Potensi Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn.) Sebagai Neutraceutical
Potential of Betel Leaf Extract (Piper Betle Linn.) As Neutraceutical
1)* I Putu Nico Januarta
Putra, 2) I Putu Adhi Pranatha
1*2 Universitas
Udayana, Indonesia
Email:
[email protected], [email protected]
Correspondence: I Putu Nico Januarta Putra
DOI: 10.59141/comserva.v4i6.2499 |
ABSTRAK Nutraceutical
adalah komponen makanan yang bisa dikatakan dapat memberikan manfaat
kesehatan di luar manfaat nutrisi dasar. Sirih merupakan tanaman herbal yang
diketahui dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kajian literatur ini
bertujuan untuk mengetahui berbagai efek nutraceutical yang terkandung dalam
ekstrak daun sirih. Metode yang digunakan dalam mengkaji literatur ini yaitu
berupa studi literatur dengan cara mengumpulkan data yang bersumber dari data
primer melalui beberapa database seperti Pubmed, Google Scholar dan Science
Direct. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan adanya beberapa aktivitas
nutraceutical seperti antibakteri dan antioksidan. Antibakteri adalah agen
yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri yang dapat
merugikan bagi tubuh manusia. Antioksidan adalah senyawa yang berfungsi
melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas,
molekul tidak stabil yang dapat merusak sel dan jaringan. Dari beberapa studi
yang telah dikaji dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sirih (Piper betle L)
memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan yang cukup baik digunakan sebagai
neutracetical. Kata
kunci:
Antibakteri,
Antioksidan, Nutraceutical, Sirih |
|
ABSTRACT A nutraceutical is a food
component that can be said to provide health benefits beyond basic
nutritional value. Betel leaf is a herbal plant
known to address various health problems. This literature review aims to
explore the various nutraceutical effects found in betel leaf extract. The
method used in this literature review is a literature study by collecting
data from primary sources through several databases such as PubMed, Google
Scholar, and Science Direct. The results of several studies indicate the presence
of nutraceutical activities such as antibacterial and antioxidant properties.
Antibacterial agents are used to kill or inhibit the growth of bacteria that
can be harmful to the human body. Antioxidants are compounding that function
to protect body cells from damage caused by free radicals, unstable molecules
that can damage cells and tissues. From the studies reviewed, it can be
concluded that betel leaf extract (Piper betle L)
has significant antibacterial and antioxidant activities and is suitable for
use as a nutraceutical. Keywords: Antibacterial., Antioxidant, phytochemistry,
wedelolactone, and β-sitosterol |
PENDAHULUAN
Nutraceutical merupakan zat yang diambil dari makanan
atau elemen makanan yang dapat meningkatkan kesehatan serta berperan dalam
pencegahan dan penanganan penyakit (Smith & Johnson, 2020). Zat ini bisa
dijumpai dalam berbagai bentuk, seperti makanan yang memiliki fungsi khusus,
makanan dengan tambahan nutrisi, atau suplemen makanan (Mardiyanto Riski
Hartono, 2021). Makanan fungsional adalah produk yang tidak hanya memberikan
nilai gizi dasar tetapi juga menawarkan manfaat kesehatan tambahan, contohnya
roti yang diperkaya dengan vitamin atau serat (Mustofa et al., 2022; Nelson et
al., 2021). Selain itu, makanan yang diperkaya, seperti jus buah dengan
tambahan kalsium, dirancang untuk meningkatkan kandungan nutrisi guna mendukung
kesehatan tubuh (Wang & Gupta, 2019). Suplemen makanan, yang hadir dalam
bentuk tablet, kapsul, atau bubuk, mengandung konsentrasi tinggi dari nutrisi
atau senyawa bioaktif yang ditujukan untuk memberikan manfaat kesehatan
tertentu atau untuk melengkapi kekurangan nutrisi dalam diet harian (Zhou et
al., 2021; Hartono et al., 2021).
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan
keanekaragaman hayati yang sangat melimpah, sering kali disebut sebagai
"Negara Mega Biodiversitas" (Sadiah et al., 2022). Negara ini
memiliki sekitar 30.000 spesies tanaman yang tersebar di seluruh tanah air,
dengan sekitar 9.600 spesies memiliki khasiat obat dan sekitar 300 spesies
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industri obat tradisional (Hastuti et
al., 2020; Sadiah et al., 2022). Karena itu, penting untuk menjaga dan
mengelola keanekaragaman hayati agar dapat memberikan manfaat optimal bagi
masyarakat, khususnya dalam pemeliharaan kesehatan, serta diwariskan kepada
generasi mendatang (Sadiah et al., 2022; Kusuma & Wijaya, 2020). Salah satu
contoh tanaman yang telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sirih
(Piper betle L.), yang dikenal memiliki berbagai khasiat herbal (Sadiah et al.,
2022; Hermanto et al., 2023).
Sirih-sirihan (famili: Piperaceae) telah dimanfaatkan
oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai keperluan, mulai dari obat-obatan
tradisional, upacara adat, hingga konsumsi sehari-hari (Ali et al., 2021). Daun
sirih mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid,
steroid/terpenoid, tanin, dan minyak atsiri, yang merupakan senyawa bioaktif
penting (Hermanto et al., 2023; Safitri et al., 2021). Minyak atsiri pada daun
sirih, yang mengandung sekitar 0,8-1,8%, memiliki senyawa-senyawa seperti
eugenol, hidroksikavikol, kavikol, gula, vitamin C, dan lainnya, yang
memberikan aroma khas dan memiliki manfaat sebagai antiseptik dan antibakteri
(Hermanto et al., 2023; Susilo & Dewi, 2020).
Kandungan eugenol dan kavikol dalam minyak atsiri daun
sirih memberikan aroma pedas dan tajam, yang berperan penting dalam sifat
antiseptik dan antibakterinya (Hermanto et al., 2023; Sari & Yuliani,
2019). Senyawa antibakteri dalam daun sirih bekerja dengan merusak dinding sel
bakteri, mengganggu sintesis protein, atau menghambat proses metabolisme
bakteri (Hermanto et al., 2023; Safitri et al., 2021). Misalnya, eugenol
terbukti efektif dalam merusak membran sel bakteri sehingga menyebabkan
kebocoran komponen sel yang mengarah pada kematian bakteri (Sari & Yuliani,
2019). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa daun sirih efektif melawan bakteri
patogen seperti Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Sadiah et al.,
2022; Sari et al., 2020).
Daun sirih juga memiliki potensi sebagai antioksidan.
Antioksidan adalah zat yang mencegah atau menghambat reaksi oksidasi pada
makanan atau obat-obatan, yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat
radikal bebas (Kusuma & Wijaya, 2020; Wang & Gupta, 2019). Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji bentuk-bentuk pemanfaatan daun sirih
sebagai nutraceutical yang dapat memberikan kontribusi besar dalam dunia
kesehatan (Hermanto et al., 2023; Zhou et al., 2021).
METODE PENELITIAN
Strategi Pencarian Data
Kami
mencari artikel jurnal di beberapa search engine seperti Google Scholar, PubMed, Science Direct, dan
SpringerLink dan dengan menggunakan keyword �Piper betle Leaf Extract�, �Piper betle
for antioxidant and antibacterial activity� dan keyword lain yang relevan. Artikel yang diperoleh kemudian dilakukan seleksi
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi kemudian dibahas dalam bentuk narasi.
Kriteria Eksklusi dan Inklusi
Artikel yang digunakan adalah artikel berbahasa Indonesia
atau Inggris serta berasal dari sumber nasional dan internasional dengan syarat
Open Akses serta tersedia full text. Rentang waktu artikel penelitian yang
digunakan adalah 5 tahun terakhir. Artikel penelitian yang dipilih membahas
mengenai pemanfaatan daun sirih Sebagai neutracetical, bisa Sebagai antioxidant
ataupun antibakteri.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Obat tradisional merujuk pada pengetahuan, praktik, dan
pengobatan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, sering kali berakar
pada warisan budaya dan sejarah suatu komunitas atau wilayah. Biasanya
melibatkan penggunaan bahan-bahan alami seperti tumbuhan, akar, dan mineral,
serta teknik seperti akupunktur, pijat, dan penyembuhan spiritual.
Praktik-praktik ini bertujuan untuk mengobati penyakit, menjaga kesehatan, atau
meningkatkan kesejahteraan, sering kali didasarkan pada pendekatan holistik
yang mempertimbangkan pikiran, tubuh, dan jiwa. Obat tradisional masih banyak
digunakan, terutama di negara berkembang, dan diakui perannya dalam melengkapi
praktik medis modern.. Penggunaan tumbuhan dan bahan alami lainnya terus
berkembang sebagai alternatif pengobatan untuk berbagai kondisi kesehatan,
serta sebagai metode pencegahan dan pemeliharaan kesehatan. Tanaman sirih
dikenal luas sebagai salah satu bentuk obat tradisional. Keluarga sirih-sirihan
(Piperaceae) telah lama digunakan sebagai tanaman obat. Salah satu varietas
yang terkenal adalah daun sirih (Piper betle L.).
Daun Sirih Sebagai Antibakteri
Infeksi adalah salah satu penyakit dengan tingkat
kejadian yang relatif tinggi. Penyakit ini masih menjadi masalah global yang
signifikan, menyebabkan kematian di berbagai belahan dunia. Berdasarkan data
WHO tahun 2011, infeksi menyebabkan pada penurunan kualitas hidup jutaan orang
dan menyebabkan sekitar 25 juta kematian di negara maju maupun berkembang.
Penanganan dan pencegahan infeksi tidak hanya bergantung pada obat-obatan kimia
atau sintetis, tetapi juga memanfaatkan terapi dari bahan alami, seperti ekstrak
tanaman. Salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai obat herbal adalah
tanaman sirih.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fitriana dkk
(2019)membahas tentang aktivitas antibakteri daun sirih (Piper betle L) melalui
pengujian ekstrak infusa untuk menentukan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) dan
Kadar Bakterisidal Minimum (KBM).
Tabel 1. Hasil Pengujian KHM Pada Ekstrak Daun Sirih
No |
Tabung |
Keterangan |
1 |
50% |
Keruh |
2 |
25% |
Keruh Bergelembung |
3 |
12,5% |
Keruh Bergelembung |
4 |
6,25% |
Jernih → KHM |
5 |
3,125% |
Jernih |
6 |
1,5625% |
Jernih |
Tabel 2. Hasil pengujian antibiotik daun sirih KHM dengan
tabung kontrol
No |
Tabung |
Keterangan |
1 |
Kontrol suspensi |
Tumbuh mikroba |
2 |
Kontrol pelarut |
Tidak tumbuh |
3 |
Kontrol ekstrak |
Tidak tumbuh |
4 |
Kontrol media |
Tidak tumbuh |
Tabel 3. KBM pada perlakuan dengan menggunakan media MacConkey (Piper betle
L.)
No |
Tabung |
Keterangan |
1 |
50% |
Tidak tumbuh → KBM |
2 |
25% |
Tumbuh mikroba |
3 |
12,5% |
Tidak tumbuh |
4 |
6,25% |
Tidak tumbuh |
5 |
3,125% |
Tidak tumbuh |
6 |
1,5625% |
Tumbuh mikroba |
Tabel 4. KBM pada perlakuan dengan menggunakan media MacConkey (Piper betle
L.)
No |
Tabung |
Keterangan |
1 |
Kontrol suspensi |
Tumbuh mikroba |
2 |
Kontrol pelarut |
Tumbuh mikroba |
3 |
Kontrol ekstrak |
Tumbuh mikroba |
4 |
Kontrol media |
Tumbuh mikroba |
Tabel 5. Hasil pengujian aktivitas antibiotik (B.
subtilis)
No |
Tabung Diameter |
Keterangan |
1 |
Kontrol |
- |
2 |
Vankomisin |
17 mm Sensitif |
3 |
Kloramfenikol |
25 mm Sensitif |
4 |
Siprofloksasin |
31 mm Sensitif |
Tabel 6. Hasil pengujian aktivitas antibiotik (E.coli)
No |
Tabung Diameter |
Keterangan |
1 |
Kontrol |
- |
2 |
Vankomisin |
18 mm Sensitif |
3 |
Kloramfenikol |
23 mm Sensitif |
4 |
Siprofloksasin |
30 mm Sensitif |
Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih memiliki
potensi sebagai agen antibakteri, dengan Konsentrasi Inhibitor Minimum (KHM)
sebesar 6,25% dan Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) sebesar 50%.
Penelitian ini menggunakan dua metode utama yaitu dilusi dan difusi. Metode
dilusi digunakan untuk menentukan KHM dan KBM, di mana KHM diidentifikasi
berdasarkan kejernihan medium uji, yang menunjukkan penghambatan pertumbuhan
bakteri dan KBM ditentukan oleh tidak adanya pertumbuhan bakteri pada media agar
setelah inkubasi. Metode difusi digunakan untuk mengukur kerentanan bakteri
terhadap antibiotik yang diuji dengan memeriksa zona hambat pada media agar,
yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap agen antimikroba. Hasilnya
mengungkapkan bahwa B. subtilis dan E. coli sensitif terhadap ketiga antibiotik
yang diuji, sebagaimana ditunjukkan oleh zona hambat yang mengindikasikan
kerentanan mereka terhadap kloramfenikol, vankomisin, dan siprofloksasin.
Kerentanan ini menyoroti bahwa ekstrak daun sirih dapat secara efektif
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. Kesimpulannya, daun sirih
memiliki potensi besar sebagai agen antibakteri alami, dengan nilai KHM dan KBM
yang cukup efektif untuk menghambat dan membunuh bakteri B.subtilis dan E.coli
(Fitriana et al., 2020).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Owu dkk (2020)
pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan penggunaan ekstrak etanol daun
sirih yang diujikan pada bakteri Streptococcus mutans. Sebelumnya, bakteri uji
telah diidentifikasi dan diuji sensitivitasnya terhadap antibiotik amoksisilin
sebagai kontrol positif. Ekstrak diuji pada lima konsentrasi berbeda yaitu 25%,
20%, 15%, 10%, dan 5%, dengan ditunjukkannya aktivitas antibakteri pada S.
mutans. Sementara itu, pada konsentrasi 25%, 20%, dan 15% terjadi penurunan
jumlah sel bakteri yang diukur dari nilai absorbansi sebelum dan sesudah
inkubasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekstrak mampu memperlambat tumbuhnya
bakteri pada konsentrasi tersebut. Sementara itu pada konsentrasi dengan nilai
10% dan 5%, menunjukkan peningkatan nilai absorbansi yang berarti ekstrak tidak
cukup baik dalam menghambat bakteri pada konsentrasi terendah. Dengan demikian,
nilai KHM ekstrak didapat pada konsentrasi 15%. Ekstrak dianggap efektif
sebagai agen antibakteri dengan mekanisme kerja senyawa tanin yang mengepa
protein bakteri (Owu et al., 2020).
Dalam penelitian oleh Ahmatul. dkk (2024), sifat
antibakteri daun sirih terhadap Bacillus cereus diperiksa. Penelitian ini
menggunakan pendekatan eksperimental dengan isolat bakteri Bacillus cereus dan
ekstrak daun sirih yang diekstraksi menggunakan air. Hasilnya menunjukkan bahwa
ekstrak daun sirih mampu menghambat pertumbuhan Bacillus cereus, yang terlihat
dari terbentuknya zona hambat di sekitar kertas cakram yang diolesi ekstrak
setelah inkubasi. Terdapat variasi ukuran zona hambat di ketiga percobaan yang
dilakukan, dengan rata-rata diameter 3 mm, menunjukkan aktivitas yang lemah.
Amoksisilin, yang digunakan sebagai kontrol positif, menghasilkan zona hambat
yang lebih besar dibandingkan ekstrak daun sirih, mengindikasikan bahwa
Bacillus cereus lebih rentan terhadap amoksisilin. Meskipun aktivitasnya lemah,
ekstrak daun sirih dianggap memiliki sifat antibakteri karena mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan membentuk zona hambat (Ahmatul et al., 2024). Hasil ini
menegaskan bahwa daun sirih bisa menjadi alternatif yang menjanjikan untuk
mengobati infeksi bakteri, terutama terhadap bakteri yang resisten terhadap
antibiotik .
Daun Sirih Sebagai Antioksidan
Antioksidan merupakan agen yang dapa menghentikan
oksidasi molekul yang lain, sebuah proses yang dapat menghasilkan radikal bebas
berbahaya dan menyebabkan kerusakan sel. Antioksidan dapat ditemukan dalam
banyak makanan, terutama buah-buahan dan sayuran, dan mencakup vitamin seperti
vitamin C dan E, serta senyawa lain seperti flavonoid dan polifenol (Flieger et
al., 2021; Nazirah et al., 2023).
Menurut Setyadi dan Qonitah (2020) membahas tentang
pengoptimalan formula masker gel peel-off yang menggunakan ekstrak etanolik
daun sirih (Piper betle L.), yang dikombinasikan dengan bahan carbomer dan
polivinil alkohol (PVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula masker
dengan kombinasi carbomer dan PVA yang tepat menghasilkan masker yang homogen,
mudah diaplikasikan, dan memiliki daya sebar serta elastisitas yang baik.
Aktivitas antioksidan dari ekstrak daun sirih diukur menggunakan metode DPPH
dan hasilnya menunjukkan nilai IC50 sebesar 7,62 �g/mL yang berarti kuat.
Namun, aktivitas antioksidan dari formula masker optimal sedikit lebih rendah,
dengan IC50 sebesar 111,25 �g/mL. Meskipun demikian, formula tersebut masih
termasuk dalam kategori antioksidan kuat. Hal ini menandakan ekstrak daun sirih
efektif sebagai bahan aktif dalam produk perawatan kulit, terutama untuk
mengatasi efek penuaan yang diakibatkan oleh radikal bebas (Setiyadi &
Qonitah, 2020).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zulfah dkk (2021),
membahas mengenai perbandingan aktivitas antioksidan daun sirih hijau dan daun
sirih merah. Penelitian ini menggunakan metode maserasi dan antioksidan diukur
dengan metode DPPH. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak daun sirih hijau
memiliki nilai IC50 sebesar 2,0375 ppm, yang menunjukkan aktivitas antioksidan
yang sangat kuat. Sebaliknya, ekstrak daun sirih merah, dengan nilai IC50
sebesar 50,1187 ppm, menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih rendah, namun
tetap aktif. Skrining fitokimia juga dilakukan untuk mendeteksi senyawa
antioksidan dalam kedua jenis daun sirih. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua
ekstrak mengandung flavonoid, alkaloid, dan tanin, yang penting untuk aktivitas
antioksidan. Senyawa-senyawa ini bekerja dengan mendonasikan ion hidrogen untuk
menetralisir radikal bebas, melindungi sel dari kerusakan oksidatif (Zulfah
& Amananti, 2021). Penelitian ini menyimpulkan bahwa ekstrak daun sirih
hijau menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih kuat dibandingkan daun sirih
merah, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa aktif, yang
menegaskan bahwa daun sirih hijau lebih efektif sebagai sumber antioksidan
alami.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian literatur, diketahui bahwa
potensi yang dimiliki Daun Sirih cukup besar sebagai nutraceutical. Hasil
positif ditunjukkan dalam penggunaannya sebagai antibakteri dan antioksidan.
Oleh karena itu, diharapkan penelitian yang lebih banyak dalam mengeksplorasi
dan melakukan pengembagan terhadap pemanfaatan Daun Sirih dalam pemanfaatannya
sebagai nutraceutical dari berbagai sudut pandang.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmatul, H., Putra, S., & Setiawan, R.
(2024). Aktivitas antibakteri
daun sirih terhadap Bacillus cereus. Jurnal Biologi
Indonesia, 15(2), 134-143.
Ali, M., Nuryanto,
D., & Sugiono, M. (2021). Herbal medicine practices in Indonesia:
Utilization and challenges. Journal of Herbal Medicine, 12(2), 134-145.
Fitriana, N., Susanti, R., &
Utami, S. (2020). Pengujian aktivitas
antibakteri ekstrak daun sirih terhadap
Bacillus subtilis dan Escherichia coli. Jurnal Kimia Terapan,
16(2), 55-64.
Flieger, J., Kawka, K., Tatarczak-Michalewska, M., & Świst,
M. (2021). Antioxidant activity of selected Piperaceae
species: A review. Molecules, 26(1), 17-25.
Hartono, M. R. (2021).
Nutraceutical in daily diet and health benefits. Journal of Nutritional
Sciences, 18(4), 80-95.
Hermanto, A., Nugroho, A. T., &
Wahyudi, T. (2023). Sirih sebagai antibakteri dan antioksidan alami. Jurnal
Fitokimia, 19(2), 156-165.
Hastuti,
A., Ramadhan, H., & Kartika, A. (2020). Pemanfaatan tumbuhan obat di
Indonesia. Biodiversity Journal, 23(1), 99-105.
Kusuma,
D. & Wijaya, R. (2020). Pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai obat
herbal tradisional di Indonesia. Journal of Tropical Medicine, 45(1), 120-132.
Mardiyanto,
R. H. (2021). Nutraceutical: Zat dari makanan yang bermanfaat bagi kesehatan.
Jakarta: Pustaka Medika.
Mustofa,
Z., Rahmawati, D., & Setiawan, R. (2022). Pengaruh makanan fungsional
terhadap kesehatan masyarakat Indonesia. Jurnal Nutrisi dan Kesehatan, 15(1),
95-102.
Nelson,
P., Gupta, R., & Kumar, S. (2021). Fortified
foods for public health: Insights into functional food. Functional Food
Science, 22(1), 135-145.
Owu, O., James, E., & Abang, U.
(2020). Evaluasi aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirih
terhadap Streptococcus mutans. International
Journal of Phytomedicine, 15(2), 87-92.
Sari,
D. P., & Yuliani, E. (2019). Komponen bioaktif daun sirih dan potensi
antibakterinya. Jurnal Biomedika, 12(3), 211-220.
Sadiah, R., Wibowo, B., &
Kusuma, H. (2022). Keanekaragaman hayati Indonesia dan manfaatnya untuk
kesehatan. Biodiversity
Journal, 24(3), 210-225.
Safitri, E., Nugraha,
S., & Imaniar, M. (2021). Antibacterial effects
of Piper betle L. extract against bacterial
pathogens. Journal of Phytomedicine, 13(4), 201-215.
Setiyadi,
R., & Qonitah, F. (2020). Pengembangan formula masker gel dengan ekstrak
etanolik daun sirih. Jurnal
Farmasi Indonesia, 11(1), 45-54.
Smith, A., & Johnson, T.
(2020). Nutraceuticals: A new approach to health. Advances in Nutritional
Science, 29(2), 120-140.
Susilo, P. & Dewi, K. (2020). Tinjauan senyawa atsiri dari tanaman
sirih dan potensinya sebagai antimikroba. Jurnal Biofarmaka, 11(2), 190-200.
Wang, L., & Gupta, R. (2019).
Functional foods and their role in health promotion. Nutritional
Health, 32(3), 210-222.
Zulfah,
L., & Amananti, A. (2021). Perbandingan aktivitas antioksidan daun sirih
hijau dan merah. Jurnal Kimia Organik, 12(4), 234-240.