Implementasi
Teologi Hospitalitas Oleh Gereja Masa Kini Bagi Keberlanjutan Masyarakat
Indonesia
The Implementation of Hospitality Theology by
the Church Today for the Sustainability of Indonesia Society
Roni Kurniawan
Sekolah Tinggi
Teologi International Harvest, Indonesia
Email:
[email protected]
*Correspondence: Roni Kurniawan
10.59141/comserva.v4i5.1903 |
ABSTRAK Gereja merupakan organisasi keagamaan yang bersifat nirlaba yang hidup dan bertumbuh di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Kehadiran
gereja dalam komunitas besar tersebut bukan hanya sibuk
bagi dirinya sendiri namun gereja memiliki tugas dari Tuhan untuk memberikan dampak dan manfaat bagi lingkungan sekitarnya, kotanya, dan juga bagi negara secara umum untuk mencapai
tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals). Untuk itulah para pemimpin gereja perlu menyadari peranannya sebagai motor penggerak bagi seluruh anggota gereja untuk mengimplementasikan sifat keramahtamahan sebagaimana yang
Kristus ajarkan selama pelayanan-Nya dalam
dunia ini. Masih ada para pemimpin
gereja yang tidak menyadari hal tersebut sehingga fungsi gereja mengalami
tantangan secara serius. Di era moderen ini, gereja perlu mengembangkan
kapasitasnya sebagai organisasi bahkan hal tersebut perlu untuk dilakukan
secara dinamis. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara
mendalam mengenai pentingnya implementasi teologi keramahtamahan bagi
keberlanjutan masyarakat Indonesia dalam bentuk berbagai kegiatan sosial
untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan khususnya pada bidang
pendidikan dan pekerjaan layak. Keramahtamahan menjadi jembatan yang
menghubungkan kasih Allah bagi semua orang yang diwujudkan dalam aksi nyata
membangun negeri untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Negeri
yang menyiapkan tempat tinggal yang ramah bagi generasi penerus bangsa di
kemudian hari. Kata kunci: keramahtamahan,
sustainable development goals, kapasitas organisasi. |
|
ABSTRACT The
Church is a non-profit religious organization that lives and grows in the
midst of the life of the people of Indonesia. The presence of the church in
the large community is not only busy for itself but the church has a duty
from God to provide impact and benefits to the surrounding environment, the
city, and also for the country in general to achieve the sustainable
development goals (sustainable development goals). For this reason, church
leaders need to realize their role as a driving force for all church members
to implement the hospitality that Christ taught during His ministry in this
world. There are still church leaders who are not aware of this so that the
function of the church is seriously challenged. In this modern era, the
church needs to develop its capacity as an organization and it needs to be
done dynamically. This research aims to provide an in-depth overview of the
importance of implementing hospitality theology for the sustainability of
Indonesia society in the form of various social activities to achieve
sustainable development goals, especially in the fields of education and
decent work. Hospitality is a bridge that connects God's love for all people
which is manifested in concrete actions to build the country to achieve
sustainable development goals. A country that prepares a friendly place to
live for the next generation of the nation in the future. Keywords: hospitality, sustainable development goals, organizational capacity. |
PENDAHULUAN
Gereja merupakan organisasi keagamaan yang bersifat nirlaba yang hidup dan bertumbuh di tengah-tengah kehidupan
masyarakat Indonesia. Kehadiran gereja
dalam komunitas besar tersebut bukan hanya sibuk bagi
dirinya sendiri namun gereja memiliki tugas dari Tuhan untuk memberikan dampak dan manfaat bagi lingkungan
sekitarnya, kotanya, dan
juga bagi negara secara umum.
Indonesia merupakan
negara kepulauan dengan keragaman
budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan,
agama, dan bahasa. Bhinneka
Tunggal Ika sebagai semboyan
menunjukkan sekalipun
Indonesia memiliki keragaman budaya
namun yang terpenting adalah Indonesia tetap satu. Keragaman
Indonesia dapat dilihat dari 1340 suku yang ada di dalamnya, 2500 bahasa
daerah, dan 6 agama. Itu semua merupakan kekayaan dan keindahan bangsa yang
besar ini (Finaka, 2017). Atas dasar itulah, Pemerintah Indonesia terus
mendorong keberagaman tersebut menjadi suatu kekuatan untuk membangun,
mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk menuju indonesia yang lebih baik.
Indonesia memiliki lebih dari
17.000 pulau yang didiami oleh sekitar 255 juta penduduk, itulah sebabnya
negara ini disebut sebagai negara kepulauan Jumlah penduduknya yang besar itu
telah menempatkan Indonesia pada urutan keempat sebagai negara dengan jumlah
populasi yang terbesar di dunia. Selain itu, angka ini juga menunjukkan adanya
banyak keanekaragaman budaya, etnis, agama maupun linguistik yang dapat
ditemukan di dalam negara ini. Keberagaman budaya tersebut dapat dilihat mulai
dari ritual agama Hindu di pulau Bali hingga�
pemberlakuan hukum syariah (secara parsial) di Aceh, dan gaya hidup para
pemburu-pengumpul di pulau Mentawai (Investments, 2024).
BPS juga menyatakan bahwa Angka
Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi menurut Propinisi menunjukkan angka
rata-rata sebesar 34,44%, dengan nilai terendah pada 18.19% dan angka tertinggi
74,08% (BPS, 2023a). Angka�
Partisipasi� Kasar� (APK) didefinisikan sebagai� proporsi�
peserta didik pada� suatu� jenjang�
pendidikan tertentu� dalam� kelompok�
umur yang� sesuai� dengan�
jenjang pendidikan� tersebut.� Semakin tingginya nilai APK menunjukkan bahwa
semakin banyak peserta didk yang duduk di bangku jenjang pendidikan tersebut
pada suatu wilayah (DPMP, 2017). Dilihat dari angka ketenagakerjaan pada tahun
2023 menunjukkan bahwa angka pengangguran sebesar 5,32% atau 7,86 juta orang
dari Angkatan Kerja sebanyak 147,71 juta pada Agustus 2023 (BPS, 2023b).
Salah satu penyebab masih
tingginya angka pengangguran tersebut dikarenakan masih rendahnya serapan
tenaga kerja yang berpendidikan Sarjana (Deddy, 2017). Rendahnya serapan tenaga
kerja tersebut ditengarai karena adanya gap kesesuaian antara kompetensi dan
dunia kerja (Gareta, 2022). Untuk itulah Arsjad Rasjid selaku Ketua KADIN
Indonesia meminta untuk memperhatikan link
and match agar gap antara kebutuhan industri dan kapasitas lulusan
perguruan tinggi (Santia, 2023). Dalam hal ini perlu peran perguruan tinggi
sangat penting dalam mengupayakan agar lulusannya dapat memperoleh pekerjaan
yang layak dan sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis (Sejati, 2023). Ini
menjadikan
Dari beberapa data-data
tersebut maka perlunya perhatian dan usaha untuk memperbaiki berbagai kondisi
tersebut. Itulah sebabnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi
dunia telah melahirkan serangkaian program yang disebut dengan Sustainability Development Goals (SDGs).
SDGs ini merupakan serangkaian tujuan yang dicanangkan untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik bagi semua orang yang ada di dunia ini bahkan untuk hidup yang
lebih berkelanjutan termasuk Indonesia yang merupakan anggota dari PBB
(Indonesia, 2024). Terdapat 17 (tujuh belas) tujuan dari SDGs tersebut antara
lain: Tanpa Kemiskinan; Tanpa Kelaparan; Kehidupan Sehat dan Sejahtera;
Pendidikan Berkualitas;� Kesetaraan
Gender; Air Bersih dan Sanitasi Layak; Energi Bersih dan Terjangkau; Pekerjaan
Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; Industri, Inovasi dan Infrastruktur;
Berkurangnya Kesenjangan; Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; Konsumsi dan
Produksi yang Bertanggung Jawab; Penanganan Perubahan Iklim; Ekosistem Lautan;
Ekosistem Daratan; Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; dan
Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.
Gereja sebagai sebuah
organisasi yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia perlu menjalankan
perannya sebagai terang dan garam bagi bangsa ini. Gereja memiliki tanggung
jawab besar untuk terlibat dalam berbagai bidang yang dapat memberikan manfaat
dan dampak di tengah masyrakat majemuk yang belum mengenal Yesus Kristus (Karo
Karo & Ming, 2023). Gereja perlu mengambil peran untuk memperbaiki dan
membangun Indonesia ke arah yang lebih baik dalam bentuk partisipasi konkrit
untuk mewujudkan kabar gembira Kristus bagi seluruh komponen bangsa di dalam
berbagai bidang kehidupan (Sutera, 2021). Dengan demikian gereja dapat menjadi
saksi Kristus yang memberikan pengaruh positif demi terciptanya keharmonisan
dan kerukunan di tengah-tengah masyarakat ini (Pello, Sunardi, & Nayoan,
2021) dengan memfokuskan pada agenda-agenda yang memiliki urgensi sebagaimana
halnya dengan bidang pendidikan dan pekerjaan yang layak bagi masyarakat
Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai peran gereja-gereja dapat berperan dalam Sustainable Development Goals (SDGs)
untuk masyarakat Indonesia yang majemuk ini dengan transformation leadership yang ada dalam diri para pemimpinnya.
METODE PENELITIAN
Penulisan ini menggunakan
metodologi kualitatif deskriptif (Creswell, 2016; Merriam & Tisdell, 2019).
Dalam pengumpulan dan analisa data, peneliti melakukan kajian pustaka pada
berbagai buku dan jurnal yang relevan dengan judul penelitian ini sebagai suatu
konstruksi teologis mengenai peran transformational
leadership dalam implementasi Sustainable
Development Goals (SDGs) untuk pembangunan masyarakat Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapabilitas Organisasi dan Kapabilitas Dinamis bagi Organisasi Gereja
Kapabilitas organisasi adalah
kemampuan yang dibutuhkan organisasi bisnis dan gereja karena mereka mengalami
perubahan yang semakin cepat dan kompleks. Disrupsi teknologi, globalisasi
pasar, dan perubahan sosial menuntut organisasi untuk beradaptasi dan berinovasi
agar dapat bertahan dan berkembang. Teknologi, seperti satelit dan internet,
memungkinkan informasi dan tren menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Konsep
globalisasi semakin mendominasi, di mana perusahaan-perusahaan beroperasi
secara lebih luas dan terhubung secara global. Kecepatan ini tidak hanya
mencakup bisnis tetapi juga memengaruhi semua aspek kehidupan, menciptakan
tantangan dan peluang yang harus dihadapi secara cepat dan adaptif. Menurut
David J. Teece, dkk kapabilitas organisasi adalah kemampuan yang telah terbukti
dan berpotensi untuk mencapai tujuan, meskipun menghadapi hambatan dari
lingkungan atau persaingan, apapun yang hendak dilakukan (David J. Teece,
Pisano, & Shuen, 2009).
Hal ini menegaskan pada
kemampuan yang kuat dan Tangguh dari sebuah organisasi untuk mencapai hasil
yang diinginkan, terlepas dari tantangan yang mereka hadapi. Menurut Kazimierz
& Cyfert setiap organisasi memiliki sumber daya unik seperti kompetensi,
kapabilitas dinamis dan sumber daya intelektual termasuk potensi inovasi dan
imitasi, yaitu mekanisme yang digunakan oleh organisasi untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau strategi yang berhasil diterapkan oleh
organisasi yang lain (Krzakiewicz & Cyfert, 2018). Mereka menggarisbawahi
pentingnya pengakuan terhadap sumber daya unik setiap organisasi, seperti
kompetensi dan kapabilitas dinamis, serta kemampuan untuk memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan serta strategi melalui mekanisme inovasi dan imitasi.
Renwarin, et.al dalam temuan
penelitian mereka menyebutkan selain kompetensi manajerial maka kapabilitas
organisasi memampukan organisasi mengelola peluang, menyesuaikan operasional
dan mencapabi dampak positif terhadap kelanjutan bisnis (Renwarin, J, Aji,
Weley, & Tannady, 2022). Dalam hal ini Renwarin, dkk., menyoroti pentingnya
kapabilitas organisasi selain kompetensi manajerial dalam mengelola peluang,
menyesuaikan operasional, dan menghasilkan dampak positif terhadap kelangsungan
bisnis. Jane Kareuki dan James M. Kilika dalam studi mereka menyebut untuk
mempertahanakan keuntungan kometitif sebuah organisasi maka tidak cukup hanya
memeiliki keunikan sumber daya yang dimiliki Perusahaan, tetapi juga harus
mengembangkan kemampuan-kemampuan baru sebagai faktor penentu (Kariuki &
Kilika, 2017). Pemanfaatan kompetensi yang berbeda dan melibatkan inovasi
tekonfigurasi merupakan keharusan untuk mewujudkannya, dan hal ini tidak
memberi ruang kepada para pesaing untuk meniru.
Shoji Shiba dan David Walden
menawarkan empat pendekatan dalam konteks revolusi konsep berpikir manajemen
bagi organisasi perusahaan. pertama, fokus pada pelanggan dan memenuhi
kebutuhan mereka. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu bereaksi cepat terhadap
perubahan kebutuhan pelanggan dan memusatkan sumber daya terbatas mereka pada
kegiatan yang memuaskan pelanggan; kedua, organisasi harus mencari peningkatan
berkelanjutan dalam proses yang menghasilkan produk dan layanan berkualitas
tinggi. peningkatan berkelanjutan melibatkan penggunaan pendekatan ilmiah untuk
melakukan perbaikan, melakukan perbaikan bertahap untuk cepat berada di pasar
dan mendapatkan pengalaman nyata, serta melakukan perbaikan secara iteratif
untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih tinggi. ketiga, harus mencari
partisipasi penuh dari karyawan mereka. Semua kemampuan dari semua anggota
perusahaan harus digunakan jika perusahaan ingin melakukan perbaikan
berkelanjutan dan mencari kepuasan pelanggan; keempat, harus berpartisipasi dalam
jejaring sosial� untuk menghindari
penyusunan ulang metode, mengimplementasikan praktik kualitas lebih cepat, dan
menciptakan budaya kualitas di mana berbisnis (Shiba & Walden, 2007).
Transformasi dimulai dari
tindakan individu. Hal ini diperlukan untuk mengubah fokus pekerjaan dari
sekadar menyelesaikan tugas menjadi memuaskan pelanggan, dengan memberikan
karyawan alat yang dibutuhkan. Pada tingkat kelompok kerja, tujuannya adalah mengintegrasikan
pekerjaan rutin dan perbaikan dengan fokus pada proses. Ini dapat dicapai
melalui pembelajaran tim, kerjasama, sistem yang menjadikan pekerjaan rutin dan
perbaikan sebagai bagian dari pekerjaan, dan memberikan waktu untuk perbaikan.
Pada tingkat organisasi, tujuannya adalah menggabungkan perbaikan inovatif
dengan tujuan korporat dan memobilisasi seluruh perusahaan untuk mengejar
tujuan tersebut secara sistematis. Pada tingkat wilayah/Industri/global
organisasi belajar dengan lebih efisien dan mampu mencapai perbaikan yang
diinginkan ketika mereka dengan jelas mengidentifikasi aspek lingkungan
eksternal yang memberikan motivasi dan dukungan.� Kapabilitas organisasi penting dalam
menghadapi perubahan cepat dan kompleks. Teknologi dan globalisasi mendorong
adaptasi dan inovasi. Penting untuk mengakui dan mengembangkan sumber daya unik
organisasi seperti kompetensi dan potensi inovasi. Renwarin, dkk., menyoroti
peran kapabilitas organisasi dalam mengelola peluang dan kelangsungan bisnis.
Kareuki & Kilika menekankan pentingnya pengembangan kemampuan baru untuk
mempertahankan keunggulan kompetitif. Shiba & Walden menawarkan pendekatan
untuk transformasi kapabilitas organisasi dari individu hingga tingkat global.
David J. Teece mendefinisikan kapabilitas dinamis sebagai the firm�s
ability to integrate, build, and reconfigure internal and external competencies
to address rapidly changing environments.�
Dalam bukunya, Teece memakai
istilah to
sense, seize, and adapt to generate and exploit internal and external
enterprise-specific competences (D. J Teece, 2009). Kemampuan mengidentifikasi perubahan dan peluang
di lingkungan eksternal. Perusahaan dengan kemampuan sensing yang kuat terampil
dalam memantau tren pasar, preferensi pelanggan, dan perkembangan teknologi.
Seizing adalah kemampuan untuk dengan cepat dan efektif memanfaatkannya hasil
identifikasi di atas. Hal ini melibatkan pengambilan keputusan strategis,
alokasi sumber daya, dan tindakan untuk mengejar peluang yang telah
diidentifikasi. Sedangkan rekonfigurasi adalah kemampuan untuk mengubah ulang
sumber daya dan kemampuan yang sudah ada dalam perusahaan untuk sejalan dengan
tujuan strategis yang baru. Melibatkan restrukturisasi organisasi, perubahan
proses bisnis, atau perolehan keterampilan dan pengetahuan baru (David J. Teece
et al., 2009).
Ketika diterapkan pada
organisasi gereja, konsep kapabilitas organisasi menggarisbawahi pentingnya
adaptasi dan inovasi dalam konteks spiritual dan sosial. Gereja harus mengenali
sumber daya uniknya, termasuk kompetensi dalam pengajaran agama, pelayanan pastoral,
dan pengelolaan keuangan, serta potensi inovasi dalam menciptakan
program-program yang relevan dengan kebutuhan jemaat dan masyarakat yang mereka
layani. Renwarin, dkk., menekankan pentingnya kapabilitas organisasi dalam
mengelola peluang dan kelangsungan bisnis, yang dalam konteks gereja dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan merespons kebutuhan
spiritual dan sosial umat dengan cara yang relevan dan bermakna. Sementara itu,
konsep kapabilitas dinamis, seperti yang didefinisikan oleh David J. Teece,
menyoroti pentingnya gereja untuk memantau dan merespons perubahan dalam
nilai-nilai dan kebutuhan spiritual masyarakat dengan cepat dan efektif. Hal
ini dapat mencakup penyesuaian dalam penyampaian pesan agama, struktur pelayanan
gereja, dan strategi penginjilan untuk tetap relevan dan efektif dalam mencapai
tujuan misi gereja. Dengan menerapkan konsep-konsep ini, gereja dapat
memperkuat kapabilitasnya dalam memenuhi panggilan mereka untuk melayani dan
membawa transformasi dalam komunitas mereka.
Gereja adalah sebuah institusi
rohani yang digagas oleh Tuhan Yesus sendiri, ketika Ia masih berada di dunia
ini. Tujuannya untuk menjadi perwakilan �kerajaan surga�, atau untuk lebih
mudah dipahami dapat disamakan artinya dengan kedutaan yang ada di sebuah
negara untuk mewakili negara asalnya secara administratif. Referensi tentang
Tuhan Yesus sebagai penggagas gereja dapat dilihat di Matius 16:18 yaitu �Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah
Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut
tidak akan menguasainya�. Ayat ini dipercaya sebagai �benih� dari konsep
gereja yang Tuhan percayakan kepada Petrus. Dari konsep gereja yang
digagas-Nya, Tuhan Yesus juga merupakan Kepala gereja, sebagaimana tulisan
Paulus pada Efesus 5:23, �Karena suami
adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat ..�.
Secara etimologi kata �gereja�
diambil dari bahasa Portugis: igreja,
yang berasal dari bahasa Yunani: εκκλησία (ekkl�sia) yang berarti dipanggil keluar
(ek = keluar; klesia dari kata kaleo =
memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia. Ekklesia dalam
Perjanjian Baru biasanya diterjemahkan sebagai "jemaat".
Istilah ini muncul dalam 2 ayat dari Injil Matius, 24 ayat dari Kisah Para
Rasul, 58 ayat dari surat-surat Rasul Paulus, 2 ayat dari surat Ibrani, 1 ayat
dari surat Yakobus, 3 ayat dari surat Yohanes yang ketiga, dan 19 ayat dari
kitab Wahyu.
Gereja sebagai organisasi
dapat mulai dilihat pada zaman Yunani-Romawi. Pada saat iyu, ekklesia digunakan
untuk merujuk suatu pertemuan sah, atau disebut badan kepengurusan, tempat
mereka berkumpul untuk berdiskusi dan mengambil keputusan mengenai urusan
publik. Sejak awal pada zaman Pythagoras, kata ini mengandung makna lain yaitu
komunitas dengan kepercayaan yang sama. Makna inilah yang dipakai dalam
terjemahan bahasa Yunani untuk Alkitab Ibrani (disebut Septuaginta), dan
kemudian digunakan pula oleh komunitas Kristen untuk merujuk pertemuan para
orang percaya.
Gereja terbentuk menjadi
sebuah organisasi melalui proses natural dengan di dasari tuntutan kebutuhan.
Ketika jumlah orang percaya bertumbuh dan terus semakin banyak, maka dibutuhkan
pengorganisasian yang baik agar semua peran gereja dapat berjalan sebagaimana
seharusnya. Atas dasar itulah struktur organisasi dibuat, dan menjadi
organisasi keagamaan resmi untuk �memayungi� gereja secara hukum.
Secara natur, gereja dalam
konteksnya sebagai organisasi Kristen tentunya mempunyai fungsi dan tujuan.
Rujukan yang menjadi landasan fungsi dan tujuan gereja dapat dilihat pada ayat
Kisah Para Rasul 2: 42-47, ayat itu menceritakan tentang cara hidup jemaat yang
pertama, inilah yang menjadi rujukan mengenai fungsi dan tujuan gereja. Gereja
mempunyai dua fungsi utama, yaitu: secara adminitratif menaungi seluruh
kepentingan jemaat serta kegiatan pelayanannya; yang kedua adalah mengkordinir
supaya terlaksananya tri fungsi gereja, yaitu: Kainonia (Persekutuan) Kisah
Para Rasul 2:42, Diakonia (Melayani) Kisah Para Rasul 2: 45, dan Marturia
(Bersaksi) Kisah Para Rasul 2: 47
Gereja bukan lagi sebuah
institusi yang diam atau property saja tetapi sebuah movement. Gereja harus
selalu bergerak dan terus menyelaraskan langkah mengikuti alur kehendak Tuhan
mengenalkan Yesus kepada seluruh dunia. Gereja yang merupakan gerakan ini akan
menjadi sebuah sistem yang tidak bisa dihentikan dan terus berkembang ke segala
arah untuk membawa kemuliaan bagi Allah (Susanto, 2019).
Teologi Hospitalitas
Teologi Hospitalitas atau
keramahtamahan memiliki nilai yang sama pentingnya dengan nilai pada teori
kepemimpinan karena memiliki dampak relasionalitas yang semakin besar sebagai
respons terhadap peningkatan kompleksitas yakni keberagaman budaya, sosial,
ekonomi (Steenkamp & de Jongh, 2021). Steenkamp & de Jongh (2021)
juga� menyatakan bahwa keramahtamahan
sebagai jalan keluarnya bagi organisasi mungkin terlibat dengan keberbedaan
radikal itu yang rutin mereka temui pada masa global, multisektor, dan/atau kolaborasi
antar organisasi. Inilah kondisi yang dihadapi organisasi-organisasi gereja
saat ini di tengah kemajemukan di negara Indonesia baik dari sisi agama, suku,
sosial, dan budaya. Di sisi lain, kepemimpinan telah memainkan peran penting
dalam membawa gereja ke dalam proses pertumbuhan dan penanaman gereja
(Mutavhadsindi & Meiring, 2014). Orang-orang Kristen telah diajar,
dimotivasi dan dilibatkan dalam misi pelayanan.
Hospitality merupakan
teologi keramahtamahan yang menghubungkan konsep keramahtamahan dengan
pluralisme agama dan ide ini muncul dari konsultasi Dewan Gereja-gereja
sedunia. Amos Yong menyatakan bahwa keramahtamahan berperan penting dalam
memahami Kekristenan dalam memandang agama-agama lain di dunia ini termasuk
Indonesia di dalamnya (Yong, 2008). Lebih lanjut Amos Yong juga menyatakan
bahwa seluruh teologi Kristen tentang agama-agama lain sebenarnya berasal dari
serangkaian praktik atau pilihan sikap terhadap kepercayaan lain. Itu sebabnya
Amos Yong menemukan kaitan antara keyakinan yang dipercaya oleh orang Kristen
dan praktik-praktik yang dilakukannya dalam berinteraksi dengan para penganut
dari agama-agama lain.
Tujuan utama dari hospitality yang dikemukakan oleh Amos
Yong adalah untuk menunjukkan pentingnya keramahtamahan antar agama dalam dunia
yang sering kali konfliktual dan untuk mendorong refleksi mendalam mengenai
keyakinan Kristen terhadap keramahtamahan tersebut. Dalam hal tersebut, Amos
Yong menggunakan kerangka kerja Pneumatologis sebagai dasar kaitan kedua hal
tersebut. Dengan demikian peran Roh Kudus dapat membuka perspektif baru dalam
memahami hubungan antara Kekristenan, agama-agama lain, dan berbagai kelompok
masyarakat yang ada hidup berdampingan dalam suatu bangsa.
Umat Kristen di Indonesia perlu
menyatakan keramahtamahan Ilahi yang mengasihi semua warga negara Indonesia
sampai pada titik menyerahkan hidup demi kepentingan orang lain agar dapat
berdamai dengan mereka dan agar mereka pada gilirannya dapat berdamai dengan
Allah. Kasih Allah menjadi warna tersendiri yang ditunjukkan kepada masyarakat
Indonesia sehingga mereka dapat mengenal dan memahami dalamnya kasih Allah bagi
manusia. Kasih Allah yang telah diterima oleh umat Kristen bukan untuk
dinikmati secara eksklusif oleh mereka sendiri namun perlu disalurkan atau
diteruskan kepada semua orang.
Sustainable Development Goals (SDGs)
Pada sidang umumnya, PBB telah
memutuskan untuk melanjutkan Millenium
Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada tahun 2015 lalu dengan
Agenda Pembangunan 2030 yang lebih komprehensif dengan mencapai Sustainable Development Goals
(Kristianto, 2022). PBB memiliki sebuah divisi yang dibentuk untuk menangani
secara khusus SDGs di seluruh di dunia yaitu Division for Sustainable Development Goals (DSDG). DSDG memainkan
peran kunci dalam melakukan evaluasi implementasi Agenda 2030 di seluruh sistem
PBB termasuk kegiatan advokasi dan penjangkauan yang berkaitan dengan SDGs.
Untuk mewujudkan Agenda 2030,
kepemilikan luas terhadap SDGs harus diwujudkan dalam bentuk komitmen yang kuat
untuk seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tujuan global. DSDG
sendiri memiliki tujuan untuk membantu memfasilitasi keterlibatan ini (Affairs,
2023). Setiap tahun, Sekretaris Jenderal PBB menyajikan laporan kemajuan SDG
tahunan, yang dikembangkan melalui kerja sama dengan sistem yang dimiliki PBB,
dan berdasarkan kerangka indikator global serta data yang dihasilkan oleh
sistem statistik nasional dan informasi yang dikumpulkan di tingkat regional.
Bagi Indonesia sendiri,
pemerintah telah terus berupaya dalam mengimplementasikan SDGs yang berwawasan
lingkungan melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah untuk
mendorong hal ini dalam kegiatan pembangunan tiap tahunnya. Bahkan Presiden
Joko Widodo mengatakan bahwa hal ini merupakan bentuk komitmen global yang
harus bersama-sama diwujudkan untuk itu perlu peran aktif dari
institusi-institusi audit untuk meningkatkan partisipasinya dalam membantu
pemerintah guna mewujudkan tujuan pembangunan SDGs tersebut (Machmudin, 2016).
Pemerintah Indonesia terus
berkomitmen untuk melaksanakan SDGs (tujuan pembangunan berkelanjutan) sesuai
dengan aturan RPJMN 2020-2024. Pembangunan berkelanjutan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia telah ditetapkan sebagai salah satu aspek yang memiliki
tujuan untuk memberikan akses pembangunan secara adil, inklusif, dan menjaga
lingkungan hidup. Melalui SDGs tersebut, pemerintah Indonesia berharap dapat
meningkatkan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Limanseto, 2021).
Implementasi Teologi Hospitalitas yang digerakkan oleh para pemimpin gereja
untuk mencapai keberlanjutan masyarakat Indonesia
Teologi keramahtamahan yang
berpusat pada orang asing dan bukan berpusat pada gereja menghasilkan praktik
misionaris harus dipahami secara mendalam oleh para pemimpin gereja dan para
umat Allah. Di sinilah pentingnya peran kepemimpinan dalam menggerakkan umat
Kristen dalam melaksanakan praktik keramahtamahan tersebut. Praktik
keramahtamahan yang bersifat individual dan antarpribadi ke bentuk-bentuk
kolaborasi seperti yang dapat diwujudkan oleh tiap-tiap organisasi gereja
menjadi praktik gerejawi yang konkrit dari teologi keramahtamahan dan misi yang
berpusat pada orang �asing�.
Sikap keramahtamahan (hospitality) menjadi modal dan bekal
awal bagi orang-orang Kristen untuk menjadi berkat di tengah kehidupan
masyarakat sebelum melaksanakan berbagai agenda sosial yang menunjang tujuan
pembangunan berkelanjutan. Untuk itulah para pemimpin gereja memegang peran
yang sangat penting untuk menghidupkan dan menjalankan sikap keramahtamahan
sebagai gaya hidup sehari-hari lalu dilanjutkan dengan menyiapkan berbagai
rencana agenda sosial untuk masyarakat.
Bass & Ringgo menyatakan
bahwa terjadi ledakan minat terhadap kepemimpinan di dunia (Bernard M. Bass
& Riggio, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa hal kepemimpinan menjadi hal
yang penting dan serius serta peran yang strategis dalam suatu organisasi,
perusahaan, atau lembaga yang ada di masyarakat. Salah satu model kepemimpinan
yang paling populer dan dipelajari secara luas adalah Transformational Leadership atau kepemimpinan transformasi (B. M.
Bass, 1985; Burns, 1978). Konsep Transformational
Leadership ini dapat dijadikan sebagai suatu konsep advisory (memberikan saran atau masukan) kepada para anggota suatu
organisasi (Nandedkar, Mbindyo, & O�Connor, 2020).
Untuk itulah Transformational Leadership hadir
sebagai motor penggerak di dalam gereja untuk dapat menjalankan fungsinya di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Transformational
Leadership diperlukan oleh para pemimpin gereja untuk memotivasi orang lain
untuk melakukan lebih dari pada yang biasa mereka lakukan dan bayangkan
sebelumnya. Para pemimpin transformasional cenderung untuk lebih berkomitmen,
memberdayakan para pengikutnya, dan memberikan perhatian (motivasi) agar para
pengikutnya membangun potensi kepemimpinan yang mereka miliki (Bernard M. Bass
& Riggio, 2006). Transformational
Leadership mampu mendorong terjadinya keberhasilan dalam suatu organisasi
dalam pencapaian tujuan atau kinerja organisasi untuk mencapai tujuan yang
diinginkan (Nguyen & Luu, 2019). Lebih dari itu (Hamza, Alshaabani,
Salameh, & Rudnak, 2022) menyatakan bahwa Transformation Leadership sangat memengaruhi niat para anggota
organisasi untuk mendukung proses transformasi atau perubahan yang dilakukan.
Lebih lanjut, Bass menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) ciri-ciri Transformational Leadership antara lain idealized influence, inspirational motivation, individualized consideration, dan intellectual stimulation (B. M. Bass, 1985). Selain itu, ada pula beberapa prinsip dari Transformation Leadership. Rees menyampaikan ada 7 (tujuh) prinsip yang terdapat dalam Transformation Leadership yang dapat menciptakan sinergi kekuatan di dalam suatu organisasi (Rees, 2001). Prinsip-prinsip tersebut akan membantu para pemimpin gereja untuk menjalankan Sustainable Development Goals untuk masyarakat di limgkungan sekitar atau bagi kota dan negara tempat bertumbuhnya organisasi gereja.
Beberapa karakteristik dari Transformation Leadership yang perlu diperhatikan dalam implementasi Sustainable Development Goals yaitu a change agent, courage, a belief in people, being value-driven, life-long learners, visionaries, dan the ability to deal with complexity, ambiguity, and uncertainty (Tichy & Devanna, 1986). Berbagai karakteristik tersebut perlu melekat pada seorang pemimpin gereja supaya implementasi Sustainable Development Goals dapat terlaksana dengan baik sebab ini merupakan proses perubahan dari sekedar jemaat menjadi makhluk sosial yang memainkan peran di dalam kehidupan bermasyarakat dengan kontribusi yang sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Transformation Leadership bukan saja dipraktikkan oleh para pemimpin gereja tetapi dapat juga dipelajarai oleh para anggota gereja agar mereka dapat mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimiliki mereka sehingga mereka dapat menjadi calon-calon pemimpin pada berbagai tingkatan dalam organisasi gereja. Peran penting para pemimpin gereja dengan transformation leadership menjadikan proses transformasi di internal organisasi gereja dengan visi yang jelas yaitu menyiapkan, membekali, memimpin, menggerakkan, dan memotivasi para anggotanya terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan dengan memfokuskan pada beberapa tujuan dari 17 tujuan yang tersedia.
Setiap organisasi gereja
memiliki kapasitas yang berbeda-beda sehingga ini menjadi pertimbangan penting
dalam menentukan agenda tujuan yang dipilih. Beberapa tujuan SDGs yang bisa
diambil oleh gereja untuk berperan bagi keberlanjutan masyarakat Indonesia
adalah masalah pendidikan berkualitas dan masalah pekerjaan layak. Sebagaimana
dipaparkan bahwa angka pengangguran di Indonesia cenderung tinggi di tengah
pertumbuhan ekonomi saat ini maka perlu adanya usaha-usaha konkrit untuk
membantu menjawab permasalahan tersebut dengan mengidentifikasi penyebab
utamanya.
Di sisi lain, gereja harus
terus melakukan usaha-usaha untuk pengembangan kapasitasnya supaya gereja mampu
terus melaksanakan tugas dan fungsinya dalam dunia ini. Terlebih lagi di era
moderen ini, gereja harus menghadapi begitu banyak tantangan yang tidak semakin
sederhana baik yang datang dari luar maupun dari dalam. Gereja yang enggan
untuk melakukan pengembangan kapasitasnya secara dinamis akan tidak menutup
kemungkinan bahwa gereja akan mengalami stagnasi, bergerak secara lambat, atau
berjalan di tempat. Dengan adanya pengembangan kapasitas secara konsisten maka
organisasi gereja semakin dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan
tantangan yang terjadi di era yang semakin moderen dan kompleks ini.
Dengan melihat masih adanya
gap antara dunia pendidikan (perguruan tinggi) dan dunia bisnis maka gereja
dapat menjadi penghubung sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua KADIN
Indonesia mengenai konsep link and match.� Konsep ini dikembangkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk meningkatkan relevansi
antara lulusan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia industri. Dengan sikap
keramahtamahan (hospitality) menjadi
modal dan bekal awal bagi orang-orang Kristen untuk menjadi berkat di tengah
kehidupan masyarakat sebagai pelaksana konsep link and match.
Dalam hal inilah gereja dapat
berperan diri dengan membentuk suatu lembaga atau yayasan yang membantu
pihak-pihak perguruan tinggi dan dunia kerja supaya serapan lulusan perguruan
tinggi semakin meningkat. Lembaga yang dibentuk oleh gereja itu bisa melakukan
identifikasi untuk mendapatkan data-data rendahnya serapan perguruan tinggi di
tiap-tiap dunia bisnis seperti: industri perbankan, industri manufaktur,
industri ritel, dan industri-industri lainnya. Terdapat beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh lembaga tersebut supaya konsep link and match ini dapat berjalan secara optimal sesuai dengan
tujuan yang dicapai yaitu (Kemendikbud, 2020):
a. Penyusunan kurikulum
pendidikan sesuai kebutuhan dunia industri. Lembaga ini dapat melakukan
identifikasi secara professional mengenai kebutuhan-kebutuhan kompetensi yang
diperlukan dunia usaha dan menuangkan dalam bentuk kurikulum yang perlu
dipenuhi atau diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
b. Pemberian kesempatan dosen
tamu dari dunia industri secara berkala (tiap semester) supaya penyelenggara
pendidikan dapat memahami kondisi dan tantangan yang sedang terjadi di dunia
industri.
c. Perancangan kerja magang dari
para mahasiswa di tiap-tiap perusahaan sebagai bentuk kerja nyata untuk
memahami ketrampilan (skill) yang
perlu dimiliki oleh para mahasiswa sebelum terjun ke dunia kerja.
d. Peningkatan kompetensi melalui
sertifikasi kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Lembaga ini
dapat membantu proses persiapan ujian yang harus diikuti oleh setiap mahasiswa
sehingga mereka dapat menyelesaikan ujian dengan optimal dan mendapatkan
sertifikat profesional yang menjadi tanda tingkat kompetensi yang dimilikinya.
e. Perjanjian kerja sama sebagai
bentuk komitmen atas penyerapan para lulusan perguruan tinggi oleh para
perusahaan sesuai dengan kompetensi-kompetensi yang sudah disepakati bersama.
Gereja memiliki sumber daya
yang besar untuk bisa memberikan perannya secara signifikan dalam lembaga yang
dibentuk tersebut sehingga fungsi sebagai �jembatan� antara dunia pendidikan
dan dunia usaha (industri) dapat dilakukan secara optimal.� Sebagaimana konsep hospitalitas yang berpusat
kepada orang-orang lain (�asing�) maka gereja melalui peran lembaga yang
dibentuknya dapat memberikan pelayanan sebagai sang transformator untuk melakukan proses transformasi para sumber daya
manusia dari berbagai perguruan tinggi untuk dapat diserap lebih tinggi oleh
dunia usaha sesuai dengan kebutuhannya.
Lembaga transformator yang dibentuk oleh gereja ini akan memfokuskan diri
pada bidang human resource development
(pembangunan sumber daya manusia) dengan mengandalkan tenaga-tenaga profesional
yang memiliki pengalaman dunia bisnis yang dikolaborasi dengan dosen-dosen yang
berpengalaman di dunia pendidikan dalam penyusunan kurikulum dan kompetensi.
Lembaga ini mempunyai tujuan untuk membantu peningkatan daya serap lulusan
perguruan tinggi melalui peningkatan kapabilitas sumber daya manusia dengan
implementasi link and match secara
optimal. Lembaga ini diharapkan mampu menjalankan 5 (lima) konsep awal yang
telah disiapkan oleh Kemendikbud dan mengembangkan sesuai dengan dinamika dunia
bisnis sehingga perlu adanya pemahaman konsep dynamic capabilities untuk peningkatan kapasitas secara berkala.
Lembaga ini mengedepankan konsep keramahtamahan di antara dunia industri dan
dunia pendidikan yang majemuk di masyarakat Indonesia.
KESIMPULAN
Gereja tidak bisa
berpangku terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia supaya agenda pembangunan
berkelanjutan yang telah dicanangkan PBB dan Pemerintah Indonesia dapat terus
dijalankan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk gereja dapat berperan
pada beberapa bidang sesuai kapasitas yang dimilikinya.� Hanya gereja yang mau meningkatkan dan
mengembangkan kapasitasnya secara dinamis maka gereja bisa berperan aktif dalam
pembangunan bangsa Indonesia seperti halnya bidang pendidikan dan pekerjaan
layak. Gereja memandang kedua hal ini sebagai hal yang berkaitan satu dengan
lainnya melalui peningkatan daya serap lulusan perguruan tinggi pada berbagai
industri bisnis maka menjadi salah satu langkah nyata untuk mendapat pekerjaan-pekerjaan
yang layak sebagaimana lulusan perguruan tinggi. Dengan demikian gereja telah
menjadikan dirinya sebagai transformator
melalui suatu lembaga atau institusi yang menjalankan konsep link and match yang digagas oleh
Kemdikbud. Belum optimalnya implementasi konsep ini perlu dijawab oleh lembaga
yang dibentuk gereja supaya lembaga ini bisa menjalankan tugasnya secara
professional dan menerapkan hospitalitas yang berfokus pada kepentingan orang
lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Affairs, D. of E. and S. (2023). The 17 Goals. Retrieved February 20, 2024, from United Nations website: https://sdgs.un.org/goals
Bass, B. M. (1985). Leadership and Performance beyond Expectations. New York: Collier Macmillan.
Bass, Bernard M., & Riggio, R. E. (2006). Transformational Leadership. London: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
BPS.
(2023a). Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi (PT) Menurut Provinsi,
2021-2023. Retrieved from Badan Pusat Statistik website:
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTQ0MyMy/angka-partisipasi-kasar--apk--perguruan-tinggi--pt--menurut-provinsi.html
BPS. (2023b). Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,32 persen dan Rata-rata upah buruh sebesar 3,18 juta rupiah per bulan. Retrieved February 20, 2024, from Badan Pusat Statistik2 website: https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2023/11/06/2002/tingkat-pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-32-persen-dan-rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-18-juta-rupiah-per-bulan.html
Burns, J. M. (1978). Leadership. New York: Harper & Row.
Creswell, J. W. (2016). 30 Ketrampilan Esensial untuk Peneliti Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Deddy. (2017). Mencari Solusi Rendahnya Serapan Tenaga Kerja Sarjana Kita. Retrieved March 22, 2024, from CNN Indonesia website: https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20171026151125-445-251298/mencari-solusi-rendahnya-serapan-tenaga-kerja-sarjana-kita
DPMP. (2017). Sosial. Retrieved February 20, 2024, from DPMP Kota Yogyakarta website: https://pmperizinan.jogjakota.go.id/web/kontent/72/sosial#:~:text=Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah,jenjang pendidikan pada suatu wilayah.
Finaka, A. W. (2017). Kita Indonesia Satu Dalam Keberagaman. Retrieved February 6, 2024, from Indonesia Baik website: https://indonesiabaik.id/infografis/kita-indonesia-satu-dalm-keberagaman
Gareta, S. P. (2022). Apindo: Kesesuaian kompetensi dan wirausaha kunci serapan tenaga kerja. Retrieved March 22, 2024, from Antara website: https://www.antaranews.com/berita/3309038/apindo-kesesuaian-kompetensi-dan-wirausaha-kunci-serapan-tenaga-kerja
Hamza, K. A., Alshaabani, A., Salameh, N., & Rudnak, I. (2022). Impact of transformational leadership on employees� reactions to change and mediating role of organizational trust: Evidence from service companies in Hungary. Problems and Perspectives in Management, 20(2), 522�535. https://doi.org/10.21511/ppm.20(2).2022.43
Indonesia, Sdg. (2024). Apa itu SDGs? Retrieved February 19, 2024, from Kementerian PPN/Bappenas website: https://sdgs.bappenas.go.id/
Investments, I. (2024). Budaya Indonesia. Retrieved February 6, 2024, from Indonesia Investments website: https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/item8
Kariuki, J., & Kilika, J. M. (2017). Organization Capability, Innovation and Competitive Advantage: An Integrative Theoretical Framework Review of Literature. The International Journal of Business & Management, 5(2), 2017.
Karo Karo, D., & Ming, D. (2023). Peran Gereja Di Dalam Pembangunan Transformasional City. Excelsis Deo: Jurnal Teologi, Misiologi, Dan Pendidikan, 7(1), 12�27. https://doi.org/10.51730/ed.v7i3.112
Kemendikbud. (2020). Lima Syarat �Link and Match� Pendidikan Vokasi dan Dunia Industri. Retrieved April 7, 2024, from Kemendikbud website: https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/09/lima-syarat-link-and-match-pendidikan-vokasi-dan-dunia-industri
Kristianto, P. E. (2022). Perjalanan Maraton Menuju 2030: Menyelamatkan Bumi, Menggapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dari Sisi Pemikiran Ekofeminisme. Jurnal Dekonstruksi, 6(1), 233�266.
Krzakiewicz, K., & Cyfert, S. (2018). Potential
for Imitation as a Dynamic Capability of Organisation.
Management, 22(1).
Limanseto, H. (2021). Pemerintah Tetap Berkomitmen Jalankan Pembangunan Berkelanjutan di tengah Pandemi. Retrieved February 20, 2024, from Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian website: https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/3080/pemerintah-tetap-berkomitmen-jalankan-pembangunan-berkelanjutan-di-tengah-pandemi
Machmudin, B. (2016). Presiden Jokowi Ajak Peran Aktif Institusi Audit Mengawal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Retrieved February 20, 2024, from SDG Bappenas website: https://sdgs.bappenas.go.id/presiden-jokowi-ajak-peran-aktif-institusi-audit-mengawal-tujuan-pembangunan-berkelanjutan/
Merriam, S. B., & Tisdell, E. J. (2019). Qualitative Research in Practice: Examples for Discussion and Analysis (2nd Edition). New Jersey: Jossey-Bass.
Mutavhadsindi, M. A., & Meiring, P. G. J. (2014). Church planting in South Africa: The role of the Reformed Church Tshiawelo. Verbum et Ecclesia, 35(1), 1�7. https://doi.org/10.4102/ve.v35i1.424
Nandedkar, A., Mbindyo, M., & O�Connor, R. J. (2020). Advisor Transformational Leadership and its impact on advisees: A conceptual analysis. Journal of High Education Theory and Practice, 20(14), 156�170.
Nguyen, T. T. N., & Luu, T. M. N. (2019). Linking transformational leadership and organizational performance: An empirical investigation of manufacturing firms in Vietnam. Economics and Sociology, 12(2), 170�191. https://doi.org/10.14254/2071-789X.2019/12-2/10
Pello, S. H. A., Sunardi, P., & Nayoan, J.
(2021). Peran Gereja dalam
Pembangunan Karakter sebagai Bentuk Tanggung Jawab Membangun Bangsa. Prosiding Pelita Bangsa, 1(2), 156.
https://doi.org/10.30995/ppb.v1i2.515
Rees, E. (2001). Seven Principles of Transformational Leadership -- Creating A Synergy of Energy. Retrieved February 15, 2024, from Pastors.com website: https://cicministry.org/commentary/issue85_warren_article.pdf
Renwarin, J, J. M., Aji, W. W., Weley, A. B., & Tannady, H. (2022). Does Dynamic Capability, Managerial Competency And Organization Capability Still Relevant On Business Sustainability: Study Of Indonesia Freight Forwarding Industry. Proceeding International Conference on Entrepreneurship (IConEnt) Sustainability Of Cultural Entrepreneurship.
Santia, T. (2023). Ketua Kadin: Lulusan Universitas Masih Jadi Kontributor Pengangguran Terbuka. Retrieved March 22, 2024, from Liputan6 website: https://www.liputan6.com/bisnis/read/5226313/ketua-kadin-lulusan-universitas-masih-jadi-kontributor-pengangguran-terbuka
Sejati, D. W. (2023). Daya Serap Masih Rendah, Sejumlah PTS Upayakan Lulusannya Bisa Dapat Kerja. Retrieved March 22, 2024, from Solo Pos website: https://news.solopos.com/daya-serap-masih-rendah-sejumlah-pts-upayakan-lulusannya-bisa-dapat-kerja-1545874
Shiba, S., & Walden, D. (2007). Four Practical Revolutions in Management: System Fo Creating Unique Organizational Capability. Four Practical Revolutions in Management. Massachusets: CRC Press.
Steenkamp, Y., & de Jongh, D. (2021). Hospitality as a pivotal value in leadership: A transdisciplinary engagement with the case of chief albert luthuli. HTS Teologiese Studies / Theological Studies, 77(4), 1�10. https://doi.org/10.4102/hts.v77i4.6774
Sutera, D. H. A. (2021). Peran Gereja Katolik Dalam Pembangunan Nusantara. Retrieved February 20, 2024, from Binus University website: https://student-activity.binus.ac.id/kmk/2021/08/peran-gereja-katolik-dalam-pembangunan-nusantara/
Teece, D. J. (2009). Dynamic Capabilities and Strategic Management. Revista Brasileira de Lingu�stica Aplicada. Oxford: Oxford University Press. Retrieved from https://revistas.ufrj.br/index.php/rce/article/download/1659/1508%0Ahttp://hipatiapress.com/hpjournals/index.php/qre/article/view/1348%5Cnhttp://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/09500799708666915%5Cnhttps://mckinseyonsociety.com/downloads/reports/Educa
Teece, David J., Pisano, G., & Shuen, A. (2009). Dynamic Capabilities and Strategic Management. Knowledge and Strategy, 18, 77�116.
Tichy, N. M., & Devanna, M. A. (1986). The Transformational Leader. Training & Development Journal, 40(7), 27�32.
Yong, A. (2008). Hospitality and The other - Pentecost, Christian Practices, and The Neighbor. New York: Orbis Books.
� 2022 by the authors. Submitted for possible
open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons
Attribution (CC BY SA) license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).