Upaya Pencapaian SDG's Goals #4: KJP Untuk Pendidikan Berkualitas di Jakarta

 

Efforts to Achieve SDG's Goals #4: KJP for Quality Education in Jakarta

 

1)* Jeremy Bryce Lim, 2) Josephine Exaudi, 3) Inrika Juni Harti

Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, Indonesia

 

Email: 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]

*Correspondence: 1) Jeremy Bryce Lim

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i6.2489

ABSTRAK

Warga DKI Jakarta kini bisa menikmati pendidikan dengan bahagia. Sebab, pemerintah daerah memberikan kesempatan bagi masyarakat yang tidak mampu mengenyam pendidikan. Kebijakan dukungan finansial biaya pendidikan individu yang dikenal dengan program Kartu Jakarta Pintar Plus (KJP Plus) memberikan kemudahan akses terhadap pemerataan pendidikan khususnya di wilayah DKI Jakarta. Namun masih banyak kasus penyalahgunaan KJP Plus yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini membuat nama KJP Plus menjadi kurang akurat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan KJP Plus di sekolah-sekolah di provinsi Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan fokus studi kasus. Data yang berguna terdiri dari hasil wawancara dengan Bappenas DKJ dan pengelola masing-masing pilar SDGs, yang dilakukan saat kunjungan pelatihan ke salah satu kursus. Kedua, karena lembaga yang dikunjungi bukanlah lembaga yang bekerja langsung di lapangan/masyarakat, melainkan hanya lembaga yang merujuk pemangku kepentingan kepada pemerintah negara/otoritas terkait, maka pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber/referensi online di websitenya maka akan diperoleh hasil yang terbaik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis data, penggunaan KJP Plus di sekolah-sekolah di Jakarta tidak tepat sasaran karena penggunaan KJP Plus tidak tepat sasaran dan tidak menyasar masyarakat yang sangat membutuhkan dana pendidikan serta tidak tepat sasaran. tidak efektif. Penerima KJP Plus masih banyak yang berasal dari keluarga mampu. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menyusun pedoman peningkatan mutu pendidikan melalui KJP Plus.

 

Kata kunci: Kartu Jakarta Pintar, Pemerintah Provinsi, Pendidikan, Efektivitas.

 

 

ABSTRACT

DKI Jakarta residents can now enjoy education happily. This is because local governments provide opportunities for people who cannot afford education. The policy of financial support for individual education costs, known as the Jakarta Smart Plus Card (KJP Plus) program, provides easy access to equitable education, especially in the DKI Jakarta area. However, there are still many cases of misuse of KJP Plus that do not comply with applicable regulations. This makes the name KJP Plus less accurate. Therefore, this research aims to determine the effectiveness of using KJP Plus in schools in Jakarta province. This research uses qualitative methods with a case study focus. Useful data consists of the results of interviews with Bappenas DKJ and managers of each SDGs pillar, which were conducted during a training visit to one of the courses. Second, because the institutions visited are not institutions that work directly in the field/community, but only institutions that refer stakeholders to the state government/relevant authorities, data collection is carried out using online sources/references on their websites so the best results will be obtained. The findings of this research show that based on the results of data analysis, the use of KJP Plus in schools in Jakarta is not on target because the use of KJP Plus is not on target and does not target people who really need education funds and is not on target. ineffective. Many KJP Plus recipients still come from well-off families. Therefore, further research is needed to develop guidelines for improving the quality of education through KJP Plus.

 

Keywords: Jakarta Smart Card, Provincial Government, Education, Effectiveness

 

 

 


PENDAHULUAN

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan program lanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang menjadi pedoman pembangunan global selama periode 2000-2015 (H�k et al., 2016). Pada akhir implementasi MDGs, negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepakat untuk mengembangkan program pembangunan global (Bhattacharya et al., 2016). Agenda SDGs kemudian diresmikan dan diadopsi pada Majelis Umum PBB pada tanggal 25 September 2015. Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 mencakup 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan 169 target spesifik yang harus dicapai pada tahun 2030. SDGs dirancang lebih komprehensif dan inklusif, berfokus pada hak asasi manusia, dan melibatkan banyak pemangku kepentingan. SDGs bukan sekedar program, namun merupakan komitmen global dan nasional untuk mencapai masyarakat sejahtera (Arts, 2017).

SDGs bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkelanjutan, menjaga keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif dan menerapkan tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kesejahteraan masyarakat. kualitas hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya (Henderson & Loreau, 2023). Sebagai anggota PBB, Indonesia berperan aktif dalam implementasi dan pencapaian SDGs (Ike et al., 2019). Departemen/lembaga khusus yang menangani perencanaan pembangunan nasional dibentuk pada tahun 1947. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas merupakan koordinator pelaksanaan SDGs di Indonesia. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS bersama Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pemangku kepentingan telah resmi menerjemahkan istilah SDGs menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) untuk menciptakan pemahaman bersama mengenai SDGs (Di Gregorio et al., 2017).

Pada tahun 2018, Pemprov DKI Jakarta resmi membentuk Sekretariat SDGs melalui Peraturan Gubernur (Purnomo et al., 2018). Sekretariat ini diharapkan dapat menjadi pusat koordinasi dan fasilitasi pelaksanaan SDGs di Jakarta yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi program terkait 17 tujuan SDGs. Sejak pembentukannya, Sekretariat SDGs DKI Jakarta telah berhasil mengintegrasikan beberapa tujuan SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan berbagai kebijakan strategis lainnya (Joseph et al., 2019). Beberapa inisiatif yang berhasil dilaksanakan antara lain program pengentasan kemiskinan, peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan, serta pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Artikel ini akan membahas upaya dan efektivitas Kartu Jakarta Pintar dalam mendukung pencapaian Tujuan SDGs 4: Pendidikan Berkualitas.

 

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang kami gunakan untuk memenuhi karya ilmiah ini adalah dengan menggunakan metode wawancara (Zhang et al., 2017). Maka kami segera mengunjungi Sekretariat SDGs Provinsi DKI Jakarta yang bertempat di Gedung Kantor Balai Kota Provinsi DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir � Jakarta Pusat. Kunjungan ke Sekretariat SDGs Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 17 April 2024 diterima oleh Bapak Andhika Ajie selaku Kepala Pusat Riset dan Inovasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta beserta staf/manajer dari masing-masing perwakilan dari masing-masing pilar SDGs yaitu Sosial, Ekonomi , Lingkungan dan Hukum � Tata Kelola. Pertemuan tersebut digelar dengan pemaparan mengenai implementasi dan urgensi pentingnya pendidikan berkualitas di Provinsi DKI Jakarta. Selain itu, diskusi dan tanya jawab dilaksanakan sesuai daftar pertanyaan yang telah ditanyakan peserta sebelumnya (terlampir). Fokus pengamatannya adalah untuk memastikan kualitas pendidikan yang inklusif dan adil di wilayah Jakarta. Berdasarkan informasi yang kami terima, hal ini dikarenakan instansi terkait tidak terjun langsung ke lapangan untuk menyelesaikan kesenjangan yang ada, namun hanya berperan sebagai penyalur yang akan bekerja sama dengan pihak-pihak seperti; Dinas Pendidikan Provinsi dan pemerintah daerah lainnya, sehingga untuk mengetahui lebih jauh kesenjangan yang ada harus mengecek sendiri dengan menelusuri situs resminya atau menggunakan cara lain. Jadi selain metode kuantitatif, kita juga menggunakan metode kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang kita inginkan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prinsip utama dalam SDGs adalah �Leave no one behind�. Dari prinsip-prinsip tersebut, setidaknya SDGs dapat menjawab dua hal, yaitu:

a.� Keadilan Prosedural, yaitu sejauh mana semua pihak, terutama pihak yang tertinggal, dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan.

b.� Keadilan Substansial, yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab permasalahan masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang kurang beruntung.

Sebagai wujud komitmen politik Indonesia terhadap implementasi SDGs, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan telah berkomitmen untuk melaksanakan dan mencapai SDGs secara partisipatif yang melibatkan semua pihak (Fatimah et al., 2020).

Materi penelitian kami berfokus pada Tujuan 4 SDGs, �Pendidikan Berkualitas�. Tujuan tersebut merupakan salah satu tujuan yang dikembangkan dan disepakati bersama oleh Kepala Negara dan Pemerintahan Negara Anggota PBB pada tahun 2015. Tujuannya adalah pendidikan yang berkualitas. Pernyataan misi untuk tujuan keempat ini adalah: �Memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif, adil dan meningkatkan peluang pembelajaran sepanjang hayat�. Pendidikan merupakan nilai inti bagi seluruh umat manusia karena dapat menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas. Dunia membutuhkan pendidikan berkualitas untuk menghasilkan generasi muda yang mampu membawa perubahan positif (O�Brien et al., 2013). Hal ini mencakup tidak hanya pendidikan formal, namun juga pendidikan yang dapat membimbing pemikiran generasi muda dan pendidikan inovatif yang dapat mengembangkan pemikiran kreatif yang mampu menerjemahkan konsep-konsep pembangunan berkelanjutan ke dalam kehidupan yang dapat diterapkan (Rieckmann, 2012).

Sasaran keempat ini mencakup 10 target dan 11 indikator untuk mengukur kemajuan. Tujuh dari sepuluh tujuan tersebut berfokus pada pendidikan dasar dan menengah gratis, akses yang adil terhadap pendidikan prasekolah dan anak usia dini yang berkualitas, pendidikan teknis, kejuruan, dan pendidikan tinggi yang terjangkau, serta keberhasilan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah orang dengan keterampilan yang relevan dan menghilangkan pendidikan yang diskriminatif. Literasi dan pendidikan universal untuk pembangunan berkelanjutan dan kewarganegaraan global. Tiga tujuan lainnya adalah cara untuk mencapai tujuan Anda. Hal ini berarti membangun dan meningkatkan sekolah inklusif dan aman. Perluasan beasiswa universitas ke negara-negara berkembang. Meningkatkan jumlah guru yang berkualitas di negara-negara berkembang.

Jika berkaca pada penyelenggaraan pendidikan berkualitas di Jakarta, kami tertarik membahas isu program dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu KJP; Program Kartu Jakarta Pintar merupakan program pendanaan pendidikan perorangan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membantu warga sekolah miskin tetap terlibat aktif dalam pembelajaran di sekolah. Pada dasarnya pelayanan pendidikan bagi masyarakat miskin merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Tujuan dari program ini adalah untuk mencapai tingkat pendidikan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien dengan memberikan akses dan keamanan bagi masyarakat, khususnya masyarakat kurang mampu atau miskin, untuk menerima layanan wajib belajar minimal 12 tahun.

Namun ternyata sejalan dengan program tersebut, pemerintah negara bagian juga telah merumuskan kebijakan sekolah mandiri yang baru. Pendidikan gratis merupakan program Pemprov DKI Jakarta (Xiao et al., 2017). Pendidikan gratis di DKI Jakarta menjadi program prioritas Gubernur DKI Jakarta. Seharusnya program ini dilaksanakan pada masa kepemimpinannya. Untuk itu terbitlah Peraturan Gubernur Nomor 27 Tahun 2013 tentang Bantuan Biaya Pendidikan Pribadi Bagi Siswa dari Keluarga Berpenghasilan Rendah melalui Kartu Jakarta Pintar. Terkait apakah program ini adil dan efektif, Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebenarnya sudah melakukan kajian dan simulasi penerapan kebijakan sekolah gratis negeri dan swasta. Namun penentuan tindakan lebih lanjut memerlukan kajian lebih lanjut, termasuk berbagai persyaratan dan data pendukung. Hal ini perlu diperkuat, terutama terkait dengan sekolah gratis, dan kita perlu memastikan bahwa niat baik menyediakan sekolah gratis tidak menjadi bumerang bagi pemerintah negara bagian.

Penerapan kebijakan ini dikhawatirkan akan mengakibatkan migrasi massal warga dari luar Jakarta. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru seperti permukiman kumuh dan kemacetan lalu lintas. Melihat kembali pengalaman KJP dan kesejahteraan, berarti kita tidak pernah menutup atau mampu menghentikan pergerakan penduduk. Artinya, jika sekolah di Jakarta diketahui gratis, maka migrasi penduduk bisa meningkat (Pearce et al., 2008). Hal ini menjadi salah satu faktornya, sehingga tentunya harus ada data pendukung dan persyaratan yang mendukungnya. Selain meningkatkan mutu pendidikan, kemandirian sekolah diharapkan dapat menghilangkan permasalahan sekolah yang ada setiap tahunnya (Hanushek et al., 2004). Contohnya adalah pendaftaran siswa baru di sekolah swasta dan penundaan penerbitan ijazah karena tidak dibayarnya biaya bulanan. Jika semua sekolah digratiskan, kesenjangan sosial akan hilang dan tidak diperlukan lagi program Kartu Jakarta Pintar (KJP), yang selama ini manfaatnya kontradiktif.

Kebijakan sekolah gratis dapat mengurangi kesenjangan sosial. Program sekolah gratis dapat membantu anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah hingga menengah mengatasi kendala keuangan. Agar mereka bisa mengenyam pendidikan dan mewujudkan cita-citanya. Namun syarat agar anak-anak di Jakarta bisa mendapatkan pendidikan gratis adalah harus mendapatkan KJP terlebih dahulu. Program sekolah gratis ini merupakan kelanjutan dari program KJP yang sudah ada, dan KJP sendiri tidak didistribusikan secara merata kepada seluruh populasi anak. Oleh karena itu, program sekolah gratis tampaknya tidak merata dan tidak efektif bagi warga Jakarta.

Kedua program tersebut mengalami beberapa kendala dalam pemanfaatannya, antara lain: Tidak tepat sasaran dan tidak merata. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta diminta mengkaji ulang kebijakan tersebut. Tindakan ini harus dilakukan untuk menjamin hak atas pendidikan yang setara bagi masyarakat. Program sekolah gratis merupakan solusi tepat untuk menjamin akses pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat kurang mampu. Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu juga menyoroti program KJP Plus yang gagal mencapai target penyalurannya. Banyak siswa dari keluarga berpenghasilan rendah masih kesulitan mendapatkan manfaat dari program ini. KJP perlu lebih proaktif terutama dalam memberikan bantuan kepada anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah yang bersekolah di sekolah swasta. Pasalnya, meski saat ini anak-anak di sekolah swasta mendapat KJP, tidak jarang sekolah swasta tiba-tiba menaikkan biaya pendidikannya. Jika itu terjadi, kamu tidak akan mampu membayar biaya sekolahmu. Kemungkinan terburuknya adalah siswa tersebut akan putus sekolah. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), tercatat 75.303 anak di DKI Jakarta akan putus sekolah pada tahun 2022. Jika kenaikan biaya sekolah menghambat akses pendidikan, harus ada langkah konkrit yang dilakukan. untuk mengatasi masalah ini.

Tahun ini, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan anggaran sebesar Rp2 triliun untuk program tersebut. Pemerintah daerah harus mengkaji ulang program KJP Plus dan membuat program sekolah gratis, khususnya untuk sekolah swasta. Ketika biaya pendidikan semakin memberatkan, kita harus mencari solusi untuk memastikan semua anak mempunyai akses terhadap pendidikan tanpa hambatan finansial. Selain itu, Kementerian Pendidikan DKI Jakarta juga harus segera membahas program makan siang gratis di tingkat sekolah dasar dan menengah. Langkah ini diambil pemerintahan baru untuk memberantas kasus stunting dan mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Aspek kesenjangan sosial lainnya yang diakibatkan oleh program KJP dan sekolah gratis adalah penyalahgunaan KJP oleh individu atau masyarakat yang menggunakannya untuk tujuan yang sama sekali tidak berkaitan dengan kegiatan belajar atau sekolah. Yang lebih disayangkan lagi, penerima KJP tidak tepat sasaran, karena banyak di antara mereka yang justru berasal dari keluarga kaya. Namun KJP Plus berasumsi pemerintah akan lebih selektif dalam menilai calon penerima, termasuk dengan mendatangi langsung lokasi untuk memverifikasi Kartu Keluarga (KK). Selain itu, pemerintah juga mempercayakan sekolah untuk memantau pembelian barang penerima KJP. Upaya pemutakhiran data penerima KJP menunjukkan banyak siswa yang berasal dari keluarga menengah atas. Hal ini terlihat jika Anda memiliki lebih dari satu kendaraan pribadi, misalnya sepeda motor atau mobil. Tentu saja berdasarkan bukti-bukti tersebut, penerapan KJP dapat dikatakan belum efektif hingga saat ini.

Penyelenggaraan program KJP tidak memenuhi standar yang ditetapkan DKI Jakarta dan tidak memenuhi standar pemerintah, karena masih banyak siswa penerima dana KJP yang menyalahgunakan dana KJP untuk kebutuhan rumah tangga orang tuanya. Terkait Program Penerus Sekolah Gratis KJP juga terungkap adanya oknum yang memanfaatkan dukungan tersebut untuk membeli barang-barang yang melebihi ketentuan, seperti barang mewah dan barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan peningkatan pembelajaran siswa. Program ini telah meningkatkan pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran, namun kenyataannya meski ada dukungan, masih ada sebagian masyarakat yang melakukan pelanggaran. Analisis dan hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa penargetan belum sepenuhnya menyasar siswa yang membutuhkan. Masih ada pengguna yang mampu secara finansial dan mampu memiliki lebih dari satu mobil. Hal ini menunjukkan proses seleksi penentuan penerima penghargaan belum selesai.

 

KESIMPULAN

Penyelenggaraan program KJP tidak memenuhi standar yang ditetapkan DKI Jakarta dan tidak memenuhi standar pemerintah, karena masih banyak siswa penerima dana KJP yang menyalahgunakan dana KJP untuk kebutuhan rumah tangga orang tuanya. Terkait Program Penerus Sekolah Gratis KJP juga terungkap adanya oknum yang memanfaatkan dukungan tersebut untuk membeli barang-barang yang melebihi ketentuan, seperti barang mewah dan barang-barang yang tidak ada hubungannya dengan peningkatan pembelajaran siswa. Program ini telah meningkatkan pengawasan dan sanksi terhadap pelanggaran, namun kenyataannya meski ada dukungan, masih ada sebagian masyarakat yang melakukan pelanggaran. Analisis dan hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa penargetan belum sepenuhnya menyasar siswa yang membutuhkan. Masih ada pengguna yang mampu secara finansial dan mampu memiliki lebih dari satu mobil. Hal ini menunjukkan proses seleksi penentuan penerima penghargaan belum selesai.

 

DAFTAR PUSTAKA

Arts, K. (2017). Inclusive sustainable development: a human rights perspective. Current Opinion in Environmental Sustainability, 24, 58�62.

Bhattacharya, S., Patro, S. A., & Rathi, S. (2016). Creating Sustainable Urban Systems: Need for Redesigning Indicators for Urban Infrastructure and Services.

Di Gregorio, M., Nurrochmat, D. R., Paavola, J., Sari, I. M., Fatorelli, L., Pramova, E., Locatelli, B., Brockhaus, M., & Kusumadewi, S. D. (2017). Climate policy integration in the land use sector: Mitigation, adaptation and sustainable development linkages. Environmental Science & Policy, 67, 35�43.

Fatimah, Y. A., Govindan, K., Murniningsih, R., & Setiawan, A. (2020). Industry 4.0 based sustainable circular economy approach for smart waste management system to achieve sustainable development goals: A case study of Indonesia. Journal of Cleaner Production, 269, 122263.

H�k, T., Janou�kov�, S., & Moldan, B. (2016). Sustainable Development Goals: A need for relevant indicators. Ecological Indicators, 60, 565�573.

Hanushek, E. A., Kain, J. F., & Rivkin, S. G. (2004). Disruption versus Tiebout improvement: The costs and benefits of switching schools. Journal of Public Economics, 88(9�10), 1721�1746.

Henderson, K., & Loreau, M. (2023). A model of Sustainable Development Goals: Challenges and opportunities in promoting human well-being and environmental sustainability. Ecological Modelling, 475, 110164.

Ike, M., Donovan, J. D., Topple, C., & Masli, E. K. (2019). The process of selecting and prioritising corporate sustainability issues: Insights for achieving the Sustainable Development Goals. Journal of Cleaner Production, 236, 117661.

Joseph, C., Gunawan, J., Madi, N., Janggu, T., Rahmat, M., & Mohamed, N. (2019). Realising sustainable development goals via online integrity framework disclosure: Evidence from Malaysian and Indonesian local authorities. Journal of Cleaner Production, 215, 112�122.

O�Brien, K., Reams, J., Caspari, A., Dugmore, A., Faghihimani, M., Fazey, I., Hackmann, H., Manuel-Navarrete, D., Marks, J., & Miller, R. (2013). You say you want a revolution? Transforming education and capacity building in response to global change. Environmental Science & Policy, 28, 48�59.

Pearce, M. E., Christian, W. M., Patterson, K., Norris, K., Moniruzzaman, A. K. M., Craib, K. J. P., Schechter, M. T., & Spittal, P. M. (2008). The Cedar Project: Historical trauma, sexual abuse and HIV risk among young Aboriginal people who use injection and non-injection drugs in two Canadian cities. Social Science & Medicine, 66(11), 2185�2194.

Purnomo, H., Okarda, B., Dewayani, A. A., Ali, M., Achdiawan, R., Kartodihardjo, H., Pacheco, P., & Juniwaty, K. S. (2018). Reducing forest and land fires through good palm oil value chain governance. Forest Policy and Economics, 91, 94�106.

Rieckmann, M. (2012). Future-oriented higher education: Which key competencies should be fostered through university teaching and learning? Futures, 44(2), 127�135.

Xiao, Y., Li, L., & Zhao, L. (2017). Education on the cheap: The long-run effects of a free compulsory education reform in rural china. Journal of Comparative Economics, 45(3), 544�562.

Zhang, X., Kuchinke, L., Woud, M. L., Velten, J., & Margraf, J. (2017). Survey method matters: Online/offline questionnaires and face-to-face or telephone interviews differ. Computers in Human Behavior, 71, 172�180.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).