Pengaruh Substitusi Tepung Sorgum
(Sorghum Bicolor [L] Moench) Terhadap Mutu Sensori dan Karakteristik Fisik Kue
Madeleine
Effect of Sorghum Flour
Substitution (Sorghum Bicolor [L] Moench) on Sensory
Quality and Physical Characteristics of Madeleine Cake
Ade Rizki Septiani
Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
*Correspondence: Ade Rizki Septiani
DOI: 10.59141/comserva.v4i5.1902 |
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori dan karakteristik
fisik kue madeleine. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pastry & Bakery
Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Jakarta, menggunakan
metode eksperimen. Produk kue madeleine dengan substitusi tepung sorgum
sebesar 20%, 30%, dan 40% diuji oleh 45 panelis pada aspek aroma sorgum,
aroma lemon, warna permukaan, warna bagian dalam, rasa manis, dan tekstur
remah. Uji karakteristik fisik dilakukan untuk menilai tingkat kelembutan kue
madeleine. Berdasarkan uji hipotesis Kruskal-Wallis, terdapat pengaruh
signifikan substitusi tepung sorgum terhadap aspek aroma sorgum, warna bagian
dalam, dan tekstur remah. Hasil uji Tuckey menunjukkan bahwa kue madeleine
dengan substitusi 20% tepung sorgum adalah produk terbaik untuk aspek aroma
sorgum dan warna bagian dalam, sedangkan substitusi 40% terbaik pada aspek
tekstur remah. Uji Anova menunjukkan bahwa substitusi tepung sorgum
memberikan perbedaan nyata pada tingkat kelembutan kue, dengan hasil DMRT
menunjukkan bahwa substitusi 30% dan 40% berada dalam standar kekerasan
butter cake. Berdasarkan hasil uji mutu sensori dan fisik, disimpulkan bahwa
substitusi tepung sorgum 40% menghasilkan kue madeleine terbaik, dan dapat
dikembangkan sebagai inovasi produk cake untuk memaksimalkan penggunaan
tepung sorgum. Kata kunci: Madeleine, Mutu Sensori, Karakteristik Fisik,
Tepung Sorgum |
ABSTRACT
This study aims to
analyze the effect of sorghum flour substitution on the sensory quality and
physical characteristics of madeleine cakes. The research was conducted at the
Pastry & Bakery Laboratory, Culinary Education Study Program, Universitas
Negeri Jakarta, using an experimental method. Madeleine cakes with 20%, 30%,
and 40% sorghum flour substitution were tested by 45 panelists on the aspects
of sorghum aroma, lemon aroma, surface color, inner color, sweetness, and crumb
texture. The physical characteristic test was conducted to assess the cake�s
softness level. Based on the Kruskal-Wallis hypothesis
test, sorghum flour substitution significantly affected the sensory quality of
the madeleine cakes in terms of sorghum aroma, inner color, and crumb texture.
The Tuckey�s test results indicated that the madeleine with 20% sorghum flour
substitution was the best in terms of sorghum aroma and inner color, while the
40% substitution was the best for crumb texture. The Anova
test revealed significant differences in cake softness among the substitution
treatments, with DMRT showing that 30% and 40% substitutions fell within the
standard hardness range for butter cakes. Based on the sensory and physical
tests, the 40% sorghum flour substitution produced the best madeleine cakes,
and it is recommended for further development as a cake innovation to optimize
sorghum flour utilization.
Keywords:
Madeleine
Cake, Sensory Quality, Physical Characteristics, Sorghum Flour
PENDAHULUAN
Kue (cake) dikenal sebagai sebutan untuk kudapan
atau makanan ringan. Umumnya, cake memiliki rasa yang
manis dan tekstur yang lembut serta ringan. Awalnya, cake
berasal dari daratan Eropa yang kemudian menyebar ke negara-negara lain,
termasuk Indonesia. Cake diperkenalkan ke masyarakat
Indonesia melalui bangsa Belanda selama masa penjajahan. Setiap negara di
Eropa, sedikitnya memiliki satu jenis cake yang
istimewa dan dikenal di seluruh manca negara (Yong,
2015).
Membahas salah satu kue tradisional yang terkenal dari Eropa, asal wilayah
Lorraine, Prancis yaitu madeleine. Kue madeleine merupakan salah satu jenis kue bolu kecil, dibuat
dari adonan tepung terigu, telur, gula, dan mentega, diolah dengan teknik
dipanggang dalam cetakan khusus berukuran kecil sehingga menghasilkan bentuknya
yang khas, dengan tepian meruncing, halus di satu sisi dan bergelombang di sisi
lain (Ledsom, 2018).
Kue madeleine adalah kue yang dikenal karena
bentuknya yang menyerupai cangkang kerang. Dilihat dari ukurannya, kue madeleine ideal sebagai makanan pendamping dalam afternoon tea. Kue madeleine didokumentasikan dalam karya sastra dan menjadi
bagian dari budaya Prancis. Marcel Proust, seorang
penulis esai dan kritikus terkenal, menyebutkan kue madeleine
dalam novel otobiografinya yang berjudul � la recherche du temps
perdu, yang diterbitkan dalam tujuh bagian dari tahun 1913-1927 (Morse, 2014).
Dengan begitu, kue madeleine menjadi kudapan asal
Prancis yang dikenal di banyak negara.
Para ahli sepakat bahwa kue madeleine dinamai
berdasarkan nama dari pastry chef
di kota Commercy wilayah Lorraine, Madeleine Paulmier. Terdapat berbagai versi mengenai sejarah latar
belakang kue madeleine. Beberapa pendapat menyatakan,
Madeleine Paulmier membuat kue untuk seorang Adipati
Lorraine, Stainslaw Lezcynski
dan menantu laki-lakinya, Louis XV sekitar tahun 1800. Versi sejarah ini
menunjukkan bahwa raja Prancis sangat menyukai kue tersebut dan menamainya
dengan nama pembuatnya (Morse, 2014).�
Secara tradisional, dalam pembuatan madeleine
biasanya ditambahkan tepung kacang almond atau lemon zest (Anonymous, 2023). Seiring
perkembangan zaman, penambahan flavor dan topping pada madeleine sangat
beragam. Rasa pada resep dasarnya yang polos, variasi kreatif dapat dilakukan
pada kue madeleine. Penggunaan bahan lain dalam
pembuatan kue madeleine dapat membantu menunjang
kualitas kue baik dari segi rasa, tampilan, hingga nutrisi.
Penggunaan bahan pangan dapat dilihat dari potensi dan ketersediannya.
Tanaman di Indonesia yang berpotensi sebagai bahan tambahan atau bahan
alternatif pangan, yaitu sorgum (Sorghum bicolor [L] Moench). Sorgum
merupakan salah satu bahan pangan lokal yang memiliki kandungan karbohidrat
yang cukup tinggi (L. Sari, 2016). Sebagai bahan pangan alternatif makanan
pokok, sorgum mengandung 73g karbohidrat per 100g beratnya, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan karbohidrat dalam ubi kayu, jagung, dan kedelai. Selain
itu, kandungan kalorinya relatif tinggi, yakni 332 kal/100g (Irawan dan
Sutrisna, 2011). Penelitian oleh Sari (2016) mengenai pemanfaatan tepung sorgum
putih pada pembuatan Sus Songgogobuwono dengan
substitusi sebanyak 40% dan pembuatan Bolu Kukus dengan substitusi sebanyak 60%
menunjukkan hasil kedua produk disukai dan diterima oleh masyarakat.
Hingga tahun 2022 Indonesia masih melakukan impor bahan pangan gandum
sebanyak 11 ton setiap tahun. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)
didukung pemerintah untuk memproduksi sorgum dan bahan pangan altrernatif lainnya dengan tujuan mengurangi impor bahan
pokok gandum ke Indonesia (Sutrisno, 2022). Tanaman yang masuk dalam jenis
serealia ini berpotensi dikembangkan di daerah beriklim panas dan sedang
(Rismunandar dan Fraeyhoven dalam Monika, 2016).
Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2019-2020, sorgum tersebar di
lima provinsi meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan
NTT dengan jumlah produksi sekitar 4.000-6.000 ton per tahun.
Sorgum adalah tanaman serealia yang cocok dikembangkan dengan iklim tropis
seperti di Indonesia, sekalipun pada daerah-daerah dengan tingkat kesuburan
tanah yang rendah. Keunggulan sorgum dibandingkan tanaman lain yaitu
adaptasinya luas, tahan pada kekeringan, penggunaan pupuknya terbilang hemat,
hasil panen tinggi, serta mengandung banyak nutrisi (Zubair, 2016). Sorgum juga
dimanfaatkan dalam �nasi rasgum� yaitu campuran beras
dan sorgum sebagai makanan pokok suplementasi beras. Nasi dengan campuran
20-25% sorgum dan 75-80% beras diperkirakan dapat dikonsumsi tanpa mengubah
tekstur, rasa, dan aromanya (Sumarno et al., 2013).
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Pusat Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian, sorgum memiliki beragam manfaat bagi tubuh. Sorgum
memiliki struktur kompleks (pati, serat, asam fenolat,
dan antioksidan), mengandung kalori bebas gluten, memiliki kandungan serat yang
tinggi, serta mengandung zat lipit policosanol yang
dapat menghambat sintesis kolestrol berlebih. Senyawa
fenolik lainnya juga ditemukan dalam sorgum seperti
flavonoid, stilbenoid, dan tanin (Li et al., 2021). Kandungan
antioksidan dalam sorgum seperti asam fenolat dan
tanin berpotensi mencegah pertumbuhan sel kanker, juga sebagai agen
anti-inflamasi.
Selain dijadikan sebagai bahan alternatif makanan pokok, pemanfaatan biji
sorgum sebagai bahan pangan salah satunya adalah dengan membuat tepung,
selanjutnya tepung sorgum dapat dicampurkan atau dijadikan bahan baku pembuatan
berbagai jenis kue basah, kue kering, ataupun mie.
Pembuatan kue basah dengan campuran tepung sorgum : gaplek : kacang tunggak
perbandingan 5 : 3 : 2 menunjukkan hasil paling disukai panelis dari segi rasa,
aroma, dan tekstur, pembuatan kue kering substitusi tepung sorgum 70-80% menunjukkan
hasil produk dapat diterima secara organoleptik dengan nilai tambah peningkatan
kandungan mineral Fe, Ca, dan P (Suarni, 2004).
Menurut Zubair (2016), umumnya tepung sorgum mengandung protein rata-rata 2%
lebih tinggi dengan kandungan lemak yang 1% lebih rendah jika dibandingkan
dengan tepung jagung.
Pemanfaatan tepung sorgum dianggap menguntungkan karena praktis dan mudah
untuk diolah menjadi produk makanan ringan. Pemanfaatan tepung sorgum salah
satunya oleh industri makanan di Jakarta, crackers
yang dibuat menggunakan tepung sorgum menghasilkan produk crackers
yang lebih renyah dibandingkan crackers tepung
terigu. Crackers sorgum mengandung kadar air rendah,
yaitu 1,6-2,2%, hal tersebut mengindikasikan produk yang renyah serta
meningkatkan masa simpan (Sobari et al., 2020). Substitusi tepung sorgum 30% pada kue �nogosari� dan 40% pada kue �mendut� merupakan hasil terbaik
dalam penelitian evaluasi sensori terhadap kue substitusi tepung sorgum (Noerhartati et al., 2020). Pemanfaatan tepung sorgum untuk membuat kue
basah, roti dan mie dapat mensubstitusi
tepung terigu dengan persentase 30-50%, 20-25%, dan 15-20% tanpa mengurangi
rasa, tekstur, dan aromanya secara signifikan. Penjelasan tersebut
mengungkapkan bahwa tepung sorgum sebagai bahan pangan lokal berpotensi
menggantikan tepung gandum atau tepung terigu dan mengurangi ketergantungan
impor serta mendukung diversifikasi pangan (Irawan dan Sutrisna, 2011).
Menurut Winarno (2008) dalam sorgum terdapat kandungan monosakarida dan
oligosakarida yang memiliki rasa manis, dan yang sering digunakan adalah
sukrosa. Penelitian substitusi tepung sorgum pada butter
cake menyatakan bahwa gula pada formula butter cake dan sukrosa yang
terkandung dalam tepung sorgum menghasilkan rasa manis pada butter
cake. Oleh karena itu, tepung sorgum menjadi pilihan
substitusi atau penambahan bahan pada formula kue yang memiliki rasa manis.
Hasil pada atribut tekstur menunjukkan hasil beremah dan sangat lembut pada
produk kontrol, sedangkan produk butter cake dengan perlakuan substitusi 20% menghasilkan tekstur
luar cukup beremah serta tekstur dalam cukup lembut. Produk butter
cake substitusi tepung sorgum 20% adalah sampel yang
paling disukai panelis karena karakteristik yang paling mendekati butter cake kontrol (Paryoto et al.,
2019).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sobari et
al. (2020) mengenai crackers
sorgum sebagai pemanfaatan bahan lokal, hasil uji organoleptik (sensori) pada
produk tersebut menyatakan bahwa produk dapat diterima oleh konsumen, serta
klaim gluten free dan produk lokal dapat didukung
dengan kandungan lemak yang lebih rendah jika produk dijadikan sebagai snack bagi orang yang sedang diet rendah lemak. Terlepas
dari sifatnya yang bebas gluten, dalam tanaman sorgum terdapat serat tidak
larut air atau yang disebut dengan serat kasar (crude
fiber) dan serat pangan (dietary fiber) dengan jumlah
masing-masing 6,5 - 7,9% dan 1,1 - 1,23% (Susilowati dalam S. M. Sari, 2016).
Serat, khususnya serat pangan menjadi salah satu zat gizi yang penting dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi harian manusia. Serat pangan membantu proses pencernaan
dan penyerapan dalam usus halus sehingga memudahkan defekasi serta mencegah
gangguan konstipasi.
Secara umum diketahui bahwa manusia memiliki panca
indera yaitu penglihatan, penciuman, rasa, sentuhan,
dan pendengaran. Persepsi terhadap karakteristik sensori suatu makanan
ditimbulkan dari adanya rangsangan seluruh indera
manusia hingga batas tertentu oleh sifat fisikokimia
makanan tersebut. Karakteristik makanan umumnya dikelompokkan menjadi tiga
yaitu penampilan, rasa, dan tekstur (Kilcast,
2013).Tekstur merupakan salah satu atribut penilaian oleh konsumen untuk
menentukan kualitas suatu makanan. Tekstur makanan dapat digambarkan dalam
istilah-istilah seperti keras, lunak, cair, padat, kasar, halus, rapuh, renyah,
kental, berpasir, dan lain sebagainya. Istilah tekstur berhubungan dengan
kepadatan, viskositas, tegangan permukaan, dan sifat fisik lainnya pada produk
makanan tertentu (Day & Golding, 2018).
Pembahasan tekstur makanan digunakan untuk menjelaskan karakteristik struktur
makanan, menjelaskan perubahan sifat fisik suatu makanan selama proses
pengolahan, meningkatkan mutu dan ciri khas makanan, dan mengeksplorasi
hubungan antara analisis sensori dan pengukuran instrumental (Jiang et al.,
2014)
Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dibahas maka, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian pembuatan kue madeleine
dengan menggunakan tepung sorgum. Penelitian ini dilakukan dengan mensubstitusi tepung sorgum terhadap tepung terigu dan
tepung almond dalam pembuatan kue madeleine
dengan tujuan menghasilkan produk kue madeleine
berkualitas yang diharapkan, yaitu kue madeleine
dengan pori-pori yang baik, karamelisasi merata, dan
tekstur lembut, serta untuk mendukung penggunaan hasil tanaman sorgum di
Indonesia. Untuk mengetahui kualitas sensori dan fisik maka penelitian ini akan
difokuskan pada uji mutu sensori yang meliputi aspek aroma, warna, rasa, dan
tekstur, serta uji karakteristik fisik pada aspek tingkat kelembutan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh substitusi tepung
sorgum terhadap mutu sensori dan karakteristik fisik kue madeleine.
Manfaat penelitiain ini adalah penelitian menjadi pengembangan materi
pengajaran terkait pengetahuan tentang bahan lokal berupa sorgum dan
pemanfaatannya dalam pengolahan produk patiseri, bermanfaat untuk mempelajari
dan mengimplementasikan pengetahuan tentang bahan pangan lokal khususnya sorgum
pada produk patiseri, menghasilkan variasi baru pada produk cake, khususnya kue
madeleine dengan substitusi tepung sorgum, dan dapat menjadi referensi dalam
melakukan penelitian selanjutnya, khusunya dalam pemanfaatan bahan lokal tepung
sorgum dalam pembuatan produk makanan.
METODE PENELITIAN
Metode dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
untuk mengukur atau menilai mutu sensori dan karakteristik fisik kue madeleine
yang dibuat dengan mensubstitusikan tepung terigu dan tepung almond dengan
tepung sorgum. Perlakuan yang diberikan adalah substitusi tepung sorgum
sebanyak 20%, 30%, dan 40%, kemudian ketiga formula tersebut beserta produk
kontrol, diuji cobakan oleh 5 orang panelis ahli yang merupakan dosen Program
Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Jakarta untuk mengadakan pengawasan
mutu pada hasil produk.
Setelah itu produk diujikan kepada 45 orang mahasiswa
Program Studi Pendidikan Tata Boga, Universitas Negeri Jakarta sebagai panelis
agak terlatih, dengan rincian 15 orang mahasiswa menguji coba produk kue
madeleine substitusi tepung sorgum 20%, 15 orang mahasiswa menguji coba produk
kue madeleine substitusi tepung sorgum 30%, dan 15 orang mahasiswa menguji coba
produk kue madeleine substitusi tepung sorgum 40%.
Penelitian berikut dilakukan di Laboratorium Pastry &
Bakery Program Studi Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Februari
2024.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Karakteristik Fisik Kue Madeleine Substitusi
Tepung Sorgum
Uji
Tingkat Kelembutan
1.
Deskriptif
Firmness pada kue madeleine diukur menggunakan mesin
texture analyzer. Pengujian diulangi sebanyak tiga kali untuk setiap sampel
perlakuan kue madeleine substitusi tepung sorgum 20%, 30%, dan 40%. Angka yang
ditampilkan pada tabel adalah angka yang tertera pada mesin saat peak force (g
force) kemudian dikonversi ke satuan Newton (N).
Tabel 1. Hasil Uji Tingkat
Kelembutan Kue Madeleine
Pengulangan |
Persentase Substitusi Tepung Sorgum |
||
20% |
30% |
40% |
|
1 |
5,26 |
7,38 |
9,71 |
2 |
5,24 |
7,27 |
9,66 |
3 |
5,18 |
7,08 |
9,58 |
Mean |
5,23 � 0,04 |
7,24 � 0,15 |
9,65 � 0,07 |
Berdasarkan hasil uji tingkat kelembutan pada kue madeleine substitusi tepung sorgum 20% menunjukkan angka 5,26; 5,24; dan 5,18, kemudian
pada kue madeleine substitusi
tepung sorgum 30% menunjukkan angka 7,38; 7,27; dan
7,08, serta kue madeleine substitusi tepung sorgum 40% menunjukkan angka 9,71; 9,66; dan 9,58. Peningkatan angka terjadi
seiring dengan meningkatnya persentase substitusi tepung sorgum.
2.
Hipotesis
Uji hipotesis pada kelembutan kue madeleine substitusi
tepung sorgum dilakukan dengan analisis data menggunakan uji Anova. Uji Anova
dilakukan untuk mengetahui apabila terdapat pengaruh dari perlakuan penelitian
terhadap hasil yang diharapkan. Uji hipotesis menggunakan analisis lebih lanjut
dengan metode rancangan acak lengkap (RAL). Uji Anova dilakukan pada taraf
signifikan = 0,05; derajat bebas perlakuan 2 dan derajat bebas galat/sisa 6
didapatkan F tabel 5,14.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Uji Anova Kelembutan
Kriteria Pengujian |
F Hitung |
F Tabel |
Kesimpulan |
Kelembutan (Firmness) |
1518,5 |
5,14 |
F
hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima |
Hasil perhitungan Anova pada tabel di atas menunjukkan
bahwa F hitung lebih besar daripada F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh terhadap tingkat kelembutan pada kue madeleine substitusi
tepung sorgum, sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Uji
Lanjutan Duncan
Perlakuan |
Rata-rata |
Rata-rata + DMRT |
Notasi |
1 |
5,23 |
5,43 |
a |
2 |
7,24 |
7,44 |
b |
3 |
9,65 |
- |
c |
Keterangan :
1: Kue madeleine
substitusi tepung sorgum 20%
2: Kue
madeleine substitusi tepung
sorgum 30%
3: Kue
madeleine substitusi tepung
sorgum 40%
Huruf yang berbeda pada kolom notasi menunjukkan terdapat perbedaan nyata dan huruf yang sama pada kolom notasi menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata, sehingga hasil perhitungan uji lanjutan Duncan yaitu :
a.
Perlakuan substitusi
tepung sorgum 20% dengan 30% berbeda nyata
b.
Perlakuan substitusi
tepung sorgum 20% dengan 40% berbeda nyata
c.
Perlakuan substitusi
tepung sorgum 30% dengan 40% berbeda nyata
Pembahasan
Pembahasan Mutu Sensori Kue Madeleine Substitusi Tepung
Sorgum
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan,
terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori kue madeleine
pada aspek aroma sorgum. Perolehan nilai rata-rata mutu sensori aspek aroma
sorgum dengan persentase substitusi 20%, 30%, dan 40% secara berurutan adalah
3,9; 3,4; dan 3,3. Aroma sorgum semakin tercium seiring dengan meningkatnya
persentase tepung sorgum dalam kue madeleine. Menurut Brannan dalam Lufiria
(2012) terdapat tiga karakteristik aroma pada sorgum yang meliputi dusty aroma
(berdebu atau apak), woody aroma (aroma kayu lembab), dan green aroma (aroma
karung makanan). Hasil pengujian dengan perhitungan statistik Kruskal wallis,
menunjukkan bahwa aroma sorgum terbaik adalah pada kue madeleine substitusi
tepung sorgum 20%. Aroma pada sorgum dapat tersusun atau timbul karena beberapa
faktor, seperti adanya senyawa volatil tertentu yang menimbulkan aroma, jenis
varietas, dan proses pemasakan (pengeringan atau pemanggangan) (Kulp &
Ponte, 2000). Semakin tinggi persen penggunaan tepung sorgum, maka aroma yang
dihasilkan semakin kuat. Karakteristik aroma yang diinginkan dari kue madeleine
yaitu aroma mentega yang kaya, aroma �hangat� akibat karamelisasi atau reaksi
maillard (Mcgee et al., 2004), serta aroma sitrus yang segar dari penambahan
lemon zest.
Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, tidak
terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori kue madeleine
pada aspek aroma lemon. Aroma merupakan parameter sensori yang dapat dinilai
konsumen sebelum mulai mengonsumsi suatu produk makanan. Aroma lemon didapatkan
dari penambahan lemon zest ke dalam adonan kue madeleine substitusi tepung
sorgum. Substitusi tepung sorgum pada kue madeleine ternyata tidak menutupi
aroma lemon yang ditambahkan ke adonan. Lemon zest adalah bagian dari lemon
yang memiliki rasa paling kuat karena konsentrasi minyak alami yang tinggi
(Food Network Kitchen, 2024). Penggunaan lemon zest dalam adonan kue bertujuan
untuk mengimbangi aroma kue secara keseluruhan, meskipun rasa yang diinginkan
pada kue tersebut bukan rasa lemon (Ameden, 2023).
Berdasarkan hasil uji hipotesis, tidak terdapat pengaruh
substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori kue madeleine pada aspek warna
permukaan. Warna pada permukaan kue madeleine dapat terbentuk karena beberapa
faktor. Maillard reaction atau proses pencokelatan akibat reaksi pemanasan
campuran protein, asam amino, dan gula dalam molekul makanan (Graff, 2020),
menjadi salah satu faktor terbentuknya warna kecokelatan pada kue madeleine.
Pengolesan dan memberi tepung pada loyang dapat membentuk lapisan tipis
berwarna cokelat keemasan (crust) di bagian bawah dan samping (permukaan) kue
(Medrich Alice, 2017).
Berdasarkan hasil uji hipotesis, terdapat pengaruh
substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori kue madeleine pada aspek warna
dalam. Ketika tiga sampel kue madeleine (substitusi 20%, substitusi 30%, dan
substitusi 40%) dibandingkan, terlihat bahwa warna bagian dalam kue madeleine
semakin gelap seiring bertambahnya persentase substitusi tepung sorgum. Hal ini
diperkuat dengan penelitian Lufiria (2012) bahwa semakin tinggi kadar tepung
sorgum, maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap. Menurut Paryoto et al.,
(2019), tepung sorgum memiliki kandungan senyawa polifenol yang dapat
menimbulkan warna kurang baik pada produk akhir. Tepung sorgum juga memiliki
kandungan tanin yang dapat mengakibatkan warna kusam pada produk akhir olahan
(Katresna, 2017).
Berdasarkan hasil uji hipotesis, menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap mutu sensori kue madeleine
pada aspek rasa manis. Rasa merupakan parameter sensori pada makanan. Rasa
manis pada kue madeleine dihasilkan dari penggunaan gula yang memiliki
kandungan sukrosa. Sukrosa dalam pengolahan kue dapat memberikan rasa manis,
membantu proses creaming, membentuk tekstur produk, membantu menjaga
kelembaban, dan memperpanjang kesegaran produk (Paryoto et al., 2019).
Kandungan tanin dalam sorgum dapat memberikan rasa sepat pada produk olahan
(Katresna, 2017). Namun, dari hasil uji mutu sensori kue madeleine menunjukkan
bahwa substitusi tepung sorgum pada kadar 40% tidak mempengaruhi rasa manis.
Berdasarkan hasil uji hipotesis pada kue madeleine
substitusi tepung sorgum, terdapat pengaruh substitusi tepung sorgum terhadap
mutu sensori kue madeleine pada aspek remah. Penggunaan tepung dalam adonan kue
bisa menjadi faktor kue beremah. Struktur remah dapat terbentuk oleh pati dan
gluten, keduanya terkandung dalam tepung terigu. Pati adalah bahan struktural
utama dalam pembuatan kue, sedangkan gluten akan terlarut dalam air dan gula
(Mcgee et al., 2004). Tepung sorgum merupakan tepung rendah gluten dibandingkan
dengan tepung terigu dengan kandungan pati lebih tinggi. Pengurangan kandungan
gluten dalam adonan dapat memberikan hasil remah kue yang lebih beremah/rapuh
(Curti et al., 2022).
Pembahasan Karakteristik Fisik Kue Madeleine Substitusi
Tepung Sorgum
Karakteristik fisik kue madeleine yang diuji dalam
penelitian ini yaitu tingkat kelembutan (firmness). Parameter dalam uji
karakteristik fisik menggunakan Texture Profile Analyzer (TPA) dalam penelitian
ini adalah hardness (force/tekanan puncak selama siklus kompresi pertama),
hardness merupakan parameter tekstur yang biasa dihubungkan dengan istilah
populer lainnya seperti soft, firm, dan hard (Estiasih, 2018). Hasil uji
tingkat kelembutan kue madeleine substitusi tepung sorgum menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nyata pada kelembutan kue madeleine dari perlakuan
substitusi tepung sorgum 20%, 30%, dan 40%. Angka tingkat kelembutan yang
ditunjukkan meningkat seiring bertambahnya persentase substitusi tepung sorgum.
Parameter hardness terhadap butter cake menunjukkan angka kisaran 800-1500 gram
(Rahman et al., 2021) atau sekitar 7,84-14,7 N. Penelitian oleh Ureta et al.,
(2014) pada atribut kualitas kue muffin menunjukkan hasil uji karakteristik
tekstur firmness produk kue muffin memperoleh angka 4,70-8,06 N. Berdasarkan
rentangan angka pada penelitian tersebut, penulis menggunakan sebagai acuan
tingkat kelembutan kue madeleine dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil uji tingkat kelembutan pada kue
madeleine, angka pada perlakuan substitusi tepung sorgum 20%, nilai rata-rata
5,23 N. Kue madeleine substitusi tepung sorgum 30% menunjukkan nilai rata-rata
7,24 N sedangkan kue madeleine substitusi tepung sorgum 40% menunjukkan nilai
rata-rata 9,65 N. Baixauli dalam Kilcast, (2013) menemukan bahwa nilai hardness
pada kue muffin dengan substitusi pati resisten secara signifikan lebih rendah
dibandingkan kontrol, namun penurunan hardness pada kue muffin tidak berbanding
lurus dengan substitusi tepung. Hal tersebut dapat dijelaskan karena adanya
pelarutan gluten pada tepung terigu, pengembangan gluten dapat menjadi penentu
hardness suatu produk olahan.
Tepung sorgum merupakan tepung tinggi pati, yang
mempengaruhi daya serap terhadap air (Paryoto et al., 2019). Pembuatan kue
biasanya menggunakan tepung terigu rendah protein karena lebih sedikit stach
damage yang terjadi, hal ini menghasilkan remah kue yang lembut. Starch damage
menyebabkan penyerapan air yang lebih banyak, artinya meningkatkan risiko
terjadinya tekstur adonan dan crumb yang terlalu lengket (Andrawulan, 2008).
Lemak juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi hardness kue. Salah satu peran
lemak yaitu melapisi tepung terigu untuk mengurangi hidrasi gluten, sehingga
pengurangan lemak dapat meningkatkan hardness karena pengembangan gluten yang
lebih banyak dan sebaliknya, penambahan lemak dapat menyebabkan penurunan
hardness (Kilcast, 2013). Tepung sorgum memiliki kandungan lemak yang lebih
tinggi (3,65 gram) dibandingkan tepung terigu (2,09 gram). Hasil uji tingkat
kelembutan yang paling mendekati standar tingkat kelembutan pada butter cake
ditunjukkan oleh kue madeleine dengan substitusi tepung sorgum sebesar 30%,
namun hasil uji tingkat kelembutan kue madeleine substitusi tepung sorgum 40%
masih dalam rentangan standar hardness produk butter cake.
Standar kualitas kue jenis butter cake adalah keseluruhan
warna kue kuning cerah, kerak berwarna cokelat, volume kue tidak terlalu besar
atau terlalu kecil, memiliki aroma khas butter, tekstur bagian dalam lembut dan
beremah (Paryoto et al., 2019). Tekstur ideal pada kue berbeda sesuai dengan
jenis kue. Secara umum, tekstur kue yang diinginkan adalah memiliki tekstur
bagian dalam yang empuk dengan karakteristik butiran pori rapat dan sifat
tekstur rapuh serta distribusi ukuran remah yang seragam (�Cake Quality &
Evaluation,� 2019). Hasil penelitian terkait evaluasi sensori pada beberapa
jenis kue substitusi tepung sorgum, menunjukkan bahwa kue bolu substitusi
tepung sorgum 40% tidak terdapat perbedaan signifikan atas parameter rasa,
warna, aroma, dan kenampakannya (Noerhartati et al., 2020). Jurnal penelitian
oleh Casas Moreno et al. (2015) menyatakan bahwa sorgum menempati urutan kedua
dalam preferensi tepung substitusi, hal tersebut dikorelasikan dengan hasil uji
tekstur oleh Texture Profile Analysis (TPA) antara sorgum dan tepung gandum
(terigu) yang tidak mencapai signifikasi statistik. Tepung sorgum dalam
penelitian ini adalah tepung sorgum putih yang melalui pengayakan dengan sifter
200 mesh, sehingga didapatkan tepung bertekstur halus dan berwarna cerah.
KESIMPULAN
Penutup merupakan simpulan dari hasil penelitian yang
telah dilaksanakan dan merupakan jawaban dari rumusan masalah. Simpulan
diselaraskan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam hal simpulan
lebih dari satu, maka dituliskan menggunakan penomoran angka dan bukan
menggunakan bullet. Dalam bagian penutup ini juga dapat ditambahkan prospek
pengembangan dari hasil penelitian dan aplikasi lebih jauh yang menjadi prospek
kajian berikutnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data dari 45 orang panelis
agak terlatih yang memberikan penilaian mutu sensori terhadap kue madeleine
substitusi tepung sorgum 20%, 30%, dan 40% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
nyata dalam uji hipotesis Kruskal Wallis pada aspek aroma sorgum, warna bagian
dalam, dan remah. Penilaian terhadap aroma sorgum meningkat dengan bertambahnya
substitusi tepung sorgum. Hasil yang mendekati karakteristik yang diharapkan
adalah kue madeleine substitusi tepung sorgum 40%. Hasil penilaian pada aspek
warna bagian dalam menunjukkan perbedaan nyata pada ketiga produk dengan
perlakuan substitusi tepung sorgum. Semakin bertambahnya persentase tepung
sorgum maka semakin gelap warna bagian dalam kue madeleine. Hal tersebut dapat
diakibatkan oleh polifenol dan tanin yang terkandung dalam tepung sorgum.� Hasil yang diharapkan dari aspek warna bagian
dalam adalah warna kuning muda, hasil tersebut terdapat pada produk perlakuan
substitusi tepung sorgum 20% dan 30%. Mutu sensori kue madeleine pada aspek
remah menunjukkan perbedaan nyata antara ketiga produk perlakuan, dengan hasil
yang diharapkan yaitu beremah, produk dengan perlakuan substitusi tepung sorgum
20% dan 40% memperoleh nilai rata-rata dengan selisih 0,2.
Hasil uji tingkat kelembutan (firmness) kue madeleine
substitusi tepung sorgum menyatakan bahwa terdapat perbedaan nyata di antara
setiap sampel yang diuji, yaitu substitusi tepung sorgum 20%, 30%, dan 40%. Kue
madeleine dengan substitusi tepung sorgum 30% dan 40% menunjukkan tingkat
kelembutan (firmness) yang mendekati standar hardness pada butter cake.
Sedangkan, kue madeleine substitusi tepung sorgum 20% dan 30% mendekati angka
hardness dari kualitas kelembutan kue muffin. Tingkat kelembutan (firmness) kue
madeleine substitusi tepung sorgum dapat dipengaruhi oleh tingginya kandungan
pati dalam adonan, serta kandungan lemak dalam tepung sorgum yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tepung terigu. Berdasarkan hasil uji mutu sensori dan uji
karakteristik fisik tingkat kelembutan pada kue madeleine dengan substitusi
tepung sorgum, produk dengan perlakuan substitusi 40% direkomendasi untuk
dilakukan produksi.
Tepung sorgum dalam penelitian ini melalui proses
pengayakan menggunakan sifter 200 mesh, menghasilkan tepung sorgum dengan
karakteristik butiran sangat halus. Hal tersebut dapat menjadi penyebab hasil
kue madeleine substitusi tepung sorgum tidak berbeda jauh dengan sampel kue
madeleine kontrol. Berdasarkan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa tepung
sorgum putih pengayakan 200 mesh dapat dijadikan alternatif pengganti
(substitusi) atau penambahan bahan tepung tanpa gluten dalam produk butter cake
tanpa mengubah mutu sensori yang meliputi aroma lemon, warna permukaan, dan,
rasa manis secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akajiaku, L., Nwosu, J., Kabuo, N., Odimegwu, E., Umelo,
M., & Unegbu, V. (2017). Using
Sorghum Flour as Part Substitute of Wheat Flour in Noodles Making. MOJ Food
Processing & Technology, 5(2).
https://doi.org/10.15406/mojfpt.2017.05.00120
Alfaro,
D. (2022). What Is Sorghum Flour? A Guide to Buing,
Using, and Storing Sorghum Flour. The Spruce Eats.
www.thespruceeats.com/what-is-sorghum-flour-5201022
Alsuhendra, & Ridawati. (2008). Prinsip Analisis Zat
Gizi dan Penilaian Organoleptik Makanan.
Ameden,
K. (2023, March 13). Beyond Juice: All The Ways You Can Bake with Lemon.
Kingarthurbaking.Com.
www.kingarthurbaking.com/blog/2023/03/13/beyond-juice-all-the-ways-you-can-bake-with-lemon
Andrawulan, N. (2008). Food Review Indonesia. Food Review
Indonesia Edisi Agustus.
Anonymous.
(2023). Madeleine (cake). Wikipedia: The Free Encyclopedia; Wikipedia.
en.wikipedia.org/w/index.php?title=Madeleine_(cake)&oldid=1133094357.
Aryani, N., Khatimah, K., Tajuddin, F., Khairunnisa, A.,
Magfira, N., & Aminuddin, N. (2022). Budidaya Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench). Kampus
UNM Parangtambung.
Baldacchino,
J. (2020). The Traditional Creaming Method of Cake Making. Teleskola.
teleskola.mt/wp-content/uploads/2020/05/The-traditional-creaming-method-of-cake-making-Teleskola-534a4f147fe4a66f0c83cd3e3ffe08f5.pdf
Bardono, S. (2014). Sorgum
Berhasil Dikembangkan di Gunung Kidul.
Technology-Indonesia.Com.
technology-indonesia.com/pertanian-dan-pangan/pertanian/sorgum-kidul/
Berkheiser,
K. (2020, January 28). What Is Strong Flour? Healthline.
www.healthline.com/nutrition/strong-flour
Boyle,
T. (2002). Good Cookie. John Wiley & Sons, Inc.
Buanasetjio, V. T., Dahlia, M., & Mahdiyah. (2023). Analisis Perbandingan Mixing
Methods (Flour Batter Method, Blending Method, All-in Method) pada Mutu Sensoris Pound Cake. Jurnal Pendidikan: SEROJA, 2(5), 331�339.
http://jurnal.anfa.co.id/index.php/seroja
Budijanto, S., & Yuliyanti. (2012). Studi Persiapan
Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dan Aplikasinya Pada Pembuatan Beras
Analog. Jurnal Teknologi Pertanian, 13(3).
Cake Quality & Evaluation. (2019). Bakerpedia.Com.
Casas Moreno, M. del M., Barreto-Palacios, V.,
Gonzalez-Carrascosa, R., Iborra-Bernad, C., Andres-Bello, A., Mart�nez-Monz�,
J., & Garc�a-Segovia, P. (2015). Evaluation
of Textural and Sensory Properties on Typical Spanish Small Cakes Designed
Using Alternative Flours. Journal of Culinary Science and Technology, 13(1).
https://doi.org/10.1080/15428052.2014.952475
Cho, H.
(2021). Perfect Classic Madeleine Recipe | with a note of vanilla [Video
recording]. Youtube.
www.youtube.com/watch?v=diLeUhpj3-o
Crozier,
M. (2018). Making Madeleines. Life at Bella Terra.
lifeatbellaterra.com/making-madeleines/
Curti,
M. I., Belorio, M., Palavecino, P. M., Cami�a, J. M.,
Ribotta, P. D., & G�mez, M. (2022). Effect of
sorghum flour properties on gluten-free sponge cake. Journal of Food Science
and Technology, 59(4), 1407�1418. https://doi.org/10.1007/s13197-021-05150-0
Dahlia,
L. (2014). Hidup Sehat Tanpa Gluten (Pertama). Elex Media Komputindo.
Damardjati, D. S., Widowati,
J., Wargiono, & S. Purba.
(2000). Potensi dan
Pendayagunaan Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia, Umbi-umbian dan
Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman Pangan. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Tanaman Pangan.
Davidson, K., & Watson, S. (2023, December). What Is Sorghum? A Unique Grain Reviewed.
Healthline.Com.
Day, L.,
& Golding, M. (2018). Food structure, rheology, and texture. Encyclopedia
of Food Chemistry, 125�129. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100596-5.03412-0
Estiasih, T. (2018). Analisis
Fisik Lainnya.
Fairuz,
N. A., Singamurni, I. G. A. N., & Dahlia, M.
(2024). Pengaruh Substitusi
Tepung Sorgum Putih dalam Pembuatan Vanilla Cupcake terhadap
Kualitas Fisik dan Daya Terima Konsumen. Jurnal Ilmu Agribisnis, 12(1).
https://doi.org/10.23960/jiia.v12i1.8417
Fiszman, S. M., Sanz, T., & Salvador, A. (2013).
Instrumental Assessment of The Sensory Quality of Baked Goods. In Instrumental
Assessment of Food Sensory Quality: A Practical Guide. Woodhead Publishing.
Food
Network Kitchen. (2024, March 13). What Is Lemon Zest? Foodnetwork.Com.
Gemilang, L. (2020). Pengaruh
Perbandingan Tepung Mocaf
dan Tepung Almond (Prunus dulcis) terhadap
Karakteristik Gluten Free Cookies yang Diperkaya Serbuk Daun Kelor (Moringa oleifera). Universitas Pasundan.
Gisslen, W., & Smith, G. (2016). Professional
Baking (7th ed.). John Wiley & Sons, Inc.
Graff,
F. (2020). The Scientific Reason Why We Preheat at 350 Degrees. Pbsnc.Org.
Gray, E.
(2023, March 27). The Science of Salt as a Baking Ingredients. Baking Sense The Art & Science of Baking.
www.baking-sense.com/2017/03/29/baking-ingredient-salt/
Irawan,
B., & Sutrisna, N. (2011). Prospect of Sorghum
Development in West Java to Support Food Diversification.
Jiang,
B., Tsao, R., Li, Y., & Miao, M. (2014). Food Safety: Food Analysis
Technologies/Techniques. Encyclopedia of Agriculture and Food Systems, 273�288.
https://doi.org/10.1016/B978-0-444-52512-3.00052-8
Johnson,
B., & Szczesniak, S. (2014). Texture Technologies: Probes + Fixtures.
texturetechnologies.com/accessories/probes-and-fixtures
Katresna, N. P. (2017). Pengaruh Substitusi Tepung
Modifikasi Sorgum (Sorghum bicolor L.) dan Terigu dengan Penambahan Bekatul
Beras (Oryzae sativa L.) terhadap Karakteristik Cookies.
Kemp,
S., Hollowood, T., & Hort, J. (2009). Sensory Evaluation: A Practical
Handbook. WIley Blackwell.
Kilcast, D. (2013). Instrumental Assessment of Food
Sensory Quality: A Practical Guide. Woodhead Pub.