelah peserta mendapatkan peningkatan literasi kesehatan dan studi kasus tentang masalah kesehatan reproduksi di ponpes, pelatihan berlanjut pada pengembangan keterampilan sebagai peer educator. Pelatihan ini menitikberatkan pada penguasaan teknik komunikasi yang efektif untuk menyampaikan informasi kesehatan kepada teman sebaya. Para Santri Husada dilatih untuk mengatasi berbagai situasi, terutama dalam membahas topik-topik sensitif seperti kesehatan reproduksi. Pelatihan berbasis studi kasus ini membantu mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan di lapangan.

Kemudian diakhir sesi pelatihan, Santri Husada mulai berperan aktif sebagai peer educator dalam lingkungan pesantren. Selama tiga bulan, mereka menjalankan program promosi kesehatan reproduksi kepada teman sebaya. Kegiatan ini dipantau secara rutin oleh tim pengabdian melalui log book yang digunakan untuk mencatat perkembangan, masalah yang dihadapi, serta solusi yang diterapkan oleh peserta. Kegiatan pendampingan ini dilakukan selama 2 bulan, sehingga kegiatan ini berlangsung selam 3 bulan dari bulan Juli- September 2024.

Setelah masa pelatihan dan praktek berakhir, dilakukan post-test untuk mengevaluasi peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta. Perbandingan antara hasil pre-test dan post-test menjadi alat evaluasi utama untuk menilai efektivitas pelatihan yang diberikan. Kegiatan ditutup dengan inagurasi yang menandai penutupan program pelatihan. Pada acara ini, seluruh hasil pelatihan didiskusikan bersama, dan para peserta diberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik. Evaluasi dari peserta digunakan untuk menyempurnakan program pelatihan di masa mendatang.

Program pengabdian ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas Santri Husada dalam menjalankan peran mereka sebagai peer educator, khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi. Dengan demikian, Santri Husada diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman terkait kesehatan reproduksi di kalangan santri, serta berperan dalam promosi hidup sehat di lingkungan pondok pesantren.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pelatihan ini dilakukan di Pondok Pesantren Nurul Ulum Putri Kota Malang selama bulan Juli � September 2024, dengan melibatkan 60 orang santri yang merupakan kader santri husada, dengan pemateri dan pendamping dari Tim Pengabdian Kepada masyarakat FK Universitas Negeri Malang. Santri husada merupakan kader kesehatan yang menjadi bagian dari Pusat Kesehatan Pesantren (Puskestren) dan dipilih dari perwakilan santri dengan persentase ideal 10% dari jumlah populasi. Adapun para santri husada yang mengikuti pelatihan ini merupakan santri baru yang baru saja dipilih dan santri lama yang sebelumnya sudah pernah mendapat pelatihan dan pendampingan dari Tim Pengabdian, dengan materi Pencegahan Penyakit Menular. Karakteristik santri husada dijabarkan dalam grafik 1 dan 2 berdasarkan sebaran umur dan lama waktu menjadi santri husada.

 

Gambar 1. Sebaran santri husada ponpes Nurul Ulum Putri berdasarkan umur

 

Gambar 2. Karakteristik santri husada ponpes Nurul Ulum Putri berdasarkan lama menjadi kader santri husada dalam bulan.

 

Berdasarkan grafik 1 dan 2 tampak bahwa mayoritas peserta pelatihan adalah santri baru dengan pengalaman kurang dari 1 tahun dan belum pernah mendapatkan pelatihan sebelumnya, yaitu sebanyak 60 % responden. Adapun 40% nya adalah santri husada senior yang sebelumnya pernah mendapatkan pembekalan dengan materi yang berbeda. Usia para kader ini adalah usia remaja dengan mayoritas responden berusia 14 tahun sebanyak 37%. Faktor usia remaja ini sangat menguntungkan karena remaja memiliki kecenderungan untuk bersikap terbuka dan penasaran dengan hal-hal baru, sehingga membuat mereka mudah belajar dan terbuka dengan pengetahuan baru. Implementasi peran kader kesehatan pada santri husada sangat baik untuk menunjang peran remaja sebagai kader promosi kesehatan, terutama untuk teman sebayanya(Nwachukwu & Eglė, 2024). Namun pemberdayaan remaja sebagai kader kesehatan juga memiliki beberapa tantangan antara lain norma dan budaya yang meragukan kapasitas remaja, pola komunikasi dan sikap yang dianggap kurang sesuai dan faktor pengetahuan dan pengalaman yang masih perlu ditingkatkan (Susanti et al., 2023) (Harbison & Eriksen, 2023). Keunggulan dan masalah ini yang menjadi dasar bagi tim pengabdian untuk melakukan peningkatan kapasitas para kader santri husada di Ponpes Nurul Ulum, karena dengan keberadaan santri husada yang sudah cukup mewakili jumlah populasi diharapkan dapat membantu upaya preventif dan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan di lingkungan pesantren. Dengan upaya pendampingan dan pelatihan diharapkan mampu mengatasi kesenjangan pengetahuan dan pengalaman yang ada.

����������� Sebelum pemberian materi dengan metode studi kasus dan praktek langsung pengaplikasian pengetahuan yang diberikan, para santri husada harus mengerjakan pretes yang terdiri dari 25 butir soal yang terdiri dari 5 materi yang diujikan yaitu pemahaman dasar anatomi dan fisiologi sistem reproduksi, gangguan kesehatan reproduksiyang banyak dijumpai di ponpes seperti menstruasi tidak teratur dan infeksi, upaya pencegahan penyakit dan promosi perilaku hidup bersih dan sehat, yang dicantumkan dalam 15 butir soal. Selain itu untuk mengetahui kapasitasnya sebagai peer educator, para santri husada juga diuji tentang pemahaman komunikasi efektif, komunikasi dengan kelompok dan topik khusus serta edukasi sebaya, yang diberikan dalam 10 butir soal. Kemudian setelah mendapatkan pelatihan dan pendampingan, pada akhir masa pelatihan dilakukan evaluasi dengan postes untuk mengukur capaian para santri husada tersebut. Hasil pengukuran tingkat pengetahuan disajikan dalam grafik 3 sebagai berikut.

 

Gambar 3. Rerata hasil pengukuran pengetahuan santri husada terhadap kesehatan reproduksi

 

Berdasarkan hasil pretes dari 60 responden didapatkan nilai terendah sebesar 15 dan tertinggi 95 dengan rerata 58.75�14.9. Sedangkan dari hasil postes yang dilakukan 2 bulan setelah pelatihan diperoleh nilai terendah 55 dan tertinggi 100, dengan rerata 82.9�10.86. Selanjutnya hasil rerata pretes dan postes dianalisis dengan uji T berpasangan dan diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna tingkat pengetahuan santri husada sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan.

Peningkatan literasi dengan metode penyuluhan materi dan Forum Group Discussion (FGD) dapat meningkatkan pengetahuan dengan cara memberikan lingkungan belajar interaktif dan sumber belajar praktis yang mudah dibayangkan. Keberadaan materi yang dipelajari, yang mencakup alat dan sumber daya langsung, memungkinkan responden terlibat langsung dengan materi, meningkatkan pemahaman mereka, dan mempertahankan informasi lebih lama (Timiyatun et al., 2021). Pendekatan pelatihan yang diberikan oleh tim pengabdian dengan studi kasus dapat meningkatkan pengetahuan peserta secara signifikan. Implementasi teori yang diperoleh dari metode ceramah pada kasus nyata yang diberikan dan didiskusi ditambah dengan aplikasi pada praktek lapangan akan memperkuat retensi memori dan memeperkaya pengalaman serta kemampuan berpikir kritis para kader.

Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sejalan dimana pembelajaran dengan metode studi kasus memberi banyak keuntungan. Metode studi kasus mendorong peserta untuk menggunakan pemikiran kritis untuk memeriksa dan menyelesaikan masalah. Peserta didorong untuk mempelajari berbagai solusi dan mempertimbangkan konsekuensi dari setiap keputusan yang dibuat saat menghadapi situasi nyata atau simulasi(Nwachukwu & Eglė, 2024). Studi kasus juga membantu peserta memahami masalah dalam konteks yang lebih luas. Ini membantu mereka memahami bagaimana teori dapat diterapkan pada situasi dunia nyata, yang meningkatkan pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari(Nur et al., 2023). Sebagai mana pelaksanaan pada pelatihan ini, studi kasus biasanya dilakukan secara berkelompok, yang memungkinkan peserta bekerja sama dan berbicara satu sama lain. Ini meningkatkan pemahaman materi serta keterampilan sosial dan kerja tim. Peserta juga dapat menerapkan ide-ide teoretis ke situasi dunia nyata atau simulasi melalui studi kasus, yang meningkatkan pemahaman mereka dan membuat pembelajaran lebih menarik dan relevan(Ibrahim, 2023). Secara keseluruhan, metodologi studi kasus tidak hanya memperluas pengetahuan teoretis tetapi juga memberikan pemahaman tentang kemampuan praktis yang sangat penting dalam mempelajari kemampuan dan hal baru.

Pelaksanaan pretes dan postes juga dilakukan untuk mengetahui sikap dari para santri husada terhadap upaya promosi kesehatan. Materi tentang kesehatan reproduksi adalah masalah yang sensitif dan tidak mudah dibicarakan. Pandangan yang menganggap hal tersebut tabu sering kali menyebabkan upaya promosi kesehatan reproduksi kurang berhasil. Apalagi lingkungan pesantren putri yang memiliki norma dan kultur yang lebih tertutup menjadi tantangan besar. Pelatihan ini bertujuan membekali para kader dengan kemampuan komunikasi dan edukasi sebaya untuk masalah sensitif seperti kesehatan reproduksi. Data evaluasi sikap para santri husada disajikan dalam grafik 4 berikut ini.

 

Gambar 4. Perubahan sikap santri husada terhadap upaya promosi kesehatan reproduksi di pondok pesantren

 

Evaluasi sikap dilakukan dengan menggunakan kuesioner 15 butir pertanyaan yang meliputi sikap para santri terhadap pembicaraan masalah kesehatan reproduksi, keterbukaan menerima informasi tentang masalah reproduksi, tindakan mencari pertolongan/ konsultasi medis tentang masalah reproduksi, mencari kebeneran terhadap mitos dan informasi yang ada tentang kesehatan reproduksi dan upaya mempromosikan kesehatan reproduksi pada teman sebaya. Dari hasil pretes didapatkan 40% (20) santri husada menunjukkan sikap tidak mendukung promosi kesehatan, poin yang menjadi keberatan adalah pada pembicaraan masalah kesehatan reproduksi, keterbukaan menerima informasi tentang masalah reproduksi, tindakan mencari pertolongan/ konsultasi medis tentang masalah reproduksi. Kepercayaan pada mitos dan informasi yang dipercaya turun temurun juga masih dipegang kuat, dan menjadi sebab sikap tidak mendukung tersebut. Sebanyak 9 orang santri husada bersikap sangat mendukung upaya promosi kesehatan reproduksi yang dilakukan di lingkungan pesantren. Pada akhir masa pendampingan terjadi perubahan sikap dari para kader dimana kelompok yang kurang mendukung hanya kurang dari 7% (4 orang) sedangkan sebagian besar sudah mendukung, bahkan 30% responden (18 orang) menunjukkan sikap sangat mendukung.

Hasil perubahan sikap yang diperoleh ini menunjukkan dengan peningkatan literasi akan meningkatkan pemahaman dan menyebabkan perubahan sikap. Para santri husada menjadi lebih sadar dan terbuka akan pentingnya upaya promosi kesehatan reproduksi. Pendekatan studi kasus adalah metode pendidikan yang dapat mengubah perspektif peserta didik. Metode ini melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata, mendorong mereka untuk berpikir kritis, dan meningkatkan pemahaman mereka tentang materi pelajaran (Ibrahim, 2023). Pembelajaran studi kasus mampu meningkatkan pengetahuan dan sikap peduli terhadap sekitarnya. Melalui implementasi teori secara langsung ke lingkungan dapat meningkatkan pemahaman mereka melalui contoh konkrit, sehingga siswa memiliki gambaran terhadap pengaplikasian teori di kehidupan nyata(Santri et al., 2022). Pengaplikasian langsung dan pembuktian serta pendekatan kolaboratif pada studi kasus akan menyebabkan perubahan sikap pada peserta didik (Ibrahim, 2023). Temuan-temuan tersebut sejalan dengan hasil pada kegiatan ini, dimana para santri husada menjadi lebih terbuka dan aplikatif dalam menghadapi permasalahn terkait promosi kesehatan reproduksi di pesantren. Peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap para santri husada ini diharapkan mampu memberikan damapak positif, terutama dengan perannya sebagai peer educator untuk santri lainnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi jalan untuk meningkatkan kualitas kesehatan para santri di lingkungan ponpes Nurul Ulum Putri kota Malang.

 

KESIMPULAN

Pelatihan dengan metode studi kasus dan pendampingan oleh tim pengabdian mampu meningkatkan kompetensi santri husada Di Ponpes Nurul Ulum Putri Kota Malang sebagai peer educatordengan meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap mereka terhadap upaya promosi kesehatan reproduksi.

 

REFERENCES

Harbison, H. S., & Eriksen, W. T. (2023). Adolescent Health. In Advanced Health Assessment of Women: Skills, Procedures, and Management: Fifth Edition (pp. 193�210). Springer Publishing Company. https://doi.org/10.21474/ijar01/15733

Ibrahim, I. (2023). Pengaruh Penerapan Metode Studi Kasus Dalam Efektifitas Pembelajaran. SOCIAL: Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, 3(1).

Indah Nurfazriah, & Ayuni Hartati. (2023). Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Metode Peer Education terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Dampak Pernikahan Dini di SMPN 5 Cilegon. DIAGNOSA: Jurnal Ilmu Kesehatan Dan Keperawatan, 1(3), 306�318. https://doi.org/10.59581/diagnosa-widyakarya.v1i3.1292

Nur, S., Andini, T., Tri, S. N., Stikes, A., Semarang, T., Juwariyah, S., Supriyono, M., Telogorejo, S., Alamat, S., Raya, J. A., Semarang Barat, K., Semarang, K., & Tengah, J. (2023). Efektivitas Emivo (Edukasi Media Vidio) Terhadap Peningkatan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja. 1(3), 100�107. https://doi.org/10.59581/diagnosa-widyakarya.v1i2

Nwachukwu, C., & Eglė, J. (2024). Young health-care workforce shaping adolescent health. The Lancet Child & Adolescent Health, 8(3), 181�183. https://doi.org/10.1016/S2352-4642(23)00314-0

Olivia, K., Cahyani, A., Agushybana, F., & Djoko Nugroho, R. (2021). Relationship of Parents� Communication and Reproductive Health Knowledge and Attitude Among Orphan Adolescents in Klaten District 2020. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 12(1), 15�25. https://doi.org/10.22435/kespro.v12i1.4432.15-25

Ropitasari, R., Rahayu, R. F., & Ramadhana, R. T. A. (2020). Edukasi Kesehatan Reproduksi Wanita pada Pengajian Aisyiyah Turisari, Desa Palur Kulon, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. AgriHealth: Journal of Agri-Food, Nutrition and Public Health, 1(2), 110. https://doi.org/10.20961/agrihealth.v1i2.43622

Santri, D. J., Amizera, S., & Anggraini, N. (2022). The Implementation of Case Methods Learning on Water Quality Toward Knowledge and Care Attitude of Students� Environment. http://journal.iainkudus.ac.id/index.php/jbe

Susanti, S., Agustini, F., Dewi, D. N., & Rosmiati, T. (2023). Pendampingan Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu Remaja Uswatun Hasanah Desa Cikunir Wilayah Kerja Puskesmas Singparna. Kolaborasi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3. https://doi.org/doi.org/10.56359/kolaborasi.v3i3.276

Timiyatun, E., Saifudin, I. M. Moh. Y., Rahmayanti, I. D., & Oktavianto, E. (2021). Hubungan Pengetahuan Premenstrual Syndrome dengan Tingkat Kecemasan pada Remaja Putri di SD Negeri Kauman dan SD Negeri Pungkuran Pleret Bantul Yogyakarta. In Journal of Advanced Nursing and Health Sciences (Vol. 2, Issue 1).

Usman, M. I. (2013). Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam (Sejarah Lahir, Sistem Pendidikan, dan Perkembangannya Masa Kini). Al-Hikmah Journal for Religious Studies, 14(1), 127�146.

Wuri Astuti, A., & Fitriana Kurniawati, H. (2021). The intersection between Health and Culture: A Qualitative Exploratory Study about Indonesian Adolescents� Sexual Reproductive Health Services (Vol. 15, Issue 3).

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).