Implementasi Teologi Hospitalitas Oleh Gereja Masa Kini Bagi Keberlanjutan Masyarakat Indonesia

 

The Implementation of Hospitality Theology by the Church Today for the Sustainability of Indonesia Society

 

Roni Kurniawan

Sekolah Tinggi Teologi International Harvest, Indonesia

 

Email: [email protected]

*Correspondence: Roni Kurniawan

 

DOI:

10.59141/comserva.v4i5.1903

ABSTRAK

Gereja merupakan organisasi keagamaan yang bersifat nirlaba yang hidup dan bertumbuh di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Kehadiran gereja dalam komunitas besar tersebut bukan hanya sibuk bagi dirinya sendiri namun gereja memiliki tugas dari Tuhan untuk memberikan dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, kotanya, dan juga bagi negara secara umum untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals). Untuk itulah para pemimpin gereja perlu menyadari peranannya sebagai motor penggerak bagi seluruh anggota gereja untuk mengimplementasikan sifat keramahtamahan sebagaimana yang Kristus ajarkan selama pelayanan-Nya dalam dunia ini. Masih ada para pemimpin gereja yang tidak menyadari hal tersebut sehingga fungsi gereja mengalami tantangan secara serius. Di era moderen ini, gereja perlu mengembangkan kapasitasnya sebagai organisasi bahkan hal tersebut perlu untuk dilakukan secara dinamis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara mendalam mengenai pentingnya implementasi teologi keramahtamahan bagi keberlanjutan masyarakat Indonesia dalam bentuk berbagai kegiatan sosial untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya pada bidang pendidikan dan pekerjaan layak. Keramahtamahan menjadi jembatan yang menghubungkan kasih Allah bagi semua orang yang diwujudkan dalam aksi nyata membangun negeri untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Negeri yang menyiapkan tempat tinggal yang ramah bagi generasi penerus bangsa di kemudian hari.

 

Kata kunci: keramahtamahan, sustainable development goals, kapasitas organisasi.

 

 

ABSTRACT

The Church is a non-profit religious organization that lives and grows in the midst of the life of the people of Indonesia. The presence of the church in the large community is not only busy for itself but the church has a duty from God to provide impact and benefits to the surrounding environment, the city, and also for the country in general to achieve the sustainable development goals (sustainable development goals). For this reason, church leaders need to realize their role as a driving force for all church members to implement the hospitality that Christ taught during His ministry in this world. There are still church leaders who are not aware of this so that the function of the church is seriously challenged. In this modern era, the church needs to develop its capacity as an organization and it needs to be done dynamically. This research aims to provide an in-depth overview of the importance of implementing hospitality theology for the sustainability of Indonesia society in the form of various social activities to achieve sustainable development goals, especially in the fields of education and decent work. Hospitality is a bridge that connects God's love for all people which is manifested in concrete actions to build the country to achieve sustainable development goals. A country that prepares a friendly place to live for the next generation of the nation in the future.

 

Keywords: hospitality, sustainable development goals, organizational capacity.

 

 

 

PENDAHULUAN

Gereja merupakan organisasi keagamaan yang bersifat nirlaba yang hidup dan bertumbuh di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Kehadiran gereja dalam komunitas besar tersebut bukan hanya sibuk bagi dirinya sendiri namun gereja memiliki tugas dari Tuhan untuk memberikan dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, kotanya, dan juga bagi negara secara umum.

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan menunjukkan sekalipun Indonesia memiliki keragaman budaya namun yang terpenting adalah Indonesia tetap satu. Keragaman Indonesia dapat dilihat dari 1340 suku yang ada di dalamnya, 2500 bahasa daerah, dan 6 agama. Itu semua merupakan kekayaan dan keindahan bangsa yang besar ini (Finaka, 2017). Atas dasar itulah, Pemerintah Indonesia terus mendorong keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk membangun, mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk menuju indonesia yang lebih baik.

Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang didiami oleh sekitar 255 juta penduduk, itulah sebabnya negara ini disebut sebagai negara kepulauan Jumlah penduduknya yang besar itu telah menempatkan Indonesia pada urutan keempat sebagai negara dengan jumlah populasi yang terbesar di dunia. Selain itu, angka ini juga menunjukkan adanya banyak keanekaragaman budaya, etnis, agama maupun linguistik yang dapat ditemukan di dalam negara ini. Keberagaman budaya tersebut dapat dilihat mulai dari ritual agama Hindu di pulau Bali hinggapemberlakuan hukum syariah (secara parsial) di Aceh, dan gaya hidup para pemburu-pengumpul di pulau Mentawai (Investments, 2024).

BPS juga menyatakan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi menurut Propinisi menunjukkan angka rata-rata sebesar 34,44%, dengan nilai terendah pada 18.19% dan angka tertinggi 74,08% (BPS, 2023a). AngkaPartisipasiKasar(APK) didefinisikan sebagaiproporsipeserta didik padasuatujenjangpendidikan tertentudalamkelompokumur yangsesuaidenganjenjang pendidikantersebut.Semakin tingginya nilai APK menunjukkan bahwa semakin banyak peserta didk yang duduk di bangku jenjang pendidikan tersebut pada suatu wilayah (DPMP, 2017). Dilihat dari angka ketenagakerjaan pada tahun 2023 menunjukkan bahwa angka pengangguran sebesar 5,32% atau 7,86 juta orang dari Angkatan Kerja sebanyak 147,71 juta pada Agustus 2023 (BPS, 2023b).

Salah satu penyebab masih tingginya angka pengangguran tersebut dikarenakan masih rendahnya serapan tenaga kerja yang berpendidikan Sarjana (Deddy, 2017). Rendahnya serapan tenaga kerja tersebut ditengarai karena adanya gap kesesuaian antara kompetensi dan dunia kerja (Gareta, 2022). Untuk itulah Arsjad Rasjid selaku Ketua KADIN Indonesia meminta untuk memperhatikan link and match agar gap antara kebutuhan industri dan kapasitas lulusan perguruan tinggi (Santia, 2023). Dalam hal ini perlu peran perguruan tinggi sangat penting dalam mengupayakan agar lulusannya dapat memperoleh pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis (Sejati, 2023). Ini menjadikan

Dari beberapa data-data tersebut maka perlunya perhatian dan usaha untuk memperbaiki berbagai kondisi tersebut. Itulah sebabnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi dunia telah melahirkan serangkaian program yang disebut dengan Sustainability Development Goals (SDGs). SDGs ini merupakan serangkaian tujuan yang dicanangkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi semua orang yang ada di dunia ini bahkan untuk hidup yang lebih berkelanjutan termasuk Indonesia yang merupakan anggota dari PBB (Indonesia, 2024). Terdapat 17 (tujuh belas) tujuan dari SDGs tersebut antara lain: Tanpa Kemiskinan; Tanpa Kelaparan; Kehidupan Sehat dan Sejahtera; Pendidikan Berkualitas;Kesetaraan Gender; Air Bersih dan Sanitasi Layak; Energi Bersih dan Terjangkau; Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; Industri, Inovasi dan Infrastruktur; Berkurangnya Kesenjangan; Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; Penanganan Perubahan Iklim; Ekosistem Lautan; Ekosistem Daratan; Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; dan Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Gereja sebagai sebuah organisasi yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia perlu menjalankan perannya sebagai terang dan garam bagi bangsa ini. Gereja memiliki tanggung jawab besar untuk terlibat dalam berbagai bidang yang dapat memberikan manfaat dan dampak di tengah masyrakat majemuk yang belum mengenal Yesus Kristus (Karo Karo & Ming, 2023). Gereja perlu mengambil peran untuk memperbaiki dan membangun Indonesia ke arah yang lebih baik dalam bentuk partisipasi konkrit untuk mewujudkan kabar gembira Kristus bagi seluruh komponen bangsa di dalam berbagai bidang kehidupan (Sutera, 2021). Dengan demikian gereja dapat menjadi saksi Kristus yang memberikan pengaruh positif demi terciptanya keharmonisan dan kerukunan di tengah-tengah masyarakat ini (Pello, Sunardi, & Nayoan, 2021) dengan memfokuskan pada agenda-agenda yang memiliki urgensi sebagaimana halnya dengan bidang pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran gereja-gereja dapat berperan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) untuk masyarakat Indonesia yang majemuk ini dengan transformation leadership yang ada dalam diri para pemimpinnya.

 

 

 

METODE PENELITIAN

Penulisan ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif (Creswell, 2016; Merriam & Tisdell, 2019). Dalam pengumpulan dan analisa data, peneliti melakukan kajian pustaka pada berbagai buku dan jurnal yang relevan dengan judul penelitian ini sebagai suatu konstruksi teologis mengenai peran transformational leadership dalam implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) untuk pembangunan masyarakat Indonesia.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapabilitas Organisasi dan Kapabilitas Dinamis bagi Organisasi Gereja

Kapabilitas organisasi adalah kemampuan yang dibutuhkan organisasi bisnis dan gereja karena mereka mengalami perubahan yang semakin cepat dan kompleks. Disrupsi teknologi, globalisasi pasar, dan perubahan sosial menuntut organisasi untuk beradaptasi dan berinovasi agar dapat bertahan dan berkembang. Teknologi, seperti satelit dan internet, memungkinkan informasi dan tren menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Konsep globalisasi semakin mendominasi, di mana perusahaan-perusahaan beroperasi secara lebih luas dan terhubung secara global. Kecepatan ini tidak hanya mencakup bisnis tetapi juga memengaruhi semua aspek kehidupan, menciptakan tantangan dan peluang yang harus dihadapi secara cepat dan adaptif. Menurut David J. Teece, dkk kapabilitas organisasi adalah kemampuan yang telah terbukti dan berpotensi untuk mencapai tujuan, meskipun menghadapi hambatan dari lingkungan atau persaingan, apapun yang hendak dilakukan (David J. Teece, Pisano, & Shuen, 2009).

Hal ini menegaskan pada kemampuan yang kuat dan Tangguh dari sebuah organisasi untuk mencapai hasil yang diinginkan, terlepas dari tantangan yang mereka hadapi. Menurut Kazimierz & Cyfert setiap organisasi memiliki sumber daya unik seperti kompetensi, kapabilitas dinamis dan sumber daya intelektual termasuk potensi inovasi dan imitasi, yaitu mekanisme yang digunakan oleh organisasi untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau strategi yang berhasil diterapkan oleh organisasi yang lain (Krzakiewicz & Cyfert, 2018). Mereka menggarisbawahi pentingnya pengakuan terhadap sumber daya unik setiap organisasi, seperti kompetensi dan kapabilitas dinamis, serta kemampuan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan serta strategi melalui mekanisme inovasi dan imitasi.

Renwarin, et.al dalam temuan penelitian mereka menyebutkan selain kompetensi manajerial maka kapabilitas organisasi memampukan organisasi mengelola peluang, menyesuaikan operasional dan mencapabi dampak positif terhadap kelanjutan bisnis (Renwarin, J, Aji, Weley, & Tannady, 2022). Dalam hal ini Renwarin, dkk., menyoroti pentingnya kapabilitas organisasi selain kompetensi manajerial dalam mengelola peluang, menyesuaikan operasional, dan menghasilkan dampak positif terhadap kelangsungan bisnis. Jane Kareuki dan James M. Kilika dalam studi mereka menyebut untuk mempertahanakan keuntungan kometitif sebuah organisasi maka tidak cukup hanya memeiliki keunikan sumber daya yang dimiliki Perusahaan, tetapi juga harus mengembangkan kemampuan-kemampuan baru sebagai faktor penentu (Kariuki & Kilika, 2017). Pemanfaatan kompetensi yang berbeda dan melibatkan inovasi tekonfigurasi merupakan keharusan untuk mewujudkannya, dan hal ini tidak memberi ruang kepada para pesaing untuk meniru.

Shoji Shiba dan David Walden menawarkan empat pendekatan dalam konteks revolusi konsep berpikir manajemen bagi organisasi perusahaan. pertama, fokus pada pelanggan dan memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu bereaksi cepat terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dan memusatkan sumber daya terbatas mereka pada kegiatan yang memuaskan pelanggan; kedua, organisasi harus mencari peningkatan berkelanjutan dalam proses yang menghasilkan produk dan layanan berkualitas tinggi. peningkatan berkelanjutan melibatkan penggunaan pendekatan ilmiah untuk melakukan perbaikan, melakukan perbaikan bertahap untuk cepat berada di pasar dan mendapatkan pengalaman nyata, serta melakukan perbaikan secara iteratif untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih tinggi. ketiga, harus mencari partisipasi penuh dari karyawan mereka. Semua kemampuan dari semua anggota perusahaan harus digunakan jika perusahaan ingin melakukan perbaikan berkelanjutan dan mencari kepuasan pelanggan; keempat, harus berpartisipasi dalam jejaring sosialuntuk menghindari penyusunan ulang metode, mengimplementasikan praktik kualitas lebih cepat, dan menciptakan budaya kualitas di mana berbisnis (Shiba & Walden, 2007).

Transformasi dimulai dari tindakan individu. Hal ini diperlukan untuk mengubah fokus pekerjaan dari sekadar menyelesaikan tugas menjadi memuaskan pelanggan, dengan memberikan karyawan alat yang dibutuhkan. Pada tingkat kelompok kerja, tujuannya adalah mengintegrasikan pekerjaan rutin dan perbaikan dengan fokus pada proses. Ini dapat dicapai melalui pembelajaran tim, kerjasama, sistem yang menjadikan pekerjaan rutin dan perbaikan sebagai bagian dari pekerjaan, dan memberikan waktu untuk perbaikan. Pada tingkat organisasi, tujuannya adalah menggabungkan perbaikan inovatif dengan tujuan korporat dan memobilisasi seluruh perusahaan untuk mengejar tujuan tersebut secara sistematis. Pada tingkat wilayah/Industri/global organisasi belajar dengan lebih efisien dan mampu mencapai perbaikan yang diinginkan ketika mereka dengan jelas mengidentifikasi aspek lingkungan eksternal yang memberikan motivasi dan dukungan.Kapabilitas organisasi penting dalam menghadapi perubahan cepat dan kompleks. Teknologi dan globalisasi mendorong adaptasi dan inovasi. Penting untuk mengakui dan mengembangkan sumber daya unik organisasi seperti kompetensi dan potensi inovasi. Renwarin, dkk., menyoroti peran kapabilitas organisasi dalam mengelola peluang dan kelangsungan bisnis. Kareuki & Kilika menekankan pentingnya pengembangan kemampuan baru untuk mempertahankan keunggulan kompetitif. Shiba & Walden menawarkan pendekatan untuk transformasi kapabilitas organisasi dari individu hingga tingkat global.

David J. Teece mendefinisikan kapabilitas dinamis sebagai the firm�s ability to integrate, build, and reconfigure internal and external competencies to address rapidly changing environments.Dalam bukunya, Teece memakai istilah to sense, seize, and adapt to generate and exploit internal and external enterprise-specific competences (D. J Teece, 2009). Kemampuan mengidentifikasi perubahan dan peluang di lingkungan eksternal. Perusahaan dengan kemampuan sensing yang kuat terampil dalam memantau tren pasar, preferensi pelanggan, dan perkembangan teknologi. Seizing adalah kemampuan untuk dengan cepat dan efektif memanfaatkannya hasil identifikasi di atas. Hal ini melibatkan pengambilan keputusan strategis, alokasi sumber daya, dan tindakan untuk mengejar peluang yang telah diidentifikasi. Sedangkan rekonfigurasi adalah kemampuan untuk mengubah ulang sumber daya dan kemampuan yang sudah ada dalam perusahaan untuk sejalan dengan tujuan strategis yang baru. Melibatkan restrukturisasi organisasi, perubahan proses bisnis, atau perolehan keterampilan dan pengetahuan baru (David J. Teece et al., 2009).

Ketika diterapkan pada organisasi gereja, konsep kapabilitas organisasi menggarisbawahi pentingnya adaptasi dan inovasi dalam konteks spiritual dan sosial. Gereja harus mengenali sumber daya uniknya, termasuk kompetensi dalam pengajaran agama, pelayanan pastoral, dan pengelolaan keuangan, serta potensi inovasi dalam menciptakan program-program yang relevan dengan kebutuhan jemaat dan masyarakat yang mereka layani. Renwarin, dkk., menekankan pentingnya kapabilitas organisasi dalam mengelola peluang dan kelangsungan bisnis, yang dalam konteks gereja dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan merespons kebutuhan spiritual dan sosial umat dengan cara yang relevan dan bermakna. Sementara itu, konsep kapabilitas dinamis, seperti yang didefinisikan oleh David J. Teece, menyoroti pentingnya gereja untuk memantau dan merespons perubahan dalam nilai-nilai dan kebutuhan spiritual masyarakat dengan cepat dan efektif. Hal ini dapat mencakup penyesuaian dalam penyampaian pesan agama, struktur pelayanan gereja, dan strategi penginjilan untuk tetap relevan dan efektif dalam mencapai tujuan misi gereja. Dengan menerapkan konsep-konsep ini, gereja dapat memperkuat kapabilitasnya dalam memenuhi panggilan mereka untuk melayani dan membawa transformasi dalam komunitas mereka.

Gereja adalah sebuah institusi rohani yang digagas oleh Tuhan Yesus sendiri, ketika Ia masih berada di dunia ini. Tujuannya untuk menjadi perwakilan �kerajaan surga�, atau untuk lebih mudah dipahami dapat disamakan artinya dengan kedutaan yang ada di sebuah negara untuk mewakili negara asalnya secara administratif. Referensi tentang Tuhan Yesus sebagai penggagas gereja dapat dilihat di Matius 16:18 yaitu �Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya�. Ayat ini dipercaya sebagai �benih� dari konsep gereja yang Tuhan percayakan kepada Petrus. Dari konsep gereja yang digagas-Nya, Tuhan Yesus juga merupakan Kepala gereja, sebagaimana tulisan Paulus pada Efesus 5:23, �Karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat ..�.

Secara etimologi kata �gereja� diambil dari bahasa Portugis: igreja, yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekkl�sia) yang berarti dipanggil keluar (ek = keluar; klesia dari kata kaleo = memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia. Ekklesia dalam Perjanjian Baru biasanya diterjemahkan sebagai "jemaat". Istilah ini muncul dalam 2 ayat dari Injil Matius, 24 ayat dari Kisah Para Rasul, 58 ayat dari surat-surat Rasul Paulus, 2 ayat dari surat Ibrani, 1 ayat dari surat Yakobus, 3 ayat dari surat Yohanes yang ketiga, dan 19 ayat dari kitab Wahyu.

Gereja sebagai organisasi dapat mulai dilihat pada zaman Yunani-Romawi. Pada saat iyu, ekklesia digunakan untuk merujuk suatu pertemuan sah, atau disebut badan kepengurusan, tempat mereka berkumpul untuk berdiskusi dan mengambil keputusan mengenai urusan publik. Sejak awal pada zaman Pythagoras, kata ini mengandung makna lain yaitu komunitas dengan kepercayaan yang sama. Makna inilah yang dipakai dalam terjemahan bahasa Yunani untuk Alkitab Ibrani (disebut Septuaginta), dan kemudian digunakan pula oleh komunitas Kristen untuk merujuk pertemuan para orang percaya.

Gereja terbentuk menjadi sebuah organisasi melalui proses natural dengan di dasari tuntutan kebutuhan. Ketika jumlah orang percaya bertumbuh dan terus semakin banyak, maka dibutuhkan pengorganisasian yang baik agar semua peran gereja dapat berjalan sebagaimana seharusnya. Atas dasar itulah struktur organisasi dibuat, dan menjadi organisasi keagamaan resmi untuk �memayungi� gereja secara hukum.

Secara natur, gereja dalam konteksnya sebagai organisasi Kristen tentunya mempunyai fungsi dan tujuan. Rujukan yang menjadi landasan fungsi dan tujuan gereja dapat dilihat pada ayat Kisah Para Rasul 2: 42-47, ayat itu menceritakan tentang cara hidup jemaat yang pertama, inilah yang menjadi rujukan mengenai fungsi dan tujuan gereja. Gereja mempunyai dua fungsi utama, yaitu: secara adminitratif menaungi seluruh kepentingan jemaat serta kegiatan pelayanannya; yang kedua adalah mengkordinir supaya terlaksananya tri fungsi gereja, yaitu: Kainonia (Persekutuan) Kisah Para Rasul 2:42, Diakonia (Melayani) Kisah Para Rasul 2: 45, dan Marturia (Bersaksi) Kisah Para Rasul 2: 47

Gereja bukan lagi sebuah institusi yang diam atau property saja tetapi sebuah movement. Gereja harus selalu bergerak dan terus menyelaraskan langkah mengikuti alur kehendak Tuhan mengenalkan Yesus kepada seluruh dunia. Gereja yang merupakan gerakan ini akan menjadi sebuah sistem yang tidak bisa dihentikan dan terus berkembang ke segala arah untuk membawa kemuliaan bagi Allah (Susanto, 2019).

 

Teologi Hospitalitas

Teologi Hospitalitas atau keramahtamahan memiliki nilai yang sama pentingnya dengan nilai pada teori kepemimpinan karena memiliki dampak relasionalitas yang semakin besar sebagai respons terhadap peningkatan kompleksitas yakni keberagaman budaya, sosial, ekonomi (Steenkamp & de Jongh, 2021). Steenkamp & de Jongh (2021) jugamenyatakan bahwa keramahtamahan sebagai jalan keluarnya bagi organisasi mungkin terlibat dengan keberbedaan radikal itu yang rutin mereka temui pada masa global, multisektor, dan/atau kolaborasi antar organisasi. Inilah kondisi yang dihadapi organisasi-organisasi gereja saat ini di tengah kemajemukan di negara Indonesia baik dari sisi agama, suku, sosial, dan budaya. Di sisi lain, kepemimpinan telah memainkan peran penting dalam membawa gereja ke dalam proses pertumbuhan dan penanaman gereja (Mutavhadsindi & Meiring, 2014). Orang-orang Kristen telah diajar, dimotivasi dan dilibatkan dalam misi pelayanan.

Hospitality merupakan teologi keramahtamahan yang menghubungkan konsep keramahtamahan dengan pluralisme agama dan ide ini muncul dari konsultasi Dewan Gereja-gereja sedunia. Amos Yong menyatakan bahwa keramahtamahan berperan penting dalam memahami Kekristenan dalam memandang agama-agama lain di dunia ini termasuk Indonesia di dalamnya (Yong, 2008). Lebih lanjut Amos Yong juga menyatakan bahwa seluruh teologi Kristen tentang agama-agama lain sebenarnya berasal dari serangkaian praktik atau pilihan sikap terhadap kepercayaan lain. Itu sebabnya Amos Yong menemukan kaitan antara keyakinan yang dipercaya oleh orang Kristen dan praktik-praktik yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan para penganut dari agama-agama lain.

Tujuan utama dari hospitality yang dikemukakan oleh Amos Yong adalah untuk menunjukkan pentingnya keramahtamahan antar agama dalam dunia yang sering kali konfliktual dan untuk mendorong refleksi mendalam mengenai keyakinan Kristen terhadap keramahtamahan tersebut. Dalam hal tersebut, Amos Yong menggunakan kerangka kerja Pneumatologis sebagai dasar kaitan kedua hal tersebut. Dengan demikian peran Roh Kudus dapat membuka perspektif baru dalam memahami hubungan antara Kekristenan, agama-agama lain, dan berbagai kelompok masyarakat yang ada hidup berdampingan dalam suatu bangsa.

Umat Kristen di Indonesia perlu menyatakan keramahtamahan Ilahi yang mengasihi semua warga negara Indonesia sampai pada titik menyerahkan hidup demi kepentingan orang lain agar dapat berdamai dengan mereka dan agar mereka pada gilirannya dapat berdamai dengan Allah. Kasih Allah menjadi warna tersendiri yang ditunjukkan kepada masyarakat Indonesia sehingga mereka dapat mengenal dan memahami dalamnya kasih Allah bagi manusia. Kasih Allah yang telah diterima oleh umat Kristen bukan untuk dinikmati secara eksklusif oleh mereka sendiri namun perlu disalurkan atau diteruskan kepada semua orang.

 

Sustainable Development Goals (SDGs)

Pada sidang umumnya, PBB telah memutuskan untuk melanjutkan Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada tahun 2015 lalu dengan Agenda Pembangunan 2030 yang lebih komprehensif dengan mencapai Sustainable Development Goals (Kristianto, 2022). PBB memiliki sebuah divisi yang dibentuk untuk menangani secara khusus SDGs di seluruh di dunia yaitu Division for Sustainable Development Goals (DSDG). DSDG memainkan peran kunci dalam melakukan evaluasi implementasi Agenda 2030 di seluruh sistem PBB termasuk kegiatan advokasi dan penjangkauan yang berkaitan dengan SDGs.

Untuk mewujudkan Agenda 2030, kepemilikan luas terhadap SDGs harus diwujudkan dalam bentuk komitmen yang kuat untuk seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tujuan global. DSDG sendiri memiliki tujuan untuk membantu memfasilitasi keterlibatan ini (Affairs, 2023). Setiap tahun, Sekretaris Jenderal PBB menyajikan laporan kemajuan SDG tahunan, yang dikembangkan melalui kerja sama dengan sistem yang dimiliki PBB, dan berdasarkan kerangka indikator global serta data yang dihasilkan oleh sistem statistik nasional dan informasi yang dikumpulkan di tingkat regional.

Bagi Indonesia sendiri, pemerintah telah terus berupaya dalam mengimplementasikan SDGs yang berwawasan lingkungan melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk mendorong hal ini dalam kegiatan pembangunan tiap tahunnya. Bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa hal ini merupakan bentuk komitmen global yang harus bersama-sama diwujudkan untuk itu perlu peran aktif dari institusi-institusi audit untuk meningkatkan partisipasinya dalam membantu pemerintah guna mewujudkan tujuan pembangunan SDGs tersebut (Machmudin, 2016).

Pemerintah Indonesia terus berkomitmen untuk melaksanakan SDGs (tujuan pembangunan berkelanjutan) sesuai dengan aturan RPJMN 2020-2024. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia telah ditetapkan sebagai salah satu aspek yang memiliki tujuan untuk memberikan akses pembangunan secara adil, inklusif, dan menjaga lingkungan hidup. Melalui SDGs tersebut, pemerintah Indonesia berharap dapat meningkatkan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Limanseto, 2021).

 

Implementasi Teologi Hospitalitas yang digerakkan oleh para pemimpin gereja untuk mencapai keberlanjutan masyarakat Indonesia

Teologi keramahtamahan yang berpusat pada orang asing dan bukan berpusat pada gereja menghasilkan praktik misionaris harus dipahami secara mendalam oleh para pemimpin gereja dan para umat Allah. Di sinilah pentingnya peran kepemimpinan dalam menggerakkan umat Kristen dalam melaksanakan praktik keramahtamahan tersebut. Praktik keramahtamahan yang bersifat individual dan antarpribadi ke bentuk-bentuk kolaborasi seperti yang dapat diwujudkan oleh tiap-tiap organisasi gereja menjadi praktik gerejawi yang konkrit dari teologi keramahtamahan dan misi yang berpusat pada orang �asing�.

Sikap keramahtamahan (hospitality) menjadi modal dan bekal awal bagi orang-orang Kristen untuk menjadi berkat di tengah kehidupan masyarakat sebelum melaksanakan berbagai agenda sosial yang menunjang tujuan pembangunan berkelanjutan. Untuk itulah para pemimpin gereja memegang peran yang sangat penting untuk menghidupkan dan menjalankan sikap keramahtamahan sebagai gaya hidup sehari-hari lalu dilanjutkan dengan menyiapkan berbagai rencana agenda sosial untuk masyarakat.

Bass & Ringgo menyatakan bahwa terjadi ledakan minat terhadap kepemimpinan di dunia (Bernard M. Bass & Riggio, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa hal kepemimpinan menjadi hal yang penting dan serius serta peran yang strategis dalam suatu organisasi, perusahaan, atau lembaga yang ada di masyarakat. Salah satu model kepemimpinan yang paling populer dan dipelajari secara luas adalah Transformational Leadership atau kepemimpinan transformasi (B. M. Bass, 1985; Burns, 1978). Konsep Transformational Leadership ini dapat dijadikan sebagai suatu konsep advisory (memberikan saran atau masukan) kepada para anggota suatu organisasi (Nandedkar, Mbindyo, & O�Connor, 2020).

Untuk itulah Transformational Leadership hadir sebagai motor penggerak di dalam gereja untuk dapat menjalankan fungsinya di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Transformational Leadership diperlukan oleh para pemimpin gereja untuk memotivasi orang lain untuk melakukan lebih dari pada yang biasa mereka lakukan dan bayangkan sebelumnya. Para pemimpin transformasional cenderung untuk lebih berkomitmen, memberdayakan para pengikutnya, dan memberikan perhatian (motivasi) agar para pengikutnya membangun potensi kepemimpinan yang mereka miliki (Bernard M. Bass & Riggio, 2006). Transformational Leadership mampu mendorong terjadinya keberhasilan dalam suatu organisasi dalam pencapaian tujuan atau kinerja organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Nguyen & Luu, 2019). Lebih dari itu (Hamza, Alshaabani, Salameh, & Rudnak, 2022) menyatakan bahwa Transformation Leadership sangat memengaruhi niat para anggota organisasi untuk mendukung proses transformasi atau perubahan yang dilakukan.

Lebih lanjut, Bass menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) ciri-ciri Transformational Leadership antara lain idealized influence, inspirational motivation, individualized consideration, dan intellectual stimulation (B. M. Bass, 1985). Selain itu, ada pula beberapa prinsip dari Transformation Leadership. Rees menyampaikan ada 7 (tujuh) prinsip yang terdapat dalam Transformation Leadership yang dapat menciptakan sinergi kekuatan di dalam suatu organisasi (Rees, 2001). Prinsip-prinsip tersebut akan membantu para pemimpin gereja untuk menjalankan Sustainable Development Goals untuk masyarakat di limgkungan sekitar atau bagi kota dan negara tempat bertumbuhnya organisasi gereja.

Beberapa karakteristik dari Transformation Leadership yang perlu diperhatikan dalam implementasi Sustainable Development Goals yaitu a change agent, courage, a belief in people, being value-driven, life-long learners, visionaries, dan the ability to deal with complexity, ambiguity, and uncertainty (Tichy & Devanna, 1986). Berbagai karakteristik tersebut perlu melekat pada seorang pemimpin gereja supaya implementasi Sustainable Development Goals dapat terlaksana dengan baik sebab ini merupakan proses perubahan dari sekedar jemaat menjadi makhluk sosial yang memainkan peran di dalam kehidupan bermasyarakat dengan kontribusi yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Transformation Leadership bukan saja dipraktikkan oleh para pemimpin gereja tetapi dapat juga dipelajarai oleh para anggota gereja agar mereka dapat mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimiliki mereka sehingga mereka dapat menjadi calon-calon pemimpin pada berbagai tingkatan dalam organisasi gereja. Peran penting para pemimpin gereja dengan transformation leadership menjadikan proses transformasi di internal organisasi gereja dengan visi yang jelas yaitu menyiapkan, membekali, memimpin, menggerakkan, dan memotivasi para anggotanya terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memfokuskan pada beberapa tujuan dari 17 tujuan yang tersedia.

Setiap organisasi gereja memiliki kapasitas yang berbeda-beda sehingga ini menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agenda tujuan yang dipilih. Beberapa tujuan SDGs yang bisa diambil oleh gereja untuk berperan bagi keberlanjutan masyarakat Indonesia adalah masalah pendidikan berkualitas dan masalah pekerjaan layak. Sebagaimana dipaparkan bahwa angka pengangguran di Indonesia cenderung tinggi di tengah pertumbuhan ekonomi saat ini maka perlu adanya usaha-usaha konkrit untuk membantu menjawab permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi penyebab utamanya.

Di sisi lain, gereja harus terus melakukan usaha-usaha untuk pengembangan kapasitasnya supaya gereja mampu terus melaksanakan tugas dan fungsinya dalam dunia ini. Terlebih lagi di era moderen ini, gereja harus menghadapi begitu banyak tantangan yang tidak semakin sederhana baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Gereja yang enggan untuk melakukan pengembangan kapasitasnya secara dinamis akan tidak menutup kemungkinan bahwa gereja akan mengalami stagnasi, bergerak secara lambat, atau berjalan di tempat. Dengan adanya pengembangan kapasitas secara konsisten maka organisasi gereja semakin dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan tantangan yang terjadi di era yang semakin moderen dan kompleks ini.

Dengan melihat masih adanya gap antara dunia pendidikan (perguruan tinggi) dan dunia bisnis maka gereja dapat menjadi penghubung sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KADIN Indonesia mengenai konsep link and match.Konsep ini dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk meningkatkan relevansi antara lulusan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. Dengan sikap keramahtamahan (hospitality) menjadi modal dan bekal awal bagi orang-orang Kristen untuk menjadi berkat di tengah kehidupan masyarakat sebagai pelaksana konsep link and match.

Dalam hal inilah gereja dapat berperan diri dengan membentuk suatu lembaga atau yayasan yang membantu pihak-pihak perguruan tinggi dan dunia kerja supaya serapan lulusan perguruan tinggi semakin meningkat. Lembaga yang dibentuk oleh gereja itu bisa melakukan identifikasi untuk mendapatkan data-data rendahnya serapan perguruan tinggi di tiap-tiap dunia bisnis seperti: industri perbankan, industri manufaktur, industri ritel, dan industri-industri lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh lembaga tersebut supaya konsep link and match ini dapat berjalan secara optimal sesuai dengan tujuan yang dicapai yaitu (Kemendikbud, 2020):

a.      Penyusunan kurikulum pendidikan sesuai kebutuhan dunia industri. Lembaga ini dapat melakukan identifikasi secara professional mengenai kebutuhan-kebutuhan kompetensi yang diperlukan dunia usaha dan menuangkan dalam bentuk kurikulum yang perlu dipenuhi atau diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

b.     Pemberian kesempatan dosen tamu dari dunia industri secara berkala (tiap semester) supaya penyelenggara pendidikan dapat memahami kondisi dan tantangan yang sedang terjadi di dunia industri.

c.      Perancangan kerja magang dari para mahasiswa di tiap-tiap perusahaan sebagai bentuk kerja nyata untuk memahami ketrampilan (skill) yang perlu dimiliki oleh para mahasiswa sebelum terjun ke dunia kerja.

d.     Peningkatan kompetensi melalui sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Lembaga ini dapat membantu proses persiapan ujian yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa sehingga mereka dapat menyelesaikan ujian dengan optimal dan mendapatkan sertifikat profesional yang menjadi tanda tingkat kompetensi yang dimilikinya.

e.      Perjanjian kerja sama sebagai bentuk komitmen atas penyerapan para lulusan perguruan tinggi oleh para perusahaan sesuai dengan kompetensi-kompetensi yang sudah disepakati bersama.

 

Gereja memiliki sumber daya yang besar untuk bisa memberikan perannya secara signifikan dalam lembaga yang dibentuk tersebut sehingga fungsi sebagai �jembatan� antara dunia pendidikan dan dunia usaha (industri) dapat dilakukan secara optimal.Sebagaimana konsep hospitalitas yang berpusat kepada orang-orang lain (�asing�) maka gereja melalui peran lembaga yang dibentuknya dapat memberikan pelayanan sebagai sang transformator untuk melakukan proses transformasi para sumber daya manusia dari berbagai perguruan tinggi untuk dapat diserap lebih tinggi oleh dunia usaha sesuai dengan kebutuhannya.

Lembaga transformator yang dibentuk oleh gereja ini akan memfokuskan diri pada bidang human resource development (pembangunan sumber daya manusia) dengan mengandalkan tenaga-tenaga profesional yang memiliki pengalaman dunia bisnis yang dikolaborasi dengan dosen-dosen yang berpengalaman di dunia pendidikan dalam penyusunan kurikulum dan kompetensi. Lembaga ini mempunyai tujuan untuk membantu peningkatan daya serap lulusan perguruan tinggi melalui peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dengan implementasi link and match secara optimal. Lembaga ini diharapkan mampu menjalankan 5 (lima) konsep awal yang telah disiapkan oleh Kemendikbud dan mengembangkan sesuai dengan dinamika dunia bisnis sehingga perlu adanya pemahaman konsep dynamic capabilities untuk peningkatan kapasitas secara berkala. Lembaga ini mengedepankan konsep keramahtamahan di antara dunia industri dan dunia pendidikan yang majemuk di masyarakat Indonesia.

 

KESIMPULAN

Gereja tidak bisa berpangku terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia supaya agenda pembangunan berkelanjutan yang telah dicanangkan PBB dan Pemerintah Indonesia dapat terus dijalankan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk gereja dapat berperan pada beberapa bidang sesuai kapasitas yang dimilikinya.Hanya gereja yang mau meningkatkan dan mengembangkan kapasitasnya secara dinamis maka gereja bisa berperan aktif dalam pembangunan bangsa Indonesia seperti halnya bidang pendidikan dan pekerjaan layak. Gereja memandang kedua hal ini sebagai hal yang berkaitan satu dengan lainnya melalui peningkatan daya serap lulusan perguruan tinggi pada berbagai industri bisnis maka menjadi salah satu langkah nyata untuk mendapat pekerjaan-pekerjaan yang layak sebagaimana lulusan perguruan tinggi. Dengan demikian gereja telah menjadikan dirinya sebagai transformator melalui suatu lembaga atau institusi yang menjalankan konsep link and match yang digagas oleh Kemdikbud. Belum optimalnya implementasi konsep ini perlu dijawab oleh lembaga yang dibentuk gereja supaya lembaga ini bisa menjalankan tugasnya secara professional dan menerapkan hospitalitas yang berfokus pada kepentingan orang lain.

 

DAFTAR PUSTAKA

Affairs, D. of E. and S. (2023). The 17 Goals. Retrieved February 20, 2024, from United Nations website: https://sdgs.un.org/goals

Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance beyond Expectations. New York: Collier Macmillan.

Bass, Bernard M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

BPS. (2023a). Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) Menurut Provinsi, 2021-2023. Retrieved from Badan Pusat Statistik website: https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTQ0MyMy/angka-partisipasi-kasar--apk--perguruan-tinggi--pt--menurut-provinsi.html

BPS. (2023b). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,32 persen dan Rata-rata upah buruh sebesar 3,18 juta rupiah per bulan. Retrieved February 20, 2024, from Badan Pusat Statistik2 website: https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2023/11/06/2002/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-32-persen-dan-rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-18-juta-rupiah-per-bulan.html

Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.

Creswell, J. W. (2016). 30 Ketrampilan Esensial untuk Peneliti Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Deddy. (2017). Mencari Solusi Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Sarjana Kita. Retrieved March 22, 2024, from CNN Indonesia website: https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20171026151125-445-251298/mencari-solusi-rendahnya-serapan-tenaga-kerja-sarjana-kita

DPMP. (2017). Sosial. Retrieved February 20, 2024, from DPMP Kota Yogyakarta website: https://pmperizinan.jogjakota.go.id/web/kontent/72/sosial#:~:text=Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah,jenjang pendidikan pada suatu wilayah.

Finaka, A. W. (2017). Kita Indonesia Satu Dalam Keberagaman. Retrieved February 6, 2024, from Indonesia Baik website: https://indonesiabaik.id/infografis/kita-indonesia-satu-dalm-keberagaman

Gareta, S. P. (2022). Apindo: Kesesuaian kompetensi dan wirausaha kunci serapan tenaga kerja. Retrieved March 22, 2024, from Antara website: https://www.antaranews.com/berita/3309038/apindo-kesesuaian-kompetensi-dan-wirausaha-kunci-serapan-tenaga-kerja

Hamza, K. A., Alshaabani, A., Salameh, N., & Rudnak, I. (2022). Impact of transformational leadership on employees� reactions to change and mediating role of organizational trust: Evidence from service companies in Hungary. Problems and Perspectives in Management, 20(2), 522�535. https://doi.org/10.21511/ppm.20(2).2022.43

Indonesia, Sdg. (2024). Apa itu SDGs? Retrieved February 19, 2024, from Kementerian PPN/Bappenas website: https://sdgs.bappenas.go.id/

Investments, I. (2024). Budaya Indonesia. Retrieved February 6, 2024, from Indonesia Investments website: https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/item8

Kariuki, J., & Kilika, J. M. (2017). Organization Capability, Innovation and Competitive Advantage: An Integrative Theoretical Framework Review of Literature. The International Journal of Business & Management, 5(2), 2017.

Karo Karo, D., & Ming, D. (2023). Peran Gereja Di Dalam Pembangunan Transformasional City. Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, Dan Pendidikan, 7(1), 12�27. https://doi.org/10.51730/ed.v7i3.112

Kemendikbud. (2020). Lima Syarat �Link and Match� Pendidikan Vokasi dan Dunia Industri. Retrieved April 7, 2024, from Kemendikbud website: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/09/lima-syarat-link-and-match-pendidikan-vokasi-dan-dunia-industri

Kristianto, P. E. (2022). Perjalanan Maraton Menuju 2030: Menyelamatkan Bumi, Menggapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dari Sisi Pemikiran Ekofeminisme. Jurnal Dekonstruksi, 6(1), 233�266.

Krzakiewicz, K., & Cyfert, S. (2018). Potential for Imitation as a Dynamic Capability of Organisation. Management, 22(1).

Limanseto, H. (2021). Pemerintah Tetap Berkomitmen Jalankan Pembangunan Berkelanjutan di tengah Pandemi. Retrieved February 20, 2024, from Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian website: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3080/pemerintah-tetap-berkomitmen-jalankan-pembangunan-berkelanjutan-di-tengah-pandemi

Machmudin, B. (2016). Presiden Jokowi Ajak Peran Aktif Institusi Audit Mengawal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Retrieved February 20, 2024, from SDG Bappenas website: https://sdgs.bappenas.go.id/presiden-jokowi-ajak-peran-aktif-institusi-audit-mengawal-tujuan-pembangunan-berkelanjutan/

Merriam, S. B., & Tisdell, E. J. (2019). Qualitative Research in Practice: Examples for Discussion and Analysis (2nd Edition). New Jersey: Jossey-Bass.

Mutavhadsindi, M. A., & Meiring, P. G. J. (2014). Church planting in South Africa: The role of the Reformed Church Tshiawelo. Verbum et Ecclesia, 35(1), 1�7. https://doi.org/10.4102/ve.v35i1.424

Nandedkar, A., Mbindyo, M., & O�Connor, R. J. (2020). Advisor Transformational Leadership and its impact on advisees: A conceptual analysis. Journal of High Education Theory and Practice, 20(14), 156�170.

Nguyen, T. T. N., & Luu, T. M. N. (2019). Linking transformational leadership and organizational performance: An empirical investigation of manufacturing firms in Vietnam. Economics and Sociology, 12(2), 170�191. https://doi.org/10.14254/2071-789X.2019/12-2/10

Pello, S. H. A., Sunardi, P., & Nayoan, J. (2021). Peran Gereja dalam Pembangunan Karakter sebagai Bentuk Tanggung Jawab Membangun Bangsa. Prosiding Pelita Bangsa, 1(2), 156. https://doi.org/10.30995/ppb.v1i2.515

Rees, E. (2001). Seven Principles of Transformational Leadership -- Creating A Synergy of Energy. Retrieved February 15, 2024, from Pastors.com website: https://cicministry.org/commentary/issue85_warren_article.pdf

Renwarin, J, J. M., Aji, W. W., Weley, A. B., & Tannady, H. (2022). Does Dynamic Capability, Managerial Competency And Organization Capability Still Relevant On Business Sustainability: Study Of Indonesia Freight Forwarding Industry. Proceeding International Conference on Entrepreneurship (IConEnt) Sustainability Of Cultural Entrepreneurship.

Santia, T. (2023). Ketua Kadin: Lulusan Universitas Masih Jadi Kontributor Pengangguran Terbuka. Retrieved March 22, 2024, from Liputan6 website: https://www.liputan6.com/bisnis/read/5226313/ketua-kadin-lulusan-universitas-masih-jadi-kontributor-pengangguran-terbuka

Sejati, D. W. (2023). Daya Serap Masih Rendah, Sejumlah PTS Upayakan Lulusannya Bisa Dapat Kerja. Retrieved March 22, 2024, from Solo Pos website: https://news.solopos.com/daya-serap-masih-rendah-sejumlah-pts-upayakan-lulusannya-bisa-dapat-kerja-1545874

Shiba, S., & Walden, D. (2007). Four Practical Revolutions in Management: System Fo Creating Unique Organizational Capability. Four Practical Revolutions in Management. Massachusets: CRC Press.

Steenkamp, Y., & de Jongh, D. (2021). Hospitality as a pivotal value in leadership: A transdisciplinary engagement with the case of chief albert luthuli. HTS Teologiese Studies / Theological Studies, 77(4), 1�10. https://doi.org/10.4102/hts.v77i4.6774

Sutera, D. H. A. (2021). Peran Gereja Katolik Dalam Pembangunan Nusantara. Retrieved February 20, 2024, from Binus University website: https://student-activity.binus.ac.id/kmk/2021/08/peran-gereja-katolik-dalam-pembangunan-nusantara/

Teece, D. J. (2009). Dynamic Capabilities and Strategic Management. Revista Brasileira de Lingu�stica Aplicada. Oxford: Oxford University Press. Retrieved from https://revistas.ufrj.br/index.php/rce/article/download/1659/1508%0Ahttp://hipatiapress.com/hpjournals/index.php/qre/article/view/1348%5Cnhttp://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500799708666915%5Cnhttps://mckinseyonsociety.com/downloads/reports/Educa

Teece, David J., Pisano, G., & Shuen, A. (2009). Dynamic Capabilities and Strategic Management. Knowledge and Strategy, 18, 77�116.

Tichy, N. M., & Devanna, M. A. (1986). The Transformational Leader. Training & Development Journal, 40(7), 27�32.

Yong, A. (2008). Hospitality and The other - Pentecost, Christian Practices, and The Neighbor. New York: Orbis Books.

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).