Pengaruh Perbedaan Jenis Pakan Terhadap Perkembangan Rotifer (Brachionus rotundiformis) Sebagai Pakan Larva Ikan Kakap Putih

 

The Effect of Different Types of Feed on The Development Of Rotifers (Brachionus rotundiformis) as Feed for White Snapper Larvae

 

1*) Mochamad Farhan Satya Bintang Samudra, 2) Amelia Rachma Wijaya, 3) Yusril Ilhami Ramadhan, 4) Cindy Ananda Rahmany

1234 UIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia

 

Email : 1[email protected], 2[email protected], 3[email protected], 4[email protected]

*Correspondence: Mochamad Farhan Satya Bintang Samudra

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i7.2603

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui teknik kultur pakan alami pada rotifera (Brachionus rotundiformis) serta untuk mengetahui perkembangan rotifera (Brachionus rotundiformis) dengan pemberian perbedaan jenis pakan di BBRBLPP Gondol, Bali. Kultur dimulai dengan media pemeliharaan rotifer dengan rentang salinitas 29 ppt hingga 30 ppt yang diberikan pakan buatan berupa pelet bandeng, minyak cumi serta bubuk DHA dan pakan alami berupa Nannochloropsis occulata. Kultur rotifer Brachionus rotundiformis dengan penggunaan pakanNannochloropsis occullata mampu meningkatkan rata-rata perkembangan populasi dan mencapai titik puncak populasi pada hari ke-enam sebanyak 168 ind/ml. Sedangkan pada pakan buatan hanya mampu meningkatkan rata-rata perkembangan populasi dan mencapai titik puncak populasi pada hari ke-enam sebanyak 145.6 ind/ml.

 

Kata kunci: Kultur, pakan alami, Brachionus Rotundiformis

 

 

ABSTRACT

The aim of this research is to determine natural feed culture techniques for rotifers (Brachionus rotundiformis) and to determine the development of rotifers (Brachionus rotundiformis) by providing different types of feed at BBRBLPP Gondol, Bali. Culture begins with rotifer rearing media with a salinity range of 29 ppt to 30 ppt which is given artificial feed in the form of milkfish pellets, squid oil and DHA powder and natural feed in the form of Nannochloropsis occulata. Culture of the rotifer Brachionus rotundiformis using Nannochloropsis occullata feed was able to increase the average population development and reach the peak population point on the sixth day of 168 ind/ml. Meanwhile, artificial feed was only able to increase the average population development and reached the peak population point on the sixth day of 145.6 ind/ml.

 

Keywords: Culture, natural food, Brachionus Rotundiformis

 

PENDAHULUAN

����������� Budidaya laut merupakan suatu usaha memanfaatkan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir dalam hal memelihara berbagai jenis ikan, kerang-kerangan, krustasea, alga dan organisme laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomi yang signifikan. Definisi lain dari budidaya laut adalah kegiatan pada suatu wilayah tertentu di perairan pantai yang ditandai dengan banyaknya keramba jaring apung, kawanan kerang atau alga, atau budidaya organisme laut dalam tangki atau wilayah yang terbatas dan tertutup (Mustafa dkk.,2017;Hidayah et al., 2021)).

����������� Ikan kakap putih merupakan salah satu produk perikanan terpenting yang disukai banyak orang di luar negeri. Di kawasan Asia, Singapura dan Hong Kong berminat terhadap ikan kakap putih, masing-masing mengimpor 60 ton per tahun dan Hong Kong 250 ton per tahun (CCP, 2012, Hardayani, 2013). Ikan tenggeran putih mudah untuk diperbanyak karena pertumbuhannya relatif cepat dan mempunyai daya adaptasi lingkungan yang baik. Namun dalam proses budidayanya, benih bawang putih memiliki kepekaan yang rendah terhadap penyakit yang disebabkan oleh lingkungan tumbuhnya (Priyono dkk., 2013 dalam (Astuti et al., 2023).

����������� Namun permasalahannya, belum ditemukan jenis pakan yang sesuai dengan laju pertumbuhan itik putih. Untuk menunjang keberhasilan reproduksi ikan kakap dalam pemeliharaan, diperlukan kondisi perairan yang baik dan ketersediaan pakan organik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kandungan protein. Akhir-akhir ini, pembudidaya mengandalkan nutrisi alami yang terdapat di kolam. Hal ini kurang efektif karena jika makanan alaminya habis, yang terjadi yaitu pertumbuhan ikan kakap putih akan menurun. Beberapa pakan alami yang dapat membantu pertumbuhan ikan adalah pakan alami krustasea, siput dan ikan rucah. Makanan alami ini memiliki kandungan protein tinggi yang dapat membantu proses pertumbuhan ikan kakap putih (Sahputra et al., 2017).

����������� Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pembenihan ikan adalah pengelolaan dan penyediaan makanan larva yang baik seperti makanan alami zooplankton dan fitoplankton. Jenis pakan yang tepat meliputi jumlah, ukuran dan nilai gizi sesuai kebutuhan larva ikan diperlukan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan larva. Dalam menentukan makanan larva harus diperhatikan bahwa makanan tersebut mudah dicerna, ukurannya pas di mulut larva, bergerak perlahan sehingga larva mudah menangkapnya, mudah berkembang biak, tumbuh dan berkembang biak dengan cepat, serta tidak menghasilkan makanan. racun. atau zat lain yang dapat mengancam kehidupan larva dan mempunyai nilai gizi yang tinggi bagi larva (Purba, 1995; Irawati, 2015 dalam (Sahputra et al., 2017).Larva ikan kakap umur sehari atau H-1 masih mengandung kuning telur, setelah itu makanan yang dimakan larva adalah makanan alami. Pakan alami yang sering digunakan untuk pembenihan ikan kakap putih adalah rotifera (Brachionus rotundiformis) (Sahputra et al., 2017).

����������� Pakan merupakan salah satu input terpenting dalam budidaya ikan. Pakan menyumbang lebih dari separuh biaya produksi budidaya ikan. pemberian pakan buatan dan pemberian pakan alami. Ketersediaan pakan alami sangat penting dalam budidaya ikan pada tahap larva, terutama setelah penyerapan absorbsi kuning telur (fase pendahuluan). Fase awal ini memerlukan pakan alami yang baik (Rukka, 2011). Pakan alami merupakan sumber protein dan lemak dengan komposisi asam amino yang lengkap sehingga bermanfaat bagi larva (Priyadi et al., 1991). (Charis Darosman et al., 2019) Oleh karena itu, ketersediaan pakan alami merupakan faktor penting dalam budidaya ikan. Kehadiran rotifera sangat penting khususnya dalam budidaya. Beberapa penelitian telah mencoba untuk merangsang pertumbuhan dan kepadatan kultur rotifer, diantaranya dengan pemberian ragi, dengan metode tetes pemberian Nannochloropsis Occulata, ragi roti dan emulsi Scott, penambahan suplemen vitamin C dan minyak hati, suplementasi dan fortifikasi vitamin B-12. fitoplankton Pemberian pengawetan N. occulata yang diperkaya dengan vitamin B-12 (Charis Darosman et al., 2019).

����������� Rotifer merupakan organisme akuatik dan pangan organik yang mudah didapat dan banyak dimanfaatkan oleh para pembudidaya (Salmia et al., 2021). Rotifer juga merupakan kelompok zooplankton yang mulai populer sejak tahun 1960 untuk digunakan sebagai makanan alami larva berbagai fauna laut (Dheart et al., 2001). Beberapa keunggulan yang dimiliki rotifera sebagai makanan larva antara lain ukurannya yang kecil (5�200 μm), kemampuan berenangnya lambat sehingga mudah dimangsa larva, pencernaan dan reproduksinya mudah (Lubzens dkk., 1989; Ikhsan dkk., 2016 dalam(Salmia et al., 2021)

����������� Selain khasiatnya, rotifera berperan penting sebagai konsumen utama rantai makanan. Sebagai makanan bagi larva biota laut, rotifer mengandung banyak asam amino, lemak tak jenuh yang melimpah, mineral, vitamin dan antibiotik tanpa menimbulkan efek samping pada larva (Rumengan, 1997, Fembri et al., 2017).Selain itu rotifer juga mengandung senyawa kitin dan kitosan. Sekitar 4,6% kitin diekstraksi dari biomassa dengan berat antara 5 dan 48 gram, dan 52,7% dari kitosan, yang diperoleh melalui deasetilasi kitin (Rumengan dkk., 2014 dalam Rumengan 2017). Karena besarnya potensi rotifera dan untuk produksi bahan obat serta pemanfaatannya dalam sektor budidaya laut, beberapa penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk membudidayakan rotifera secara massal dengan cara yang sederhana. (Salmia et al., 2021). Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui proses teknik kultur yang digunakan kepada rotifera (Brachionus rotundiformis) serta untuk mengetahui perkembangan rotifera (Brachionus rotundiformis) dengan pemberian perbedaan jenis pakan.

 

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP)pada tanggal 19 Februari 2024 hingga 19 Mei 2024.

 

Gambar 1. Peta Lokasi

�����������

Penelitian ini berlokasi di wilayah pesisir Desa Penyabangan, Kabupaten Buleleng, Kecamatan Gerokgak, Bali. Desa Penyabangan merupakan zona Utara Pulau Bali yang berupa dataran rendah yang dikelilingi oleh beberapa bukti. Desa Penyabangan berada di wilayah kepesisiran sehingga kondisi iklim dan cuaca setempat sangat dipengaruhi oleh sirkulasi lautan, daratan, dan atmosfer.

 

METODE PENELITIAN

����������� Penelitian ini menggunakan 2 metode survei observasional dengan purposive sampling dan metode eksperimental. Metode observasional dengan purposive sampling adalah penelitian yang mengharuskan pengambilan data selama beberapa dekade. Sedangkan metode eksperimental adalah penelitian yang digunakan untuk menentukan hubungan sebab-akibat dari sebuah hal.Dalam penelitian ini data diambil setiap hari selama delapan hari yang terdiri dari 2 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan berupa jenis pakan berbeda yaitu, pakan buatan(pelet bandeng) dan pakan alami (Nannochloropsis oculata).

Pengumpulan Data

����������� Studi literatur menjadi langkah penting dalam penelitian ini untuk mendapatkan berbagai informasi dan penelitian yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Tujuan dari studi literatur adalah untuk menemukan teori-teori yang terkait dengan masalah yang telah diidentifikasi. Dalam pengumpulandata, penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengambilan sampel setiap hari selama delapan hari. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui jurnal ataupun studi literatur terdahulu seperti di google scholar dan situs web semacamnya.

 

Analisis Laju Pertumbuhan

����������� Analisis laju pertumbuhan Brachionus rotundiformis dihitung dengan rumus sebagai berikut :

K = (n1+n2+n3 ) . Vp

3

Keterangan :

n ������ = Jumlah kepadatan ������������������������������������� �����rotifera (ind/ml)���������������� ������������������������������� n1,2,3 = Jumlah perulangan

Vp���� = Volume pengenceran (ml)

 

Pengamatan Kualitas Air

����������� Pengamatan kondisi kualitas air dalam wadah selalu diperhatikan. Pergantian volume air ����� wadah dilakukan pergantian minimal 30% 4 kali sehari untuk menjaga kualitas air yang stabil. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap hari. Pengukuran kualitas air meliputi salinitas, suhu dan pH.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Media dan Pakan Rotifer�������

����������� Media pemeliharaan rotifer dalam penelitian ini adalah air laut yang sudah melewati proses sterilisasi dengan rentang salinitas 29 ppt hingga 30 ppt yang diberikan pakan buatan berupa pelet bandeng, minyak cumi serta bubuk DHA dan pakan alami berupa Nannochloropsis occulata. Pertama-tama disiapkan Pakan buatan, pelet bandeng di timbang sebanyak 100 gram dan diberi air secukupnya. Kemudian digiling menggunakan alat penggiling. Pelet bandeng yang sudah digiling kemudian dipindahkan kedalam wadah baskom. Pelet bandeng yang sudah dihaluskan diberi 1 sendok teh minyak cumi dan 1,5 sendok teh bubuk DHA kemudian diaduk rata. Penambahan minyak cumi digunakan untuk anti bakteri bagi rotifer sedangkan bubuk DHA digunakan sebagai nutrisi tambahan bagi rotifer. Pakan buatan yang telah siap dimasukkan kedalam kantong pakan yang berisi batu kecil di dalamnya kemudian diikat menggunakan tali. Penambahan batu berfungsi sebagai pemberat pakan agar tenggelam ke dasar media. Sedangkan untuk pakan alami menggunakan Nannochlorophsis occulata sebanyak 3 liter.

 

Kultur Rotifer

����������� Sebelum dilakukan pengkulturan rotifer menggunakan media yang diberikan pakan buatan dan pakan alami, dilakukan penghitungan kepadatan rotifer kembali. Hal ini bertujuan untuk memeriksa apakah rotifer masih bertahan hidup pada media yang sebelumnya atau tidak. Dari hasil penghitungan kepadatan rotifer, diketahui bahwa kepadatan rotifer masih berjumlah 40 individu/ml. hal tersebut menunjukkan bahwa rotifer masih bertahan hidup dan bisa dilakukan pengkulturan. Pada tahap pengkulturan, pakan buatan berupa pelet bandeng sebanyak 100 gram yang sudah dibungkus dengan kantong berpori dimasukkan ke dalam 15 liter media pemeliharaan rotifer. Setelah pakan dimasukkan, dituangkan media awal rotifer sebanyak 7 liter ke dalam bak berukuran 30 liter. Rotifer yang dikultur diberikan aeorasi selama 24 jam. Kemudian, dilakukan sampling media kultur rotifer sebanyak 1 ml selama 8 hari. Kemudian pada tahap pengkulturan ini juga pemberian pakan buatan dan pakan alami diberi setiap hari selama 8 hari berturut-turut sesuai dosis yang sudah ditentukan.

 

a. Sarung Pakan����������� b. Bak Kultur

Gambar 1. Media Kultur

 

Kepadatan Rotifer

����������� Hasil pengamatan yang telah dilakukan berupa data laju pertumbuhan populasi ind/ml B. Rotundiformis dengan skala intermediet (30 L) dengan menggunakan pakan buatan dan pakan alami (N. Occulata) disajikan pada tabel 3.

 

Tabel 1. Laju Pertumbuhan

Hari

Laju Pertumbuhan Rotifera (Ind/Ml)

 

Pakan Buatan

Pakan Alami

1

25.3

20.3

2

39

33.6

3

53.3

78.6

4

85

103.6

5

122.6

129

6

145.6

168

7

131.3

151.6

8

105.3

120.6

 

Berdasarkan laju pertumbuhan populasi rotifer B. Rotundiformis selama kultur 8 hari pada tabel 3. Memperlihatkan bahwa pertumbuhan populasi meningkat atau mengalami fase eksponensial mulai dari hari pertama sampai dengan hari ke enam. Pada hari ke enam mencapai puncak kepadatan populasi (145.6 ind/ml) untuk bak dengan pakan buatan sedangkan untuk bak pakan alami mencapai (168 ind/ml) untuk kepadatan populasinya. Fase stasioner dari tabel tersebut tidak terlalu terlalu terlihat akan tetepi setelah fase eksponensial dilanjut dengan fase kematian (dead). Fase kematian terjadi pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-

8. Setelah hari ke-8 pertumbuhan B. Rotundiformis tidak ada, karena pada hari ke-9 dilakukan kultur ulang. Laju pertumbuhan adalah angka yang menunjukan pertambahan individu populasi pada setiap pertambahan waktu, berdasarkan hasil pengamatan pada saat penelitian perbandingan laju pertumbuhan populasi Rotifera pada pemberian pakan yang berbeda didapatkan rata-rata pertambahahan jumlah individu rotifera seperti terlihat pada (tabel 3).

 

Gambar 2. Grafik Laju Pertumbuhan

 

����������� Gambar 2. Menunjukkan total produksi tertinggi pada hari ke-6 dengan angka produksi (145.6 ind/ml) untuk bak dengan pakan buatan sedangkan untuk bak pakan alami mencapai (168 ind/ml).Tingginya rata rata pertambahan individu pada perlakuan pakan alami mampu mengoptimalkan pakan Nannochloropsis Occullata dengan baik, hal ini diduga karna pakan Nannochloropsis Occullata yang mengandung mikroalga. Melihat model grafik tersebut maka dapat dikatakan bahwa performa rotifer berkaitan erat dengan peranan mikroalga sebagai sumber energi dan media pemeliharaan sebagai faktor lingkungan. Kultur rotifer pada hari ke-6 sampai ke-7 merupakan waktu yang terbaik untuk melakukan pemanenan dikarenakan biomassa rotifer yang diperoleh tinggi. Hal ini menandakan bahwa pakan N. occulata pakan yang baik untuk B. Rotundiformis.

����������� Namun penelitian lain rotifer yang diberi pakan Isochrysis sp memiliki fase dead yang lebih lama dibandingkan dengan menggunakan pakan Tetraselmis sp dan N. Atomus ( Korstad dkk, 1989 dalam (Setiyono & Raharjo, 2020). Beberapa hal yang menyebabkan kemungkinan penurunan produksi rotifer. Pertama, terjadinya kematian pada inoculum yang telah sampai siklus hidupnya Kedua, peningkatan kepadatan populasi dari waktu ke waktu menimbulkan kompetisi dalam memperolah pakan buatan dan kompetisi ruang dalam wadah atau media pemeliharaan. Ketiga, semakin meningkatnya kepadatan populasi maka sisa metabolisme yang dihasilkan rotifer maupun sisa pakan semakin bertambah pula.

����������� Menurut Susanto et al. (2005) dalam Setiyono & Raharjo, (2020) bahwa pertumbuhan populasi rotifer dipengaruhi oleh media pemeliharaan seperti faktor kesehatan lingkungan dan ketersediaan nutrisi dalam media pemeliharaan. Rotifera dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang sesuai dengan kehidupannya. Lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan hidup rotifera, akan menyebabkan umur rotifera menjadi lebih panjang, sehingga jumlah populasi akan meningkat. Selain dari kondisi lingkungan ketersediaan makanan pun menjadi salah satu faktor paling utama yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan rotifera. hal ini sesuai Dahril (1996) dalam pranata (2009), Dalam mengkultur rotifer ketersedian nutrisi pada pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya. Apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan populasi rotifer atau bahkan mengalami kematian secara masal Mujiman (1998) dalam Hasibuan (2009). Menurut Cahyaningsih (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan plankton sangat bergantung pada nutrisi atau unsur hara yang terkandung dalam media kultur. Sehingga apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam media dapat menyebabkan penurunan laju pertumbuhan populasinya atau bahkan mengalami kematian secara massal. Pertumbuhan populasi rotifer selain pakan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan salah satunya adalah temperatur dan salinitas. Berikut ini rataan temperatur dan salinitas selama kultur rotifer (Gambar. 7).

 

Gambar 3.Rataan Temperatur, Suhu dan Salinitas

 

����������� Berdasarkan Gambar 3 Dapat diperlihatkan bahwa fluktuasi temperatur yang terukur relative konstan. Temperature selama pemeliharaan kultur berkisar antara 28�C-29�C. suhu tersebut cukup optimal untuk proses fisologi dan reproduksi rotifer. Rotifer mempunyai reproduksi makimum pada temperature 30�C sampai dengan 34�C, namun temperatur yang disarankan untuk digunakan kultur adalah 20�C-30�C. Populasi B. Rotundiformis yang dikultur pada suhu 28�C-29�C dapat bereproduksi secara optimal. Rotifer yang dipelihara pada temperature konstan sekitar 28�C-30�C populasinya akan berkembang lebih cepat dibandingkan dengan suhu air yang rendah (23�C-27�C), karena suhu tersebut akan memacu proses metabolisme rotifer lebih cepat. Nilai tersebut menandakan bahwa temperatur selama pemeliharaan memberikan pengaruh yang kecil, hal ini dikarenakan kisaran suhu tidak bisa konstan untuk dikendalikan. Namun jika dilihat dari nilai korelasinya ada kecenderungan semakin naik temperatur maka kepadatan populasi rotifer B. Rotundiformis cenderung menurun. Pola ini terlihat saat temperature 29�C hari ke tujuh kepadatan populasi dan laju pertumbuhan populasi menurun (Tabel. 3 dan Gambar. 7). Faktor lingkungan kedua yang diukur adalah salinitas.

����������� Kondisi media yang baik dengan kadar garam yang ideal dan tersedianya nutrisi dalam media kultur mampu menyebabkan pertambahan populasi B. Rotundiformis dengan cepat.Dengan demikian kadar garam merupakan salah satu faktor pembatas dalam kultur rotifer. Hal ini dikarenakan sistem osmoregulasi B. Rotundiformis dipengaruhi oleh salinitas. Berdasarkan gambar 7. Menunjukkan bahwa salinitas yang terukur berfluktuasi (28 ppt hingga 32 ppt). Salinitas media kultur memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan B. Rotundiformis. Dengan demikian ada kecenderungan dengan naiknya salinitas akan menurunkan kepadatan populasi rotifer B. Rotundiformis.

����������� Bertambahnya kadar garam mengakibatkan pertumbuhan rotifer terganggu sehingga menyebabkan populasi rotifer menurun. Tingginya salinitas pada media akan menyebabkan jaringan tubuh B. Rotundiformis akan kecenderungan kehilangan cairan akibat tekanan osmotik yang berbeda. Jika kondisi ini terus berlangsung maka akan menurunkan reproduksinya. Selain itu kondisi salinitas yang tidak sesuai menyababkan rotifer stress dan berhenti berenang.

����������� Salinitas terendah terukur pada hari ketiga (28 ppt) yang diikuti dengan naiknya kepadatan rotifer B. Rotundiformis mencapai titik puncak (Gambar 6 dan Gambar. 7). Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan pakan N. occulata mampu meningkatkan pertumbuhan populasi walaupun pada salinitas lebih dari 30 ppt. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kultur rotifer B. Rotundiformis denga pakan N. occulata mampu mempertahankan rata-rata kepadatan populasi dengan kisaran salintas 28-32 ppt.

 

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kultur rotifer Brachionus rotundiformis dengan pakan Nannochloropsis oculata mampu meningkatkan rata-rata perkembangan populasi, mencapai puncaknya pada hari keenam sebanyak 168 ind/ml, sedangkan dengan pakan buatan hanya mencapai 145,6 ind/ml pada hari yang sama. Faktor lingkungan menunjukkan bahwa kepadatan populasi rotifer dapat dipertahankan pada kisaran salinitas 28�32 ppt dan suhu 28�C�29�C, dengan fluktuasi temperatur dan salinitas media memengaruhi pertumbuhan kepadatan populasi. Implikasi penelitian ini menunjukkan bahwa kultur intermediet rotifer B. rotundiformis dapat dipanen pada hari keenam. Sebagai saran, diperlukan penelitian lanjutan untuk mengoptimalkan kultur rotifer dengan pakan buatan guna meningkatkan jumlah populasi per milliliter.

 

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, A. N., & Alfarizi, A. (2021). Literature Review Potensi Dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Laut Di Indonesia. Jurnal Sains Edukatika Indonesia (JSEI), 3(2), 31�36.

Arif, D., & Regan, Y. (2020). Studi Pembesaran Ikan Kerapu Bebek (Chromileptes altivelis) dalam Keramba Jaring Apung di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon Study on Humpback Grouper (Chromileptes altivelis) Rearing in Floating Net Cages at Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) A. Jurnal Salamata, 2(1), 23�27.

Astuti, E. P., A�yun, Q., Vitasari, A., & Sari, P. D. W. (2023). KAJIAN TEKNIS BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI BALAI PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU (BPBAP) SITUBONDO, KABUPATEN SITUBONDO, JAWA TIMUR. Jurnal Perikanan Pantura (JPP), 6(1), 269. https://doi.org/10.30587/jpp.v6i1.5025

Charis Darosman, T., Muhammadar, A. A., Satria, S., Studi Budidaya Perairan, P., Kelautan dan Perikanan, F., Syiah Kuala, U., Aceh, B., Perikanan Budidaya Air Payau Ujung Batee, B., & Besar Indonesia, A. (2019). Pengkayaan Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan Chlorella sp. Untuk Pakan Larva Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer) Effect of Rotifera Enrichment (Brachionus plicatilis) With Chlorella sp. for Seabass Larvae (Lates calcarifer). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan Dan Perikanan Unsyiah, 4(2), 124�133.

Difinubun, M. I., Iriani, R. T., & Triyanto, A. (2020). Pengaruh penyipanan rotifer (Brachionus plicatilis) pada suhu dingin rehadap tingkat kelangsungan hidup (SR). Jurnal Aquafish Sainten, 1(1), 25�34. https://unimuda.e-journal.id/jurnalaquafishunimuda/article/view/870/554

Hidayah, Z., Arisandi, A., & Wardhani, M. K. (2021). Pemetaan Kesesuaian Perairan untuk Budidaya Laut di Perairan Pesisir Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi Jawa Timur. Rekayasa, 13(3), 307�316. https://doi.org/10.21107/rekayasa.v13i3.9858

Indriani, Nur, M., Ansar, M., Lestari, D., Fitriah, R., Mahfud, C. R., & Saharuddin. (2022). The Pengaruh Pemberian Ragi Roti dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Rotifera (Brachionus plicatilis). SIGANUS: Journal of Fisheries and Marine Science, 3(2), 229�235. https://doi.org/10.31605/siganus.v3i2.1503

Marsella, F., Utami, S., & Kusuma Dewi, N. (2019). Ensiklopedia Berdasarkan Keanekaragaman DanKemelimpahan Plankton Pada Ekosistem MangroveMengare Gresik. Prosiding Seminar Nasional SIMBIOSIS IV, 2008, 183�190.

Napitupulu, H. G., Rumengan, I. F. M., Wullur, S., Ginting, E. L., Rimper, J. R. T. S. L., & Toloh, B. H. (2019). Bacillus sp. As a Decomposition Agent in The Maintenance of Brachionus rotundiformis Which Uses Raw Fish As a Source of Nutrition. Jurnal Ilmiah Platax, 7(1), 158. https://doi.org/10.35800/jip.7.1.2019.22627

Sahputra, I., Khalil, M., & Zulfikar, Z. (2017). Pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan kakap putih (Lates calcalifer, Bloch). Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 4(2), 65. https://doi.org/10.29103/aa.v4i2.305

Saleky, D., & Dailami, M. (2021). Konservasi Genetik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch, 1790) Melalui Pendekatan DNA Barcoding dan Analisis Filogenetik di Sungai Kumbe Merauke Papua. Jurnal Kelautan Tropis, 24(2), 141�150. https://doi.org/10.14710/jkt.v24i2.10760

Salmia, E., Fahmi, R., Rahmi, F., Dahri, A. H., & Hasri, I. (2021). Aplikasi Beberapa Jenis Pakan Terhadap Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Rotifera (Brachionus plicatilis). MAHSEER: Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Dan Perikanan, 4(1), 39�44. https://doi.org/10.55542/mahseer.v4i1.125

Santika, L., Diniarti, N., & Lestari, D. P. (2021). Pengaruh Penambahan Ekstrak Kunyit Pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Dan Efisiensi Pemanfaatan Pakan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer). Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 14(1), 48�57. https://doi.org/10.21107/jk.v14i1.8988

Sembiring, E. S., Widianingsih, & Supriyantini, E. (2022). Flokulasi Mikroalga Nannochloropsis occulata dengan Kitosan. Journal of Marine Research, 11(4), 752�757.

Setiyono, E., & Raharjo, P. (2020). Pertumbuhan Dan Perkembangan Kultur Rotifer ( Brancionus plicatilis ) Skala Intermediet Dengan Penggunaan Pakan Nannochloropsis occulata. Jurnal Riset Teknologi Terapan, 1(1), 1�8.

SP Negara, B. F., Irfandi, I., Nursalim, N., & Herliany, N. E. (2019). POTENSI Nannochloropsis oculata DAN Tetraselmis chuii Sebagai Bahan Baku Bioetanol. Jurnal Laot Ilmu Kelautan, 1(2), 23. https://doi.org/10.35308/jlaot.v1i2.2315

Yunita Sari, R., Luh Watiniasih, N., & Ayumayasari, S. (2019). Laju Pertumbuhan Rotifera (Branchionus plicatilis) di Media Kultur Berdasarkan Jenis Pakan Kombinasi. Current Trends in Aquatic Science II, 100(1), 93�100.

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).