Legal Protection Law Number 6 of
2023 concerning Job Creation for Strengthening the Business of UMKM Entrepreneurs
1)Abdul Ramadhan, 2) Syafrida
1,2, Universitas Nasional, Indonesia
*Email: 1)[email protected], 2) [email protected]
*Correspondence: 1)Abdul Ramadhan
�����������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
DOI: 10.59141/comserva.v4i5.2161 |
ABSTRAK Perlindungan Hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 Tentang Cipta Kerja Studi Di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini
dilatar belakangi dengan terbitnya undang-undang omnibus law regulasi yang mencakup berbagai isu atau topik atau
undang-undang cipta kerja. Metode penelitian ini
menggunakan jenis� penelitian yuridis
empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan
data primer pendekatan undang-undang serta bersifat deskriftif. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Dari
hasil penelitian ini,� pembahasan dan
analisis dapat disimpulkan untuk menguatkan bisnis UMKM bahwa regulasi
undang-undang nomor 6 tentang cipta kerja pemerintah harus melindungi tentang
perlindungan hukum, kepastian hukum serta program-program yang memberi dampak
positif kepada pelaku usaha UMKM. Kata kunci: Perlindungan
Hukum, UMKM, Undang-Undang No 6 Tahun 2023 ABSTRACT Legal
protection of Regulations on Strengthening the Business of MSME Entrepreneurs
After the Enactment of Law Number 6 of 2023 concerning Study Job Creation in
DKI Jakarta Province. This research was motivated by the publication of the
omnibus law regulation which covers various issues or topics or the work
copyright law. This research method uses a type of empirical juridical
research, namely research carried out by conducting interviews and primary
data with a legal approach and is descriptive in nature. The data sources
used in this research are primary and secondary data. From the results of
this research, discussion and analysis can be concluded to strengthen MSME
businesses that law number 6 concerning government job creation must protect
legal protection, legal certainty and programs that have a positive impact on
MSME business actors. Keywords: Strengthening Business, UMKM, Law No. 6 of 2023 |
PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945
mengisyaratkan kewajiban negara kepada masyarakat dan segenap warga negara
untuk mencapai kesejahteraan. Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 mengandung konsep demokrasi ekonomi, di mana kesejahteraan yang
jelas dan baik akan didapatkan oleh seluruh warga negara tanpa terkecuali (Undang-Undang Dasar 1945, 1945). Tujuan ini dimaksudkan
kemudian dan ditegaskan kembali dalam Bab XIV yang berjudul "Kesejahteraan
Sosial" yang mencakup Pasal 33 dan Pasal 34 yang membahas fondasi sistem
ekonomi nasional. Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar
1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun secara kolektif berdasarkan prinsip
kekeluargaan (Pasal 33 UUD 1945, 1945). Hal yang sama berlaku untuk Pasal 33
Ayat (2) dan Ayat (3) yang mengatur tentang peran negara dalam mengelola sumber
daya ekonomi.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) adalah usaha prioritas di setiap
negara. Hal ini disebabkan oleh besarnya sumbangsih UMKM terhadap negara,
khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial (Indrawati et
al., n.d.). Selain
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, UMKM sangat berperan dalam menyerap
tenaga kerja di sektor informal dan mengedarkan pendapatan di komunitas,
terutama di wilayah-wilayah tertentu (Tambunan, 2019). Oleh karena itu,
berbagai kebijakan dan program pendukung telah dirumuskan dan diimplementasikan
oleh pemerintah pusat dan daerah guna mendukung pemberdayaan usaha dan
pertumbuhan UMKM yang berkelanjutan (Kuncoro, 2020). Kebijakan dan program
pendukung tersebut bertujuan untuk melindungi dan mengembangkan UMKM melalui
lingkungan usaha yang mendukung (Siregar, 2021). Usaha mikro, kecil, dan
menengah merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat yang tidak hanya
menyediakan lapangan kerja, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekonomi
lokal (Haryanto, 2018).
Tantangan yang umum dihadapi oleh UMKM adalah kekurangan modal, kesulitan
dalam pemasaran, serta persaingan bisnis yang sengit (Dewi & Putra, 2021).
Kesulitan lain yang sering dihadapi termasuk dalam bahan-bahan baku, kurangnya
keahlian, serta keterbatasan kemampuan administratif (Suryana, 2020). Menurut
analisis yang dilakukan oleh lembaga keuangan terhadap karakteristik UMKM, ada
empat hal utama yang menjadi faktor penyebab rendahnya performa UMKM:
keterbukaan akses izin bagi UMKM, kompetensi dalam manajemen keuangan,
kepatuhan terhadap jadwal pembayaran kredit, dan keterampilan tenaga kerja (Hadiwidjaja & Noorina
Hartati, 2017).
Selain itu, usaha kecil, menengah, dan mikro juga merupakan bidang
perekonomian nasional yang sangat strategis dan selalu menjadi fokus perhatian
para politisi (Supriyono, 2018). Namun, dalam proses perkembangannya, industri
ini masih menghadapi banyak masalah, yang belum menarik perhatian dan solusi
dari masyarakat luas (Saraswati, 2019). UMKM membutuhkan perlindungan khusus
dari pasar bebas, termasuk dalam hal permodalan, pelatihan, promosi, dan
lingkungan usaha yang kondusif (Priyanto, 2020). Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja merupakan upaya pemerintah dalam
mengintegrasikan berbagai pedoman administrasi menjadi satu rangkaian peraturan
yang terkoordinasi, termasuk peraturan tentang UMKM (Rahmini et al., n.d.).
Tim peneliti ISEI juga menyarankan beberapa langkah untuk meningkatkan daya
saing UMKM di pasar global, termasuk pengembangan program bantuan yang lebih
inovatif dan peningkatan kualitas teknis produksi, keuangan, pemasaran, dan
kewirausahaan (Kusmanto & Warjio, 2019). Menurut
Resolusi Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) Nomor XVI/MPR
RI/1998, kebijakan ekonomi harus dilakukan dengan pendekatan yang menguntungkan
UMKM, termasuk memberikan peluang bisnis, dukungan, asuransi, dan peningkatan
usaha agar dapat memajukan potensi UMKM (MPR RI, 1998).
Pandemi COVID-19 yang mewabah di seluruh dunia, termasuk Indonesia,
berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan, terutama ekonomi (Setiawan,
2022). Tidak sedikit perusahaan, baik besar maupun kecil, yang tidak mampu
bertahan dan akhirnya bangkrut, menyebabkan banyaknya korban PHK bagi karyawan
(Fauzi, 2022). Dalam konteks ini, harapan muncul bahwa Undang-Undang
Cipta Kerja dapat menjadi dorongan bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan
menciptakan struktur ekonomi yang lebih inklusif (Sumampouw et
al., 2021). Namun, implementasi Undang-Undang
ini juga menimbulkan kontroversi dan penolakan di masyarakat, terutama terkait
dengan pengurangan upah tenaga kerja dan kurangnya perhatian terhadap aspek
lingkungan hidup (Aditya, 2021).
Pemberdayaan UMKM merupakan bagian integral dari perekonomian rakyat yang
memiliki peran strategis dalam menghadirkan perekonomian nasional yang kokoh
dan berdaya saing (Suhartini, 2021). Untuk itu, pemberdayaan UMKM harus
dilaksanakan secara menyeluruh, termasuk melalui dukungan regulasi, pemberian
bantuan, dan peningkatan keterampilan yang relevan (Junaidi, 2020). Peluang
UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi publik sangat signifikan, khususnya
dalam hal pemerataan pendapatan dan pengentasan kemiskinan (Wahyuni, 2021).
Oleh karena itu, pemerintah perlu memperkuat kebijakan yang mendukung
pertumbuhan dan keberlanjutan UMKM, termasuk melalui berbagai bentuk insentif
dan fasilitasi (Kusuma, 2021).
Secara keseluruhan, keberhasilan UMKM dalam memberikan kontribusi positif
terhadap ekonomi nasional memerlukan kolaborasi berbagai pihak, termasuk
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan adanya perlindungan regulasi
yang kuat dan upaya pemberdayaan yang berkesinambungan, UMKM dapat menjadi
pilar penting dalam mewujudkan perekonomian yang lebih inklusif dan berkeadilan
bagi seluruh lapisan masyarakat (Putri, 2021).
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pengumpulan
data dilakukan melalui pencarian data sekunder berupa bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis adalah yuridis normatif dan kemudian
dibahas juga dengan pendekatan sosiologis melalui teori-teori ilmu sosial yang
relevan.
Secara lebih lanjut penulis menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif
analitis guna menghasilkan suatu data yang kompleks dalam memecahkan
permasalahan serta mengandung makna yang secara signifikan berpengaruh terhadap
substansi penelitian. Penelitian ini bersumber pada bahan hukum yang relevan
dengan topik penelitian. Dalam hal ini penulis menggunakan 3 bahan hukum utama
yakni bahan hukum primer yang terdiri dari aturan perundang undangan, bahan
hukum sekunder yang terdiri dari buku dan hasil penelitian terdahulu, serta
bahan hukum tersier berupa jurnal.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Perlindungan hukum adalah unsur yang sangat penting bagi kelangsungan suatu
negara, setiap kali suatu negara terbentuk pasti ada undang-undang untuk
mengatur warganya hal ini pasti terjadi antara negara dan warganya.
Undang-undang merupakan ketentuan yang bersifat wajib, bukan untuk memaksakan
kepada masyarakat, tetapi untuk melindungi kepentingan masyarakat. Sebab,
kepentingan-kepentingan tersebut seringkali terancam atau dilanggar oleh pihak
tertentu, sehingga hukum perlu melindunginya dan menegakkannya.
Setiap negara mempunyai peraturan undang-undang untuk mengatur warganya
dalam suatu negara, harus ada hubuggana antara masyarakat dengan warganya.
Undang-undang merupakan ketentuan yang bersifat wajib, bukan untuk memaksakan
kepada masyarakat akan tetapi untuk melindungi kepentingan sebut warga negara.
Masalah ini karena kepentingan-kepentingan tersebut sering kali terancam atau
dilanggar oleh pihak tertentu, sehingga diperlukan undang-undang yang dapat
melindungi kepentingan tersebut dan bila perlu menegakannya.
Perlindungan hukum memiliki arti melindungi kepentingan umum yang
memerlukan perlindungan disertai menggunakan instrumen hukum yang tersedia,
sehingga kepentingan tersebut menjadi bagian dari hak hukum. Konsep
"perlindungan hukum" tersusun dari dua elemen, yakni
"perlindungan" dan "hukum", menunjukkan bahwa proteksi
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Perlindungan hukum
berfungsi sebagai sarana untuk mencapai dan mempertahankan keadilan, merupakan
inti dan tujuan hukum. Tujuan perlindungan hukum tidak hanya memastikan rasa
aman secara fisik dan mental dari ancaman, tetapi untuk mencegah teror atau
kekerasan dari pihak manapun, sejalan dengan prinsip negara hukum. Perlindungan
hukum bertujuan agar setiap pihak yang terlibat dalam proses hukum dapat saling
mempercayai dan bertindak dengan beretikad., sehingga tidak ada pelanggaran hak
dari satu pihak terhadap pihak lainnya
Perlindungan hukum ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
mendukung bagi pelaku usaha UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dapat
mencakup berbagai aspek guna memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan usaha
mereka. Seperti yang bentuk perlindungan hukum dibawah ini:
1.
Regulasi UMKM
Banya negara di dunia ini
memiliki regulasi khusus untuk membahas UMKM, seperti definisi, dukungan, pemberdayaan dan perlindungan hukum. Regulasi atau peraturan semacam ini dapat
mencakup pembebasan pajak, bantuan hukum, bantuan keuangan dan kemudahan untuk mengakses ke sumber daya
2.
Hak Kekayaan Intelektual
Perlindungan Hak kekayaan
intelektual mungkin hanya sekedar biasa
namun HKI ini sangat penting bagi para pelaku usaha UMKM seperti merek dagang,
hak paten dan hak cipta guna memberikan perlindungan hukum terhadap penggunaan atau replikasi tanpa izin dari produk
dan inovasi UMKM
3.
Perizinan Usaha
Menyediakan prosedur
yang tidak rumit bagi pelaku usaha
UMKM namun memberikan prosedur
yang sederhana dan terjangkau
untuk mendapatkan izin usaha guna
membantu melindungi pelaku usaha UMKM dari birokrasi yang amat rumit, berlebihan
dan memastikan keberlanjutan
operasional.
4.
Ketentuan Kontrak
Perlindungan dalam suatu perjanjian
kontrak sangat penting untuk melibatkan UMKM dalam transaksi ekonomi. Kontrak
yang jelas dan adil akan menciptakan dan juga membantu mencegah suatu konflik
dan memberikan dasar hukum bagi penyelesaian sengketa.
5.
Perlindungan konsumen
Perlindungan konsumen
bagi pelaku usaha UMKM saat ini sangat dibutuhkan UMKM perlu mematuhi peraturan atau regulasi perlindungan konsumen yang berlaku untuk menghindari
sanksi dan membangun kepercayaan konsumen
6.
Bantuan hukum
Menyediakan akses
yang mdah dan terjangkau ke bantan hukum
agar dapat membantu pelaku usaha UMKM dalam mengatasi masalah hukum tanpa harus
menghadapi beban biaya yang tinggi.
7.
Pendidikan hukum
Pelatihan dan pendidikan hukum bagi pelaku
usaha UMKM sangat membantu mereka untuk memahami
hak dan kewajiban mereka, sehinga dapat mengelola usaha mereka dengan lebih baik, maju dan menimalkan risiko hukum.
Dengan adanya perlindungan hukum ini bertujuan
untuk menciptakan lingkungan yang saling mendukung serta menjadikan perkembangan UMKM semakin lebih baik,
mengurangi risiko dan meningkatkan kepercayaan dalam menjalankan suatu bisnis ini semua
sangat penting bagi pemerintah selaku pemangku kebijakan dan pihak terkait untuk
terus memperbarui dan meningkatkan peraturan yang dapat berpihak kepada pelaku usaha
UMKM dan memastikan keberlanjutan
usaha sektor UMKM.
Dalam wawancara dengan KPPU bahwa KPPU menerangkan pentingnya perlindungan terutama dalam hubungannya tentang UMKM, KPPU
juga menjelaskan berdasarkan
Pasal 1 ayat 1, ayat 2, dan
ayat 3 Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah, selanjutnya
disebut sebagai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dapat
ditafsirkan UMKM menjadi peranan berpengaruh kepada ekonomi negara, Pemerintah pun berupaya melaksanakan kewajibannya seperti pemberdayaan, maka KPPU sebagai tim kerjasama dengan pemerintah saling bersinergi satu sama lain. Kemitraan dan perlindungan hukum untuk UMKM sangat penting diatur dalam Pasal 1 Huruf h Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 menyebutkan
bahwa pelaku usaha kecil dikecualikan
dari ketentuan undang-undang.
������� KPPU sendiri menilai undang-undang Cipta kerja ini memiliki pro kontra di masyarakat dan KPPU sebagai
penengah harus bisa menjadi fasilitator
untuk masyarakat dalam hal kemitraan, pada tahun 2015 KPPU mengeluarkan
regulasi KPPU Nomor. 1 Tahun 2015 berkaitan
tata cara penanganan perkara pelaksanan kemitraan dalam hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi tawar yang menyebabkan menurunnya kemampuan UMKM dalam bersaing terutama di DKI Jakarta sebagai sentral perekonomian, harus bisa menjamin penegakan
hukum dan perlindungan hukum. Oleh karena itu, sanksi yang dapat dijatuhkan oleh KPPU hanyalah sanksi administratif bukan sanksi perdata maupun pidana karena
kedudukannya sebagai lembaga administratif maka kewenangannya pun hanya terbatas pada kewenangan adminitratif.
Pada masa kini, mayoritas masyarakat Indonesia terlibat dalam lingkungan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, istilah yang sering digunakan adalah ekonomi
kerakyatan. Dalam banyak karya literatur, UMKM sering disebut sebagai ekonomi
kerakyatan. Mubyarto memberikan definisi ekonomi kerakyatan sebagai sistem
ekonomi yang berasaskan pada kekuatan rakyat. Dia menggambarkan bahwa
pengembangan ekonomi kerakyatan mirip dengan "perang gerilya
ekonomi", yang melibatkan pengembangan dan pemberdayaan ekonomi rakyat
secara menyeluruh, dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan menghilangkan
disparitas sosial dan ekonomi. Ekonomi kerakyatan dikenal demokrasi ekonomi,
karena sistem ini merujuk pada Pasal 33 Bab XIV Undang-Undang Dasar 1945 prihal
Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.
��������� Secara konseptual, ketentuan Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 sering dianggap sebagai landasan yang sesuai untuk
sistem moneter yang diterima oleh masyarakat Indonesia. Pasal 33 Ayat (1)
Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa "perekonomian diselenggarakan
sebagai usaha bersama". Dengan memperhatikan derajat hubungan
kekeluargaan�. Pedoman ini harus terlihat sebagai aturan agregat, yang
menyiratkan bahwa perekonomian tidak dipandang sebagai kerangka kerja liberal
yang kejam, namun ada kehalusan kemoralan dan pertemanan. Pasal 33 ayat (2) dan
(3), ditegaskan bahwa negara sebenarnya memiliki peran dalam ekonomi individu.
Ayat (2) menekankan bahwa negara memainkan dua peran dalam perekonomian,
khususnya sebagai pengontrol dan sebagai penghibur. Yaitu sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Tugas negara berkenaan pengontrol tidak masuk akal dalam
rencana saat ini, kecuali jika ungkapan "dikendalikan" diartikan
sebagai "dikelola", namun yang dikuasai di sini adalah aset normal
yang dikoordinasikan semaksimal mungkin. diharapkan untuk keberhasilan
individu.
Standar keuangan yang merupakan contoh Undang-Undang Dasar� 1945, Pasal 33 ayat (4) merencanakan
�perekonomian Indonesia didasarkan pada pemerintahan mayoritas moneter dengan
standar persekutuan, produktivitas yang adil, pemeliharaan, pemahaman ekologis,
kebebasan, dan dengan menjaga kewajaran. keseimbangan antara
kemajuan dan solidaritas keuangan publik." Kualitas-kualitas ini muncul
sebagai respons terhadap peristiwa-peristiwa keuangan di seluruh dunia.
Kerangka moneter individu (dalam amandemen keempat) telah melalui standar
sistem aturan mayoritas keuangan, dan menjaga keselarasan antara kemauan dan
solidaritas keuangan publik. Sistem berbasis suara keuangan, atau disebut
ekonomi individu, juga dapat diartikan sebagai tindakan moneter yang
dikoordinasikan oleh organisasi kecil dan menengah yang terdiri dari sebagian
besar unit khusus dan mempertahankan sebagian besar angkatan kerja.
������ Sesuai dengan perintah Pengumuman
Majelis Permusyawaratan Perorangan Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998
tentang Permasalahan Perundang-undangan Keuangan Dengan Sistem Berdasarkan
Pemungutan Suara Moneter (�TAP MPR No XVI/MPR/1998). Selain itu, kegiatan
spekulasi yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan yang
berkeadilan juga sangat bergantung pada susunan peraturan dan pedoman yang
dapat mengatur arah dan tujuan pergerakan masyarakat.
��������� Dalam Peraturan No. 25 Tahun 2007
tentang Bunga Modal pada Pasal 4 Ayat (2) huruf c disebutkan bahwa badan publik
menjadikan alasan usaha harus membuka pintu bagi kemajuan dan memberikan
jaminan kepada Usaha Kecil, Menengah dan Kecil (UMKM). Selain itu, Peraturan
Spekulasi juga mengatur pendekatan-pendekatan penting dalam usaha, salah
satunya adalah pembukaan lapangan usaha untuk spekulasi. Pada dasarnya semua
bidang usaha atau jenis usaha boleh dijalankan, kecuali bidang-bidang yang
dinyatakan tertutup dan terbuka dengan syarat-syarat.
Pengaturan mengenai memulai bidang-bidang usaha dengan syarat-syarat usaha
diatur dalam Pasal 12 ayat (5) Peraturan No. 25 Tahun 2007, menyatakan bahwa:
�Kewenangan publik menetapkan bahwa bidang usaha tidak dijaga dengan
prasyarat demi kepentingan umum, khususnya jaminan aset normal, keamanan dan
peningkatan usaha kecil, kecil dan menengah, pengelolaan kreasi dan
pengangkutan, perluasan batas mekanis, dukungan modal dalam negeri. dan
partisipasi dengan substansi bisnis yang ditugaskan pemerintah.�
Terkait dengan penanaman modal wawancara peneliti dengan Deputi Usaha Mikro
Kementerian Koperasi dan UKM, Republik Indonesia: Bagaimana cara pelaku Usaha
mendapatkan penanaman modal dari Pemerintah?
Terdapat dua jenis invetasi UMKM yang bisa di dapatkan bagi pelaku usaha
UMKM dan dapat dikelola dalam mengembangkan usahanya sesuai dengan peraturan
yang ada. Masing-masing jenis dana investasi UMKM ini tentu memiliki sumber
dana, sistem bagi hasil, dan ketentuan yang berbeda. Adapun yang dilakukan
selaku kami dipihak pemerintah pusat terdapat dua jenis yaitu sebagai berikut:
1.
Dana Investasi UMKM pinjaman
Dalam hal ini pelaku usaa
UMKM bisa mengajukannya melalui proses peminjaman dalam jumlah tertentu dan nantinya akan bermanfaat
untuk kebutuhan pengembangan bisnis.
Untuk mendapatkan dana investasi berupa pinjaman dilakukan kita ada namanya
perjanjian namun pinjaman ini memiliki resiko yang tinggi.
2.
Dana investasi UMKM ekuitas
Selanjutnya, yang bisa didapatkan oleh
para pelaku usaha UMKM jika ingin mengajukan permodalan. Dana investasi ekuitas
didapatkan dari pemilik modal yang menyalurkan dananya kepada usaha UMKM tanpa
harus mengembalikan, tentu dalam hal ini pihak investor sebagai pemilik modal
juga menginkan timbal balik yang menguntungkan mereka bentuknya itu kepemilikan
saham perusahaan. Nah itulah yang bisa dilakukan dalam wawancara juga bahwa
narasumber berbicara bahwa terkait penanaman modal ini masih dikaji dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang ada. Selain investasi pelaku usaha bisa dapat dari pinjaman
Bank,dana pinjaman non bank, investasi modal ventura.
Sebagai suatu bangsa dalam pandangan peraturan (keteraturan dan
ketertiban), sudah selayaknya pemerintah mempunyai suatu gagasan pokok yang
memuat arahan yang sah mengenai penyelenggaraan peraturan publik untuk suatu
periode pemerintahan tertentu. Belum adanya kepastian hukum membuat UMKM di
Indonesia mengalami tantangan dalam berkembang, tragisnya kenyataan ini banyak
disalah artikan oleh otoritas publik, dunia usaha dan masyarakat. Keterbatasan
modal, sifat SDM, dan kelemahan dalam dominasi mekanis dipandang sebagai elemen
kelemahan UMKM, dibandingkan dipandang sebagai akibat dari kurangnya keamanan
dan penguatan yang memadai. Sejujurnya, semua orang menyadari bahwa pendekatan
politik moneter skala besar yang dilakukan pemerintah sering kali keluar jalur,
tidak tepat sasaran, dan tidak melindungi dari persaingan bisnis
Sebagai sektor yang berperan dalam membuka peluang usaha bagi 96,86%
angkatan kerja di Indonesia, Usaha Kecil, Menengah dan Kecil (UMKM) mempunyai
posisi yang sangat penting dan penting dalam pengelolaan perekonomian
Indonesia. Komitmen sektor UMKM terhadap PDB masyarakat diproyeksikan tumbuh
sebesar 5% sepanjang tahun 2019. Dengan perkiraan perkembangan tersebut, maka
total komitmen UMKM terhadap PDB masyarakat (Produk Domestik Bruto) pada tahun
2019 akan mencapai 65% atau sekitar Rp. 2.394,5 triliun. Sementara komitmen
riil UMKM terhadap Produk Domestik Bruto masyarakat berkisar 60,34%
Komitmen dan perhatian pemerintah yaitu Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) sangat diperlukan bagi para pelaku usaha yang
tergabung dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah dapat meningkatkan daya saing
berhadapan dengan perusahaan-perusahaan besar. Komitmen ini dapat ditunjukan
dengan rencana yang berkesinambangunan dan terarah yaitu program Rencana
Program Jangka Menengah yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pada RPJM nasional
tahun 2004-2009 prinsip-prinsip pengembangan UMKM telah dikembangkan dengan
arah sebagai berikut:
a)
Perluasan basis usaha dan penumbuhan
wirausaha berkeunggulan untuk mendorong dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Strategi pokok ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan ini adalah; 1)
meningkatkan perpaduan antara tenaga erdidik dan terampil dengan adopsi teknologi;
2) pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri yang disertai
kemudahan dalam pengeloaan usaha; 3) mengembangkan peran UMKM dalam proses
industrialisasi, dan yang terakhi 4) mengintegrasikan pengembangan usaha
tingkat regional agar berkualitas dan berdaya saing.
b)
Penguatan kelembagaan UMKM, yang
dilaksanakan dengan beberapa strategis dan beberapa hal akan dijelaskan sebagai
berikut: 1) perluasan akses kepada sumber permodalan, teruatama perbankan, 2)
memperbaiki lingkungan usaha dan prosesur perijinan, dan yang terakhir 3)
memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung non-finansial.
c)
Pengembangan pelaku usaha UMKM untuk
berperan sebagai tonggak yang sangat penting untuk Indonesia dan juga sebagai
sumbe penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan daya saing khususnya bagi
usaha skala mikro, pengembangan diharapkan untuk peningkatan pendapatan
kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah.
d)
Pengembangan terakhir adalah
pengembangan UMKM sebagai penyedia barang dan jasa di pasar domestik. Strategi
ini sangat penting agar masyarakat banyak yang tidak tergantung kepada
produk-produk import yang melemahkan ketahanan ekonomi rakyat secara keseluruhan.
Strategi pengembangan di atas dapat dilanjutkan melihat kelemahan-kelemahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan masing-msaing strategi komitmen sangat perlu
dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM atau Pemerintah yang membuat
kebijakan terhadap pelaku usaha UMKM agar terwujud dalam rencana kerja
pemerintah (RKP) yang bersifat tahunan. Namun perlu dilakukan dan juga perlu
diingat bahwa pelaksanaan strategi jangaka menenagah di masa yang akan datang
tidak hanya di dukung oleh jajaran pemerintah pusat, tetapi juga oleh para
pemerintah daerah. Ini sangat penting bahwa mulai anggaran tahun 2008 besaran
dana yang telah dikelola pemerintah daerah sudah mencapai 60% dari volume APBN.
Hal tersebut berdasar hasil wawancara bersama secara umum peneliti bersama
kedeputian bidang usaha mikro dan Kecil Kemenkop UKM yaitu;
�Dengan adanya undang-undang ini
pandangan saya terkait dengan undang-undang ini sebelum membahas lebih lanjut
terkait startegi pemerintah dalam hal ini kemenkop ukm, undang-undang ini
sebenarnya bertujuan dan kenapa dibuat sangat jelas, terutama mengenai cipta
kerja itu hanya dibuat untuk menumbuhkan atau mendorong investasi kalau banyak
yang bilang begini begitu ya itu berkembang namun tujuan utamanya adalah
investasi di Indonesia itu mudah, untuk bisa memudahkan itu segala aturan yang
ada itu disatukan menjadi satu yaitu omnibus law yang bersifatnya menghambat.
Karena aturannya itu tidak ada yang dilakukan pemerintah walaupun belum
sempurna pemerintah sudah berusaha seperti sosialisasi, sistem NIB online,
pelatihan dll. Lebih lanjut lagi wawancara bersama dengan
kedeputian usaha Mikro:
Dalam wawancara
ini narasumber menjelaskan bahwa singkronisasi antara pemerintah pusat dan
daerah seering terjadi misskomukasi sehingga strategi yang akan dibuat oleh
pemerintah sedikit, hari kita pusat masih berkomunikasi melalui koordinasi,
sosialisasi sampai tingkat permohonan perizinan, permodalan yang dilakukan
kementerian kita selalu koordinasi seperti di tingkat kabupaten atau kota ya,
kalau ke masyarakat sendiri memang kita butuh proses yang amat panjang ya, tapi
jika masyarakat membutuhkan perizinan ataupun yang lainnya kita melalui
sosialisasi itu strateginya.
Strategi lain pun dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM Republik
disampaikan melalui wawancara bersama peneliti. Berdasarkan wawancara bahwa
Kementerian Koperasi dan UKM yaitu membuat program layanan bantuan pendampingan
hukum bagi pelaku usaha UMKM. Dibuatnya program layanan untuk pelaku usaha
mikro kecil menengah dilatar belakangi bahwa secara umum usaha mikro kecil dan
menengah telah menghadapi berbagai masalah, diantaranya masalah pengelolaan,
sulit mengakses lembaga formal, tidak terdeteksi program pemberdayaan
pemerintah dan pengembangan usaha sehingga sulit berkembang terlebih pasca
wabah pandemi covid-19� perlu dilakukan
pemulihan atas berbagai permasalahan yang berdampak negatif bagi kelangsungan
pelaku usaha mikro kecil dan menengah.
Desain welfare state (negara
kesejahteraan) seperti yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
(Undang-Undang Dasar 1945) bahwa pemerintah berkewajiban untuk melindungi
seluruh warga negara, serta memajukan kesejahteraan. Hal ini sebagaimana yang
telah diatur dalam ketentuan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang
mengamanahkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa negara
memberikan dan terus mengembangkan sistem jaminan kesejahteraan bagi seluruh
masyarakat dengan cara memberdayankan masyarakat yang lemah. Amanat konstitusi
ini mewajibkan pemerintah turut serta dalam mengatur dan memberikan
pelrindungan hukum dimaksud akan memberikan keunrungan bagi ekonomi berbasis
kerakyatan ang selain dilaksanakan dengan model koperasi dilakukan juga dalam
bentuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) jaminan dan perlindungan hukum
yang dimaksud akan membeirkan keuntungan bagi UMKM dalam menjalankan usahanya.
Dalam perkembangannya UMKM tersendiri merupakan kegiatan usahanya merupakan
bisnis skala kecil yang memberikan kontribusi bagi perekoomian negara sejak
krisis 1998 dan krisis 2008.
Secara histori bahwa pehatian pemerintah Indonesia dalam mendorong UMKM
mengalami dinamika yang naik turun. Pada masa orde baru minimnya perhatian
pemerintah terlaku pelaku usaha mikro kecil dan menengah salah satunya
disebabkan oleh peranan pemerintah pusat sangat besar terhadap perekonomian
nasional, yang didukung leh sistem pemerintah terpusat. Melalui sejumlah Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) pemerintah berperan dalam mengembangkan beberapa
sektor ekonomi seperti industri manufaktur, perdagangan dan jasa.
Sementara dari segi pendapatan negara, BUMN yang mengekspor minyak dan gas
memberikan sumbangan atau pendapatan yang cukup signifikan yang menjadikan UMKM
berada pada posisi minor berhadapan dengan perusahaan-perusahaan negara.
Peneliti melihat bahwa pemerintah sedikit telah mendorong UMKM untuk
meningkatkan produktivitas mereka dan mengembangkan riset pasar untuk
menjangkau pasar yang lebih luas dengan tujuan UMKM� menjadi sumber alternatif pendapatan negara.
Namun kebijakan tersebut kurang berhasil dikarenakan kompetesi di pasar
internasional sudah sangat ketat, sedangkan UMKM saat ini masih belum
terkondisikan untuk bersaing. Dukungan nyata pemerintah memberikan harapan
untuk pelaku usaha UMKM seperti halnya pada zaaman reformasi 1998 dibentuknya
koperasi dan UKM dibawah Kementerian Koperasi, lalu 1999 ditransformasikan ke
dalam Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Sejalan dengan perhatian ini
diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang
di dalamnya mengatur tentang Otonomi Daerah. Pemerintah Daerah yang didalamnya
mengatur tentang otonomi ini merupakan suatu hal yang memberikan kemajuan dalam
tata pengelolaan pemerintahan yang memberikan harapan besar pada pengembangan
UMKM sebagai bagian dari perekonomian nasional.
Pemerintah senantiasa memberikan ditengah gempuran kritik karena dibuatnya
undang-undang Omnibus law cipta kerja, perhatian khusus yang diberikan kepada
pelaku usaha UMKM ini dikarenakan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB)� mencapain 61% dan mampu
menyerap tenaga kerja mencapai 97% dari total tenaga kerja nasonal. UMKM terus
didorong peneliti melihat berbagai upaya telah dilakukan untuk menambah solusi
ditengah permasalahan tentang usaha mikro, kecil dan menengah. Kebijakan dan
program diharapkan dapat membangkitkan dan memajukan UMKM. Salah satu kebijakan
atau program yang telah pemerintah laksanakan adalah mengekspor produk MKM
yakni melali Peraturan Pemerintah Daerah Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemudahan,
perlindungan, pemberdayaan UMKM sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Cipta
Kerja.
Selain itu daya tahan UMKM tercipta karena tidak banyak memiliki
ketergantungan kepada faktor eksternal, seperti utang dalam valuta asing dan
bahan baku import dalam melakukan kegiatan usahanya, sebab umumnya UMKM
menggunakan bahan baku dari dalam nnegeri selanjutnya perkembangan teknologi
informasi di era digital saat ini juga berpengaruh besar terhadap perkembangan
UMKM. Munculnya berbagai fasilitas internet dapat memudahkan pelaku usaha
mikro, kecil dan menengah dalam mengembangkan dan meningkatkan penjualan
melalui platform social media, e-commerce hingga pinjaman dana untuk
pengembangan. Peneliti melihat bahwa pelaku usaha UMKM harus senantiasa
mentransformasikan melalui digital agar tidak tertinggal dengan cara memasarkan
melalui sosial media akan mempermdah perluasan pasar. Hal ini dikarenakan
jangkauan pemasaran menjadi semakin luas dan tidak terbatas oleh tempat dan
waktu.
Dari tahun 1966-1998 hingga sekarang banyak upaya yang dilakukan pemerintah
untuk mendukung perkembangan usaha mikro kecil dan menengah, salah satunya
adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang UMKM dan program-program lain untuk
mendorong pertumbuhan usaha UMKM. Setidaknya saat ini terdapat 21 program yang
dilakukan oleh pemerintah untuk UMKM, yaitu 1) Inovasi desa - ekonomi lokal; 2)
Desa wisata; 3) Sentra kewirausahaan pemuda; 4) Diversifikasi usaha nelayan; 5)
Tenaga kerja mandiri; 6) Pemberdayaan pelaku usaha; 7) Pendidikan wirausaha
unggulan; 8) Industri rumahan; 9) UMKM Go Online; 10) Export Coaching; 11)
Kredit usaha rakyat; 12) Bantuan wirausaha pemula; 13) Pembiayaan ultra mikro;
14) PNM Membina Ekonomi Keluarga Prasejahtera; 15) PNM Unit Layanan Modal
Mikro; 16)Modal Usaha Kelautan; 17) Peningkatan keluarga sejahtera; 18)
Kelompok Usaha Bersama; 19) Pusat layanan unit terpadu; 20) Pendaftaraan
kekayaan intelektual; 21) Penyusunan laporan keuangan.
Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah ada 3 pilar utama sebagai dasar
pengelompokan kebijakan pemberdayaan UMKM oleh TNP2K, yaitu UMKM, Lembaga
Keuangan, dan ekosistem yang mendukung UMKM. Ketiga pilar utama itu mendorong
lembaga keuanga agar ramah bagi UMKM, dan meningkatkan koordinasi lintas sektor
untuk mendukung ekosistem UMKM.
KESIMPULAN
Dari
hasil penelitian dan pembahasan mengenai perlindungan hukum terhadap penguatan
bisnis pelaku usaha UMKM pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 6 tentang Cipta
Kerja studi di Provinsi DKI Jakarta, dapat disimpulkan bahwa penerapan dan
perlindungan hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja
terhadap pelaku usaha UMKM merupakan terobosan pemerintah yang menjadi kesatuan
undang-undang omnibus law dari berbagai undang-undang. Sebelum adanya
undang-undang ini, perlindungan hukum terhadap pelaku usaha UMKM masih menurun
karena penguatan terhadap peraturan tersebut masih tumpang tindih, sehingga
banyak pelaku usaha yang bingung mengenai perlindungan hukum dan kemana harus
melaporkannya. Dengan undang-undang ini, pelaku usaha dapat melaporkan pelanggaran
melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Dinas
Perindustrian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Provinsi dengan adanya sistem
online seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) bagi para pelaku usaha yang
ingin berkonsultasi tentang usahanya secara gratis, serta platform yang digagas
oleh pemerintah yaitu sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik
Online Single Submission (OSS), sistem elektronik yang dikelola oleh pemerintah
untuk penyelenggaraan perizinan usaha berbasis risiko. Namun, kurangnya
perlindungan hukum membuat UMKM di Indonesia mengalami kesulitan dalam
berkembang, dan fakta tersebut sering kali disalahpahami oleh pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat. Modal yang terbatas, kualitas sumber daya manusia yang
rendah, serta kelemahan penguasaan teknologi sering kali dilihat sebagai faktor
kekurangan UMKM, alih-alih dipahami sebagai akibat dari kurangnya perlindungan
(protection) dan pemberdayaan (empowerment) yang memadai. Undang-Undang Cipta
Kerja sendiri merupakan undang-undang yang diciptakan melalui mekanisme omnibus
law, yaitu undang-undang yang dibuat dengan menggabungkan beberapa peraturan
menjadi satu paket peraturan baru yang memiliki payung hukum. Beragam cara
dilakukan oleh pemerintah mulai dari kebijakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
1995 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, hingga sekarang muncul
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini membawa
secercah harapan bagi masyarakat luas, terutama pelaku usaha UMKM, seperti
memberikan kemudahan bekerja dan perizinan berusaha, namun dalam
implementasinya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja ini masih
memiliki banyak kekurangan dan bahkan menjadi perbincangan di masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Aditya, R.
(2021). Kontroversi Undang-Undang Cipta Kerja: Analisis Dampak Terhadap Tenaga
Kerja. Jurnal Hukum Nasional, 14(3), 145-156.
Dewi, L.,
& Putra, A. (2021). Tantangan UMKM dalam Perekonomian Nasional. Jurnal
Ekonomi Terapan, 8(2), 110-125.
Fauzi, A.
(2022). Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sektor UMKM di Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 12(1), 45-60.
Hadiwidjaja,
T., & Noorina Hartati, R. (2017). Analisis Permasalahan UMKM: Akses Kredit
dan Kompetensi Manajemen. Jurnal Manajemen Keuangan, 6(4), 232-244.
Haryanto, B.
(2018). Peran UMKM dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan,
9(1), 80-95.
Indrawati,
S., et al. (n.d.). Potensi dan Tantangan UMKM di Indonesia. Penerbit
Universitas Ekonomi.
Junaidi, M.
(2020). Strategi Pemberdayaan UMKM untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 15(2), 175-189.
Kuncoro, M.
(2020). Kebijakan Pemberdayaan UMKM dalam Perekonomian Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Kebijakan Publik, 5(2), 92-105.
Kusmanto,
A., & Warjio. (2019). Langkah Strategis Pembangunan UMKM: Perspektif ISEI.
Jurnal Ekonomi Global, 7(3), 60-70.
Kusuma, D.
(2021). Insentif Pemerintah dan Pemberdayaan UMKM di Masa Pandemi. Jurnal
Kebijakan Ekonomi, 11(4), 223-235.
MPR RI.
(1998). Resolusi Nomor XVI/MPR RI/1998 tentang Kebijakan Ekonomi Demokrasi.
Pasal 33 UUD
1945. (1945). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Priyanto, D.
(2020). Perlindungan UMKM dalam Menghadapi Pasar Bebas. Jurnal Hukum Bisnis,
10(2), 157-170.
Putri, S.
(2021). Kolaborasi Pemberdayaan UMKM oleh Pemerintah dan Sektor Swasta. Jurnal
Sosial dan Ekonomi, 13(2), 290-305.
Rahmini, R.,
et al. (n.d.). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja:
Perspektif Kebijakan Ekonomi. Penerbit Nusantara.
Saraswati,
I. (2019). Kendala dalam Pengembangan UMKM di Indonesia. Jurnal Bisnis dan
Manajemen, 7(2), 123-140.
Setiawan, H.
(2022). Pengaruh COVID-19 Terhadap Keberlangsungan UMKM. Jurnal Ekonomi
Kreatif, 14(1), 30-45.
Siregar, A.
(2021). Implementasi Kebijakan Pengembangan UMKM di Indonesia. Jurnal
Kebijakan Publik, 6(1), 56-70.
Suhartini,
D. (2021). Pemberdayaan UMKM sebagai Pilar Perekonomian Rakyat. Jurnal Ekonomi
Sosial, 8(4), 240-255.
Sumampouw,
C., et al. (2021). Analisis Dampak Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Sektor
Tenaga Kerja. Jurnal Hukum Ekonomi, 12(3), 175-190.
Supriyono,
A. (2018). UMKM dan Perekonomian Nasional: Tinjauan Ekonomi. Jurnal Ekonomi
Makro, 5(2), 100-115.
Suryana, A.
(2020). Keterbatasan Sumber Daya UMKM di Indonesia. Jurnal Bisnis Kecil dan
Menengah, 9(3), 165-180.
Tambunan, T.
(2019). Perkembangan UMKM di Indonesia: Tantangan dan Prospek. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 7(3), 300-320.
Undang-Undang
Dasar 1945. (1945). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wahyuni, L.
(2021). Potensi UMKM dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal
Sosial dan Ekonomi, 12(4), 315-330.