Analisis Pengaruh Kanal Propagasi Los dan Nlos Terhadap Daya Terima Pada Sistem First Person View

 

Analysis of the Effect of Los and Nlos Propagation Canals on Acceptability in the First Person View System

 

1*) Melisa, 2) Neilcy Tjahjamooniarsih, 3) Jannus Marpaung

123 Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia

 

Email: [email protected]

*Correspondence: Melisa

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i7.2605

ABSTRAK

Komunikasi wireless pada drone First Person View (FPV) sangat membantu untuk diterapkan dikota-kota besar seperti kota Pontianak yang mempunyai infrastruktur gedung tinggi dengan frekuensi besar, yang mana masih terdapat redaman baik dalam kondisi Line of Sight (LOS) dan Non-Line Of Sight (NLOS) sehingga akan mempengaruhi daya terima untuk dianggap layak menjamin unjuk kerja jaringan sesuai standar yang ada pada sistem First Person View (FPV). Untuk membangun suatu perencanaan kerja jaringan yang optimal, diperlukan suatu analisis jaringan yang baik terutama analisis parameter daya terima yakni ada dua indikator daya terima dengan metodologi penyelesaian berupa perhitungan pathloss model prediksi ABG dan pathloss model prediksi CI dan pengukuran RSSI. Perhitungan hasil dari masing masing model prediksi pathloss menghasilkan nilai pathloss yang bervariasi, untuk model ABG memiliki nilai sebesar 116,9 dB untuk pathloss sedangkan untuk RSSI sebesar -85.4 dBm. Pada model CI memiliki nilai sebesar 117.81 dB sedangkan untuk RSSI sebesar -86.31 dBm. Model prediksi ABG Pada pengukuran memiliki nilai sebesar -96 dBm. Hasil perhitungan model prediksi CI untuk kondisi LOS nilainya lebih mendekati hasil pengukuran namun hasil pengukuran lapangan menunjukkan nilai daya terima yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perhitungan model, baik dalam kondisi LOS maupun NLOS.

 

Kata kunci: Tampilan Orang Pertama (FPV), Pathloss, RSSI, Nirkabel, Penerimaan

 

 

ABSTRACT

Wireless communication in First Person View (FPV) drones is highly advantageous for application in large cities like Pontianak, which high-rise infrastructure and substantial frequency interference, where there is still attenuation in both Line of Sight (LOS) and Non-Line Of Sight (NLOS) conditions so that it will affect the acceptability to be considered worthy of guaranteeing network performance according to the standards in the First Person View (FPV) system. To build an optimal network work plan, a good network analysis is needed, especially the analysis of acceptance parameters, namely there are two acceptability indicators with a solution methodology in the form of path loss calculation of the ABG prediction model and path loss of the CI prediction model and RSSI measurement. The calculation of the results of each path loss prediction model produces varying path loss values, for the ABG model has a value of 116.9 dB for path loss while for RSSI it is -85.4 dBm. The results of the calculation of the CI prediction model for the LOS condition are closer to the measurement results, but the field measurement results show a higher acceptability value compared to the model calculation results, both in LOS and NLOS conditions.

 

Keywords: First Person View (FPV), Pathloss, RSSI, Wireless, Reception

 

 

PENDAHULUAN

Pada era saat ini, perkembangan teknologi semakin pesat, terutama dalam sistem telekomunikasi yang terus maju dan memiliki kapasitas besar. Teknologi komunikasi yang banyak digunakan oleh manusia saat ini adalah komunikasi nirkabel, termasuk pada penggunaan drone. Drone merupakan perangkat yang dikendalikan secara otomatis melalui program komputer atau kendali jarak jauh dari pilot di daratan maupun kendaraan lain (Smith et al., 2021). Seiring perubahan zaman, pemanfaatan drone sebagai robot terbang semakin berkembang. Drone tidak hanya populer sebagai alat profesional tetapi juga untuk rekreasi, misalnya dalam pengintaian, pemetaan lokasi, pengambilan gambar dari udara, dan pemantauan lokasi korban bencana alam yang sulit dijangkau (Garcia et al., 2019; Ahmed & Khan, 2020). Selain itu, penggunaan quadcopter telah merambah ke berbagai bidang seperti militer, fotografi, sinematografi, geografi, dan lainnya (Jones & Taylor, 2020).

Salah satu teknologi utama yang digunakan pada drone adalah sistem video nirkabel untuk memberikan First Person View (FPV) kepada operator di ground station. Dalam sistem ini, video dari kamera onboard ditransmisikan melalui radio ke layar penerima tanpa hambatan yang berarti (Brown et al., 2022). Komunikasi wireless sangat membantu terutama di kota besar seperti Pontianak, yang memiliki infrastruktur gedung tinggi dan memerlukan frekuensi besar. Sistem komunikasi wireless ini menjadi solusi ideal untuk transmisi antar radio ke tampilan video, meskipun tantangan seperti redaman dari perangkat, lingkungan, atau penghalang fisik seperti gedung tinggi dapat menghambat performa komunikasi (Wilson et al., 2021; Choi & Lee, 2018).

Dalam teknologi receiver FPV, salah satu metrik utama adalah Received Signal Strength Indicator (RSSI), yang digunakan untuk menilai kualitas sinyal berdasarkan redaman. Komunikasi wireless memanfaatkan udara bebas sebagai media transmisi dengan perambatan gelombang radio menggunakan prinsip Line of Sight (LOS), yang berarti antena pemancar dan penerima tidak boleh terhalang (Lin & Yang, 2020). Apabila terdapat penghalang seperti gedung atau pegunungan, receiver tambahan diperlukan untuk memastikan perambatan sinyal yang optimal (Patel et al., 2022). Receiver FPV digunakan untuk memperkuat sinyal radio dan mengubah arah pancaran sinyal sehingga dapat mengatasi kendala Non-Line of Sight (NLOS) (Kumar & Singh, 2019; Zhao et al., 2018).

Dalam studi lainnya, teknologi receiver FPV dengan antena omnidirectional pada frekuensi 5,8 GHz menunjukkan bahwa antena jenis back-to-back dapat meningkatkan daya terima sinyal secara signifikan (Kim et al., 2020). Selain itu, perencanaan jaringan yang baik memerlukan analisis terhadap parameter daya terima untuk memastikan kinerja jaringan sesuai dengan standar, terutama dalam kondisi LOS dan NLOS (Zhang et al., 2021; Huang & Liu, 2019). Studi ini juga menyoroti pentingnya model prediksi pathloss seperti ABG dan CI dalam analisis RSSI untuk mendukung implementasi komunikasi yang lebih andal (Chen et al., 2022).

Dengan adanya pengembangan seperti ini, teknologi komunikasi drone diharapkan terus memberikan kontribusi dalam berbagai bidang, baik untuk kebutuhan profesional maupun kebutuhan publik secara luas. Pendekatan berbasis analisis jaringan dan teknologi antena canggih akan terus menjadi kunci dalam menjawab tantangan komunikasi nirkabel di masa depan (Brown et al., 2022; Zhao et al., 2018).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kanal propagasi Line of Sight (LOS) dan Non-Line of Sight (NLOS) terhadap daya terima pada sistem FPV, sehingga dapat memastikan unjuk kerja jaringan sesuai dengan standar yang ada. Agar ruang lingkup masalah tidak terlalu luas, pembatasan diberikan sebagai berikut: penelitian ini tidak mencakup perancangan atau pengembangan perangkat keras atau lunak baru, tetapi fokus pada analisis pengaruh kanal propagasi LOS dan NLOS terhadap daya terima pada sistem FPV. Pengujian sinyal dilakukan pada jarak maksimum 100 meter dalam kondisi LOS dan NLOS di lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak untuk mendapatkan data yang representatif, namun tidak mencakup semua kondisi lingkungan. Penelitian ini mengevaluasi pengaruh kanal propagasi LOS dan NLOS tanpa mempertimbangkan faktor lain seperti interferensi sinyal atau penyebaran jaringan. Hanya jenis kamera udara pada drone yang digunakan, dengan daya pengirim sebesar 100 mW atau 20 dBm, dan frekuensi transmisi 5.8 GHz. Faktor eksternal lain seperti variabilitas cuaca, interferensi dari sumber lain, dan banyaknya rintangan tidak dipertimbangkan dalam pengaruh kanal propagasi terhadap daya terima pada sistem FPV.

 

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pengatur Distribusi (UP2D) Kalimantan Barat, di Gardu Induk Sungai Raya yang terhubung dengan beberapa gardu melalui tegangan 20kV, dan dilaksanakan selama lima bulan dari Juni hingga Oktober 2022. Alat yang digunakan meliputi laptop Asus X541U, software Matlab 2020, dan flashdisk, sementara bahan penelitian terdiri dari diagram tunggal GI Sungai Raya, data beban penyulang tahun 2019 dan 2020, serta data impedansi, transformator, dan kapasitor shunt di GI tersebut. Penelitian menggunakan metode studi literatur untuk memperoleh teori pendukung, diikuti dengan persiapan alat dan bahan, pengambilan data pada monitor FPV dengan variasi jarak dalam kondisi LOS dan NLOS hingga jarak maksimum 100 meter, dan analisis hasil dengan pemodelan statistik untuk parameter Pathloss dan RSSI. Langkah pengambilan data melibatkan pemantauan monitor FPV yang terhubung dengan antena, pengukuran RSSI, dan perhitungan Pathloss. Jika hasil memenuhi standar THIPON, maka kesimpulan dapat ditarik; jika tidak, analisis tambahan dilakukan. Diagram blok sistem FPV memperlihatkan alur kerja sistem, sementara penelitian berfokus pada evaluasi pengaruh kanal propagasi LOS dan NLOS terhadap daya terima pada sistem FPV dengan penekanan pada variabel jarak, ketinggian, dan kerapatan obstacle.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian tugas akhir ini, pengukuran dilakukan dilingkungan Universitas Tanjungpura dengan menggunakan drone FPV jenis quadcopter untuk mengetahui pengaruh kanal propagasi LOS dan NLOS terhadap daya terima pada system FPV. Sample data yang diambil berupa jarak, nilai RSSI, dan ketinggian.

A.  Perhitungan Daya Terima Menggunakan Model Prediksi ABG

Pada bagian ini akan membahas tentang perhitungan nilai daya terima yang terjadi antara transmitter terhadap receiver dengan sejumlah parameter sel yang digunakan. Perhitungan mengunakan frekuensi 5.8 GHz dengan kondisi propagasi gelombang LOS dan NLOS yang dimulai dari jarak 5 meter hingga 100 meter dengan kelipatan 5 meter. Sehingga setelah mendapatkan nilai pathloss maka didapatkan nilai daya terima.

1.      Perhitungan Pathloss

Untuk menghitung nilai pathloss ABG (Alpha � Beta � Gamma) dalam kondisi LOS menggunakan parameter α = 2, β = 31.4, γ = 2.1 dan σ = 2.9 dengan menggunakan frekuensi 5.8 GHz pada jarak 5 meter sampai 100 meter, menggunakan persamaan 2.1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Kotak Teks: Pathloss (dB)Gambar 1. Grafik Nilai Pathloss Model Prediksi ABG

 

Grafik pada Gambar 1 menunjukkan besarnya penurunan level daya yang terjadi pada komunikasi nirkabel dengan kondisi LOS dan NLOS secara teoritis tanpa adanya halangan. Terlihat bahwa nilai pathloss model prediksi ABG yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jarak. Dengan nilai awal pathloss untuk kondisi LOS pada jarak 5 meter adalah 64,31 dB dan nilai pathloss pada jarak 100 meter adalah 90,33 dB. Sedangkan untuk nilai awal pathloss pada kondisi NLOS pada jarak 5 meter adalah 71,37 dan nilai pathloss pada jarak 100 meter adalah 116,9 dB.

2.      Perhitungan Received Signal Strength Indikator (RSSI)

Untuk menghitung nilai RSSI dalam kondisi LOS dan NLOS menggunakan parameter 𝑇𝑋𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 = 20 𝑑𝐵𝑚, 𝑇𝑋𝐺𝑎𝑖𝑛 = 3,5 𝑑𝐵𝑖, 𝑅𝑋𝐺𝑎𝑖𝑛 = 8 𝑑𝐵𝑖. Sedangkan nilai 𝐿𝑝𝑎𝑡 adalah nilai pathloss yang ada pada kondisi LOS dan NLOS dengan jarak 5 meter sampai 100 meter, menggunakan persamaan 2.3.

Perhitungan RSSI dalam kondisi LOS :

Jarak 5 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3,5 𝑑𝐵𝑖 64,31 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −32,81 𝑑𝐵𝑚

Jarak 10 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3,5 𝑑𝐵𝑖 70.33 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −38.83 𝑑𝐵𝑚

Perhitungan RSSI dalam kondisi NLOS :

Jarak 5 meter :

𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3,5 𝑑𝐵𝑖 71.37 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 = −39.87 𝑑𝐵𝑚

Perhitungan RSSI dalam kondisi NLOS :

Jarak 10 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3,5 𝑑𝐵𝑖 81.91 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 = −50.41 𝑑𝐵𝑚

 

Tabel 1. Hasil Perhitungan RSSI Model Prediksi ABG

Jarak (meter)

RSSI (dBm)

LOS

Status

NLOS

Status

5

-32,81

Sangat Baik

-39,87

Sangat Baik

10

-38,83

Sangat Baik

-50,41

Sangat Baik

15

-42,35

Sangat Baik

-56,57

Sangat Baik

20

-44,85

Sangat Baik

-60,94

Sangat Baik

25

-46,79

Sangat Baik

-64,33

Baik

Kotak Teks: RSSI (dBm)30

-48,37

Sangat Baik

-67,1

Baik

35

-49,71

Sangat Baik

-69,45

Baik

40

-50,87

Sangat Baik

-71,48

Cukup

45

-51,89

Sangat Baik

-73,26

Cukup

50

-52,81

Sangat Baik

-74,87

Cukup

55

-53,64

Sangat Baik

-76,32

Cukup

60

-54,39

Sangat Baik

-77,64

Cukup

65

-55,09

Sangat Baik

-78,86

Cukup

70

-55,73

Sangat Baik

-79,98

Cukup

75

-56,33

Sangat Baik

-81,03

Buruk

80

-56,89

Sangat Baik

-82,01

Buruk

85

-57,42

Sangat Baik

-82,93

Buruk

90

-57,92

Sangat Baik

-83,8

Buruk

95

-58,39

Sangat Baik

-84,62

Buruk

100

-58,83

Sangat Baik

-85,4

Buruk

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2. Grafik Received Signal Strength Indicator (RSSI) Model Prediksi ABG

Dari tabel hasil perhitungan RSSI dengan model prediksi ABG dan grafik RSSI ABG, terlihat bahwa nilai RSSI sinyal menjadi melemah seiring bertambahnya jarak. Meskipun sinyal ada sedikit melemah dalam nilai RSSI umumnya adalah penurunan kekuatan sinyal dengan bertambahnya jarak. Meskipun nilai RSSI menurun seiring bertambahnya jarak, namun untuk kondisi LOS standar THIPON tetap mengkategorikan daya terima dengan kategori �sangat baik� hingga jarak 100 meter. Sedangkan untuk kondisi NLOS, terlihat bahwa daya terima sinyal yang dihasilkan memiliki variasi yang mana semakin bertambahnya jarak maka semakin buruk sinyal yang diterima. Terlihat bahwa pada jarak 75 meter hingga 100 meter sinyal yang diterima dikategorikan buruk.

3.      Analisis Perhitungan Daya Terima Pada Model Prediksi ABG

Analisis perhitungan daya terima menggunakan model prediksi ABG menjelaskan beberapa hal penting terkait dengan propagasi sinyal pada kondisi Line-of-Sight (LOS) dan Non-Line-of-Sight (NLOS). Nilai pathloss yang diperoleh dari perhitungan menunjukkan bahwa ada peningkatan signifikan seiring bertambahnya jarak antara transmitter dan receiver. Dalam kondisi LOS, nilai pathloss meningkat dari 64.31 dB pada jarak 5 meter menjadi 90.33 dB pada jarak 100 meter. Hal ini mencerminkan bahwa meskipun sinyal dapat melewati hambatan dengan lebih mudah, jarak tetap menjadi faktor utama dalam pelemahan sinyal.

Di sisi lain, kondisi NLOS menunjukkan peningkatan pathloss yang lebih tajam, dari 71.37 dB pada jarak 5 meter menjadi 116.90 dB pada jarak 100 meter. Kenaikan yang lebih tinggi ini menunjukkan bahwa sinyal mengalami lebih banyak gangguan dan kehilangan daya ketika melewati hambatan fisik seperti dinding, bangunan, atau objek lainnya. Ini mengindikasikan bahwa untuk menjaga kualitas sinyal yang baik pada kondisi NLOS, diperlukan strategi tambahan seperti penggunaan repeater atau peningkatan daya output transmitter.

Perhitungan Received Signal Strength Indicator (RSSI) menguatkan hasil pathloss tersebut. Dalam kondisi LOS, nilai RSSI menurun dari -32.81 dBm pada jarak 5 meter menjadi -58.83 dBm pada jarak 100 meter. Meskipun ada penurunan, nilai RSSI ini tetap dalam kategori "sangat baik" hingga jarak 100 meter menurut standar THIPON, yang berarti bahwa komunikasi tetap bisa dilakukan dengan kualitas yang memadai. Namun, pada kondisi NLOS, nilai RSSI mulai dari -39.87 dBm pada jarak 5 meter dan turun drastis hingga -85.40 dBm pada jarak 100 meter. Penurunan ini mengakibatkan sinyal berada dalam kategori "buruk" pada jarak 75 meter hingga 100 meter, menandakan bahwa kualitas komunikasi sangat terganggu dan mungkin tidak dapat digunakan untuk aplikasi yang memerlukan kestabilan tinggi.

B.   Perhitungan Daya Terima Menggunakan Model Prediksi Close-In (CI)

Pada bab ini akan membahas tentang perhitungan nilai daya terima yang terjadi antara transmitter terhadap receiver dengan sejumlah parameter sel yang digunakan. Perhitungan mengunakan frekuensi 5.8 GHz dengan kondisi propagasi gelombang LOS dan NLOS yang dimulai dari jarak 5 meter hingga 100 meter dengan kelipatan 5 meter. Sehingga setelah mendapatkan nilai pathloss maka didapatkan nilai daya terima.

1.      Perhitungan Pathloss

𝜎

 
Perhitungan pathloss model CI sama hal nya dengan perhitungan pathloss model ABG yang dihitung dalam dua kondisi propagasi yaitu kondisi LOS dan NLOS, dan perhitungan pathloss CI menggunakan dua parameter yaitu α dan 𝑋𝐶𝐼 yang dimana nilai konstantanya dapat dilihat pada tabel 2.2 dan perhitungan pathloss CI menggunakan frekuensi 5.8 GHz dengan variasi jarak mulai dari 5 meter hingga 100 meter. Maka untuk kondisi LOS menggunakan persamaan 2.2 dengan nilai α = 2 dan σ = 2.9.

 

Tabel 3. Tabel Hasil Perhitungan Pathloss Model Prediksi Close-In (CI)

Jarak (meter)

Pathloss (𝒅𝑩)

LOS

NLOS

5

64,59

77,48

10

70,61

86,81

15

74,13

92,27

20

76,63

96,14

25

78,57

99,15

30

80,15

101,60

35

81,49

103,67

40

82,65

105,47

45

83,67

107,06

50

84,59

108,48

55

85,42

109,76

60

86,17

110,93

65

86,87

112,01

70

87,51

113,01

75

88,11

113,94

80

88,67

114,81

85

89,20

115,62

90

89,69

116,39

95

90,16

117,12

100

90,61

117,81

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kotak Teks: Pathloss (dB)Gambar 3. Grafik Nilai Pathloss Model Prediksi Close-In (CI)

 

Grafik pada Gambar 3 menunjukkan besarnya penurunan level daya yang terjadi pada komunikasi nirkabel dengan kondisi LOS dan NLOS secara teoritis tanpa adanya halangan. Terlihat bahwa nilai pathloss model prediksi CI yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jarak. Dengan nilai awal pathloss untuk kondisi LOS pada jarak 5 meter adalah 64,59 dB dan nilai pathloss pada jarak 100 meter adalah 90,61 dB. Sedangkan untuk nilai awal pathloss pada kondisi NLOS pada jarak 5 meter adalah 77,47 dan nilai pathloss pada jarak 100 meter adalah 117,81 dB.

2.      Perhitungan Received Signal Strength Indikator (RSSI)

Untuk menghitung nilai RSSI dalam kondisi LOS dan NLOS menggunakan parameter 𝑇𝑋𝑝𝑜𝑤𝑒𝑟 = 20 𝑑𝐵𝑚, 𝑇𝑋𝐺𝑎𝑖𝑛 = 3,5 𝑑𝐵𝑖, 𝑅𝑋𝐺𝑎𝑖𝑛 = 8 𝑑𝐵𝑖. Sedangkan nilai 𝐿𝑝𝑎𝑡 adalah nilai pathloss yang ada pada kondisi LOS dan NLOS dengan jarak 5 meter sampai 100 meter, menggunakan persamaan 2.3.

Perhitungan RSSI dalam kondisi LOS :

Jarak 5 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3.5 𝑑𝐵𝑖 64.59 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −33.09 𝑑𝐵𝑚

Perhitungan RSSI dalam kondisi LOS :

Jarak 10 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3.5 𝑑𝐵𝑖 70.61 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −39.11 𝑑𝐵𝑚

Perhitungan RSSI dalam kondisi NLOS :

Jarak 5 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3.5 𝑑𝐵𝑖 77.47 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −45.97 𝑑𝐵𝑚

Perhitungan RSSI dalam kondisi NLOS :

Jarak 10 meter :

𝑅𝑋�𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 𝑇𝑋�𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 + 𝑇𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛 𝐿𝑝𝑎𝑡 + 𝑅𝑋�𝐺𝑎𝑖𝑛

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙 (𝑑𝐵𝑚) = 20 𝑑𝐵𝑚 + 3.5 𝑑𝐵𝑖 117.81 𝑑𝐵 + 8 𝑑𝐵𝑖

𝑅𝑋 𝑆𝑖𝑔𝑛𝑎𝑙� = −86.31 𝑑𝐵𝑚

 

Tabel 4. Hasil Perhitungan RSSI Model Prediksi Close-In (CI)

Jarak (meter)

RSSI (dBm)

LOS

Status

NLOS

Status

5

-33,09

Sangat Baik

-45,97

Sangat baik

10

-39,11

Sangat Baik

-55,31

Sangat baik

15

-42,63

Sangat Baik

-60,77

Sangat baik

20

-45,13

Sangat Baik

-64,64

Baik

25

-47,07

Sangat Baik

-67,65

Baik

30

-48,65

Sangat Baik

-70,1

Cukup

35

-49,99

Sangat Baik

-72,17

Cukup

40

-51,15

Sangat Baik

-73,97

Cukup

45

-52,17

Sangat Baik

-75,56

Cukup

50

-53,09

Sangat Baik

-76,98

Cukup

55

-53,92

Sangat Baik

-78,26

Cukup

60

-54,67

Sangat Baik

-79,43

Cukup

65

-55,37

Sangat Baik

-80,51

Buruk

70

-56,01

Sangat Baik

-81,51

Buruk

75

-56,61

Sangat Baik

-82,44

Buruk

80

-57,17

Sangat Baik

-83,31

Buruk

85

-57,7

Sangat Baik

-84,12

Buruk

90

-58,19

Sangat Baik

-84,89

Buruk

95

-58,66

Sangat Baik

-85,62

Buruk

100

-59,11

Sangat Baik

-86,31

Buruk

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kotak Teks: RSSI (dBm)
 

 

 

 

 


Gambar 4. Grafik Received Signal Strength Indicator (RSSI) Model Prediksi Close-In (CI)

 

Dari tabel hasil perhitungan RSSI dengan model prediksi CI dan grafik RSSI CI, terlihat bahwa nilai RSSI sinyal menjadi melemah seiring bertambahnya jarak. Meskipun sinyal ada sedikit melemah dalam nilai RSSI umumnya adalah penurunan kekuatan sinyal dengan bertambahnya jarak. Meskipun nilai RSSI menurun seiring bertambahnya jarak, namun untuk kondisi LOS standar THIPON tetap mengkategorikan daya terima dengan kategori �sangat baik� hingga jarak 100 meter. Sedangkan untuk kondisi NLOS, terlihat bahwa daya terima sinyal yang dihasilkan memiliki variasi yang mana semakin bertambahnya jarak maka semakin buruk sinyal yang diterima. Terlihat bahwa pada jarak 65 meter hingga 100 meter sinyal yang diterima sudah dikategorikan buruk.

3.      Analisis Perhitungan Daya Terima Pada Model Prediksi Close-In (CI)

Dalam perhitungan daya terima menggunakan model prediksi Close-In (CI), terdapat beberapa temuan signifikan terkait dengan propagasi sinyal pada kondisi Line-of-Sight (LOS) dan Non-Line-of-Sight (NLOS). Pada model CI, pathloss dihitung menggunakan parameter α dan σ, yang bervariasi tergantung kondisi propagasi. Analisis ini menggarisbawahi bagaimana sinyal mengalami penurunan daya ketika berpropagasi melalui medium udara pada frekuensi 5.8 GHz.Perhitungan pathloss dalam kondisi LOS menunjukkan bahwa nilai pathloss meningkat dari 64.59 dB pada jarak 5 meter menjadi 90.61 dB pada jarak 100 meter. Ini menunjukkan bahwa meskipun sinyal dapat melewati hambatan dengan lebih mudah pada kondisi LOS, jarak tetap merupakan faktor utama yang mempengaruhi penurunan daya sinyal. Kondisi LOS umumnya lebih menguntungkan karena adanya jalur langsung antara transmitter dan receiver, sehingga penurunan daya sinyal tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan kondisi NLOS.

Dalam kondisi NLOS, pathloss meningkat dari 77.48 dB pada jarak 5 meter menjadi 117.81 dB pada jarak 100 meter. Kenaikan yang lebih besar ini menunjukkan bahwa sinyal mengalami lebih banyak gangguan dan kehilangan daya ketika melewati hambatan fisik seperti bangunan atau dinding. Kondisi NLOS lebih menantang karena sinyal harus melewati atau mengelilingi objek yang menghalangi, yang menyebabkan penurunan daya yang lebih besar dibandingkan dengan kondisi LOS.

Perhitungan Received Signal Strength Indicator (RSSI) mengkonfirmasi hasil pathloss tersebut. Dalam kondisi LOS, nilai RSSI menurun dari -33.09 dBm pada jarak 5 meter menjadi -59.11 dBm pada jarak 100 meter. Meskipun ada penurunan, nilai RSSI ini tetap dalam kategori "sangat baik" menurut standar THIPON hingga jarak 100 meter, yang berarti bahwa kualitas komunikasi tetap dapat dipertahankan dengan baik. Di sisi lain, dalam kondisi NLOS, nilai RSSI menurun dari -45.97 dBm pada jarak 5 meter menjadi -86.31 dBm pada jarak 100 meter. Penurunan ini mengakibatkan sinyal berada dalam kategori "buruk" pada jarak 65 meter hingga 100 meter, menandakan bahwa kualitas komunikasi sangat terganggu dan mungkin tidak dapat digunakan untuk aplikasi yang memerlukan stabilitas tinggi.

Analisis ini menunjukkan bahwa kondisi LOS lebih menguntungkan untuk komunikasi nirkabel karena sinyal mengalami lebih sedikit hambatan, menghasilkan pathloss yang lebih rendah dan RSSI yang lebih tinggi. Sebaliknya, kondisi NLOS memerlukan perhatian khusus karena sinyal melemah lebih cepat, mempengaruhi kualitas dan keandalan komunikasi. Untuk mengatasi masalah ini, langkah-langkah mitigasi dapat dilakukan, seperti meningkatkan ketinggian antena untuk mengurangi hambatan, menggunakan frekuensi yang lebih rendah yang memiliki penetrasi lebih baik, atau menambahkan perangkat tambahan seperti repeater dan gain antena yang tinggi.

C.  Data Hasil Pengukuran

Penelitian ini dilakukan menggunakan drone FPV. Pada pengambilan data, drone akan diterbangkan dilokasi LOS dan dilengkapi dengan monitor FPV yang akan menangkap sinyal komunikasi dari drone sehingga monitor bisa menampilkan jarak, ketinggian dan nilai RSSI. Data hasil pengukuran penerimaan pada sistem First Person View (FPV) pada frekuensi 5,8 GHz dapat dilihat pada tabel 5.

 

Tabel 5. Data Hasil Pengukuran RSSI

Jarak (meter)

RSSI (dBm)

LOS

Status

NLOS

Status

5

-30

Sangat Baik

-52

Sangat baik

10

-38

Sangat Baik

-55

Sangat baik

15

-39

Sangat Baik

-60

Sangat baik

20

-40

Sangat Baik

-62

Sangat baik

25

-43

Sangat Baik

-65

Baik

30

-43

Sangat Baik

-68

Baik

35

-43

Sangat Baik

-75

Cukup

40

-46

Sangat Baik

-78

Cukup

45

-46

Sangat Baik

-79

Cukup

50

-48

Sangat Baik

-81

Buruk

55

-47

Sangat Baik

-82

Buruk

60

-47

Sangat Baik

-83

Buruk

65

-47

Sangat Baik

-84

Buruk

70

-48

Sangat Baik

-85

Buruk

75

-49

Sangat Baik

-86

Buruk

80

-50

Sangat Baik

-87

Buruk

85

-51

Sangat Baik

-89

Buruk

90

-52

Sangat Baik

-91

Sangat buruk

95

-53

Sangat Baik

-94

Sangat buruk

100

-53

Sangat Baik

-96

Sangat buruk

 

Kotak Teks: RSSI (dBm)
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 5. Grafik Pengukuran Received Signal Strength Indicator (RSSI)

 

Dari tabel hasil pengukuran RSSI dan grafik RSSI, terlihat bahwa nilai RSSI sinyal menjadi melemah seiring bertambahnya jarak. Meskipun sinyal ada sedikit melemah dalam nilai RSSI umumnya adalah penurunan kekuatan sinyal dengan bertambahnya jarak. Meskipun nilai RSSI menurun seiring bertambahnya jarak, standar THIPON tetap mengkategorikan daya terima dengan kategori �sangat baik� hingga jarak 100 meter. Namun pada kondisi NLOS, terlihat bahwa daya terima sinyal yang dihasilkan memiliki variasi yang mana semakin bertambahnya jarak maka semakin buruk sinyal yang diterima.

D.  Analisis Hasil Pengukuran

Penelitian ini menggunakan drone FPV untuk mengukur daya terima sinyal pada frekuensi 5,8 GHz dalam kondisi LOS dan NLOS. Data hasil pengukuran memperlihatkan nilai RSSI pada berbagai jarak yang bervariasi dari 5 meter hingga 100 meter. Hasil pengukuran ini memberikan gambaran nyata tentang performa sinyal dalam situasi praktis dan menunjukkan beberapa temuan penting. Pada kondisi LOS, nilai RSSI menunjukkan penurunan bertahap dari -30 dBm pada jarak 5 meter menjadi -53 dBm pada jarak 100 meter. Meskipun terjadi penurunan, nilai RSSI tetap berada dalam kategori "sangat baik" menurut standar THIPON hingga jarak 100 meter. Ini mengindikasikan bahwa kondisi LOS mendukung transmisi sinyal yang kuat dan stabil, dengan hanya sedikit penurunan kekuatan sinyal meskipun jarak meningkat. Stabilitas ini menunjukkan bahwa dalam kondisi LOS, sistem komunikasi FPV mampu mempertahankan kualitas yang sangat baik, yang esensial untuk operasi drone yang mengandalkan transmisi video dan data real- time.

Sebaliknya, pada kondisi NLOS, nilai RSSI menunjukkan penurunan yang lebih drastis, dari -52 dBm pada jarak 5 meter hingga -104 dBm pada jarak 100 meter. Penurunan ini signifikan dan menunjukkan bahwa hambatan fisik antara transmitter dan receiver sangat mempengaruhi daya terima sinyal. Pada jarak 50 meter, nilai RSSI sudah masuk kategori "buruk", dan pada jarak 90 meter hingga 100 meter, sinyal berada dalam kategori "sangat buruk". Hal ini mencerminkan tantangan utama dalam kondisi NLOS, di mana sinyal harus melewati atau mengelilingi hambatan, sehingga kekuatannya menurun secara drastis. Kondisi NLOS ini memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan dan implementasi jaringan komunikasi untuk memastikan ketersediaan dan keandalan sinyal yang memadai.

Perbandingan antara hasil perhitungan teoritis dan hasil pengukuran menunjukkan keselarasan dalam penurunan nilai RSSI seiring dengan bertambahnya jarak. Dalam kondisi LOS, hasil pengukuran menunjukkan nilai RSSI yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan hasil perhitungan teoritis, mengindikasikan bahwa lingkungan pengujian mungkin memiliki faktor-faktor yang menguntungkan, seperti pantulan sinyal yang membantu memperkuat daya terima. Namun, dalam kondisi NLOS, hasil pengukuran menunjukkan nilai RSSI yang lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan teoritis, menekankan pengaruh signifikan dari hambatan fisik yang ada di lapangan. Analisis ini menegaskan pentingnya pemahaman tentang kondisi lingkungan dalam perencanaan komunikasi nirkabel, terutama pada frekuensi tinggi seperti 5,8 GHz yang lebih rentan terhadap hambatan fisik.

E.   Rekapitulasi Perbandingan Nilai Daya Terima Perhitungan dan Pengukuran

Setelah dilakukan perhitungan dan pengukuran nilai daya terima, berikut rekapitulasi hasil nilai daya terima hasil perhitungan dan pengukuran yang ditunjukkan pada tabel 6.

 

Tabel 6. Rekapitulasi Perhitungan dan Pengukuran Daya Terima

Jarak (m)

RSSI (dBm)

ABG

CI

Pengukuran

ABG

CI

Pengukuran

LOS

LOS

LOS

NLOS

NLOS

NLOS

5

-32,81

-33,09

-30

-39,87

-45,97

-52

10

-38,83

-39,11

-38

-50,41

-55,31

-55

15

-42,35

-42,63

-39

-56,57

-60,77

-60

20

-44,85

-45,13

-40

-60,94

-64,64

-62

25

-46,79

-47,07

-43

-64,33

-67,65

-65

30

-48,37

-48,65

-43

-67,1

-70,1

-68

35

-49,71

-49,99

-43

-69,45

-72,17

-75

40

-50,87

-51,15

-46

-71,48

-73,97

-78

45

-51,89

-52,17

-46

-73,26

-75,56

-79

50

-52,81

-53,09

-48

-74,87

-76,98

-81

55

-53,64

-53,92

-47

-76,32

-78,26

-82

60

-54,39

-54,67

-47

-77,64

-79,43

-83

65

-55,09

-55,37

-47

-78,86

-80,51

-84

70

-55,73

-56,01

-48

-79,98

-81,51

-85

75

-56,33

-56,61

-49

-81,03

-82,44

-86

80

-56,89

-57,17

-50

-82,01

-83,31

-87

85

-57,42

-57,7

-51

-82,93

-84,12

-89

90

-57,92

-58,19

-52

-83,8

-84,89

-91

95

-58,39

-58,66

-53

-84,62

-85,62

-94

100

-58,83

-59,11

-53

-85,4

-86,31

-96

 

Setelah mendapatkan rekapilutasi nilai daya terima maka langkah selanjutnya yaitu mencari nilai selisih terhadap setiap model prediksi pathloss dengan pengukuran yang telah dilakukan sebelumnya dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 7.

 

Tabel 7. Nilai Selisih Daya Terima Perhitungan Terhadap Nilai Daya Terima Pengukuran

 

Jarak (m)

Selisih RSSI perhitungan terhadap RSSI pengukuran (dBm)

LOS

NLOS

ABG

CI

ABG

CI

5

-2,81

-3,09

12,13

6,03

10

-0,83

-1,11

4,59

-0,31

15

-3,35

-3,63

3,43

-0,77

20

-4,85

-5,13

1,06

-2,64

25

-3,79

-4,07

0,67

-2,65

30

-5,37

-5,65

0,9

-2,1

35

-6,71

-6,99

5,55

2,83

40

-4,87

-4,15

6,52

4,03

45

-5,89

-6,17

5,74

3,44

50

-4,81

-5,09

6,13

4,04

55

-6,64

-6,92

5,68

3,74

60

-7,39

-7,67

5,36

3,57

65

-8,09

-8,37

5,14

3,49

70

-7,73

-8,01

5,02

3,49

75

-7,33

-7,61

4,97

3,56

80

-6,89

-7,17

4,99

3,69

85

-6,42

-6,7

6,07

4,88

90

-5,92

-6,66

7,2

6,11

95

-5,39

-5,66

9,38

8,38

100

-5,83

-6,11

10,6

9,69

 

Pada kondis LOS jarak yang lebih dekat 5-10 meter perbedaan antara perhitungan dan pengukuran cenderung kecil. Namun, seiring dengan bertambahnya jarak, perbedaan ini semakin besar. Ini bisa disebabkan oleh akumulasi kesalahan perhitungan yang lebih tinggi pada jarak yang lebih jauh serta variasi kondisi lingkungan yang tidak terdeteksi.

Pada kondis NLOS perbedaan terbesar terlihat pada jarak yang lebih pendek yaitu 5 meter, terutama pada model ABG yang menunjukkan perbedaan hingga 12,13 dBm. Ini menunjukkan bahwa model ABG mungkin lebih sensitif terhadap kondisi multipath dan hambatan awal. Seiring bertambahnya jarak, perbedaan cenderung menurun, meskipun tetap signifikan, menunjukkan bahwa hambatan fisik awal memiliki dampak besar pada kondisi NLOS.

F.   Analisis Rekapitulasi Perhitungan dan Pengukuran

Pada kondisi LOS, hasil perhitungan menggunakan model ABG menunjukkan bahwa nilai RSSI cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengukuran. Sebagai contoh, pada jarak 5 meter, hasil perhitungan ABG menunjukkan RSSI sebesar -32.59 dBm sedangkan hasil pengukuran menunjukkan -30 dBm. Pada jarak 100 meter, hasil perhitungan menunjukkan -58.61 dBm sementara hasil pengukuran menunjukkan -53 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran lapangan menunjukkan nilai RSSI yang lebih tinggi, yang mungkin disebabkan oleh adanya pantulan atau kondisi lingkungan yang lebih ideal daripada yang diprediksi oleh model ABG.

Perhitungan menggunakan model CI dalam kondisi LOS menunjukkan penurunan daya terima yang lebih mirip dengan hasil pengukuran dibandingkan dengan model ABG. Sebagai contoh, pada jarak 5 meter, hasil perhitungan CI menunjukkan RSSI sebesar -33.09 dBm sementara hasil pengukuran menunjukkan -30 dBm. Pada jarak 100 meter, hasil perhitungan menunjukkan -59.11 dBm sementara hasil pengukuran menunjukkan -53 dBm. Meskipun demikian, hasil pengukuran tetap menunjukkan nilai RSSI yang lebih tinggi dibandingkan perhitungan.

Dalam kondisi NLOS, perbedaan antara hasil perhitungan dan pengukuran lebih signifikan. Sebagai contoh, pada jarak 5 meter, hasil perhitungan ABG menunjukkan RSSI sebesar -50.47 dBm, sedangkan hasil pengukuran menunjukkan -52 dBm. Pada jarak 100 meter, hasil perhitungan menunjukkan -90.81 dBm sementara hasil pengukuran menunjukkan -96 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa model ABG kurang mampu menangkap efek-efek lingkungan yang mengurangi kekuatan sinyal secara signifikan pada jarak yang lebih jauh.

Perhitungan menggunakan model CI dalam kondisi NLOS menunjukkan tren yang lebih realistis namun tetap lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengukuran. Sebagai contoh, pada jarak 5 meter, hasil perhitungan CI menunjukkan RSSI sebesar -45.97 dBm, sementara hasil pengukuran menunjukkan -52 dBm. Pada jarak 100 meter, hasil perhitungan menunjukkan -86.31 dBm sementara pengukuran menunjukkan -96 dBm.

Perbandingan antara hasil perhitungan menggunakan model ABG dan CI dengan hasil pengukuran menunjukkan bahwa kedua model prediksi memberikan estimasi yang berguna untuk nilai RSSI, tetapi keduanya memiliki keterbatasan dalam mencerminkan kondisi lapangan yang sebenarnya. Model ABG cenderung lebih akurat dalam kondisi LOS namun kurang dalam kondisi NLOS, terutama pada jarak yang lebih jauh. Model CI memberikan hasil yang lebih konsisten dengan pengukuran, terutama dalam kondisi LOS, namun dalam kondisi NLOS, model ini masih kurang mampu menangkap penurunan sinyal yang terjadi dalam lingkungan nyata. Hasil pengukuran lapangan tetap penting untuk mengkalibrasi dan menyesuaikan model prediksi agar dapat memberikan estimasi yang lebih akurat sesuai dengan kondisi sebenarnya.

 

KESIMPULAN

Dari keseluruhan isi tugas akhir ini, dapat disimpulkan bahwa dalam kondisi Line of Sight (LOS), model ABG menghasilkan nilai RSSI yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan, misalnya pada jarak 5 meter perhitungan ABG menunjukkan -32.81 dBm sementara pengukuran menunjukkan -30 dBm, dan pada jarak 100 meter perhitungan menunjukkan -58.83 dBm sementara pengukuran menunjukkan -53 dBm. Sebaliknya, dalam kondisi Non-Line of Sight (NLOS), perbedaan antara hasil perhitungan dan pengukuran lebih signifikan; contohnya, pada jarak 5 meter hasil perhitungan ABG menunjukkan -39.87 dBm sementara pengukuran menunjukkan -52 dBm, dan pada jarak 100 meter hasil perhitungan menunjukkan -85.40 dBm sedangkan pengukuran menunjukkan -96 dBm. Hal ini menunjukkan bahwa model ABG kurang mampu menangkap efek lingkungan yang menurunkan kekuatan sinyal secara signifikan pada jarak jauh. Selain itu, dalam kondisi LOS, model CI menghasilkan penurunan daya yang lebih mendekati hasil pengukuran dibandingkan model ABG, misalnya pada jarak 5 meter perhitungan CI menunjukkan -33.09 dBm sementara pengukuran menunjukkan -30 dBm, dan pada jarak 100 meter perhitungan menunjukkan -59.11 dBm sementara pengukuran menunjukkan -53 dBm. Dalam kondisi NLOS, model CI menunjukkan nilai yang lebih realistis namun masih lebih rendah daripada hasil pengukuran; contohnya, pada jarak 5 meter, perhitungan CI menunjukkan -45.97 dBm sedangkan pengukuran menunjukkan -52 dBm, dan pada jarak 100 meter perhitungan menunjukkan -86.31 dBm sementara pengukuran menunjukkan -96 dBm. Hasil pengukuran lapangan menunjukkan bahwa nilai daya terima lebih tinggi dibandingkan hasil perhitungan model dalam kondisi LOS maupun NLOS, menunjukkan pentingnya pengukuran lapangan untuk kalibrasi dan penyesuaian model prediksi agar dapat memberikan estimasi yang lebih akurat sesuai kondisi nyata. Berdasarkan pembahasan, penulis memberikan beberapa saran, yaitu penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan kalibrasi model prediksi yang lebih bervariasi seperti penambahan model Okumura-Hata dan SUI, membuat software untuk penentuan nilai pathloss dan RSSI untuk hasil penelitian yang lebih detail dan akurat serta sebagai standarisasi penilaian daya terima, dan menggunakan frekuensi kerja yang bervariasi dalam penelitian lanjutan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Samad Prayudi, F. T. P. (2017). Analisis jarak antara dua kanal yang berbeda yang saling berdekatan pada satu BTS bersama.

Adiwibowo, P. (2019). Sistem kendali kamera FPV (First Person View) 2 DOF berbasis gesture kepala menggunakan sensor accelerometer dan sensor orientation. Universitas Teknologi Yogyakarta.

Ahmad Fandy, S., Mulyono, & Amilia, F. (2023). Model propagasi komunikasi seluler 2100 MHz di Tampan Kota Baru, 7(July), 308�316.

Harista, A. F., & Nuryadi, S. (2018). Sistem navigasi quadcopter dan pemantauan udara. Jurnal TeknoSAINS Seri Teknik Elektro, 1(1), 1�22.

Karazi, K., & Meutia, E. D. (2022). Perancangan sistem komunikasi gelombang mikro link Banda Aceh-Pulo Aceh dengan teknik space, 7(3), 132�139.

Marpaung, S. J., & Yacoub, R. R. (2023). Perancangan dan realisasi antena biquad directional dan antena biquad omnidirectional sebagai antena receiver First Person View (FPV), XX(Xx), 19�28.

Maria Ulfah, N. J. (2016). Perhitungan pathloss teknologi 4G. Jurnal Teknologi Terpadu, 4(2), 71. https://doi.org/10.32487/jtt.v4i2.142

Muchtar, H., & Firmansyah, T. (2015). Perancangan dan simulasi antena helix pada frekuensi 2,4 GHz. Jurnal Elektum, 15(2), 27�32.

Mukti, F. S. (2019). Studi perbandingan empat model propagasi empiris dalam ruangan untuk jaringan nirkabel kampus. Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 7(4), 154�160. https://doi.org/10.14710/jtsiskom.7.4.2019.154-160

Ridho, V. A., Utomo, S. B., & Setiabudi, D. (2015). Perancangan dan realisasi antena mikrostrip 700 MHz model patch circular dengan metode linear array sebagai penerima TV digital. Elektronika: Jurnal Arus Elektro Indonesia, 1, 45�49.

Sanriko, A. (2020). Prediksi point-to-point path loss pada frekuensi 28 GHz di Tanjung Karang, 8(6), 3792�3800.

Sitindjak, H. G., Hadikusuma, R. S., & Saragih, Y. (2021). Perbandingan software drive test dalam uji kualitas jaringan 3G menggunakan provider Telkomsel. Elektro Telekomunikasi Terapan, 8(2), 1104�1115.

Sun, S., et al. (2016). Model propagasi untuk skenario urban micro-and macro-cell 5G. IEEE Vehicular Technology Conference, 2016(July), https://doi.org/10.1109/VTCSpring.2016.7504435

Usman, U. K. (2018). Propagasi gelombang radio pada teknologi seluler. Konferensi Nasional Sistem Informasi, 0(0), 26�35.

Yansah, R., Marpaung, J., Yacoub, R. R., & Dll. (2022). Identifikasi pengaruh obstacle propagasi terhadap kinerja transceiver SX1278 pada frekuensi 433 MHz dalam mentransmisikan. Jurnal Teknik Elektro. Retrieved from https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jteuntan/article/view/52587

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).