Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Kemiskinan di Kota Tangerang

 

� Government Policy in Addressing Poverty in Tangerang City

 

1)* Azzahra Maulida Firtia, 2Mega Amelia, 3Khikmawanto

1,2,3 Universitas Yupentek Indonesia

 

*Email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected]

*Correspondence: 1) Azzahra Maulida Firtia

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1539

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang dihadapi oleh banyak kota besar di Indonesia, termasuk Kota Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemerintah Kota Tangerang dalam menangani kemiskinan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemerintah Kota Tangerang telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi kemiskinan, meliputi program bantuan sosial terpadu, pemberdayaan UMKM, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, perbaikan infrastruktur dasar dan program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas. Implementasi kebijakan ini telah menunjukkan penurunan angka kemiskinan, namun masih menghadapi tantangan dalam hal koordinasi dalam lintas sektor, ketetapan sasaran, dan keberlanjutan program. Diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi dan partisipatif dalam perumusan dan implementasi kebijakan menangani kemisinan di Kota Tangerang. Rekomendasi yang diusulkan meliputi penguatan basis data terpadu, peningkatan kapasitas aparatur, dan perlibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan program.

 

Kata kunci: Kemiskinan, Kebijakan publik, penanggulangan kemiskinan, Kota Tangerang

 

ABSTRACT

Poverty is a complex problem faced by many large cities in Indonesia, including Tangerang City. This study aims to analyze the Tangerang City government's policies in dealing with poverty. This study shows that the Tangerang City government has implemented various policies to overcome poverty, including integrated social assistance programs, empowering MSMEs, increasing access to education and health, improving basic infrastructure and community-based community empowerment programs. The implementation of these policies has shown a decrease in poverty rates, but still faces challenges in terms of cross-sector coordination, target determination, and program sustainability. A more integrated and participatory approach is needed in the formulation and implementation of policies to address poverty in Tangerang City. The proposed recommendations include strengthening the integrated database, increasing the capacity of the apparatus, and active community involvement in every stage of the program

 

Keywords: Poverty, Public policy, poverty alleviation, Tangerang City

 

 


PENDAHULUAN

Kemiskinan adalah ketidakmampuan ekonomi untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu wilayah. Kondisi kelainan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan, sandang, dan papan (Rahman et al., 2019). Kapasitas pendapatan yang lebih rendah ini juga akan berdampak pada berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata, seperti standar kesehatan dan pendidikan setempat. Status suatu masyarakat miskin dapat ditentukan berdasarkanpeluang pendapatan untuk memenuhi taraf hidup (Hutabarat, 2022). Pada dasarnya, taraf hidup suatu masyarakat tidak hanya penting untuk memenuhi kebutuhan pangannya, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan pendidikan. Tempat tinggal yang adil atau layak merupakan salah satu kriteria taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat setempat. Berdasarkan kondisi tersebut, suatu masyarakat dikatakan miskin apabila pendapatannya jauh di bawah rata-rata pendapatan dan tidak banyak peluang untuk berkembang (Meidiana & Marhaeni, 2019). Kemiskinan juga dianggap sebagai salah satu bentuk permasalahan pembangunan yang disebabkan oleh dampak negatif pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar masyarakat dan antar daerah (Rorong, 2022).

Definisi kemiskinan menurut Friedman dalam (Fadilla, 2017) adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Kemiskinan adalah permasalahan yang sifatnya multidimensional. Pendekatan dengan satu bidang ilmu tertentu tidaklah mencukupi untuk mengurai makna dan fenomena yang menyertainya. Definisi secara umum yang lazim dipakai dalam perhitungan dan kajian-kajian akademikx adalah pengertian kemiskinan yang diperkenalkan oleh Bank Dunia yaitu sebagai ketidakmampuan mencapai standar hidup minimum (Word Bank, 1990). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, kemiskinan mengacu pada kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasar untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang layak. Kebutuhan dasar adalah hak-hak individu atau sekelompok orang yang mencakup kebutuhan seperti pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, tanah, sumber daya alam, lingkungan hidup, pengobatan dan keamanan dari ancaman kekerasan. hak untuk berpartisipasi dalam pembentukan kehidupan sosial dan politik, dll. Laporan Kesejahteraan Rakyat Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan (Kesra) tahun 2004 juga menjelaskan bahwa kondisi yang disebut kemiskinan juga berlaku bagi masyarakat yang bekerja namun pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (Jacobus et al., 2021).

Definisi kemiskinan kemudian dikaji kembali dan diperluas berdasarkan permasalahan-permasalahan kemiskinan dan faktor-faktor yang selanjutnya menyebabkan menjadi miskin. Definisi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers adalah definisi yang saat ini mendapatkan perhatian dalam setiap program pengentasan kemiskinan di berbagai negara-negara berkembang dan dunia ketiga. Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari Chambers menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1.       Kemiskinan (Proper) Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan semula adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhankebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

2.       Ketidakberdayaan (Powerless) Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3.       Kerentanan menghadapi situasi darurat (State of emergency) Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di mana situasi ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya, situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapat mencukupinya. Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk menghadapi situasi ini.

4.       Ketergantungan (dependency) Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tadi menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat tinggi. Mereka tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi atau penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan-persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan sumber pendapatan.

Keterasingan (Isolation) Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok orang menjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin ini berada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di perkotaan atau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau sulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki taraf hidup yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab adanya kemiskinan.

 

METODE

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Merupakan penelitian yang mengumpulkan data berdasarkan faktor-faktor yang dapat mendukung terhadap objek penelitian tentang kebijakan pemerintah dalam menangani kemiskinan di Kota Tangerang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi kepustakaan (library research) dan wawancara, yaitu dengan mengumpulkan data melalui jurnal jurnal, artikel ilmiah, dan literatur lainnya serta mengajukan pertanyaan yang akan diteliti yang selanjutnya menganalisa faktor-faktor tersebut untuk dicari peranannya (Arikunto, 2010:151). Dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan dan menguraikan kepada beberapa narasumber yang berkaitan dengan objek penelitian mengnai kebijakan pemerintah dalam menangani kemiskinan di Kota Tangerang. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi teoritis sehingga peneliti memiliki landasan teori yang kuat untuk menghasilkan suatu karya ilmiah.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemiskinan sering kali dipandang hanya dari sudut pandang ekonomi, yaitu kurangnya pendapatan dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Namun, kemiskinan sebenarnya merupakan masalah yang multidimensional yang juga melibatkan aspek sosial dan budaya. Nurwati mengemukakan bahwa kemiskinan (Fadhilla, 2017)�(Kusnandar, 2021)�(Chasanah, 2023)merupakan masalah sosial yang terus ada dalam kehidupan masyarakat, menyoroti sifat permanen dan kompleks dari kemiskinan.

Masalah kemiskinan memiliki dimensi global, dan dampaknya bervariasi di setiap negara. Menurut Haughton dan Shahidur, kemiskinan sering kali berhubungan dengan ketimpangan dan kerentanan, di mana individu yang tidak dianggap miskin pada suatu waktu bisa jatuh dalam kemiskinan akibat krisis ekonomi atau perubahan harga komoditas. Kerentanan, sebagai dimensi kesejahteraan, memengaruhi perilaku individu dalam hal investasi, pola produksi, dan strategi untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan ekonomi, materi, dan fisik untuk mencukupi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan. Ukuran kemiskinan menggunakan garis kemiskinan, yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). GKM didasarkan pada kebutuhan minimum makanan harian sebesar 2.100 kkalori, sementara GKNM mencakup kebutuhan minimum untuk sandang, pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya.

Teori mengenai kemiskinan mencakup beberapa pandangan. Teori Ragnar Nurkse, misalnya, mengemukakan konsep lingkaran setan kemiskinan, di mana ketidaksempurnaan pasar, kekurangan modal, dan keterbelakangan sumber daya manusia mengakibatkan produktivitas rendah. Rendahnya produktivitas menyebabkan pendapatan yang rendah, yang selanjutnya mengurangi investasi dan tabungan, memperparah kemiskinan. Sebaliknya, teori Ravallion mendeskripsikan kemiskinan sebagai ketidakberdayaan, terpinggirkan, dan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan.

Kota Tangerang, salah satu kota terbesar di Provinsi Banten, memiliki luas wilayah 165,44 km� dan terbagi dalam 13 kecamatan serta 104 desa/kelurahan. Dengan kepadatan penduduk mencapai 11.519,21 jiwa per km� pada tahun 2020, Kota Tangerang merupakan kota dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Kecamatan Ciledug merupakan wilayah dengan kepadatan tertinggi, sementara Kecamatan Jatiuwung memiliki kepadatan terendah.

Kota Tangerang memiliki populasi lebih dari 2 juta jiwa dan mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat akibat urbanisasi dan daya tarik ekonomi kota tersebut. Dengan komposisi penduduk yang beragam, termasuk dominasi kelompok usia produktif (15-64 tahun) yang mencakup sekitar 70% dari total populasi, kota ini memiliki potensi besar dalam tenaga kerja yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, kelompok usia non-produktif seperti anak-anak dan lansia memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan kebijakan sosial.

Distribusi penduduk di Kota Tangerang menunjukkan ketidakmerataan, dengan wilayah pusat kota dan kawasan industri memiliki kepadatan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pinggiran. Urbanisasi yang cepat telah menyebabkan berbagai masalah sosial seperti kemacetan lalu lintas, kepadatan hunian, dan tekanan terhadap fasilitas umum. Disparitas ekonomi antar kelompok masyarakat juga menjadi isu penting, dengan beberapa penduduk bekerja di sektor formal dengan penghasilan memadai, sementara yang lain bekerja di sektor informal dengan pendapatan tidak stabil dan rendah.

Pemerintah Kota Tangerang telah menerapkan berbagai kebijakan untuk menangani kemiskinan, dengan fokus pada sektor pendidikan. Salah satu inisiatif adalah program Sekolah Swasta Gratis yang bertujuan untuk memberikan akses pendidikan bagi anak-anak dari keluarga ekonomi lemah, sehingga dapat mengurangi angka putus sekolah. Selain itu, bantuan tunai dengan syarat terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) juga diberikan untuk membantu keluarga kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mengatasi kemiskinan melalui peningkatan akses pendidikan dan dukungan finansial langsung. Namun, efektivitas program-program ini perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa mereka dapat mengatasi tantangan yang ada dan memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat miskin di Kota Tangerang.

Dengan demikian, pemahaman tentang kemiskinan, analisis demografi, dan kebijakan pemerintah saling terkait dalam upaya untuk mengatasi kemiskinan secara efektif. Pemerintah perlu terus beradaptasi dengan dinamika demografi dan tantangan sosial-ekonomi untuk merancang kebijakan yang lebih baik dan berkelanjutan

 

SIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan di Kota Tangerang merupakan masalah kompleks yang melibatkan berbagai aspek, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah Kota Tangerang telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi kemiskinan, antara lain melalui program bantuan sosial terpadu, pemberdayaan UMKM, peningkatan akses pendidikan dan kesehatan, perbaikan infrastruktur dasar, dan program pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas. Implementasi kebijakan ini telah menunjukkan penurunan angka kemiskinan,namun masih menghadapi tantangan dalam hal koordinasi lintas sektor, ketepatan sasaran, dan keberlanjutan program. Pentingnya pendekatan yang lebih terintegrasi dan partisipatif dalam perumusan dan implementasi kebijakan menjadi sangat jelas. Rekomendasi yang diusulkan meliputi penguatan basis data terpadu, peningkatan kapasitas aparatur, dan pelibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan program. Hasil penelitian ini menekankan bahwa meskipun telah ada upaya signifikan dari pemerintah, kemiskinan tetap menjadi isu yang memerlukan perhatian berkelanjutan dan pendekatan yang lebih menyeluruh.

Untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar dalam menangani kemiskinan di Kota Tangerang, diperlukan evaluasi berkala dan penyesuaian kebijakan berdasarkan dinamika demografi dan tantangan sosial ekonomi yang terus berkembang. Hal ini akan memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan dan berkelanjutan bagi masyarakat miskin di Kota Tangerang.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Fadilla, A. (2017). Analisis Kebijakan dan Strategi Pengentasan Kemiskinan di Kota Tangerang Provinsi Banten. Eqien-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 4(2), 38�47.

 

Hutabarat, J. (2022). Pengantar Teknik Industri. Media Nusa Creative (MNC Publishing).

 

Jacobus, E. H., Kindangen, P., & Walewangko, E. N. (2021). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan rumah tangga di Sulawesi Utara. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 19(3), 86�103.

 

Meidiana, N., & Marhaeni, A. (2019). Pengaruh kepemilikan aset, ketersediaan infrastruktur, dan pendidikan terhadap pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga miskin. Buletin Studi Ekonomi, 24(1).

 

Rahman, P. A., Firman, F., & Rusdinal, R. (2019). Kemiskinan dalam perspektif ilmu sosiologi. Jurnal Pendidikan Tambusai, 3(3), 1542�1548.

 

Rorong, I. P. F. (2022). Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 23(3), 398�415.

 

Arif Fadilah, S. M. (2017). ANALISIS KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 38-47.

 

Chasanah, A. N. (2023). Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (Pkh) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Di Kelurahan Kenanga Kota Tangerang . REPOSITORY (hal. 6). Jakarta: Universitas Muhammadiyah jakarta.

 

Fadhilla, A. (2017). E-QIEN. Q- (hal. 39). Karawang: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis.

 

Fadilla, A. (2017). E-QIEN. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 39.

 

Kusnandar, V. B. (2021). Jumlah Penduduk Kota Tangerang 1,89 Juta Jiwa pada 2020. databook, 2.

 

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).