Strategi Sekolah Mencegah Pembullyan
School
Strategies to Prevent Bullying
1)* Dita Ramadhanti, 2) Ainur
Rosyid
12 Universitas Esa Unggul, Jakarta,
Indonesia
DOI: 10.59141/comserva.v4i5.2220 |
ABSTRAK Perundungan di sekolah
dasar telah menjadi perhatian serius karena mempengaruhi kesejahteraan
emosional, perkembangan pribadi, dan prestasi akademik siswa. Siswa sekolah
dasar lebih rentan terhadap tekanan sosial dan kurang memiliki keterampilan
untuk menangani konflik, yang dapat memicu masalah jangka panjang seperti
stres, kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Oleh karena itu,
strategi sekolah yang efektif sangat penting untuk menangani kasus
perundungan dan menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas strategi sekolah
dalam mencegah dan menangani kasus perundungan di SDN Petukangan Utara 06
Pagi, dengan fokus pada langkah-langkah preventif seperti konseling perilaku,
pembentukan komite anti-bullying, dan integrasi pengajaran moral dalam
rutinitas sekolah. Menggunakan pendekatan kualitatif studi kasus, data
dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perundungan di SDN Petukangan Utara 06 Pagi sebagian besar
terjadi secara verbal, seperti ejekan nama orang tua dan pelecehan fisik.
Sekolah telah menerapkan beberapa strategi untuk mencegah perundungan,
seperti program "Sekolah Ramah Anak" (SRA) dan apel pagi rutin.
Inisiatif ini berhasil meningkatkan kesadaran siswa dan menciptakan
lingkungan sekolah yang mendukung. Studi ini menyimpulkan bahwa upaya SDN
Petukangan Utara 06 Pagi dalam menangani perundungan telah menunjukkan hasil
yang positif dan memberikan wawasan berharga bagi sekolah-sekolah yang ingin
menciptakan lingkungan bebas perundungan. Kata kunci: Bullying,
tindakan perundungan, strategi sekolah, faktor bullying |
|
ABSTRACT Bullying in elementary schools has become a serious
concern as it affects the emotional well-being, personal development, and
academic performance of students. Elementary school students are more
vulnerable to social pressure and lack the skills to handle conflicts,
leading to long-term issues such as stress, anxiety, depression, and low
self-esteem. Therefore, an effective school strategy is crucial to address
bullying cases and create a safe and conducive environment for students. This
study aims to evaluate the effectiveness of school strategies in preventing
and addressing bullying cases at SDN Petukangan
Utara 06 Pagi, focusing on proactive measures such as behavioral counseling,
the establishment of an anti-bullying committee, and integrating moral
teachings into school routines. Using a qualitative case study approach, data
were collected through interviews, observations, and documentation. The
results indicate that bullying at SDN Petukangan
Utara 06 Pagi primarily occurs verbally, including name-calling and physical
harassment. The school has implemented several strategies to prevent
bullying, such as the "Child-Friendly School" (SRA) program and
regular morning assemblies. These initiatives have successfully raised
awareness among students and created a supportive school environment. The
study concludes that SDN Petukangan Utara 06 Pagi's
efforts to combat bullying have shown positive outcomes, providing valuable
insights for schools seeking to foster a bully-free environment. Keywords: Bullying, bullying actions,
school strategies, bullying factors |
PENDAHULUAN
Sekolah
merupakan tempat siswa dalam menuntut ilmu, guna terciptanya generasi cerdas
penerus bangsa. Lingkungan sekolah merupakan wadah yang penting dalam
terciptanya Pendidikan sebagai pemenuhan kebutuhan mutlak bagi sumber daya
manusia. Menurut Harlinda Syofyan (2020), pendidikan
merupakan sebuah proses yang berkesinambungan di lingkungan sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Di Indonesia, menempuh Pendidikan dasar merupakan hak mutlak
yang wajib diperoleh seluruh warga negara (Utami &
Rosyid, 2020). Jenjang Pendidikan yang
ada di Indonesia dimulai dari Pendidikan paling dasar yang dikenal dengan
Sekolah Dasar pada Pendidikan formal. Sekolah dasar merupakan gerbang utama
yang dilalui sumber daya manusia guna melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi
dalam satuan Pendidikan (Samarakoon
& Parinduri, 2015).
Sebagaimana tercantum dalam peraturan Menteri Pendidikan No.23 Tahun
2006, menyatakan bahwa �Pendidikan Dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia serta keterampilan dalam hidup mandiri dan mengikuti Pendidikan
lanjut�. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk
karakter, serta peradaban bangsa dan negara yang bermartabat (Kruss et al.,
2015). Guna mencerdaskan
kehidupan bangsa demi berkembangnya potensi peserta didik yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cakap, kreatif, sehat,
berilmu, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Lembaga sekolah tidak hanya menjadi peran tunggal dalam pembentukan
perilaku serta kepribadian anak. Namun, hal ini juga dibutuhkan kerjasama yang
kuat antara lingkungan di rumah, masyarakat dan juga sekolah guna terciptanya
hasil yang optimal.
Sekolah
merupakan wadah siswa dalam menuntut ilmu pengetahuan, menciptakan karakter
dalam diri yang siap berkembang menjadi generasi penerus bangsa yang cerdas,
kreatif, dan inovatif (Mujazi,
2020). Budaya
sekolah yang didasarkan pada nilai-nilai seperti keadilan, penghargaan terhadap
keberagaman, dan saling menghormati juga memainkan peran penting dalam
pembentukan karakter siswa (Grosemans et
al., 2015). Sebagaimana menurut Ki
Hajar Dewantara terdapat tiga aspek penting dalam lingkungan Pendidikan yang
dikenal sebagai �Tripusat Pendidikan�, hal tersebut meliputi: 1) Pendidikan di
lingkungan keluarga, 2) Pendidikan di lingkungan sekolah, 3) Pendidikan di
lingkungan masyarakat. Sehingga dalam hal ini, seharusnya lingkungan sekolah
menjadi tempat paling nyaman, aman, dan menyenangkan bagi siswa. Namun kondisi
saat ini lingkungan sekolah menjadi tempat yang menakutkan bagi siswa, salah
satu perilaku yang menyebabkan ketidaknyamanan tersebut ialah munculnya
tindakan bullying. Kondisi lingkungan
sekolah yang tidak aman, akan mengakibatkan gangguan pada proses pembelajaran
di kelas. Korban tindakan bullying seringkali
merasakan kesulitan dalam konsentrasi, merasa takut, serta depresi yang
berujung pada kematian (Nielsen et
al., 2015).
Tindakan
bullying merupakan bentuk kekerasan
yang dilakukan secara verbal maupun non verbal. Menurut data survei Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terdapat 9 Provinsi dengan jumlah korban
mencapai lebih dari 1000 siswa dengan tingkat sekolah dasar/MI. Dampak dari
perilaku tersebut berakibat pada terciptanya sikap acuh siswa saat dikelas,
siswa merasa terancam dan takut, tidak masuk sekolah, serta mengalami depresi
ringan (Azeredo et
al., 2015). Menurut Coloroso,
tindakan perundungan berkaitan erat dengan ketidakseimbangan kekuatan, ancaman,
teror, dan hasrat melukai (2019). Kegiatan perundungan tersebut biasa dikenal
masyarakat dengan sebutan bullying. Bullying merupakan tindak kekerasan baik
berupa verbal maupun non verbal. Tindakan tersebut berdampak fatal jika tidak ditangani
secara mendalam (Wibowo, 2019).
Pengaruh
tindakan bullying dapat berakibat
pada hilangnya nyawa korban. Perundungan merupakan perilaku yang merugikan dan
agresif yang dilakukan secara berulang kali terhadap seseorang yang memiliki
ketidakmampuan untuk membela diri. Ini bisa berupa pelecehan verbal, fisik,
sosial, atau secara daring. Perundungan menciptakan lingkungan yang tidak aman
dan merugikan bagi korban, dan dapat memiliki pengaruh jangka panjang terhadap
kesejahteraan mental dan emosional mereka.
Bullying di kalangan siswa sekolah dasar menjadi
kasus serius di sektor pendidikan (Ayas &
Deniz, 2014). Lingkungan sekolah yang
tidak aman akibat perundungan dapat mengganggu proses pembelajaran siswa (Gower et al.,
2015). Korban perundungan� kesulitan berkonsentrasi di sekolah, merasa
takut atau tidak aman, dan mengalami penurunan prestasi akademik. Bullying
merupakan tindak kekerasan baik berupa verbal maupun non verbal. Perundungan
merupakan perilaku yang merugikan dan agresif yang dilakukan secara berulang kali
terhadap seseorang yang memiliki ketidakmampuan untuk membela diri.Data
menunjukkan bahwa bullying dapat
memiliki dampak negatif yang signifikan pada korban, termasuk masalah
kesejahteraan mental, rendahnya prestasi akademik, dan hilangnya kepercayaan
diri (Al-Omari et
al., 2014).
Siswa
sekolah dasar sering menjadi target perundungan karena mereka lebih rentan
terhadap tekanan sosial dan kurangnya keterampilan dalam menangani konflik.
Perundungan dapat memiliki dampak psikologis yang serius pada siswa yang
mengalaminya, termasuk stres, kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri (Yen et al.,
2014). Bagi siswa sekolah dasar,
pengalaman perundungan dapat berdampak jangka panjang terhadap kesejahteraan
emosional dan perkembangan pribadi mereka dan rendahnya prestasi belajar siswa.
Kasus bullying harus dituntaskan
dengan penerapan strategi sekolah yang efektif.
Strategi
dapat didefinisikan sebagai rencana terencana yang disusun untuk mencapai
tujuan tertentu dalam konteks yang kompleks atau kompetitif. Strategi
melibatkan serangkaian langkah-langkah atau tindakan yang dirancang untuk
mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia, memanfaatkan peluang, dan
mengatasi tantangan atau hambatan yang mungkin muncul. Strategi adalah cara
yang dilakukan untuk membantu dan mempermudah dalam memecahkan masalah, selain
itu strategi merupakan langkah-langkah konkrit yang dapat menyelesaikan masalah
menggunakan berbagai pola kegiatan tertentu yang diambil untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Strategi sekolah ini berfokus pada rencana atau
tindakan yang ditetapkan untuk mengatasi konflik dan mencegah perundungan di
lingkungan sekolah. Strategi ini mencakup pelatihan keterampilan sosial,
pembentukan komite anti-perundungan, implementasi program mediasi dan perdamaian, serta
penegakan kebijakan dan sanksi yang konsisten terhadap perilaku perundungan.Strategi
ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menanggulangi kasus-kasus bullying di sekolah dengan memperkuat kesadaran, memberdayakan
siswa dan staf, serta memberlakukan kebijakan dan prosedur yang jelas dan
konsisten. Strategi pencegahan bullying juga mencakup pembentukan komunitas
yang peduli dan bertanggung jawab, di mana siswa merasa nyaman untuk melaporkan
kasus bullying dan mencari dukungan dari sesama dan staf sekolah. Dengan
demikian, strategi sekolah dalam pencegahan bullying adalah langkah proaktif
untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, positif, dan berdaya bagi semua
anggotanya (Yulianto et
al., 2024).
Perundungan di
sekolah dasar menjadi masalah yang sangat mendesak karena dampak serius yang
ditimbulkannya terhadap kesejahteraan emosional, perkembangan pribadi, dan
prestasi akademik siswa (Yulianto et
al., 2024). Siswa sekolah dasar cenderung lebih
rentan terhadap tekanan sosial dan kurang memiliki keterampilan dalam
menghadapi konflik, sehingga perundungan dapat memicu masalah jangka panjang
seperti stres, kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Lingkungan belajar
juga terganggu, menghambat potensi akademik siswa (Nordin & Jaafar,
2019). Oleh karena itu, penelitian ini
sangat penting dilakukan untuk mengembangkan intervensi yang efektif dari pihak
sekolah dalam mencegah dan mengatasi perundungan, guna menciptakan suasana yang
aman dan kondusif bagi siswa.
Penelitian ini
memiliki kebaruan dalam pendekatan terpadu yang melibatkan siswa, guru, dan
komite anti-bullying untuk menangani kasus perundungan di sekolah dasar. Fokus
dari penelitian ini adalah mengidentifikasi strategi preventif yang melibatkan
konseling perilaku, pembentukan tim anti-bullying, dan integrasi ajaran aqidah
akhlak dalam rutinitas sekolah. Pendekatan ini menawarkan solusi baru dan
komprehensif dalam pencegahan serta penanganan perundungan, yang belum banyak
diimplementasikan secara sistematis di sekolah dasar.
Tujuan utama
dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas strategi sekolah
dalam mencegah dan menangani kasus perundungan di lingkungan sekolah dasar.
Penelitian ini berupaya memahami sejauh mana program-program seperti konseling
perilaku, pembentukan tim anti-bullying, dan pengajaran nilai-nilai akhlak
dapat meningkatkan kesadaran siswa serta menciptakan budaya sekolah yang peduli
dan bebas dari perundungan.
Penelitian ini
diharapkan memberikan beberapa manfaat. Secara teoritis, penelitian ini
berkontribusi pada pengembangan literatur tentang strategi penanganan
perundungan di sekolah dasar, yang dapat menjadi dasar untuk mengembangkan
model intervensi yang lebih efektif. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat
digunakan oleh pihak sekolah sebagai panduan dalam mengimplementasikan
kebijakan anti-bullying yang lebih baik dan mendorong pembentukan lingkungan
belajar yang aman bagi siswa. Dari perspektif sosial, penelitian ini bertujuan
untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih inklusif, di mana siswa dapat
belajar dan berinteraksi tanpa rasa takut, yang pada akhirnya meningkatkan
kesejahteraan psikologis dan prestasi akademik mereka.
METODE PENELITIAN
Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus (De Massis & Kotlar,
2014). Penelitian ini berfokus pada hasil
pengamatan, sehingga manusia adalah sumber utama dalam penelitian ini.
Sehingga, hasil dalam penelitian ini berupa deskripsi atau pernyataan dari
kejadian yang terjadi di lapangan. Penelitian kualitatif merupakan sebuah riset
yang menguraikan serta menggambarkan peristiwa, guna memperoleh data berupa
penjabaran kata yang tidak dapat diuraikan dengan prosedur statistik (Rapport et al., 2015). Jenis penelitian ini dipilih karena
peneliti hendak mengetahui serta menjabarkan secara terperinci tentang strategi
sekolah dalam mencegah pembullyan di SDN Petukangan Utara 06 Pagi. Adapun
informan dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Sekolah, 3 perwakilan guru,
perwakilan 5 siswa kelas III, dan perwakilan 5 siswa kelas IV. Teknik
pengambilan data dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara serta
observasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
SDN Petukangan
Utara 06 Pagi merupakan salah satu sekolah Negeri di Jakarta yang mengedepankan
terwujudnya generasi yang berkarakter profil pelajar Pancasila. Dalam hal ini,
tindakan anti bullying menjadi salah
satu karakter yang sedang di utamakan di lingkungan sekolah SDN Petukangan
Utara 06 Pagi. Tindakan yang mengarah kepada bullying di SDN Petukangan Utara dilatar belakangi oleh beberapa
faktor. Hal yang melatar belakangi tindakan tersebut kemudian diatasi pihak
sekolah melalui berbagai strategi dalam meminimalisir tindakan bullying di lingkungan sekolah. Tindakan
bullying dapat berakibat fatal bagi
korban yang mengalami, diantaranya ialah kerusakan mental, hilangnya rasa
percaya diri, dan kehilangan nyawa.
Pembahasan
dalam penelitian ini adalah peneliti berusaha untuk menjabarkan secara
terperinci terkait faktor yang menyebabkan bullying
serta strategi sekolah dalam mencegah pembullyan di SDN Petukangan Utara 06
Pagi. Berikut adalah hasil
penelitian yang diperoleh peneliti:
A. Faktor-faktor
penyebab bullying di SDN Petukangan
Utara 06 Pagi
Bullying merupakan sebuah tindakan kekerasan
yang dapat kita jumpai di berbagai tempat seperti lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan kerja, hingga lingkungan masyarakat. Pada
umumnya, telah dirilis data yang berasal dari Organization For Economic Co-Operation
and Development (OECD) menyatakan bahwa pada tahun 2021 terdapat sedikitnya
42.540 kasus tindakan kekerasan atau bullying
di Asia. Terdapat 40 negara Asia yang melaporkan kasus bullying, termasuk negara Indonesia. Indonesia menduduki peringkat
pertama untuk kasus tindakan kekerasan (bullying)
di ASEAN dengan jumlah kasus mencapai 84%. Faktor-faktor yang memengaruhi
terciptanya tindakan bullying dapat
dikategorikan dalam dua hal yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang dimaksud ialah hal-hal yang muncul dalam diri individu itu
sendiri, seperti emosi yang kurang terkendali, gangguan kepribadian, serta
adanya pengalaman kasar atau kurang baik yang dari lingkungan keluarga.
Sedangkan untuk faktor eksternal seringkali muncul akibat adanya pengaruh dari
luar seperti media yang ditonton, kelompok pertemanan yang kurang baik, hasutan
dari teman, acara TV yang ditonton, dan dampak negatif kemajuan teknologi masa
kini. Keseluruhan faktor tersebut saling keterkaitan, sebagaimana kita ketahui
bahwa lingkungan sekolah, lingkungan keluarga dan masyarakat berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan perilaku anak.
Berikut adalah faktor-faktor penyebab bullying di SDN Petukangan Utara 06
Pagi:
1. Perilaku iseng terhadap teman
Perkembangan anak usia
sekolah dasar sangat ditentukan dari berbagai faktor pendukung, salah satunya
dalam pembentukan perilaku dalam diri anak. Perilaku anak usia sekolah dasar
sangat menentukan pada tindakan atau hal-hal yang akan mereka lakukan saat berada
di luar rumah. Dalam hal ini, peneliti menemukan hasil riset yang menunjukkan
terdapat siswa/siswi yang memiliki perilaku iseng terhadap teman dikelas. Perilaku
iseng menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sekedar main-main atau tidak
bersungguh-sungguh. Namun, jika perilaku tersebut terus menerus diterapkan akan
berakibat pada munculnya tindak kekerasan atau yang dikenal dengan bullying. Perilaku iseng dengan teman
dikelas sering kali ditemukan saat jam istirahat. Dalam hal ini, guru
bertanggung jawab penuh untuk mengendalikan
siswa yang berperilaku iseng selama di
lingkungan sekolah.
Munculnya perilaku iseng
seringkali dilakukan siswa (pelaku) untuk mencari perhatian guru dan teman di
kelas. Jika hal tersebut sudah terpenuhi, maka mereka akan merasa puas dengan
tindakan yang telah dilakukan tanpa berpikir dampak yang ditimbulkan. Perilaku iseng
yang terjadi di SDN Petukangan Utara 06 Pagi ialah mengejek teman, memukul,
mengejek dengan nama orang tua, dan mengejek fisik.
2. Latar Belakang Keluarga
Tumbuh kembang seorang anak
dimulai sejak ia berada di lingkungan keluarga. Keluarga menjadi bagian yang
sangat penting dalam menentukan faktor perkembangan anak. Keluarga yang baik
akan menghasilkan pola asuh yang baik, begitupun sebaliknya jika keluarga yang
kurang perhatian, mudah emosi, seringkali bertengkar di hadapan anak, saling
memukul, dan berbicara kasar akan menghasilkan perilaku anak yang kurang baik
dalam dirinya. Keluarga dengan pola asuh otoriter akan memberikan dampak
positif untuk meminimalisir terjadinya tindakan bullying yang berasal dari lingkungan keluarga. Pola asuh tersebut
akan membiasakan anak untuk hidup disiplin, taat aturan keluarga, bertanggung
jawab terhadap dirinya, serta membentuk karakteristik anak yang empati terhadap
orang lain. Pola asuh otoriter yang diterapkan kepada anak, merupakan bentuk
penerapan sikap positif dalam memberikan hukuman saat anak melakukan kesalahan.
Hal ini akan membentuk anak sebagai pribadi yang disiplin, sehingga anak tidak
tertarik dengan dunia sekitarnya.
Berbeda dengan anak yang
hidup dilingkungan keluarga dengan pola asuh kebebasan tanpa hukuman. Anak akan
dengan mudah melakukan hal apapun tanpa ada pendampingan serta hukuman. Setiap
tindak kesalahan yang dilakukan anak, orang tua memiliki peran besar dalam
mempertanggung jawabkan serta memberikan arahan kepada anak. Apabila anak
tumbuh di lingkungan yang mengabaikan mereka, maka akan berisiko dalam
meningkatkan tindakan bullying.
Kurangnya pendampingan orang tua, kurangnya kepercayaan yang ditanamkan orang
tua kepada anak, serta penerapan pola asuh yang buruk akan memengaruhi
terciptanya karakter anak yang kurang berempati terhadap orang lain.
Keluarga menjadi bagian
paling penting dalam masa tumbuh kembang anak. Orang tua dengan pola asuh yang
baik akan memberikan pendampingan serta pengontrolan diri anak secara maksimal.
Sehingga, anak tidak mengalami dan merasakan pengabaian dari orang tua saat di
lingkungan keluarga. Ayah dan Ibu berperan sangat penting terhadap pembentukan
karakter anak. Bagi seorang anak, orang tua adalah role model yang dapat ditiru baik secara sikap, tindakan, perilaku,
penguasaan emosi, dan penerapan rasa empati terhadap diri serta orang lain.
Anak akan mudah mencontoh hal-hal yang dilihat dari role modelnya yaitu orang tua. Jika orang tua menerapkan sikap, perilaku,
serta tindakan yang menyimpang maka besar kemungkinan anak akan meniru hal yang
sama untuk diterapkan dalam hidupnya. Dunia anak, merupakan fase mereka dalam mengeksplorasi hal-hal baru dalam hidupnya. Oleh sebab itu, anak sangat
membutuhkan pendampingan, bimbingan, arahan, perhatian serta kasih sayang yang
berasal dari orang tua di lingkungan keluarga.
Dalam hal ini, SDN
Petukangan Utara 06 Pagi menerapkan kerjasama yang baik dengan orang tua untuk
mencegah terjadinya tindakan bullying
dari lingkungan keluarga. Orang tua turut aktif dalam berbagai kegiatan sekolah
guna memberikan dampak positif bagi anak.
B. Strategi
sekolah dalam mencegah bullying di
SDN Petukangan Utara 06 Pagi
Berdasarkan hasil
penelitian, maka dapat peneliti jabarkan terkait strategi sekolah dalam
mencegah bullying di SDN Petukangan
Utara 06 Pagi sebagai berikut:
1. Penerapan
Program SRA (Sekolah Ramah Anak)
Sekolah Ramah Anak atau
yang dikenal dengan SRA adalah program kerjasama yang dilakukan Kementerian
Pendidikan dengan PLAN guna diimplementasikan di sekolah-sekolah. Kemendikbud bekerja sama dengan dinas
Pendidikan untuk membidik sekolah-sekolah yang masuk dalam daftar penerapan
program SRA. Program SRA merupakan gagasan yang diterapkan untuk mewujudkan
sekolah aktif dengan keterlibatan anak. Dalam hal ini, peran guru berfungsi
sebagai fasilitator untuk mengembangkan serta mendampingi anak menemukan bakat
dalam dirinya. PLAN merupakan sebuah organisasi pengembangan masyarakat dan
kemanusiaan internasional yang berfokus pada pemenuhan hak serta kesetaraan
anak, terutama pada anak perempuan. PLAN international bekerja sama di Indonesia sejak tanggal 2 September 1969.
Pada 15 Juni 2017, Yayasan PLAN International
Indonesia telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia. Lembaga ini bertugas untuk mengawasi pemenuhan hak-hak anak serta
kesetaraan secara berkelanjutan. Bentuk kerjasama PLAN dengan SDN Petukangan
Utara 06 Pagi dimulai sejak bulan November tahun 2023. Program ini baru
diterapkan di lingkungan SDN Petukangan Utara 06 Pagi, sebagaimana hasil
wawancara yang dilakukan dengan Bapak N, selaku kepala sekolah. Penerapan program
SRA dipilih guna memberikan pengalaman baru kepada peserta didik, melalui
pameran-pameran yang dilakukan dengan tema-tema pameran mengarah pada
pembentukan karakter anak, tindakan anti bullying, serta membentuk kreativitas anak. Salah satu tema pamerannya �Perlindungan Anak�
berkaitan dengan tindakan anti bullying di lingkungan SDN Petukangan Utara 06.
Gambar
1. Kegiatan SRA SDN Petukangan Utara 06 Pagi
Kegiatan SRA ini menjadi
salah satu strategi di SDN Petukangan Utara 06 Pagi dalam memberikan
sosialisasi kepada peserta didik, terkait pencegahan tindakan kekerasan atau
bullying. Sekolah ramah anak yang berkolaborasi dengan Lembaga PLAN
Internasional di Indonesia, merupakan sebuah kerjasama yang berorientasi pada
pengawasan Hak-hak anak serta kesetaraan di lingkungan Pendidikan. Tidak hanya
itu, melalui kegiatan pameran di program SRA ini, peserta didik juga belajar
untuk kreatif, aktif dan berani menunjukkan bakat dalam dirinya. Sehingga, guru
berperan aktif sebagai fasilitator guna mensukseskan berjalannya kegiatan SRA tersebut. Data teori sebelumnya juga
menunjukkan bahwa, guru dan seluruh staf
sekolah bertanggung jawab penuh dalam memberikan contoh terbaik pada peserta
didik. Sebagaimana data hasil penelitian yang peneliti peroleh, bahwa peserta
didik sudah memahami kegiatan SRA ini dan sangat antusias dalam pelaksanaannya.
2. Pembiasaan Pagi (apel pagi)
Pembiasaan pagi atau apel
pagi merupakan kegiatan rutin yang diterapkan di lingkungan SDN Petukangan
Utara 06 Pagi. Seluruh peserta didik akan dikumpulkan di lapangan sekolah untuk
mengikuti pembiasaan pagi, mulai pukul 07.00 sampai 07.15 sebelum kegiatan
belajar mengajar dimulai. Pembiasaan pagi ini dilakukan oleh bapak dan ibu guru
guna memberikan arahan, sosialisasi kepada anak terhadap pencegahan tindakan
bullying di lingkungan sekolah. Melalui pembiasaan pagi ini, guru yang bertugas
menjadi pemimpin, akan memberikan arahan kepada anak terkait hal-hal yang boleh
dan tidak boleh dilakukan selama berada di lingkungan sekolah. Dalam pembiasaan
pagi ini, guru-guru akan secara bergantian memimpin jalannya apel pagi hingga
selesai. Seluruh siswa akan berkumpul bersama di
lapangan, kemudian melakukan baris-berbaris sesuai
dengan kelasnya masing-masing dan mendengarkan arahan pemimpin pembiasaan pagi.
Biasanya, guru yang
bertugas memimpin jalannya pembiasaan pagi akan memberikan nasihat-nasihat
terkait apa itu bullying, tindakan apa saja yang dapat dikategorikan
sebagai bullying, kemudian hal-hal yang tidak boleh dilakukan siswa kepada
sesama teman di kelas. Melalui pembiasaan pagi
ini, besar harapan mampu meminimalisir tindakan bullying di lingkungan sekolah
SDN Petukangan Utara 06 Pagi. Kegiatan pembiasaan pagi dilakukan secara rutin
setiap hari Senin-Jumat, pukul 07.00 sampai 07.15. Untuk hari senin, maka
pembiasaan pagi akan digabung dengan kegiatan Upacara Bendera, sementara untuk
pembiasaan pagi di hari jumat akan digabung dengan kegiatan keagamaan yaitu tadarus pagi bagi siswa-siswi yang beragama muslim. Setelah kegiatan pembiasaan pagi selesai, maka
seluruh siswa-siswi kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan kegiatan
belajar mengajar sesuai dengan jadwalnya. Tidak hanya itu, saat hendak masuk ke
kelas, guru akan kembali melakukan review kepada peserta didik terkait
nasihat-nasihat yang telah mereka dengarkan di pembiasaan pagi. Hal ini
dilakukan agar guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa setelah selesai dilakukannya sosialisasi singkat
dalam kegiatan rutin yaitu pembiasaan pagi. Berdasarkan penjabaran diatas,
dapat peneliti simpulkan bahwa strategi sekolah dalam pencegahan pembullyan di
SDN Petukangan Utara 06 Pagi adalah: a)
Penerapan program SRA (Sekolah Ramah Anak), b) Pembiasaan pagi (apel pagi).
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh melalui tahap observasi, wawancara, dan
dokumentasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat perilaku bullying di lingkungan
SDN Petukangan Utara 06 Pagi, yang muncul dalam bentuk verbal, terutama di
antara siswa kelas III dan IV. Tindakan bullying yang teridentifikasi meliputi
mengejek teman dengan mengolok-olok nama orang tua, memukul, dan berkata kasar.
Faktor-faktor penyebab bullying di sekolah ini mencakup perilaku iseng terhadap
teman dan latar belakang keluarga. Untuk mengatasi dan meminimalisir tindakan
bullying, SDN Petukangan Utara 06 Pagi telah menerapkan strategi pencegahan
melalui program SRA (Sekolah Ramah Anak) dan pembiasaan pagi, seperti apel
pagi.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Omari, I. K., Al-Bitar, Z. B.,
Sonbol, H. N., Al-Ahmad, H. T., Cunningham, S. J., & Al-Omiri, M. (2014). Impact of bullying due to dentofacial features on oral
health�related quality of life. American Journal of Orthodontics and
Dentofacial Orthopedics, 146(6), 734�739.
Ayas, T., & Deniz, M. (2014). Predicting the exposure
levels of cyber bullying of elementary students with regard to psychological
symptoms. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 116,
4910�4913.
Azeredo, C. M., Rinaldi, A. E. M., de Moraes, C. L., Levy, R.
B., & Menezes, P. R. (2015). School bullying: A systematic review of
contextual-level risk factors in observational studies. Aggression and
Violent Behavior, 22, 65�76.
De Massis, A., & Kotlar, J. (2014). The case study method
in family business research: Guidelines for qualitative scholarship. Journal
of Family Business Strategy, 5(1), 15�29.
Gower, A. L., McMorris, B. J., & Eisenberg, M. E. (2015).
School-level contextual predictors of bullying and harassment experiences among
adolescents. Social Science & Medicine, 147, 47�53.
Grosemans, I., Boon, A., Verclairen, C., Dochy, F., &
Kyndt, E. (2015). Informal learning of primary school teachers: Considering the
role of teaching experience and school culture. Teaching and Teacher
Education, 47, 151�161.
Kruss, G., McGrath, S., Petersen, I., & Gastrow, M.
(2015). Higher education and economic development: The importance of building
technological capabilities. International Journal of Educational Development, 43, 22�31.
Mujazi, M. (2020). Penggunaan Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa. Jurnal Indonesia Sosial
Sains, 1(5), 332233.
Nielsen, M. B., Tangen, T., Idsoe, T., Matthiesen, S. B.,
& Mager�y, N. (2015). Post-traumatic stress disorder as a consequence of
bullying at work and at school. A literature review and meta-analysis. Aggression
and Violent Behavior, 21, 17�24.
Nordin, N., & Jaafar, N. F. (2019). Atomicfrenzy Ar�Fun With Chemical Elements Using Augmented
Reality. University Carnival On E-Learning (IUCEL) 2019, 54.
Rapport, F., Clement, C., Doel, M. A., & Hutchings, H. A.
(2015). Qualitative research and its methods in epilepsy: contributing to an
understanding of patients� lived experiences of the disease. Epilepsy &
Behavior, 45, 94�100.
Samarakoon, S., & Parinduri, R. A. (2015). Does education
empower women? Evidence from Indonesia. World Development, 66,
428�442.
Utami, W. N., & Rosyid, A. (2020). Identifikasi faktor penyebab siswa putus
sekolah di tingkat sekolah dasar wilayah duri kepa. Prosiding Seminar Dan
Diskusi Pendidikan Dasar.
Wibowo, A. P. S. (2019). Penerapan
hukum pidana dalam penanganan bullying di sekolah. Penerbit Unika Atma Jaya
Jakarta.
Yen, C.-F., Yang, P., Wang, P.-W., Lin,
H.-C., Liu, T.-L., Wu, Y.-Y., & Tang, T.-C. (2014). Association between school bullying levels/types and mental
health problems among Taiwanese adolescents. Comprehensive Psychiatry, 55(3),
405�413.
Yulianto, A., Ansori, R. W., Fauzan, A. C., & Izzuddin,
A. (2024). Pencegahan
Tindakan Bullying di Sekolah Dasar melalui Kegiatan Pondok Ramadan. Jurnal Indonesia Mengabdi, 6(1), 61�66.