Kepastian Hukum Terhadap Tanda Tangan Elektronik Dalam Kerjasama Pengadaan Barang dan Jasa Pada Perusahaan���

 

Legal Certainty of Electronic Signatures in Cooperation in the Procurement of Goods and Services in Companies���

 

1)* Yuni Lisbeth Rajagukguk, 2) Salmon Ginting, 3) Gatut Hendrotriwidodo

123 Universitas Jayabaya, Jakarta, Indonesia

 

Email: [email protected]

*Correspondence: Yuni Lisbeth Rajagukguk

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i5.2227

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat, terutama selama pandemi Covid-19, menuntut individu dan pelaku usaha untuk beradaptasi. Pemerintah mendukung hal ini dengan menerbitkan Undang-Undang dan peraturan pelaksananya, termasuk pengaturan mengenai tanda tangan elektronik. Meskipun sudah ada aturan yang menjelaskan penggunaan tanda tangan elektronik melalui penyelenggara sertifikasi, penggunaan tanpa sertifikasi elektronik belum dijelaskan secara detail. Banyak perusahaan masih memilih untuk menandatangani perjanjian tanpa menggunakan sertifikasi elektronik karena alasan kesulitan penggunaan, biaya, dan keamanan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode studi pustaka dan analisis kualitatif. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, beserta peraturan pelaksananya dalam Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2022, mengatur tata kelola tanda tangan elektronik. Namun, penerapannya belum memberikan kejelasan, terutama bagi tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi. Tanda tangan elektronik, yang termasuk dalam informasi dan dokumen elektronik, diakui sebagai alat bukti hukum. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian ulang atas peraturan mengenai tanda tangan elektronik, terutama terkait transaksi elektronik dan perjanjian antara pihak dalam pengadaan barang dan jasa.

 

Kata kunci: Tanda Tangan Elektronik, Undang-Undang Informasi, Transaksi Elektronik, Keamanan Transaksi Elektronik

 

 

ABSTRACT

The rapid development of information and communication technology, especially during the Covid-19 pandemic, demands that individuals and businesses adapt. The government supports this by issuing laws and implementing regulations, including those governing electronic signatures. Although there are existing rules explaining the use of electronic signatures through certification providers, the use of uncertified electronic signatures has not been thoroughly detailed. Many companies still opt to sign agreements without using certified electronic signatures due to difficulties in usage, costs, and security concerns. This research is normative juridical, employing literature studies and qualitative analysis. Article 11 of Law No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transactions, along with its implementing regulations in Ministry of Communication and Information Technology Regulation No. 11 of 2022, regulates the governance of electronic signature certification. However, its implementation lacks clarity, especially for uncertified electronic signatures. Electronic signatures, which are considered part of electronic information and documents, are legally recognized as evidence. Therefore, a review of the regulations on electronic signatures, particularly concerning electronic transactions and agreements between parties in the procurement of goods and services, is necessary.

 

Keywords: Electronic Signature, Information, Electronic Transactions Law,

Electronic Transaction Security

 

 

PENDAHULUAN

Dalam suatu perusahaan mengadakan kontrak atau perjanjian dengan perusahaan lainnya merupakan hal yang banyak dilakukan sebagai pengembangan usaha suatu perusahaan tersebut serta mendapatkan pendapatan atau keuntungan yang bermanfaat bagi perusahaan. Kontrak atau perjanjian ini biasa dengan menggunakan media kertas yang ditanda tangani oleh wakil perusahaan, dalam hal ini direksi perusahaan tersebut sesuai dengan anggaran dasar yang memiliki kewenangan bertindak secara hukum mewakili untuk dan atas nama perusahaan.

Era globalisasi mendorong perkembangan teknologi digital dan kegiatan usaha para pelaku bisnis menuju arah yang lebih efektif dan efisien (Skare & Soriano, 2021). Didalam perkembangannya, penggunaan tanda tangan elektronik atau digital mulai menggeser keberadaan tanda tangan manual atau konvensional yang biasa digunakan dalam perjanjian di bawah tangan dalam perusahaan diatas dengan media kertas sebagai bukti secara tertulis. (Galbally et al., 2012)

Memasuki abad ke 21 ditandai dengan adanya istilah zaman digitalisasi dimana dalam berkehidupan sehari-hari manusia dibantu dan dipermudah dengan menggunakan peralatan elektronik dan jaringan internet.(Barkatullah, 2017) Perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi yang begitu cepat membuat seluruh aktivitas atau� kegiatan dan kebutuhan sangat cepat dan mudah didapatkan hanya dengan melalui satu genggaman tangan. Perkembangan teknologi informasi serta teknologi komunikasi dimana berkembang sangat pesat seperti saat sekarang, menuntut setiap orang atau individu maupun pelaku usaha turut serta dan ikut dalam perkembangan tersebut dan mempunyai atau memiliki alat yang dapat menunjang aktivitas sehari-hari yang tidak mungkin atau dapat terlepas dari peran teknologi tersebut (Chien et al., 2021). Begitu pesatnya perkembangan teknologi saat ini sangat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Dimana teknologi digunakan hampir didalam setiap aspek kehidupan masyarakat, seperti dalam hal berkomunikasi, mencari atau mendapatkan informasi, aspek pendidikan, aspek transportasi, pariwisata serta dalam aspek keuangan dan bisnis. Apabila kita mengerti jenis teknologi yang kita perlukan, maka teknologi dapat menjadi sarana percepatan usaha dan juga dapat membuka banyaknya peluang. (Hu et al., 2022)

Kondisi ini didorong juga dengan kian marak dan diperlukan atau dibutuhkan pada masa pandemic yakni wabah virus Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) dengan pertimbangan penyebaran wabah ini yang dapat mengancam keselamatan jiwa manusia. Pemerintah Republik Indonesia dengan penerapan kebijakan-kebijakannya dilakukan untuk berbagai bidang kegiatan sebagai upaya untuk memutus penyebaran virus tersebut di masyarakat. Pembatasan dengan membatasi pertemuan secara langsung dan sentuhan pada orang, barang atau benda terkhusus dimana benda atau barang tersebut yang sebelumnya terkontaminasi oleh orang yang telah terpapar oleh wabah Covid-19. Untuk menghindari kontak langsung, agar kebutuhan bisnis dan kelangsungan berjalannya operasional suatu usaha dalam perusahaan, maka tanda tangan digital atau elektronik adalah salah satu solusi yang lebih efektif dan efisien.

Perkembangan atas Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dimana secara cepat membawa kemajuan serta pengaruh bagi kehidupan manusia di bumi, kemajuan suatu teknologi membawa perubahan yang sangat signifikan dari pemanfaatan internet didalam kehidupan manusia yaitu adanya suatu perubahan pola hubungan dari yang pada mulanya menggunakan kertas (paper) menjadi nirkertas (paperless) (While & Dewsbury, 2011). Oleh karena hal tersebut, terjadi perubahan pula pada berbagai transaksi yaitu transaksi konvensional menuju atau beralih pada transaksi elektronik (e-commerce). Sehingga penggunaan tanda tangan elektronik atau digital sangatlah dibutuhkan dalam melakukan transaksi elektronik.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Atas dasar tersebut Pemerintah Indonesia membuat suatu aturan hukum yang jelas atas tanda tangan elektronik.

Pemerintah didalam mendukung pengembangan teknologi informasi dilakukan melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya, sehingga pemanfaatan teknologi dilakukan secara aman dan mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai sosial budaya masyarakat Indonesia serta norma agama. Dimana teknologi informasi diyakini akan menjadi sebuah alternatif penting atau utama bagi penyelenggaraan suatu kegiatan bisnis maupun pemerintahan. Atas hal tersebut, maka penggunaan tanda tangan elektronik di Indonesia telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yakni Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah mengalami perubahan dengan diubah melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dan peraturan-peraturan turunannya yakni Pasal 59 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik.

Semula jika ingin melakukan transaksi bisnis harus bertatapan muka, namun untuk saat ini akses internet yang begitu mudah diperoleh manusia dapat melakukan komunikasi serta bertransaksi. Dari transaksi ini tercipta suatu Perjanjian elektronik merupakan perjanjian yang dilakukan melalui media elektronik tanpa bertemu (tatap muka) secara langsung. Kegiatan transaksi elektronik mengakibatkan adanya hubungan hukum atau perikatan secara elektronik dengan memadukan jaringan berbasis komputer dengan sistem komunikasi yang difasilitasi dengan jaringan internet atau jaringan global (Santoso & Pratiwi, 2018). Didalam perjanjian elektronik tersebut, dimana proses penandatanganannya dilakukan juga secara elektronik dengan menggunakan tanda tangan digital. Tanda tangan elektronik atau digital adalah tanda tangan yang dibuat yang dilakukan secara digital dengan cara menggunakan sistem mekanisme kriptografi asimetris.

Dalam dunia usaha atau dunia bisnis dimana termasuk didalamnya bidang perdagangan. Bidang perdagangan merupakan bidang yang paling cepat terkena dampak dari perkembangan teknologi baik perdagangan secara nasional maupun internasional(Mardiansyah et al., 2020). Namun saat ini masih banyak perusahaan belum memahami dan menggunakan tanda tangan elektronik atau digital sebagai solusi yang efektif (Lax et al., 2015). Walaupun telah ada pengaturan atas penggunaan tanda tangan elektronik ini, dimana pengaturan yang ada saat ini lebih menjelaskan secara detail mengenai penggunaan tanda tangan elektronik dengan menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik, sedangkan untuk penggunaan tanpa menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik tidak ada penjelasan secara detail. Pada umumnya saat ini banyak perusahaan penandatanganan perjanjian tanpa menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik, dengan beragam alasan salah satunya keamanan dari segi perjanjian dan tanda tangan elektronik dengan menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik. Data atau dokumen yang tersimpan oleh pihak ketiga sebagai penyelenggara sertifikasi elektronik terjadi kebocoran, dengan salah satu kasus terjadi pada Tokopedia. Dari sisi regulasi, Tokopedia yang terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) memiliki kewajiban memenuhi Standar Pelindungan Data Pribadi yang dimuat dalam PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).(Rizkinaswara, 2020)

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keaslian tanda tangan elektronik dalam kerangka hukum dan penggunaannya dalam transaksi elektronik, terutama dalam kerja sama pengadaan barang dan jasa di perusahaan. Berbagai penelitian terdahulu membahas aspek-aspek terkait, seperti perlindungan hukum tanda tangan elektronik dalam aplikasi keuangan, keabsahan dalam akta notaris, dan kepastian hukum tanda tangan dalam kontrak elektronik (Wang, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun tanda tangan elektronik diakui secara hukum dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat kelemahan terkait legalitas penggunaannya tanpa sertifikasi, yang berpengaruh pada kekuatan pembuktian dalam perjanjian. Oleh karena itu, penulis menekankan pentingnya penggunaan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi untuk mencapai kepastian hukum.(Chang et al., 2007)

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini merumuskan dua masalah utama: pertama, bagaimana dasar hukum atas penggunaan tanda tangan elektronik dalam kerja sama pengadaan barang dan jasa menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 11 Tahun 2022; kedua, bagaimana kepastian hukum tanda tangan elektronik yang tidak tersertifikasi dalam perjanjian kerja sama di perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kedua masalah tersebut guna memberikan pengetahuan yang relevan tentang aspek hukum penggunaan tanda tangan elektronik dalam lingkungan bisnis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritis dan praktis. Secara teoritis, penelitian ini dapat memperkaya wawasan tentang hukum perdata, khususnya terkait penggunaan tanda tangan elektronik dalam perjanjian bisnis. Secara praktis, penelitian ini menjadi panduan bagi perusahaan dalam menerapkan tanda tangan elektronik, terutama terkait aspek legalitas dan keamanan. Penulis juga berharap penelitian ini dapat mendorong pengembangan regulasi lebih lanjut untuk memperkuat perlindungan hukum dan kepastian dalam penggunaan tanda tangan elektronik.

 

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini bertujuan untuk mempermudah dalam memperoleh temuan, melakukan analisis, menarik kesimpulan, dan memberikan saran terkait perkembangan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, yang melibatkan penelitian terhadap asas dan sistematika hukum dengan fokus pada data sekunder, kemudian dilanjutkan dengan penelitian lapangan untuk memperoleh data primer (Heldeweg & Saintier, 2020). Hasil penelitian disajikan secara deskriptif analitis (Mahbub et al., 2016). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan acuan utama pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, yang memberikan perlindungan terhadap penggunaan tanda tangan elektronik dalam perjanjian. Jenis bahan hukum yang digunakan mencakup bahan hukum primer seperti peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder seperti buku dan literatur terkait, serta bahan hukum tersier seperti kamus hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan mengidentifikasi, menginventarisasi, dan meneliti aturan-aturan hukum positif serta bahan pustaka yang relevan. Teknik analisis dilakukan melalui penafsiran dan konstruksi hukum dengan pendekatan gramatikal terhadap peraturan perundang-undangan, memberikan gambaran komprehensif mengenai pengaturan penggunaan tanda tangan elektronik.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Dasar hukum atas penggunaan tanda tangan elektronik terhadap kerjasama pengadaan barang dan jasa berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Saat ini seluruh dunia sedang mengalami perubahan era atau zaman menuju era masyarakat informasi termasuk di Indonesia, dimana memaksakan kita melakukan adaptasi keseimbangan pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi yang mengakibatkan terisolasi atas perkembangan global dikarenakan tidak mampu memanfaatkannya.

Sejak ditemukannya World Wide Web dengan perkiraan pada 1990-an, teknologi saat ini mampu mengubah internet menjadi suatu media atau jembatan yang menghubungkan banyak orang dari berbagai belahan dunia. Secara langsung dan praktis, perkembangan internet sangat mempengaruhi dari berbagai sektor salah satunya sektor ekonomi.

Dengan istilah dunia maya memastikan dimana seseorang berhubungan dengan banyak orang dan lokasi yang berjauhan. Oleh karenanya informasi yang dapat diperoleh pun semakin bertambah banyak. Cara memperoleh informasi inilah pada saat ini dilindungi melalui suatu peraturan Undang-Undang. Begitu banyak cara untuk mendapatkan informasi pada dunia maya, berbagai informasi melalui jaringan internet pada dunia maya. Sehingga banyak orang terkadang menyalahgunakan informasi secara elektronik, sehingga dibutuhkan sesuatu dalam aturan perundang-undangan untuk melindunginya.

Pada setiap orang dapat memberikan informasi apapun, atas informasi tersebut dimana apabila seseorang tertarik untuk memperoleh suatu produk barang atau jasa yang ditawarkan, oleh karenanya akan terjadi suatu transaksi elektronik. Kedudukan antara perlindungan hukum dan juga keamanan teknologi informasi akan membuat terciptanya suatu kepercayaan kepada pemakainya.

Tanpa adanya kepercayaan pada perdagangan elektronik, maka masyarakat akan merasa saat ini dicanangkan oleh pemerintah Indonesia tidak akan maju atau berkembang. Kepercayaan dapat diperoleh dengan memberikan suatu pengakuan hukum atas tulisan elektronik.

Secara otomatis mempengaruhi perkembangan ilmu hukum saat ini. Setiap temuan baru atau inovasi yang ada mampu menghadirkan suatu perubahan dalam kehidupan di masyarakat, dengan alasan manfaat yang diperoleh sangat besar untuk masyarakat.

Saat ini memasuki era digital tidak hanya dipergunakan untuk perdagangan saja namun sudah meluas dan dipergunakan oleh pemerintah. Penggunaan internet dalam hal kepentingan transaksi bisnis semakin menunjukkan peningkatan yang tajam, yang mana prosentase perdagangan melalui elektronik, khususnya pembelian barang secara online tidak saja dipengaruhi konektivitas internet namun lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan ekonomi pada seseorang.

Dewasa ini aktifitas bisnis berkembang begitu pesatnya dan terus merambah dalam berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang pesat serta kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis.

Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari ke hari, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa atau dispute di antara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatarbelakangi, terutama karena adanya conflict of interest di antara para pihak. Sengketa yang timbul di antara pihak-pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa bisnis.(Sutiyoso, 2006)

Masyarakat Indonesia meyakini bahwa teknologi informasi berperan dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu kemajuan teknologi informasi mempengaruhi juga kondisi sosial dimasa yang akan datang, seperti sistem pelayanan administrasi pemerintah, sistem pelayanan pendidikan, sistem pelayanan medis dan berbagai aspek sistem pelayanan dalam masyarakat.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada pasal 4 menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, dimana dapat memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pemakai atau pengguna penyelenggara teknologi informasi.

Tanda tangan elektronik merupakan salah satu teknologi yang mulai dikenal atau popular digunakan di Indonesia. Teknologi ini memungkinkan tanda tangan elektronik (digital signature) untuk dilakukan tanpa adanya tatap muka dan juga tanpa adanya dokumen fisik dengan media kertas.

Teknologi tanda tangan elektronik dinilai merevolusi cara menyepakati perjanjian atau kontrak menjadi lebih cepat, efisien dan mudah. Meskipun demikian teknologi tanda tangan elektronik saat ini dinilai memberikan banyak manfaat, kenyataannya teknologi ini masih diragukan, salah satunya adalah apakah benar tanda tangan elektronik dapat diakui secara sah di mata hukum yang berlaku di Indonesia.

Tanda tangan elektronik berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permen Kominfo) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas identitas penanda tangan dan keutuhan serta keautententikan informasi elektronik.

Pengaturan sendiri atas tanda tangan elektronik baik meliputi tanda tangan elektronik tersertifikasi maupun tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi telah adanya dan sudah terdapat peraturan pelaksananya yakni Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik Pasal 35 ayat (3) menyatakan bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.      Data pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan;

b.      Data pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatangan elektronik hanya berada dalam kuasa penanda tangan;

c.      Segala perubahan terhadap tanda tangan elektronik yang terjadi setelah waktu penandatangan dapat diketahui;

d.      Segala perubahan terhadap informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e.      Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa penanda tangannya; dan

f.       Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik yang terkait.

Dari penjabaran diatas jelas bahwa tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat tersebut. Pada Pasal 35 ayat (4) lebih menfokuskan atau menunjukkan penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi.

Dimana pada Pasal 35 ayat (4) huruf a tanda tangan elektronik tersertifikasi wajib memenuhi ketentuan pada Pasal 35 ayat (3). Tanda tangan elektronik yang menggunakan sertifikasi elektronik, dimana dibuat menggunakan jasa PSrE Indonesia. Serta tanda tangan elektronik menggunakan perangkat pembuat tanda tangan elektronik tersertifikasi berdasarkan ketentuan yang diatur oleh Kominfo.

Tanda tangan elektronik ini juga memiliki kemampuan sebagai preservasi dan atau segel elektronik untuk periode jangka panjang berdasarkan ketentuan Pasal 37 ayat (1) dengan ketentuan berdasarkan ketetapan PSrE.

Penggunaan tanda tangan elektronik dalam perjanjian pengadaan barang atau jasa, dalam hal ini pemerintah lebih menekankan pada tanda tangan elektronik tersertifikasi yakni menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik. Dengan tanda tangan elektronik tersertifikasi memiliki keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum. Dimana tidak diperlukan pembuktian atas tanda tangan elektronik tersebut.

Penerapan tanda tangan elektronik pada kerjasama yang terjalin diantara kedua belah pihak tidak ada dijelaskan secara detail. Yang mana terlihat jelas penggunaan tanda tangan elektronik pada peraturan ini lebih kepada dokumen yang diterbitkan oleh pemerintah.��

B.     Kepastian hukum atas perjanjian dan tanda tangan elektronik dengan kesepakatan tanpa menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik dalam kerjasama pengadaan barang dan jasa pada perusahaan

Pada umumnya perusahaan diartikan sebagai suatu kegiatan atas pekerjaan dan sebagainya dimana dilaksanakan secara sistematis serta teratur yang menghasilkan berbagai jenis produk baik berupa barang maupun jasa, dimana untuk mendapatkan keuntungan. Dalam mengembangkan perusahaan-perusahaan tersebut, maka terdapat perubahaan bisnis ekonomi dimana secara digital. Perubahan tersebut dapat dikatakan hanya salah satu bagian dari alam. Oleh karenanya sangat diwajarkan jika lingkungan kita dapat berubah dengan kecepatan, yang mana belum pernah terjadi sebelumnya.

Dalam hal ini berlaku apa yang kita selama ini dianggap sebagai ekonomi digital saat ini yang bahkan membutuhkan bertahun-tahun. Banyak pendapat menyatakan bahwa suatu proses inovatif tidak berakselerasi, dimana dari waktu ke waktu, namun proses inovatif paralel dan memberikan konsekuensi dengan kesan perubahan yang dipercepat.

Perubahan ini bukanlah lagi suatu gelombang yang mana terjadi terus menerus, inovator yang cepat, mengganggu pasar yang telah mapan serta suatu kehausan akan kesuksesan. Tidak suatu keharusan untuk membuat produk yang lebih baik, yang mana pada kenyataannya beberapa menawarkan produk yang lebih rendah. Tetapi memberikan suatu strategi layanan terhadap pelanggan untuk lebih baik, jenis atau model bisnis yang cukup lebih menarik serta penanganan audiens yang lebih baik dan berbeda. Smart Company adalah yang harus dikedepankan pada saat ini bagi perusahaan.

Adanya pendorong suatu perubahan modern setidaknya mencakup hal-hal berikut: teknologi informasi, inovasi, pergeseran kebutuhan pelanggan dan sosial. Dalam hal teknologi informasi secara khusus membawa perubahan seperti hyper-connectivity, superkomputer, cloud computing, smart world, dan cyber security. Atas perubahan teknologi informasi ini membawa peluang yang melimpah, namun juga dianggap mengganggu, dimana perusahaan ditekan untuk beradaptasi dengan tantangan, yakni :

1.      Keterhubungan yang sangat besar sehingga kompleksitas menjadi luar biasa;

2.      Menyediakan bisnis yang terkini atau real time atau tekanan signifikan untuk menyediakan bisnis real-time;

3.      Dalam operasi bisnis menjadi fleksibel dan tangkas;

4.      Selain meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam membuat keputusan yang cerdas, namun juga memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan; dan

5.      Menciptakan rasa aman, terlindungi dan terpercaya untuk bisnis, individu dan masyarakat secara menyeluruh.

Di bagian selanjutnya, menjelaskan secara rinci setiap tren teknologi, dan apa artinya bagi bisnis dalam ekonomi digital. Perjanjian dalam bisnis berfungsi untuk mengamankan transaksi, dimana supaya para pihak tidak mendapatkan kerugian nantinya atas perjanjian tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam suatu perjanjian disusun atau dibuat secara jelas dan detail atas keinginan dan maksud serta tujuan dari para pihak. Atas hal tersebut maka sebanyak mungkin menghindari kesalahpahaman dan menghindari penafsiran yang berbeda dalam perjanjian. Secara sistematika terdapat tiga tahapan dalam penyusunan perjanjian, yakni sebagai berikut:

1.      Pra-penyusunan perjanjian

Merupakan suatu kegiatan sebelum dilaksanakannya penyusunan perjanjian. Ada beberapa tahapan awal yang harus dilakukan oleh para pihak, yakni:

a.      Identifikasi para pihak

Mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai pihak yang akan bekerjasama, seperti bidang usaha perseroan tersebut, track record kerjasama dengan perusahaan lain, wakil yang bertindak dalam perseroan dan sebagainya.

b.      Penelitian awal

Penelitian yang berkaitan dengan isi perjanjian dengan melihat beberapa aspek, seperti mengenai perizinan yang berkaitan dengan perjanjian seperti izin peredaran barang, mengenai perpajakan dan lain-lain.

c.      Pembuatan MOM atau MoU

Pertemuan awal yang dilakukan oleh para pihak dalam pembicaraan kerjasama yang disepakati dituangkan dalam MOM (minute of meeting), dapat juga hasil pertemuan dituangkan dalam MoU (memorandum of understanding).

2.      Penyusunan perjanjian

Dalam aspek penyusunan atau pembuatan suatu perjanjian atau kontrak ada dua macam perjanjian, yaitu perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik. Adapun perjanjian sepihak adalah perjanjian dimana isi perjanjian disusun atau dibuat secara sepihak. Sedangkan perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang disusun oleh kedua belah pihak, yang mana disepakati secara bersama-sama. Salah satu contoh dalam pembahasan ini adalah perjanjian pengadaan barang atau jasa. Kerjasama dalam pengadaan barang atau jasa salah satu pihak memiliki barang atau memiliki kemampuan dalam hal jasa sedangkan pihak yang lainnya membutuhkan barang atau keahlian dalam hal jasa.

Sampai saat ini belum ada keseragaman dalam hal struktur dan anatomi kontrak dalam setiap perjanjian, namun secara umum bagian-bagian dari perjanjian adalah sebagai berikut:

a.      Judul

Dalam perjanjian atau kontrak judul merupakan suatu keharusan, yang dibuat secara singkat dan jelas yang menggambarkan isi dari perjanjian.

b.      Kepala

Adalah suatu pembukaan dalam perjanjian yang menunjukkan para pihak melaksanakan perjanjian sesuai yang disepakati bersama, sebagai contoh �pada hari ini, Kamis tanggal dua puluh empat bulan Juni tahun duaribu dua puluh empat di Jakarta�.

c.      Komparisi

Merupakan identitas dari kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian, dimana diperinci secara detail. Untuk pihak perseroan maka dijelaskan kedudukan domisili perseroan, wakil yang bertindak dalam perbuatan hukum tersebut berdasarkan anggaran dasar dan sebagainya.

d.      Sebab atau dasar

Perjanjian yang disusun atau dibuat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan agar perjanjian tersebut sah dan mengikat. Sehingga haruslah jelas apa yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut.

e.      Syarat-syarat

Dalam perjanjian syarat-syarat ini merupakan bagian inti yang terdiri dari hak dan kewajiban kedua belah pihak atau para pihak yang akan dilaksanakan sebagai dasar pedoman pelaksanaan perjanjian tersebut, terbagi dalam tiga syarat, yakni sebagai berikut:

1)     Syarat esensialis

Merupakan syarat yang sifatnya wajib atau merupakan bagian mutlak dalam suatu perjanjian. Tanpa adanya hal tersebut maka perjanjian akan cacat, sebagai contoh perjanjian pengadaan barang wajib mencantumkan harga barang.

2)     Syarat naturalis

Adalah syarat yang lazim dicantumkan di dalam suatu perjanjian, sebagai contoh cara penyerahan barang, masalah denda dan sebagainya.

3)     Syarat aksidentalia

Yakni syarat dalam artian khusus, dimana syarat ini tidak mutlak dan tidak biasa, namun para pihak menganggap bagian tersebut perlu dimuat dalam perjanjian. Sebagai contoh kerjasama menjelaskan kewajiban memberikan laporan penjualan atas barang setiap bulannya.

f.       Penutup

Pada setiap perjanjian sebaiknya disusun atau dibuatkan kalimat penutup dimulai dengan kata �Demikian Perjanjian ini�.

g.      Tanda tangan

Dalam perjanjian tanda tangan merupakan bagian terakhir setelah semua bagian hal perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak.�

3.      Pasca penyusunan

Setelah dilakukannya penyusunan perjanjian, berdasarkan kesepakatan bersama maka perjanjian dapat dilaksanakan. Dalam kegiatan bisnis, perjanjian tertulis merupakan alat bukti dan juga sebagai pedoman kerja. Namun terkadang perjanjian yang tertulis masih ada kurang lengkap atau kurang jelas, maka terkadang ditengah berjalannya kerjasama adanya perubahan atau penambahan klausul pasal dalam perjanjian berdasarkan kesepakatan bersama. Hal ini biasanya dituangkan dalam amandemen atau addendum.

Mengetahui keabsahan wewenang penandatangan suatu perjanjian dengan para pihaknya perseroan, maka diperlukan informasi direksi yang berwenang mewakili perseroan berdasarkan anggaran dasar perseroan terbatas. Dalam anggaran dasar secara jelas menerangkan siapa yang memiliki kewenangan penuh dalam hal mewakili perseroan dalam tindakan hukum.

Kerjasama dalam pengadaan barang atau jasa pada perusahaan pada umumnya dilakukan dengan tahapan-tahapan. Tahap awal diawali dengan adanya surat penawaran atau offering letter yang ditawarkan secara tertulis. Selama dalam proses penawaran ini, para pihak telah melakukan pengecekan atau penelitian atas perusahaan yang akan bekerjasama.

Dengan adanya tanggapan atas surat penawaran tersebut akan dilakukan pertemuan diantara kedua belah pihak. Dalam pertemuan ini dituangkan dan MOM (Minute of Meeting) atas kesepakatan para pihak. Atas MOM tersebut akan dituangkan dalam pembuatan perjanjian. Proses review atas perjanjian ini dilakukan seluruhnya melalui email resmi perusahaan. Dalam pembuatan perjanjian tersebut dimasukkan klausul ketentuan penggunaan tanda tangan elektronik tanpa menggunakan penyelenggara sertifikasi elektronik. Dalam hal tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi yakni suatu pilihan yang banyak digunakan oleh perusahaan. Dengan melihat tahapan-tahpan yang digunakan dari awal serta asas kepercayaan yang selalu dikedepannya dalam dunia bisnis atau dunia perdagangan. Tanda tangan elektronik tanpa menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik, sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak perjanjian yang telah ditanda tangani tetap sah dan berlaku.

Kontrak atau transaksi pada hakikatnya terjadi ketika sebuah penawaran dari offeror diterima oleh offertes dengan kondisi-kondisi hukum yang jelas dan dengan tujuan untuk menciptakan hubungan hukum. Kondisi-kondisi hukum yang dimaksud tentu saja dengan syarat-syarat hukum seperti adanya kesepakatan, kecakapan, objek tertentu serta adanya sebab yang tidak dilarang. Telah terpenuhinya seluruh ketentuan tersebut.

Dalam transaksi elektronik tidak ada alat bukti yang dapat digunakan selain data elektronik yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pihak yang dirugikan akan meminta ganti rugi atas wanprestasi dari suatu perjanjian. Penyelesaian atas perselisihan ini biasanya diawali penyelesaian dengan cara musyawarah mencapai mufakat diantara kedua belah pihak. Apabila dalam proses musyawarah tidak ditemukan penyelesaiannya, maka ada pilihan lain dalam penyelesaian sengketa tersebut yakni arbitrase. Penyelesaian arbitrase banyak digunakan oleh pelaku-pelaku bisnis, untuk menghindari pencemaran nama baik perusahaan.

Arbitrase saat ini ada arbitrase online, yang mana pelaksanaannya sama dengan arbitrase konvensional dengan perbedaannya pada tata cara pelaksanaannya. Penyelesaian sengketa konvensional mendasarkan kegiatannya pada pertukaran dan pemeriksaan dokumen dengan media kertas sedangkan pada arbitrase online media kertas digantikan dengan data digital, sehingga tidak diperlukan adanya dokumen berbentuk kertas. Pemahaman atas dokumen asli seringkali dipahami sebagai dokumen terulis diatas kertas, padahal dokumen yang menggunakan digital juga dapat dikatakan dokumen asli. Oleh karenanya perjanjian secara elektronik yang ditandatangani secara elektronik bukan dinilai dari tanda tangan elektronik tersertifikasi ataupun tidak tersertifikasi, namun pada proses terjadinya perjanjian tersebut. Atas tahapan-tahapan yang dijalankan oleh para pihak dapat dijadikan pembuktian apabila terjadi sengketa.�

 

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan internet dalam transaksi bisnis terus meningkat, khususnya dalam perdagangan elektronik dan pembelian online, yang tidak hanya dipengaruhi oleh konektivitas internet tetapi juga oleh tingkat pendapatan seseorang. Teknologi informasi memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya, serta mempengaruhi sistem pelayanan publik di masa depan. Tanda tangan elektronik, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, berfungsi sebagai autentikasi dan verifikasi, baik untuk tanda tangan elektronik tersertifikasi maupun tidak tersertifikasi, dengan kekuatan hukum yang dijelaskan dalam Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2022. Kontrak atau transaksi terjadi ketika penawaran diterima dengan syarat hukum yang jelas, dan dalam transaksi elektronik, alat bukti sah adalah data elektronik yang disepakati oleh kedua pihak. Jika terjadi sengketa, penyelesaian biasanya diawali dengan musyawarah atau arbitrase untuk menjaga reputasi perusahaan. Penulis menyarankan agar semua transaksi elektronik, termasuk tanda tangan elektronik, diakui sebagai alat bukti sah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Selain itu, disarankan untuk menghapus pembedaan pengakuan hukum antara tanda tangan elektronik tersertifikasi dan tidak tersertifikasi, khususnya dalam perjanjian yang mengedepankan asas kebebasan berkontrak.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Barkatullah, A. H. (2017). Framework Sistem Perlindungan Hukum bagi Konsumen di Indonesia. Nusa Media.

Chang, I.-C., Hwang, H.-G., Hung, M.-C., Lin, M.-H., & Yen, D. C. (2007). Factors affecting the adoption of electronic signature: Executives� perspective of hospital information department. Decision Support Systems, 44(1), 350�359.

Chien, F., Anwar, A., Hsu, C.-C., Sharif, A., Razzaq, A., & Sinha, A. (2021). The role of information and communication technology in encountering environmental degradation: proposing an SDG framework for the BRICS countries. Technology in Society, 65, 101587.

Galbally, J., Plamondon, R., Fierrez, J., & Ortega-Garcia, J. (2012). Synthetic on-line signature generation. Part I: Methodology and algorithms. Pattern Recognition, 45(7), 2610�2621.

Heldeweg, M. A., & Saintier, S. (2020). Renewable energy communities as �socio-legal institutions�: A normative frame for energy decentralization? Renewable and Sustainable Energy Reviews, 119, 109518.

Hu, B., Zhou, P., & Zhang, L. P. (2022). A digital business model for accelerating distributed renewable energy expansion in rural China. Applied Energy, 316, 119084.

Lax, G., Buccafurri, F., & Caminiti, G. (2015). Digital document signing: Vulnerabilities and solutions. Information Security Journal: A Global Perspective, 24(1�3), 1�14.

Mahbub, M. S., Cozzini, M., �stergaard, P. A., & Alberti, F. (2016). Combining multi-objective evolutionary algorithms and descriptive analytical modelling in energy scenario design. Applied Energy, 164, 140�151.

Mardiansyah, A., Adisti, N. A., RS, I. R., Nurliyantika, R., & Ramadhan, M. S. (2020). Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Pada Proses Penyelidikan Suatu Perkara Tindak Pidana Yang Melibatkan Notaris. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 9(1), 48�58.

Rizkinaswara, L. (2020). Ada Indikasi Kebocoran Data, Kominfo Minta Tokopedia Lakukan Tiga Hal Ini. Aptika.

Santoso, A., & Pratiwi, D. (2018). Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik Perbankan Dalam Kegiatan Transaksi Elektronik Pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Jurnal Legislasi Indonesia, 5(4), 74�88.

Skare, M., & Soriano, D. R. (2021). How globalization is changing digital technology adoption: An international perspective. Journal of Innovation & Knowledge, 6(4), 222�233.

Sutiyoso, B. (2006). Penyelesaian sengketa bisnis. Citra Media.

Wang, M. (2007). Do the regulations on electronic signatures facilitate international electronic commerce? A critical review. Computer Law & Security Review, 23(1), 32�41.

While, A., & Dewsbury, G. (2011). Nursing and information and communication technology (ICT): a discussion of trends and future directions. International Journal of Nursing Studies, 48(10), 1302�1310.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).