Pengaruh Kadar Limbah Isi Rumen Sapi Fermentasi Dalam Pakan Konsentrat Terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali Jantan Penggemukan

 

� The Effect of Fermented Cattle Rumen Waste Content Levels in Concentrate Feed on the Physiological Response of Fattening Male Bali Cattle

 

1)* Yohanes K. P.� Bhaso, 2) Y. U. L. Sobang, 3) Johny N. �Kihe

1,2,3 Universitas Nusa Cendana, Kupang Indonesia

 

*Email: 1) [email protected]

*Correspondence: 1) Yohanes K. P.� Bhaso

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1437

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi pakan konsentrat mengandung limbah isi rumen sapi fermentasi terhadap respon fisiologis suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi bali jantan penggemukan Penelitian menggunakan sapi bali jantan sebanyak 12 ekor berumur 1,5 tahun dengan bobot badan 138-149,5 kg dengan rataan 145,3 kg dan KV 4%. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah Po, Pakan Hijauan Pakan Konsentrat tanpa isi rumen sapi fermentasi (IRF), P₁; pakan hijauan pakan konsentrat mengandung 20% IRF, P2: pakan hijauan + pakan konsentrat mengandung 40%. IRF, P., pakan hijauan pakan konsentrat mengandung 60% IRF. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam pola satu jalur. Hasil penelitian memperoleh rataan umum suhu rektal 38.22�0.52,denyut jantung 66.83�6.01 danfrekuensi pernapasan 28.50�1.41. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap status fisiologi ternak sapi balijantan penggemukan. Disimpulkan bahwa pemanfaatan ransum konsentrat yang mengandung limbah isi rumen sapi pada level 20%, 40% dan 60% memberikan pengaruh yang sama antar perlakuan terhadap suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi bali jantan penggemukan.

 

Kata kunci: isi rumen sapi terfermentasi, konsentrat,respon fisiologis, sapi bali jantan penggemukan.

 

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of supplementation of concentrate feed containing rumen contents of cattle sensitive to the physiological response of rectal temperature, heart rate and respiratory rate in male bali cattle. The study used 12 male bali cattle aged 1.5 years with a body weight of 138-149.5 kg with an average of 145.3 kg and a CV of 4%. This study used a completely randomized design consisting of 4 treatments and 3 replications. The treatment in this study is PO; forage feed concentrate feed without fermented cow rumen content (IRF), PI; forage feed concentrate feed containing 20% IRF, P2, forage feed concentrate feed contains 40%. IRF, P3; forage feed concentrate feed contains 60% IRF. The data obtained were analyzed using a one-way variance pattern. The results of the study obtained of rectal temperature38.22�0.52, heart rate 66.8346.01 and respiration rate 28.50�1,41. The results of statistical analysis showed that treatment had no significant effect (P>0.05) on the physiological status of fattening male bali cattle. It was concluded that the use of concentrate rations containing rumen waste at levels of 20%, 40% and 60% had the same effect between treatments on rectal temperature, heart rate and respiratory frequency of fattening Bali cattle.

 

Keywords: Concentrate,cowrumen fermented, fattening male bali cattle,physiologi cal response

 

 


PENDAHULUAN

Ternak sapi merupakan salah satu ternak yang mana produksi utamanya adalah susu, daging dan juga kulit. Usaha peternakan sapi belakagan ini telah memperlihatkan peningkatan yang pesat dan juga mingkatkan ekonomi yang besar (Hendrik dkk, 2020).

Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah salah satu jenis yang memiliki peranan penting selain sebagai sumber protein juga merupakan pendongkrak perekonomian di Indonesia. Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari Indonesia dan hasil domestik banteng liar yang telah berlangsung lama. Sapi Bali ini merujuk pada tempat dijinaknya sapi ini di pulau jawa dan Bali, proses penjinakan inilah yang merujuk kepada mengapa di sebut sapi Bali tapi tidak disebut sapi banteng, karena dalam keadan liar disebut banteng (Hendrik dkk, 2020).

Kondisi peternakan sapi potong (sapi Bali) pada saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan lokal karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan daging nasional, sehingga terjadi impor sapi potong bakalan dan daging (Putu et al., 1997). Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipasok dari tiga pemasok yaitu: peternakan rakyat (ternak lokal), industri peternakan rakyat (hasil penggemukan sapi potong ex-import) dan impor daging (Oetoro,1997).Sapi potong merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis tinggi dan ditemukan hampir di semua negara, termasuk Indonesia (Lelana et al., 2003). Wilayah Indonesia didiami oleh tiga bangsa besar ternak sapi potong yaitu Ongole, Bali dan Madura beserta peranakan-peranakannya (Talib dan Siregar, 1998; Kusumaningsih, 2002). Penyebaran bangsa-bangsa sapi ini mulai dari ujung Sumatera sampai ke Maluku, dengan proporsi sekitar 50% tersebar di Pulau Jawa (Talib dan Siregar,1998). Populasi sapi Bali di Indonesia sekitar 2.632.125 ekor atau sekitar 26,92% dari total populasi sapi potong yang ada di Indonesia sehingga diharapkan dapat menyuplai kebutuhan daging nasional (Tanari, 2001).

Sistem penggemukan sapi potong di pulau Timor (Paronisasi) masih mengandalkan pakan hijauan terutama leguminosa pohon, walaupun memiliki kualitas yang baik, namun kuantittasnya sangat terbatas karena dipengaruhi oleh iklim,sehingga kekurangan pakan terutama pada puncak musim kemarau tidak terhindari, akibatnya produkstivitas ternak sapi dengan sistem ini,berfluktuasi mengikuti perubahan musim.

Produktivitas sapi Bali penggemukan pada pola pemeliharaan peternak di pulau Timor masih rendah hanya berkisar 0,25-0,30 kg/ekor/hari. Hal ini disebabkan karena sistem penggemukan ternak sapi yang dilakukan peternak di NTT masih dilakukan tanpa input teknologi yang memadai terutama dalam aspek pemberian pakan. Ternak hanya diberikan hijauan (rumput dan legum) tanpa memperhatikan aspek kecukupan nutrisi (Sobang,2005). Lebih lanjut dinyatakan bahwa kualitas pakan dari segi protein cukup tinggi namun kandungan energi masih rendah dengan P/E ratio 1:4,2 sehingga imbangan protein dan energi (P/E rasio) untuk produksi ternak sapi belum mencapai optimal (1:5:1).

Oleh sebab itu, perlu adanya upaya untuk memacu peningkatan produktivitas sapi potong sehingga dapat mempercepat waktu penggemukan pemberikan pakan berkualitas berupa konsentrat berbasis pakan lokal sehingga memberi harapan bagi upaya perbaikan produksi daging dan efisiensi penggemukan sapi rakyat, khususnya penggemukan sapi Bali.

Pakan merupakan faktor utama yang menunjang pengembangan usaha peternakan. Pakan memegang peran penting bagi produktifitas ternak, pakan yang diberikan pada ternak khususnya pada ternak ruminansia adalah pakan yang mengandung serat, protein serta zat nutrisi lain yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ternak, oleh sebab itu pakan haruslah tetap tersedia. Sumber serat dari pakan ternak umumnya didapatkan dari hijauan, namun terdapat kendala yang harus dihadapi para pelaku usaha maupun peternak yaitu keterbatasan hijauan pada musim kemarau. Ketersediaan pakan hijauan pada saat musim hujan sangatlah berlimpah sehingga kebutuhan ternak dapat terpenuhi, namun pada musim kemarau pakan hijuan sangatlah terbatas,sehingga diperlukan pakan alternatif yang memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda dari pakan hijauan. Solusi yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan limbah Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai pakan.Limbah rumah potong hewan saat ini masih belum dikelola dengan baik dan pemanfaatannya belum maksimal padahal nutrisi yang terkandung dalam limbah tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidup ternak. Salah satu limbah rumah potong hewan �yang ketersediaannya cukup melimpah dan dapat digunkan sebagai Pakan suplemen adalah isi rumen sapi.

Isi rumen sapi (IRS) adalah pakan yang belum dicerna secara sempurna pada lambung pertama ternak sapi, mengandung saliva, mikroba anaerob, sellulosa, hemisellulosa, protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Van Soest, 1994 dalam Koesnoto, 2002), atau bahan pakan yang tercerna dan tidak tercerna yang belum sempat diserap oleh usus serta masih tercampur dengan getah lambung, enzim - enzim pencernaan dan mikroba rumen (Bidura, 2007).

Ternak ruminansia memiliki keistimewaan pada alat pencernaanya,yaitu memiliki rumen yang digunakansebagai tempat fermentasi dan membantu pemecahan pakan berseratkasar tinggi dan berkualitas rendah. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan sumber karbohidrat berasal dari� hijauan yang tidak dapat dimanfaatkan ternak nonruminansia. Sumber karbohidrat tersebut, menurut Preston and Leng (1987), berupa selulosa, hemiselulosa dan pektin yang berkaitan dengan lignin yang ada pada dinding sel tanaman pakan dan berfungsi memperkuat struktur sel tanaman. Adanya struktur tersebut dalam tanaman menjadikannya sebagai sumber utama serat kasar yang juga dibutuhkan bagi ternak ruminansia,yang mana dapat merangsang perkembangan organ rumen ternak dalam mencerna pakan agar lebih optimal.

Suhu Rektal (�C) Suhu rektal diukur dengan menggunakan termometer klinis (Safety). Pengukuran dilakukan dengan memasukkan termometer klinis ke dalam rektal ternak sedalam �5 cm selama 1 menit atau sampai alat tersebut berbunyi, kemudian suhu yang tertera pada termometer dilihat dan dicatat.

Frekuensi Denyut Jantung Pengukuran frekuensi denyut jantung dilakukan dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor bagian tengah sekitar 10 cm dari anus (Kelly 1984). Pengukuran dilakukan selama 15 detik dan dihitung jumlah denyut kemudian dikali 4 untuk mendapatkan jumlah denyut jantung dalam 1 menit.

Frekuensi Respirasi Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan meletakkan punggung tangan di depan hidung ternak dan menghitung hembusan nafas dalam 1 menit (Udeh et al. 2011). Pengukuran dilakukan selama 15 detik kemudian dihitung jumlah respirasi dan dikali 4 untuk mendapatkan jumlah hembusan nafas dalam 1 menit.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka akan dilaksanakan penelitian dengan judul �Pengaruh Suplementasi Pakan Konsentrat Mengandung Limbah Isi Rumen Sapi Fermentasi Pada Level Yang Berbeda Terhadap Respons Fisiologis (Suhu Rektal, Denyut Jantung, Dan Frekuesnsi Pernapasan) Sapi Bali Penggemukan�.

Rumusan Masalah

Apakah Suplementasi pakan mengandung limbah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda berpengaruh terhadap Suhu Rektal, Denyut Jantung, dan Frekuensi Pernapasan Sapi bali jantan Penggemukan.

 

 

METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan di UPT. Laboratorium Lapangan Lahan Kering Universitas Nusa Cendana selama 10 minggu. Waktu penelitian ini terbagi� dalam 2 periode dan masing � masing periode terdiri atas, 2 minggu masa penyesuaian dan 8 minggu masa pengambilan data.

Materi Penelitian

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 ekor sapi Bali jantan bakalan pada kisaran umur 1,5 tahun dengan kisaran dengan bobot badan 138-149,5 kg dengan rataan � simpangan baku (SB) 145,3 kg � 5,21 KV 4%.

Bahan

Bahan pakan yang digunakan pada penelitian adalah Pakan Hijauan serta pakan konsentrat. Komposisi bahan pakan penyusun pakan konsentrat dalam penelitian pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2

Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Pakan Konsentrat

Jenis Bahan

Perlakuan

p0

p1

p2

p3

Dedak Padi

40

30

20

10

Jagung Giling

30

20

10

0

Tepung Daun Gamal

22,5

22,5

22,5

22,5

Isi Rumen Sapi Fermentasi

0

20

40

60

Urea

3

3

3

3

Garam

4

4

4

4

Starbio

�0,5

0,5

0,5

0,5

Jumlah

100

100

100

100

 

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian (%)

Bahan Pakan

%BK

BO
(%BK)

PK
(%BK)

LK
(%BK)

SK
(%BK)

CHO
(%BK)

BETN
(%BK)

Energi

MJ/kg BK

Kkal/kg BK

Lamtoro

27.21

87.23

21.41

1.17

15.20

64.65

49.45

16.77

3,993.51

Isi Rumen

85.19

72.77

7.21

1.04

35.12

64.52

29.40

13.26

3,158.16

IRF

85.71

74.53

8.33

1.69

27.46

64.51

37.05

13.76

3,275.17

P0

88.52

84.64

15.44

4.11

16.17

65.09

48.92

16.40

3,905.94

P1

88.13

84.58

15.79

4.05

17.10

64.74

47.64

16.41

3,906.84

P2

88.48

84.77

15.92

4.12

18.73

64.73

46.00

16.46

3,919.62

P3

88.51

84.49

15.81

4.02

19.09

64.66

45.57

16.39

3,902.26

Ket: Hasil Analisis Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan Undana (2002)

Kandang

Kandang yang akan digunakan adalah kandang individu sebanyak 12 petak dengan setiap petak berukuran 1,5x2m dilengkapi tempat pakan dan minum.

Peralatan

Peralatan yang akan digunakan terdiri dari timbangan pakan merk moris scale berkapasitas 100kg dengan kepekaan 100gr dan timbangan untuk menimbang pakan konsentrat merk camry scale berkapasitas 5kg dengan kepekaan 1gr, tali, ember, parang, terpal, karung, drom, kantong kresek.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode experiment menggunakan Rancangan Acak Lengkap �(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 periode sebagai ulangan. Adapun perlakuan dalam penelitian ini adalah :

P0 = Pakan Hijauan + pakan konsentrat tanpa isi rumen fermentasi

P1 = Pakan Hijauan + pakan konsentrat mengandung 20% isi rumen fermentasi

P2 = Pakan Hijauan + pakan konsentrat mengandung 40% isi rumen fermentasi

P3 =Pakan Hijauan + pakan konsentrat mengandung 60% isi rumen fermentasi

Parameter yang diukur

Parameter yang diukur sebagi indikator dari pengaruh perlakuan yang akan diberikan dalam penelitian ini adalah :

  1. Suhu Rektal

Suhu rektal diperoleh dengan menggunakan thermometer yang dimasukkan kedalam rektum dengan kedalaman 5 cm dalam satuan derajat celcius.

  1. Frekuensi Pernafasan

Frekuensi pernafasan diperoleh dengan menghitung gerakan naik turunnya permukaan rusuk perut serta mendekatkan telapak tangan pada hidung ternak dihitung selama 1 menit dengan stopwatch.

  1. Denyut Jantung

Frekuensi denyut jantung dapat dideteksi melalui denyut jantung yang dirambatakan pada dinding rongga dada atau pada pembuluh nadinya. Frekuensi denyut jantung bervariasi tergantung dari jenis hewan, umur, kesehatan, dan suhu lingkungan. Disebutkan pula bahwa hewan muda mempunyai denyut nadi yang lebih frekuen dari pada hewan tua. Frekuensi denyut nadi kambing normal berkisar antara 70-80 kali per menit (Duke�s, 1995).

Prosedur Penelitian���

Sebelum penelitian dilaksanakan, ternak sapi ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui berat badan awal, kemudian ternak sapi tersebut diberi nomor. Setelah ternak diberi nomor, ternak tersebut dimasukkan ke masing-masing kandang yang sudah disiapkan.

Prosedur Pemberian Pakan Dan Air Minum

Pakan yang diberikan saat penelitian adalah Pakan Hijauan yang terdiri dari legume yang diberikan secara adlibitum dan pemberian konsentrat untuk setiap ternak diberikan sesuai perlakuan dan diberikan sebelum pemberian hijauan. Pemberian dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari sesudah pembersihan kandang. Air minum diberikan secara adlibitum dan diganti apabila habis atau kotor.

Proses Pembuatan Pakan Konsentrat

Penyiapan bahan pakan penyusun dan penimbangan sesuai presentase perlakuan pada Tabel 1, setelah ditimbang, bahan penyusun pakan konsentrat dicampur secara homogen dimulai dari bahan pakan yang paling sedikit sampai dengan jumlah yang paling banyak, dengan tujuan agar pencampuran merata/homogen serta menjamin semua bahan tercampur merata.

Prosedur Fermentasi Isi Rumen

  1. Isi rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur pada suhu ruangan hingga kering dengan kadar air maksimal 10%, setelah kering isi rumen siap difermentasi menggunakan starter EM4 peternakan,
  2. Pembuatan inokulum

Pembuatan inokulum didasarkan pada berat substrat yang di fermentasi sebanyak 100kg, diawali dengan menakar starter EM4 5% atau 5 liter, gula lontar sebagai sumber energi bagi mikroba sebanyak 5% atau 5 liter, urea sebagai sumber nitrogen non protein sebanyak 3% atau 3 kg, semua bahan tersebut dilarutkan dalam 10 liter air.�

  1. Fermentasi

Siapkan isi rumen ditaburkan pada terpal� setebal 1�2 cm lalu disemprotkan inokulum secara merata menggunakan Spray, tumpuk kembali isi rumen diatasnya dengan ketebalan yang sama, lalu disemprotkan lagi, lakukan hal yang sama hingga isi rumen habis, selanjutnya isi rumen dicampurkan secara merata dan dimasukan kedalam wadah berupa drum plastik, ditutup rapat dengan plastik untuk menjaga kelembaban dan suhu tetap stabil agar fermentasi berjalan secara anaerob. Isi rumen diinkubasi selama 168 jam/7 hari, setelah waktu fermentasi berakhir, dipanen dan di angin-anginkan serta keringkan pada suhu ruangan untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan campuran pakan konsentrat.

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi dan dihitung kemudian dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) sesuai rancangan acak lengkap (RAL) untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan apabila terdapat pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan diantara perlakuan (Steel and Torrie, 1993)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan fisiologis pada ternak sebagai akibat langsung dari pengaruh faktor lingkungan fisik seperti suhu dan kelembaban atau juga pengaruh level pakan (jumlah dan kualitas) yang di peroleh ternak akan mempengaruhi produktivitas ternak. Selain itu juga, penambahan pakan konsentrat berbasis pakan lokal secara nyata dapat �mempengaruhi respon fisiologis fisiologis sapi Bali penggemukan. Respon fisiologis diantaranya suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan.

Tabel 3. Rataan status fisiologis sapi Bali jantan penggemukan

 

Variabel

Perlakuan

 

P0�SD

P1�SD

P2�SD

P3�SD

P Value

Suhu Rektal

38,10�0,59a

38,65�0,59a

37,77�0,60a

38,36�0,89a

0.48

Denyut Jantung

69,33�5,50a

67,33�5,50a

66,00�5,29a

64,67�2,51a

0.69

F. Pernapasan

27,67�4,04a

29,33�6,42a

28,33�5,68a

28,67�5,03a

0.98

Keterangan : Superscript yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak nyata P>0,05

Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Rektal

Suhu rektal merefleksikan keseimbangan antara panas yang diproduksi dan panas yang dilepaskan. Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh setelah di pengolahan data rataan suhu rektal tertinggi terdapat pada perlakuan P2 38,65oC, diikuti P3 38,36oC, setelah itu P0 dengan suhu 38,10oC dan yang paling terendah adalah P3 37,77oC. Pemberian pakan hijauan berupa lamtoro, isi rumen sapi dan isi rumen sapi yang di fermentasikan untuk setiap perlakuan mengikuti kebiasaan peternak atau pola peternak ditambahkan dengan konsentrat masing-masing berbeda yaitu, P1 20% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P2 40% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P3 60% isi rumen sapi yang di fermentasikan.

Hasil ini berada dalam kisaran suhu tubuh ternak mamalia dan relatif sama bila dibandingkan dengan penelitian Mesa (2021) dan Aries (2014) bahwa rataan suhu rektal sapi penelitian pada perlakuan P0 37,82oC memiliki suhu rektal lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P1 37,82oC perlakuan P2 38,24oC dan P3 37,68oC. Sedangkan penelitian Aries (2014) melaporkan adanya pengaruh perlakuan terhadap rataan suhu rektal R0 38,0oC, R1 38,0oC dan R2 37,8oC. Hal ini disebabkan oleh kualitas pakan yang rendah pada perlakuan P1 sehingga menghasilkan panas metabolisme yang tinggi karena tingginya aktifitas pencernaan pakan. Kandungan serat kasar yang tinggi akan menghasilkan panas metabolisme yang tinggi dan berdampak pada peningkatan suhu rektal. Kisaran suhu rektal ternak mamalia yaitu 360C - 39oC (Mc Dowell, 1972). Sedangkan Subronto (2003) menyatakan bahwa suhu tubuh yang normal pada sapi sekitar 37,9�C - 39,0�C. Hal ini menunjukkan bahwa sapi Bali mampu mempertahankan suhu tubuhnya dalam keadaan normal walaupun suhu lingkungan tinggi.

Berdasarkan hasil analysis of variance (ANOVA ) bahwa pemberian konsentrat mengandung limbah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap suhu rektal atau dengan kata lain pemberian konsentrat yang mengandung isi rumen sapi dengan konsentrat yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap suhu rektal ternak sapi Bali penggemukan pola peternak. Adanya perbedaan yang tidak nyata disebabkan karena ternak sapi Bali jantan penggemukan termasuk ternak yang mempunyai kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kelly (1984) bahwa ternak tingkat tinggi mempunyai kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya melalui mekanisme termoregulasi (pengaturan suhu) yang pusatnya terletak pada bagian anterior dari hypothalamus ke otak. Menurut Dollah (1977) suhu tubuh mempunyai hubungan yang linear dengan suhu rektum. Suhu rektum yang tinggi menunjukan bahwa ternak berada didalam cekaman panas yang besar.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Frekuensi Pernapasan

Salah satu upaya tubuh ternak untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh saat suhu udara dalam kandang meningkat adalah dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi. Respirasi dapat dipengaruhi oleh sikap badan, kerja fisik, dan metabolisme. Rataan frekuensi pernapasan dalam penelitian ini yang tertinggi terdapat pada perlakuan P1 29,33 (kali/menit), diikuti P3 28,67 (kali/menit), P2 28,33 (kali/menit) dan yang terendah adalah P0 27,67 (kali/menit). Pemberian pakan hijauan berupa lamtoro, isi rumen sapi dan isi rumen sapi yang di fermentasikan untuk setiap perlakuan mengikuti kebiasaan peternak atau pola peternak ditambahkan dengan konsentrat masing-masing berbeda yaitu, P1 20% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P2 40% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P3 60% isi rumen sapi yang di fermentasikan.

Rataan frekuensi pernafasan ini lebih tinggi� dari penelitian Aries (2014) yang memperoleh rataan frekuensi pernapasan R0 25 (kali/menit), R1 25 (kali/menit),� dan R2 22 (kali/menit), sedangkan penelitian Natara (2021) dengan pemberian pakan konsentrat mengandung tepung tongkol jagung biokonversi dengan saccaromyces cerevisae terhadap respon fisiologis sapi bali penggemukan memperoleh rataan frekuensi pernafasan P0 29.58 (kali/menit), P1 34,92 (kali/menit),� P2 35,17 (kali/menit), dan P3 34,42 (kali/menit). Adanya perbedaan yang tidak nyata disebabkan karena suhu tubuh dari ternak pada perlakuan lebih rendah sehingga terjadi pernafasan yang lambat dalam merespon suhu lingkungan. Pada P1 proses metabolisme berlangsung lebih cepat sehingga menghasilkan panas metabolisme yang lebih besar. Semakin cepat proses metabolisme maka kebutuhan energi akan semakin banyak. Hal ini menyebabkan kebutuhan oksigen di dalam tubuh meningkat sehingga, akan meningkatkan frekuensi pernafasan.

Berdasarkan hasil analysis of variance (ANOVA) bahwa pemberian konsentrat mengandung limah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap denyut jantung atau dengan kata lain pemberian konsentrat yang mengandung limbah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung ternak sapi Bali jantan penggemukan. Hal ini disebabkan karena konsumsi serat kasar tinggi dapat menghasilkan panas metabolis yang tinggi. Tingginya aktivitas pencernaan pakan akan meningkatkan panas tubuh sehingga kualitas pakan dan jumlah konsumsi yang relatif sama memberikan pengaruh yang sama pula terhadap panas tubuh yang dihasilkan. Mc Dowell (1972) menyatakan bahwa kualitas pakan terutama serat kasar yang tinggi dapat menpengaruhi kondisi fisiologis ternak termasuk frekuensi pernafasan, dimana kulitas pakan yang rendah akan meningkatkan frekuensi pernafasan sebagai akibat aktivitas metabolisme pakan.

Salah satu upaya tubuh ternak untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh saat suhu udara dalam kandang meningkat adalah dengan cara meningkatkan frekuensi respirasi. Respirasi dapat dipengaruhi oleh sikap badan, kerja fisik, dan metabolisme. Suhu lingkungan dapat menyebabkan berbagai macam perubahan reaksi fisiologis hewan yaitu meningkatnya suhu tubuh, bertambahnya frekuensi pernapasan dan denyut nadi semakin cepat. Proses timbulnya perubahan dalam tubuh hewan akibat perubahan lingkungan menuntut ternak untuk melakukan adaptasi (Gordon, 1972).

Pengaruh Perlakuan terhadap Denyut Jantung

Denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak. Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh setelah pengolahan data, rataan denyut jantung tertinggi terdapat pada P0 69,33 (kali/menit) diikuti P1 67,33 (kali/menit) , P2 66,00 (kali/menit) dan P3 64,67 (kali/menit). Pemberian pakan hijauan berupa lamtoro dan isi rumen sapi yang di fermentasikan untuk setiap perlakuan ditambahkan dengan konsentrat masing-masing berbeda yaitu, P1 20% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P2 40% isi rumen sapi yang di fermentasikan, P3 60% isi rumen sapi yang di fermentasikan. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian hamaratu (2018) dengan pemberian pakan konsentrat yang mengandung tepung tongkol jagung terhadap kinerja fisiologis sapi bali penggemukan memperoleh Rataan denyut jantung tertinggi berada pada ternak C yaitu 75,61 ���(kali/menit) kemudian� diikuti� oleh� ternak� A� dengan� rataan denyut jantung 75,46 (kali/menit) dan ternak B dengan rataan denyut jantung 75,00 (kali/menit). Denyut jantung merupakan kebutuhan pokok, karena itu ternak selalu mempertahankan denyut jantung agar tetap normal melalui aktifitas fisiologis, metabolis dan termoregulasi.

Hasil ini berada dalam kisaran denyut jantung normal. Denyut jantung sapi dewasa dan anak sapi 50-80 dan 100-120 denyut/menit (Kelly, 1984). Peningkatan denyut jantung pada sapi Bali jantan penggemukan P0 diduga berasal dari panas metabolisme yang dihasilkan oleh proses pencernaan serta panas lingkungan. Panas yang dihasilkan dari proses metabolisme dalam tubuh akan dibawa oleh sirkulasi darah ke permukaan tubuh untuk dibuang ke luar tubuh.� Pengangkutan panas dari dalam tubuh ke permukaan tubuh diatur oleh denyut jantung dan berpengaruh pada pembuluh darah. Menurut Hattu (1988), denyut jantung yang tinggi akan mempercepat aliran darah keseluruh permukaan tubuh, sehingga semakin cepat pembuangan panas tubuh maka keseimbangan tubuh dapat terjaga.� Selain itu, tingginya denyut jantung yang ada dipengaruhi oleh beban panas yang diterima tubuh, akibat temperatur lingkungan yang tinggi. Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan frekuensi respirasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas otot-otot respirasi dan mempercepat pemompaan darah ke permukaan tubuh sehingga akan terjadi pelepasan panas tubuh.

Berdasarkan hasil analysis of variance (ANOVA) bahwa pemberian konsentrat mengandung limbah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap denyut jantung atau dengan kata lain pemberian konsentrat yang mengandung limah isi rumen sapi fermentasi pada level yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung ternak sapi Bali jantan penggemukan pola peternak. Adanya perbedaan tidak nyata disebabkan karena denyut jantung merupakan kebutuhan pokok, oleh karena itu ternak selalu mempertahankan denyut jantung agar tetap normal melalui aktivitas fisiologis, metabolis dan termoregulasi. Mc Dowell (1972) menyatakan bahwa pakan yang berkualitas rendah atau dengan kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan terganggunya kondisi fisiologis ternak dan berdampak pada peningkatan denyut jantung yang disebabkan oleh tingginya panas metabolisme sehingga jantung akan berusaha lebih cepat untuk memompa darah yang membawa panas dari dalam tubuh untuk dibuang kepermukaan tubuh

 

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan ransum konsentrat yang mengandung limbah isi rumen sapi pada level 20%, 40% dan 60% �memberikan pengaruh yang sama antar perlakuan terhadap suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi Bali jantan penggemukan. Selain itu juga, pemanfaatan ransum konsentrat yang mengandung isi rumen sapi sebagai ransum penyusun konsentrat sapi Bali jantan penggemukan hingga 60% mempunyai kecenderungan yang sama dengan jagung giling karena lebih bernilai ekonomis dan tidak mempengaruhi status fisiologi ternak

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Bidura, I. G. N. G. 2007. Limbah Pakan Ternak Alternatif Dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar

 

Duke,N. H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing: New York

 

Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, Bogor.

 

Hamaratu, H.U.L, Sobang Y.U.L, and Yunus M. 2018. "Pengaruh Pemberian Pakan Konsentrat Yang Mengandung Tepung Tongkol Jagungterhadap Kinerja Fisiologis Sapi Bali Penggemukan." Skripsi Fapet. Universitas Nusa Cendana. Kupang

 

Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. London (UK) : Bailliere Tindall.

 

Koesnoto, S. 2002. Teknologi Manipulasi Nutrisi Isi Rumen Sapi Menjadi Pakan Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas Dan Kualitas Kambing Peranakan Etawa. Tesis Program Pascasarjana, Universitas Airlangga. Surabaya.

 

Lelana, N.E., Sutarno, dan N. Etikawati. 2003. Identifikasi poliformisme pada fragmen ND-5 DNAmitokondria sapi Benggala dan Madura dengan teknik PCR-RLFP. 2003: Biodiversitas 4 (1): 1-6.

 

Mesa, A.U.P.L, Fattah S., and kihe J.N. 2021. "Pengaruh suplementasi pakan konsentrat mengandung tepung bonggol pisang fermentasi pada level yang berbeda dengan imbuhan Zn biokompleks terhadap respons fisiologis (suhu rektal, denyut jantung, frekuensi pernafasan) sapi bali penggemukan". Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Nusa Cendana. Kupang.

 

Natara, A.M, Fattah S, and Handayani H.T. 2021. "Pengaruh Pakan Konsentrat Mengandung Tepung Tongkol Jagung Biokonversi Dengan Saccaromyces Cerevisae Terhadap Respon Fisiologis Sapi Bali Penggemukan". Skripsi. Fapet Undana. Kupang.

 

Oetoro. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997.

 

Preston, T. R., and R. A. Leng. 1987. Matching Ruminant Production System with Available Resources in the Tropicsand Sub-tropics. Penambul Books, Armidale,Australia. Pp 161 -180.

 

Putu, I.G., K. Diwyanto, P.� Sitepu, dan T. D. Soedjana. 1997. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997.

 

Sobang, Y. U. L. 2005a. �Keragaan dan Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia di NTT�. Prosiding: Seminar Nasional Peternakan. Kupang, 30 Sep-02 Okt 2005. Editor : Dr. Kartiaso. ISBN: 979:97017-5-9. Hal: 96-109.

 

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta

Talib, C., dan A. R. Siregar. 1998. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pedet PO dan cross breednya dengan Bos Indicus dan Bos Taurus dalam pemeliharaan tradisional. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.

 

Tanari, M. �2001. Usaha Pengembangan Sapi Bali sebagai Ternak Lokal dalam Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia.

 

Udeh, dkk. 2011. Phenotypic correlations among body measurements and physiological parameters in muturu and zebu cattle. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science 6(4) : 1- 4.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).