Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Homa Yajna di Griya Tegeh Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem

 

The Value of Hindu Religious Education in Homa Yajna in Griya Tegeh, Karangasem District, Karangasem Regency

 

I Wayan Gama

STKIP Agama Hindu Amlapura, Indonesia

 

*Email: [email protected]

*Correspondence: I Wayan Gama

 

DOI:

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji praktek, fungsi, dan nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu dalam ritual Homa Yajna di Geria Tegeh, Karangasem. Homa Yajna merupakan salah satu ritual Hindu yang bersumber dari kitab suci Veda dan bertujuan untuk memohon berbagai bentuk kesejahteraan spiritual dan material. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan empiris dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek Homa Yajna di Geria Tegeh melibatkan beberapa tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian ritual, dengan menggunakan berbagai sarana upacara seperti padi, kacang hijau, dan kayu cendana. Fungsi utama Homa Yajna meliputi permohonan kedamaian, keturunan, kebahagiaan roh, kesehatan, dan kesejahteraan hidup. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa ritual Homa Yajna mengandung nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu seperti pengendalian diri (tapa), persembahan (yajna), spiritualitas (prema), kepahlawanan (wirayuda), dan pengetahuan (jnana). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut mengenai pentingnya ritual Homa Yajna dalam membangun kehidupan spiritual yang harmonis dan mendalam bagi umat Hindu, serta memberikan kontribusi praktis dalam pelaksanaan upacara keagamaan di masa depan.

 

Kata kunci: Nilai Pendidikan Agama Hindu, Homa Yajna dan Agnihotra.

 

 

ABSTRACT

This study aims to examine the practices, functions, and values of Hindu Religious Education in the Homa Yajna ritual in Geria Tegeh, Karangasem. Homa Yajna is one of the Hindu rituals that is sourced from the Vedic scriptures and aims to invoke various forms of spiritual and material well-being. The research method used is an empirical approach with data collection through observation, interviews, and documentation. The results of the study show that the practice of Homa Yajna in Geria Tegeh involves several stages, namely preparation, implementation, and completion of rituals, using various ceremonial facilities such as rice, green beans, and sandalwood. The main functions of Homa Yajna include asking for peace, offspring, spiritual happiness, health, and well-being. In addition, this study also found that the Homa Yajna ritual contains Hindu religious education values such as self-control (tapa), offerings (yajna), spirituality (prema), heroism (wirayuda), and knowledge (jnana). This research is expected to provide further insight into the importance of the Homa Yajna ritual in building a harmonious and deep spiritual life for Hindus, as well as making a practical contribution to the implementation of religious ceremonies in the future.

 

Keywords: The value of Hindu Religious Education, Homa Yajna and Agnihotra.

 

 

PENDAHULUAN

Agama Hindu adalah agama tertua yang memiliki kitab suci yang universal yaitu veda yang terdiri dari; Rg Veda (doa), Samaveda (nyanyian), Yajurveda (korban suci) dan Attarwaveda (phenomena jiwa semesta) dan semua itu sesungguhnya berintikan ritual dalam pengertian persembahan kepada Tuhan (Donder, 2010:vii).��

Sebagai sebuah ritual yang berkaiatan erat dengan agama, bahkan lebih tepat jika disebut pandangan hidup (way of life), ritual Hindu dibangun di atas pondasi Pustaka suci veda, dengan tiga kerangka dasar penyangga, yaitu tattwa (hakekat keyakinan), Susila (etika), dan upacara (ritual). Secara tradisional ketiga kerangka dasar tersebut, sebagaimana disebutkan dalam lontar Sundarigama, dinamakan igama (idep, tattwa), agama (ambek, Susila) dan ugama (ulah, upacara). Seperti bangunan Hindu berikut ritualnya akan menjadi kuat jika ketiga kerangka dasarnya itu benar-benar kokoh tertancap dalam hati sanubari setiap umatnya (Suja, 2010:iii).

Karena itulah dalam menjalankan ajaran agamanya umat Hindu tidak semestinya mengutamakan atau bertumpu pada satu titik saja tetapi ketiganya harus berjalan sejalan. Kalau hanya upacaranya saja yang diperkuat tanpa tattwa yang menumbuhkan susila sebagai dasar menjalankan ajaran agamanya maka itu tidak lebih seperti bangunan yang dibangun di atas pasir dimana bangunan itu akan cepat roboh mana kala datang banjir, angin ribut dan gempa bumi. Kenyataan ini sesungguhnya sudah terjadi dalam perkembangan Hindu di Nusantara, namun belum banyak umat Hindu yang menyadari hal ini dan menjadikan perenungan terhadap kekeliruan praktek beragama di masa lalu, dimana Hindu pernah menjadi mayoritas namun kini terhinpit menjadi minoritas. Agama Hindu adalah agama yang memiliki usia terpanjang merupakan agama yang pertama kali dikenal manusia sebagai agama yang tertua. Agama Hindu telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat, Ayurveda (ilmu Kesehatan) ilmu perang (danurveda), dan ilmu pemerintahan (niti sastra). (Oka Netra, 1995:1).

Agama Hindu mempunyai aneka ragam ritual keagamaan serta tujuan agama yang dirumuskan dalam veda yaitu moksartham jagadhita ya ca iti dharma yang artinya bahawa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir batin. Tujuan ini disebutkan di dalam catur purushartha yaitu empat tujuan hidup manusia; dharma, artha, kama dan moksha yang harus dibagi dua yaitu artha harus diperoleh dengan jalan dharma, dan kama haruslah diarahkan pada tujuan moksa. Agama Hindu sering dijuluki agama ritualistic mengandung makna bahwa agama Hindu dipandang terlalu bertumpu, berkutat, focus atau terlalu mengutamakan ritual (upacara). Bahkan umat agama-agama smithis (yahudi, Kristen dan Islam) menganggap cara beragama yang ritualisthic dapat diklasifikasikan sebagai umat premitif hal itu berkonotasi bahwa Hindu juga termasuk agama premitif.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktek ritual Homa Yajna di Geria Tegeh, Karangasem, memahami fungsi Homa Yajna dalam kehidupan masyarakat, serta mengidentifikasi nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu (PAH) yang terkandung dalam ritual tersebut. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi masyarakat Hindu terkait perkembangan Homa Yajna di Bali, sebagai bahan bacaan untuk mengkaji kebermaknaan upacara ini di masa depan, dan membuka pemahaman baru tentang peran Homa Yajna dalam membangun keyakinan di era modern. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan panduan bagi tokoh masyarakat Hindu dalam melaksanakan Homa Yajna, serta menjadi petunjuk teknis bagi pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan upacara Homa Yajna di masyarakat.

 

METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Dalam penyusunan karya ilmiah menentukan jenis penelitian merupakan salah satu bagian penting yang bertujuan untuk membatasi suatu kajian yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun jenis penelitian menurut bidangnya yaitu penelitian pendidikan, agama, sejarah, biologi, ekonomi, sedangkan menurut tempatnya jenis penelitian dapat dibagi menjadi penelitian lapangan, penelitian perpustakaan dan penelitian laboratorium (Ratna, 2007:6).

Pendapat lain juga mengatakan bahwa jenis penelitian dapat dibagi menjadi 1). Penelitian kuantitatif yaitu penelitian menggunakan data kuantitatif, yakni data yang berupa angka atau data yang dapat dikonversi menjadi angka, 2). Penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang menggunakan data-data kualitatif (kata, kalimat, pernyataan, skema dan gambar), 3).Penelitian lapangan, 4). Penelitian eksperimen, 5). Penelitian perpustakaan, dan 6). Penelitian kesusastraan (Dwija, 2016:3).

B.     Metode Pendekatan Penelitian

Dwija (2016:54) menyebutkan ada tiga jenis metode pendekatan yaitu:

1.      Pendekatan empiris (emperical approach) yaitu pendekatan yang digunakan terhadap gejala yang telah ada secara alami (natural phaenomena). Gejala natural adalah gejala yang timbul dari situasi yang wajar, dan ditemui oleh peneliti secara empiris.

2.      Pendekatan eksperimental (experimental approach) yaitu pendekatan yang digunakan untuk meneliti gejala buatan, yang dirancang peneliti sesuai kebutuhan. Gejala buatan (artificial phaenomena) adalah gejala yang timbul dari situasi yang dibuat secara sengaja oleh peneliti.

3.      Metode klinis (clinical method) yaitu pendekatan terhadap gejala penelitian yang mempunyai sifat-sifat khusus (typical phaenomena), misalnya penelitian tentang pengembangan bahasa atau prilaku yang tidak normal.

C.    Metode Penentuan Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu yang memiliki data mengenai variable-variable atau permasalahan yang diteliti. Pada dasarnya subjek penelitian adalah permasalahan-permasalahan yang diteliti. Oleh karena itu, subjek penelitian ini harus sesuai dengan permasalahan yang kita angkat dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif seperti yang telah disinggung dimana subjek penelitian diambil dengan menggunakan sistem sampling, sehingga semakin banyak sampel, maka akan semakin memperkecil jumlah kesalahan dalam pengumpulan data. Metode penentuan subjek penelitian sangat perlu dilakukan untuk menentukan siapa saja yang menjadi subjek penelitian sebagai sumber data. Subjek penelitian adalah setiap individu yang mendukung gejala penelitian, ke dalam pengertian individu termasuk manusia, hewan, tumbuh -tumbuhan, dan benda-benda anorganis (Dwija, 2016: 14).

Populasi adalah kelompok besar individu yang mempunyai karakteristik umum yang sama (Hadjar, 1999:133). Populasi juga merupakan semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan secara berencana menjadi target kesimpulan suatu penelitian (Sukardi, 2005:53).

Untuk mendapatkan data yang lebih efektif dan efisien, tentang populasi yang akan diteliti maka digunakan tektnik sampling. Sampling merupakan cara pengambilan subyek penelitian terdiri dari jumlah individu yang mewakili keseluruhan individu yang diteliti (Cholid, 2001:107).

Suatu cara penentuan subjek penelitian dimana subjek yang akan diselidiki dari sejumlah individu yang mewakili jumlah yang lebih besar yang disebut populasi, maka individu yang terpilih harus representative artinya benar-benar mencerminkan kondisi dan karakteristik populasi. Teknik pengambilan sampel didasarkan pada teknik-teknik sampling yang disebut subyek sampling. Jenis sampel dapat dibedakan menjadi dua yaitu : (1) Probability sampling adalah metode penentuan sampel yang didasarkan atas teori probabilitas dan (2) Non probability sampling adalah suatu teknik pengambilan sampel yang tidak menggunakan teori-teori probabilitas. Non probability dapet dikategorikan menjadi empat yaitu : (1) Convinience sampling; (2) Purposive sampling; (3) Quota sampling; dan (4) Snowball sampling. (Dwija, 2016:28)

Adapun teknik sampling yang umumnya digunakan yaitu 1). Sampling menurut proposi (propotional sampling) adalah cara pengambilan sampel dilandaskan atas besar kecilnya atau proporsi bagian-bagian dari satu populasi. 2). Sampling menurut lapisan (strafiticial sampling) adalah pengambilan sampel itu memeperthitungkan adanya tingkatan-tingkatan atau strata dari suatu populasi. 3). Sampling menurut tujuan (purposive sampling) adalah cara pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat suatu populasi yang telah diketahui. 4). Sampling menurut jumlah (quota sampling) adalah cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan menentukan jumlah quota yang digunakan terlebih dahulu tanpa memperhitungkan adanya populasi (Arikunto, 2006:141).

D.    Jenis dan Sumber Data

Data bila dilihat berdasarkan jenisnya terbagi menjadi ; data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang menunjukkan sifat, keadaan, atau mutu yang diperoleh dengan cara mengukur. Data kuantitatif adalah data yang menunjukkan tetang jumlah yang dilambangkan dengan angka-angka yang diperoleh dengan cara menghitung (Dwija, 2016:46).

Data kualitatif adalah data deskriftif atau data yang tidak berbentuk angka, biasanya dinyatakan dalam bentuk verbal, simbol atau gambar. Data kualitatif dapat diperoleh melalui wawancara objektif, kuisioner, observasi, studi literatur dan sebagainya. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperoleh dengan melakukan survey untuk mendapatkan jawaban yang berupa angka. Data kuantitatif bersifat objektif sehingga setiap orang yang membaca atau melihat data ini akan menafsirkannya dengan sama (Sujana, 2002:4).

Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Ada dua macam sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung oleh peneliti. Sedangkan sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak diperoleh langsung oleh peneliti, biasanya sumber data ini diperoleh dari pihak lain. Dengan kata lain data primer adalah data yang didapat dan dikumpulkan langsung dari objek yang diteliti oleh orang atau organisasi yang melakukan penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak atau sumber lain yang telah ada. Jadi penulis tidak mengumpulkan data langsung dari objek yang diteliti (Zuldafrical, 2012:46).

E.     Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah Teknik yang digunakan dalam suatu penelitian untuk mengumpulkan atau memperoleh data. Dalam buku Metodologi Penelitian Pendidikan disebutkan bahwa �Metode pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan dalam pengumpulan data, dimana ada enam metode pengumpulan data yaitu: tes, observasi, wawancara, angket, sosiometri, dan pencatatan dokumen (Dwija, 2016: 41).

1.      Metode Observasi

Metode observasi merupakan kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan terhadap suatu objek menggunakan panca indra. Observasi bertujuan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk suatu penelitian metode pengumpulan data ini terbagi menjadi dua macam yaitu 1). Participan observation yaitu peneliti ikut terlibat langsug dalam proses observasi terhadap suatu objek yang sedang diamati. 2). Non participant observation yaitu peneliti tidak terlibat secara langsung dalam proses observasi (Faisal, 2005:35).

2.      Metode Wawancara

Wawancara adalah suatu cara untuk memperoleh data dengan jalan melakukan tanya jawab yang sistematis. Metode wawancara ini dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data karena metode tersebut dilakukan dengan mengadakan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasar pada tujuan penelitian (Dwija, 2016:64).

Wawancara adalah komunikasi antara beberapa orang dimana melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi berdasarkan tujuan tertentu percakapn itu dilakukan oleh beberapa pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan narasumber (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh pewawancara (Mulyana, 2006:39).

3.      Metode Pencatatan Dokumen

Pencatatan dokumen adalah suatu cara untuk memperoleh data yang dilakukan dengan jalan pengumpukan data yang dilakukan dengan mengumpulkan semua dokumen yang ada hubungannya dengan masalah penelitian. Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menganalisis dokumen-dokumen yang telah ada. Dokumen dapat berupa autobiografi, surat arsip, foto, jurnal kegiatan, dan lain sebagainya (Dwija, 2016:70).

Pencatatan dokumen atau recording document sama artinya dengan metode dokumentasi yang artinya pengumpulan data dengan cara mencatat data-data yang sudah ada (Riyanto, 2001:102). Metode dokumentasi adalah mencari data variable yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, serta agenda. (Arikunto, 2006:231).

F.     Analisis Data

Analisis adat adalah suatu proses atau upaya untuk mengolah data mendapat informasi baru sehingga karakteristik data menjadi lebih mudah dipahami dan berguna untuk solusi masalah terutama yang terkait dengan penelitian. Analisis data juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengubah hasil data dari peneliti menjadi informasi baru yang dapat dipergunakan dalam membuat kesimpulan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Bagaimana praktek Homa Yajna di Geria Tegeh Karangasem:

1.      Tahap-Tahap Pelaksanaan Homa Yajna:

a.      Pengikut / peserta homa yajna harus hadir 15 menit sebelum upacara Homa Yajna dimulai.

b.      Homa Yajna dimulai menjelang matahari terbit pukul.05.00 wita (pagi) dan menjelang matahari terbenam pukul. 18.15 wita (sore).

c.      Peserta diharapkan memakai pakaian adat setempat.

d.      Pelaksanaan Homa Yajna di Geriya Tegeh Karangasem wajib menggunakan sarana seperti; padi, kacang ijo, daun tulasi, kayu mangga, palawija, gahwya, kayu beringin, kayu cempaka dan panca amritam.

e.      Sang Yajamana dan peserta upacara tidak diperkenalkan untuk meninggalkan pelaksanaan upacara sebelum upacara selesai. �����

f.       Pesrta upacara perempuan duduk di sebelah kiri, sedangkan peserta laki-laki duduk di sebelah kanan.

g.      Peserta diharapkan ikut mengucapkan svaha untuk upacara homa yajna dan upacara dewa Yajna dan svadha untuk pitra tarpanam

h.      Peserta homa yajna diharapkan kusuk duduk Bersama mengikuti pelaksanaan Homa Yajna.

i.       Seseorang wanita dalam keadaan cuntaka atau mentruasi dilarang ikut melakukan upacara Homa Yajna.

j.       Kunda (tempat lubang api suci) dikelilingi oleh ; pemimpin Homa Yajna yang memiliki kualifikasi pelaksanaan Homa Yajna dan peserta lainnya. (Ida Pedanda Gede Putra Sebali Arimbawa, wawancara senin, 10 April 2023).

2.      Pelaksanaan Homa Yajna di Geria Tegeh:


Gambar 1. Homa Pitra Tarpanam di Geria Tegeh Karangasem

 

3.      Api Homa Yajna diambil dari api jyotir yang disediakan di dekat kunda, (Ida Pedanda Putra Sebali Arimbawa, wawancara 10 April 2023).


Gambar 2. Vivaha Homa di Taman Geria Nusa Dua Bali 2023

 

4.      Fungsi Ritual Homa Yajna.

Dalam kehidupan umat Hindu dapat dicermati dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Ritual merupakan bagian esoteris dari setiap agama, termasuk agama Hindu. Esoteris adalah ajaran yang mengajarkan sikap toleransi dalam beragama. Mengingat homa yajna atau agnihotra bersumber pada Pustaka Suci Veda, maka setiap umat Hindu menjadikan Veda sebagai pustaka sucinya, akan memandang homa yajna sebagai dasar ritual agama Hindu.Sebagaimana namanya, agni hotra (agni = api; hotra = penyucian), agnihotra memiliki fungsi sebagai sarana penyucian, termasuk penyucian dalam Homa Yajna dan Panca Yajna. (Suja, I Wayan, wawancara 3 April 2023),

Homa Yajna untuk memohon keselamatan (Ś�ntihoma). Kegiatan Homa Yajna atau (agnihotra) sudah sering dilakukan untuk menghindarkan diri dari bencana, baik bencana alam, maupun bencana yang sengaja dibuat oleh manusia.Berkaitan dengan bencana yang dibuat oleh manusia, Mahabharata memuat kisah tentang pelaksanaan homa yajna untuk keselamatan negara. Dalam suasana berkabung karena kemangkatan Raja Vicitravirya, negara Astina mendapat tantangan dari raja Cakradara, agar ratu yang telah menjanda diserahkan kepadanya.Atas nasehat para pendeta kerajaan, Bisma tidak menanggapi tantangan tersebut sampai 12 hari masa berkabung.Selama itu mereka melaksanakan upacara Homa Yajna untuk kedamaian sang pitra dan kerahayuan jagat. Di pihak lain, karena tantangannya tidak mendapat tanggapan, Raja Cakradara melepaskan senjata saktinya berupa cakra.

Homa Yajna untuk memohon keselamatan roh (Sraddhahoma). Kitab Sarasamuscaya memuat tentang Sang Hyang Triagni, di antaranya grhaspatya (api perkawinan) dan citagni (api pembakaran jenasah). Citagni tidak hanya mengembalikan badan wadag ke unsur-unsur Panca Mahabhuta, tetapi juga menuntun roh menuju alam Siva.Berkaitan dengan itu, asap upacara homa diyakini mampu mengantarkan arwah orang meninggal menuju alam sorga.

Homa Yajna untuk memohon keturunan. Setelah cukup lama tidak memiliki putra, Raja Dasarata meminta Rsi Resyasrengga untuk melaksanakan homa, sebagai hasilnya beliau memperoleh empat orang putra, termasuk inkarnasi Vishnu sebagai Sri Rama.Pada epos Mahabharata juga dijumpai permohonan keturunan lewat homa, seperti dilakukan oleh Raja Madra yang akhirnya mendapat seorang putri yang diberinama Sawitri.

Homa Yajna untuk memohon kelanggengan pernikahan (Vivahahoma). Sebagaimana disampaikan di depan, salah satu fungsi api adalah sebagai sarana penyucian dan pengesahan pernikahan (Grhaspaty�gni). Dalam Vivaha Samskara sebagai bagian Manawadharmasastra disebutkan pernikahan dalam tradisi Veda dinyatakan syah jika ada mantram dilantunkan oleh pemimpin upacara, ada doa-doa diucapkan oleh hadirin, dan ada rangkaian sapta padi mengelilingi api homa.Rangkaian sapta padi, mencakup permohonan restu kepada kedua orang tua, pengucapan sumpah perkawinan (satyavrata) kedua penganten, doa dari hadirin agar sumpah mereka bisa terwujud, serta rangkaian permohonan penganten agar mereka mencapai keluarga yang sukinah.

Homa Yajna untuk memohon penyucian diri dalam rangka manusa samskara (Samskara-homa). Upacara sarira samskara mencakup ritual prenatal (bayi dalam kandungan) dan setelah kelahiran (postnatal).Dalam tradisi Bali, pada saat bayi ada dalam kandungan dilakukan upacara magedong-gedongan, dengan tujuan untuk memohon keselamatan janin yang ada di dalam rahim (cecupu manik), dan penyucian sang roh yang merasuki sarira yang sedang tumbuh dan berkembang.Untuk tujuan tersebut, homa dilakukan sesuai dengan petunjuk Rgveda X.158.1. Om s�ryo no divasp�tu v�to antariks�t, agnirnah p�rthivebyah. Artinya, Oh Dewa Surya, anugrahilah dari surga dan lindungilah jabang bayi yang masih ada dalam kandungan ini, demikian juga wahai Dewa Bayu anugrahilah dia dari antariksa, dan dari bumi Dewa Agni akan melindunginya. Dengan tujuan untuk memohon kesucian (prayascita), upacara homa dilakukan, misalnya dalam pemberian nama, otonan, potong rambut, menek bajang, wiwaha, dan pewintenan.

Homa Yajna untuk memohon kesehatan (homateraphy). Kehidupan ada di dalam sel, karena itu sel dapat mengatur diri untuk memelihara kehidupannya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sel perlu pasokan oksigen, makanan, dan zat pengatur dari luar. Jika sel tersebut mengalami gangguan (sakit), maka perlu diobati, salah satunya dengan jalan homaterapi. Homa terapi umumnya efektif digunakan untuk kesembuhan asma, meriang, hidung tersumbat, sakit kepala, mual-mual, meningkatkan kesegaran tubuh, dan secara psikologis emosional mampu menurunkan stres.

B.     Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Homa Yajna:

1.      Nilai tapa, yajna dan kirti.

Tapa = pengendalian diri. Yajna = korban suci (persembahan), kerti kemasyuran. Homa Yajna dalam Acara Saiva Siddhanta di Bali, dalam karya susastra veda beraliran Sivaisme atau sampradaya Saiva Siddhanta di Bali, banyak memuat tentang keagungan upacara homa atau agnihotra.Pandangan tersebut dapat dilihat dari sloka-sloka berikut.

Tapo yajna surambharyam akarot su va janmani aho svargam avapnoti yoge moksam avapnuyat. Kalinganya: tiga ikang karya muhara swarga: tapa, yajna, kirti. ...yajna ngaranya agnihotradi kapujan Sang Hyang Siwagni pinakadinya, ....(Lontar Agastya Parwa). Artinya, ada tiga perbuatan yang menyebabkan menemui Sorga, yaitu: tapa, yajna, dan kirti. ...yajna utamanya adalah agnihotra, yaitu pemujaan kepada Sivagni. Pengendalian diri secara total bisa mendapatkan memperoleh pencerahan dan kebahagiaan secara batin.

2.      Nilai kebijaksanaan.

Kata kebijaksanaan mengandung makna kepandaian menggunakan akal budi. Orang bijaksana sering diartikan seseorang yang mampu menyikapi setiap keadaan, sehingga bisa menampilkan sikap berkeadilan, berketauladan dan diterima oleh semua pihak. Kebijaksanaan adalah sifat dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan wawasan. Sebagaimana disebutkan dalam Siva Samhita I.6. :�Kecid grhastha karmani prasam santi vicaksanah, agnihotradikam karma tatha kecit param viduh�. Artinya beberapa orang bijaksana mengagungkan pelaksanaan kewajiban kepada keluarga, dan otoritas lain memandang pelaksanaan upacara agnihotra sebagai yang tertinggi.

3.      Nilai kepahlawanan, pengorbanan, dan Nilai pengetahuan.

Nilai kepahlawanan dan pengorbanan secara nyata dapat berupa kerelaan berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Nilai kepahlawanan sangat dibutuhkan untuk menjaga persatuan bagi generasi anak bangsa. Pikiran, sikap dan tindakan, sangat mendesak dibutuhkan untuk menjaga harkat dan martabat diri, keluarga dan masyarakat. Sikap kepahlawanan dan pengorbanan bisa berwujud; keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban, serta sikap kesatria.

4.      Nilai Sila (Susila) dan acara upacara;

Sila atau susila adalah pripsip dasar ajaran agama Hindu untuk membina dan memelihara hubungan baik antar anggota masyarakat sehingga tercipta keharmonisan. Membina umat untuk bersikap dan berprilaku baik seta menjaga kerukunan dan kebersamaan. Dengan demikian Sila bersifat teoritis sedangkan susila bersifat praktis,berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. Acara memiliki pengertian; prilaku yang baik dalam melaksanakan ajaran agama Hindu. Adat istiadat dalam pelaksanaan agama Hindu. Peraturan pelaksanaan agama Hindu berdasarkankitab suci veda, sebagaimana dikemukakan dalam kitab suci (Sarasamuscaya, 177) sebagai berikut;

Sila ngaraning mangraks�c�r� rahayu, yajn� ngaraning manghanaken homa, tapa ngaraning umatindriyanya (Vrhaspati Tattva: 25).Artinya,

Sila artinya melakukan perbuatan baik, yajna artinya melaksanakan upacara homa, tapa artinya mengendalikan nafsu (indriya).

Suddha ngaranya enjing-enjing madyus asuddha sarira, ma surya sevana, mamuja, majapa, mahoma (Lontar Silakrama, Lampiran 41).Artinya,

Bersih namanya, tiap hari membersihkan diri, memuja Dewa Surya, melakukan pemujaan, melakukan tapa, dan homa yajna.

Wijam br�hm�ksaram sarwwam, w�hnir ongk�ram ewaca, sw�h�nte iti ahutwa, bhasma sesam dine-dine.Wruh pwa Sang Pandita ri kagawayanira Sang Hyang Bhasma, ya ta matangyan pamuj� sira ri Sang Hyang Agni, Sang Hyang Br�hm� mantra sira kaharan wija ya ta pamuj� nira Sang Hyang Agni, Sang Hyang Ongk�ra mwang Sang Hyang Sw�h�, sira ta kaharan apuy ya, sira pinuj� Sang Pandita. Bhasma Sesa Sang Hyang Apuy sowe-sowe, ya ta bhasmakna Sang Pandita (Buana Kosa, VII: 9).

 

KESIMPULAN

Praktek Homa Yajna di Geria Tegeh Karangasem terdiri dari tiga tahap: persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Persiapan melibatkan peserta yang memasuki tempat upacara, dan pemimpin Homa Yajna menempati posisi yang telah ditentukan. Pelaksana Homa Yajna meliputi pendeta, pinandita, atau pemangku, serta para bakta yang telah menjalani hidup vegetarian. Pemimpin Homa Yajna ditetapkan oleh yajamana, dengan sarana yang digunakan termasuk padi, kacang hijau, tulasi, daun mangga, panca amrta, dan berbagai bahan lainnya. Fungsi Homa Yajna adalah untuk memohon kedamaian (shanti homa), keturunan (homa putra kamesti), kebahagiaan roh (shraddha homa), kebahagiaan pernikahan (vivaha homa), kesehatan (Ayurveda homa), dan kesejahteraan hidup (homa manusa samskarah). Nilai Pendidikan Agama Hindu dalam Homa Yajna mencakup nilai pengendalian diri (tapa berata), persembahan (yajna), kemasyhuran (kirti), spiritualitas (prema), kepahlawanan (wirayuda), kesucian (sauca), pengetahuan (jnana), dan tingkah laku (Susila). Disarankan kepada umat Hindu untuk lebih sering merujuk pada kitab suci yang mengungkap Homa Yajna, menjalankan ajaran agama berdasarkan kitab suci, serta memperkuat sraddha dan bhakti berdasarkan Veda.

 

DAFTARPUSTAKA

Agastya, IBG. 2013, Homa Adhyatmika, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar.

Aripta Wibawa, I Made dkk.2005, Sandya dan Agnihotra, Paramita Surabaya.

Cholid. 2001 Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta.

Darmodiarjo, Darji dkk, 1991. Santi Aji Pancasila. Usaha Nasional, Surabaya

Dwija, 2016. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Buku Ajar, STKIP A.H Amlapura.

Donder, 2014. Kebenaran Sejarah Agama Hindu. Paramita, Surabaya.

Gama, I Wayan. 2002 Reformasi Agama Hindu Menuju Kebertahanan Sradha Dalam menjawab Tantangan Zaman, Udayana, Denpasar.

Gorda, I Gst Ngurah. 1996. Etika Hindu dan Prilaku Organisasi. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satya Dharma, Singaraja

Husaini Usman, dkk. 1995, Metodelogi Penelitian Sosial, PT.Bumi Aksara, Jakarta.

Sidemen, Ida Pedanda Md. 1978, Homawidi Bwat Kirana, IGN Kt. Sengka, Denpasar.

Jendra, I Wayan dkk, 1999. Agenihotra, Paramita, Surabaya.

Jro Mangku Nilon dkk. 2001, Lebih jauh Tentang Agnihotra, Liang Galang, Denpasar.

Lexy J. Moleong, 2002. Metode Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Margono S. 2004. Metode Penelitian Pendidikan, Renika Cipta, Jakarta.

Narbuko, dkk. 2001. Metode Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta.

Netra Oka. 1995. Niti Sastra. Paramitra, Surabaya

Notonogoro, 2004. Nilai Kehidupan Masyarakat Jawa. Paramita, Surabaya.

Parisada Hindu Dharma Pusat, 2005. Keputusan Seminar Kesatuan Tapsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu, Denpasar.

Puja Gede, 1985. Pengantar Agama Hindu Jilid I untuk Perguruan Tinggi. CV. Mayang Sari, Jakarta.

Ratna, 2007. Jenis Penelitian, Pustaka Belajar, Jakarta.

Risa Agustin, Tt, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Serba Jaya, Surabaya.

Sedarmayanti, 2005, Ajaran Agama Hindu, YYS Dharma Acarya, Denpasar.

Seken, dkk, 2018 Kepemimpinan Hindu Dalam Sloka Yaksa Prasna, CV Imka Paramartha, Karangasem.

Subagyo. 2004. Metodelogi Penelitian , Reneka Cipta, Jakarta.

Sujana, I Wayan. 2002 Jenis dan Sumber Data, Widya Dharma, Denpasar.

Sugiono. 1999. Metodelogi penelitian Kualitatif, Alpabeta, Bandung.

Suja, I Wayan. 2010, Homa Tattwa Jnana, Paramita, Surabaya.

Suharsini Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dalam Teori dan Praktek, Reneka Cipta, Yogyakarta.

Sukardi, 2005. Metode Penelitian Pembelajaran, Alpabeta, Bandung.

Sura, I Gede dkk, 2002, Agstya Parwa, Widya Dharma, UNHI Denpasar.

Taylor. 1975. Analisis Data, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Titib, I Made. 1996. Weda Sabda Suci Pedoman Kehidupan. Paramita, Surabaya

�����.. 2000, Homa Yajna, YYs Bali Homayajna, Denpasar

UPTD Gedong Kirtya. 2012, Homa Agni Jnana, Pemkab Buleleng, Singaraja.

Wiana, I Ketut. 1997. Tri Hita Karana, Paramita Surabaya.

Windy Novia, 2005. Kehidupan Masyarakat Modern, Djambatan, Jakarta.

Zuldafrical. 2012. Data dan Sumber data, Rajawali, Jakarta

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).