Tinjauan Hukum atas Keputusan Tata Usaha Negara Terhadap Kasus Pembebasan Lahan oleh Pemprov DKI Yang Berlawanan dengan AAUPB dan Undang-Undang

 

Legal Review of State Administrative Decisions Regarding Land Acquisition Cases by the DKI Provincial Government Which Contradict AAUPB and the Law

 

1)* The Mei Djoen, 2) Widyawati Boediningsih

1,2 Universitas Narotama Surabaya, Indonesia

 

*Email: [email protected]

*Correspondence: 1) The Mei Djoen

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1436

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis tinjauan hukum atas keputusan tata usaha negara terkait kasus pembebasan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diduga bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan tata usaha negara dalam kasus ini tidak hanya melanggar beberapa prinsip AAUPB seperti prinsip kepastian hukum, akuntabilitas, dan transparansi, tetapi juga bertentangan dengan undang-undang yang mengatur proses pembebasan lahan. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya penerapan AAUPB dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam setiap keputusan tata usaha negara untuk menghindari kerugian bagi masyarakat dan memastikan keadilan.

 

Kata kunci: Keputusan Tata Usaha Negara, Pembebasan Lahan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)

 

ABSTRACT

This study analyzes the legal review of the administrative decision related to the land acquisition case conducted by the DKI Jakarta Provincial Government, which is suspected of violating the General Principles of Good Governance (AAUPB) and the applicable laws and regulations. This research employs a normative juridical method with a case and legislation approach. The results indicate that the administrative decision in this case not only violates several AAUPB principles, such as the principles of legal certainty, accountability, and transparency, but also contradicts the laws governing the land acquisition process. These findings highlight the importance of implementing AAUPB and adhering to laws and regulations in every administrative decision to avoid harm to the community and ensure justice.

 

Keywords : Administrative Decision, Land Acquisition, General Principles of Good Governance (AAUPB)

 

 


PENDAHULUAN

Hukum administrasi Negara adalah seperangkat peraturan hukum yang mengatur dan mengikat tentang bagaimana cara bekerjanya lembaga- lembaga atau alat-alat administrasi Negara dalam memenuhi tugas, fungsi, wewenang masing- masing, dan hubungan dengan lembaga atau alat perlengkapan Negara lain serta hubungan dengan masyarakat dalam melayani warga negara (Darda Syahrizal, 2013). HAN sebagai hubungan istimewa yang di adakan memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus (Artayasa, 2019). Sehingga dalam hal ini hukum administrasi negara memiliki dua aspek, yaitu pertama; aturan-aturan hukum perlengkapan Negara itu melakukan tugasnya kedua; aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara alat perlengkapan administrasi Negara atau pemerintah dengan warga negaranya (Agutina, 2018). Adapun beberapa Hal yang di atur dalam Hukum administrasi Negara menurut James Hart yaitu:

a.       Kewenangan setiap pejabat HAN

b.      Batas kewenangan

c.       Sanksi bagi masyarakat yang melanggar HAN

d.      Upaya hukum yang dapat di tempuh Masyarakat

 

HAN dapat di jadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan Normatif tentang bagaimana pemerintahan di jalankan, terlebih lagi bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan administrasi Negara untuk menjalankan fungsinya, dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum (Sukowati, 2009).

Dalam konteks indonesia terdapat beraneka istilah untuk menyebut Hukum Tata Usaha Negara (HTUN) di antaranya adalah Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Tata Pemerintahan (Administratief recht) dan Hukum Tata Usaha Negara sendiri (Negara, n.d.).

Dengan di berlakukanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang No 9 Tahun 2004 yang mengalami perubahan ke-2 menjadi Undang-Undang No 51 tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara.

Di bentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya dan pembentukan lembaga tersebut bertujuan mengontrol secara yuridis tindakan pemerintahan yang di nilai melanggar ketentuan administrasi ataupun perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut dan segi hukum perlu di bentuk peradilan TUN, oleh karena pembentukan peradilan TUN merupakan bagian pembangunan hukum nasional yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan juga sebagai lembaga penegegakan hukum administrasi negara yang bercita-cita untuk mewujudkan suatu pemerintahaan yang baik (good governance) (Yuslim, 2022).

Adapun yang menjadi objek sengketa di PTUN adalah Keputusan Tata Usaha Negara (selanjutnya di sebut KTUN), yang di terbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (selanjutnya di sebut Badan/Pejabat TUN). Sebagaimana di sebutkan dalam pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Produk hukum dari Badan/Pejabat Administrasi Pemerintahan yang berupa dokumen dokumen yang mengandung materi penetapan yang bersifat konkrit, individual dan final dalam hukum administrasi di sebut dengan Keputusan (Beschikking), sedangkan dokumen dokumen yang mengandung materi pengaturan yang bersifat umum disebut peraturan (Regeling).

Namun tidak jarang dalam prakteknya dengan di keluarkanya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Pejabat TUN sering sekali bertentangan atau merugikan kepentingan masyarakat padahal dalam prinsipnya Keputusan TUN tidak lah boleh mengurangi hak-hak warga negara Simanjuntak (Simanjuntak, 2021). Setiap keputusan Badan/Pejabat TUN harus berdasarkan prinsip Negara Hukum, oleh karena itu, keputusan tersebut tidak boleh melanggar hak-hak warga negara terutama yang diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Pasal 28 D ayat (1) yang menekankan terhadap adanya pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil di dalam Norma dasar yaitu mengenai Hak Asasi Manusia. Menurut pasal 53 ayat (2) Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, ada 2 hal yang di jadikan alasan untuk mengajukan gugatan di PTUN3, yaitu:

1.    Keputusan Tata Usaha Negara yang di gugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

2.    Keputusan Tata Usaha Negara yang di gugat itu bertentangan dengan Asas- Asas Umum Pemerintahan

Seiring berlakunya ketentuan asas-asas hukum penyelenggaraan pemerintahan tersebut berkembang pula isu permasalahan seperti adanya oknum aparat pejabat publik yang kurang transparan dan adil, bertindak sewenang-wenang, diskriminatif, kurang cermat, memanipulasi kebijakan, komersialis, dan kurang optimal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, termasuk mempersulit warga masyarakat tertentu dalam suatu urusan pelayanan tertentu. Isu ini merupakan salah satu hal yang paling sering terjadi dalam kegiatan pemerintahan terutama dalam kegiatan Tata Usaha Negara yang tidak jarang dalam mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut sering sekali tidak berpedoman pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (Rayhan & Wijaya, 2023).

Dalam hukum administrasi negara asas-asas umum pemerintahan yang baik atau biasa di sebut Algemen beginselen van berhorlijk bertur (belanda) atau principles generauz du droit coutumier (perancis) merupakan patokan atau prinsip dasar yang harus diikuti oleh seluruh Pejabat Tata Usaha Negara atau Aparatur Pemerintahan dalam melakukan suatu tindakan hukum.

 

METODE

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kasus dan perundang-undangan. Metode yuridis normatif adalah pendekatan penelitian yang menekankan pada studi dokumen-dokumen hukum, seperti peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan putusan pengadilan. Pendekatan ini bertujuan untuk menganalisis norma-norma hukum yang berlaku dan bagaimana norma-norma tersebut diterapkan dalam praktik.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

Kemandirian kekuasaan kehakiman sebagaimana diamanatkan Undang undang Dasar 1945 hasil amandemen dan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.10 Secara yuridisial akan berjalan lebih lancar apabila didukung administrasi peradilan yang baik. Peradilan tata usaha negara merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan mengenai sengketa tata usaha negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.11 Pengadilan Tata Usaha Negara selaku kawal depan Mahkamah Agung (voorpost) di daerah mempunyai tugas pokok dan fungsi menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan semua sengketa tata usaha negara di wilayah hukum Pengadilan Tata Usaha Negara, Secara umum kebijakan yang dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan peradilan tingkat pertama yang bersifat administrasi, keuangan dan organisasi.

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN)12, Peradilan Tata Usaha Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dalam PTUN, seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, serta Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan intervensi dan masuk ke dalam suatu sengketa TUN. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada dasamya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali dalam sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Tata Usaha Negara di daerah hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administratif. Adapun hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara Perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara. Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.

Prosedur dan Proses Pengajuan Gugatan

Namun belakangan ini banyak khalayak umum ketika menghadapi masalah mengenai pelanggaran yang berkaitan dengan tata usaha Negara masih banyak yang belum mengetahui bagaimana proses dan prosedur pengajuan gugatan ke pengadilan tata usaha Negara.

Beberapa perundang-undangan terkait proses dan prosedur pengajuan gugatan di pengadilan tata usaha negara yaitu:

1.    Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, diuraikan tentang pengertian pengertian yang berkaitan dengan Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai berikut:

a.       Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.

b.      Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

c.       Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

1.       Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Gugatan Tata Usaha Negara adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan keputusan.

2.       Tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata.

3.       Penggugat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang- undang Nomor 9 Tahun 2004 adalah Setiap Orang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara.13\

4.       Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud (Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2002)

2.        Subyek Peradilan Tata Usaha Negara Subyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara sering disebut dengan para pihak, yaitu:

a.       Penggugat Dari pengertian penggugat diatas dapat ditentukan bahwa pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:

b.       Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN);

c.       Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).

d.       Tergugat Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana diuraikan dalam pengertian tergugat diatas adalah jabatan yang ada pada Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN

e.       berdasarkan wewenang dari Badan TUN itu atau wewenang yang dilimpahkan kepadanya.

f.        Hal ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat tetapi jabatan yang melekat kepada orang tersebut. Misalnya; Gubernur sehingga tidak akan menjadi masalah ketika terjadi pergantian orang pada jabatan tersebut. Sebagai jabatan TUN yang memiliki kewenangan pemerintahan, sehingga dapat menjadi pihak Tergugat dalam Sengketa TUN dapat dikelompokkan menjadi:

g.       Instansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presiden sebagai Kepala eksekutif.

h.       Instansi-instansi dalam lingkungan kekuasaan negara diluar lingkungan eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, melaksanakan suatu urusan pemerintahan.

i.        Badan-badan hukum privat yang didirikan dengan maksud untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

j.        Instansi-instansi yang merupakan kerja sama antara pemerintahan dan pihak swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

k.       Lembaga-lembaga hukum swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan (Soetami, 1998).

3.        Obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara

Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Dalam kasus ini yang merupakan obyek sengketa adalah pembebasan lahan yang dikeluarkan oleh Pemprov DKI untuk pembangunan Inlet Sudetan Kali Ciliwung sebagai akses air masuk menuju Kanal Banjir Timur.

 

SIMPULAN

Keputusan Tata Usaha Negara Nomor 2779 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 Tentang Penetapan Lokasi untuk Pembangunan Inlet Sudetan Kali Ciliwung Menuju Kanal Banjir Timur di Kelurahan Bidara Cina, Kecamatan Jatinegara, Kota Administrasi Jakarta Timur yang di tandatangani oleh Gubernur Basuki T. Purnama adalah telah cacat prosedural karenatidak sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait Hak Asasi Manusia yang ada, dan juga tidak sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik terutama asas kepastian hukum, dan keterbukaan karena dalam hal ini jelas bahwa keputusan yang di buat oleh Gubernur DKI Jakarta telah mengabaikan Hak Asasi Manusia yang di atur tegas dalam Undang-Undang terlebih lagi tidak melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat sebagaimana yang di atur dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor UU No 9 Tahun 1986 Tentang PTUN yang telahmengalami dua kali perubahan menjadi UU Nomor 9 Tahun 2004 dan UU Nomor 51 Tahun 2009 dan atau Pasal 1 angka 17 Jo. Pasal 10 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Pertimbangan hukum hakim Mahkamah Agung pada putusan Nomor 267K/TUN/2016 dalam mengabulkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 2779 Tahun 2015 tidak sesuai dengan UU Nomor 48 Tahun 2009 pasal 5 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman dimana hakim tidak menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehingga menimbulkan terjadinya penggusuran bagi warga bidara cina akibat terlaksananyaSK nomor 2779 tahun 2015 yang jelas tidak mengikuti prosedural yang berlaku.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Agutina, E. (2018). Kewenangan Wakil Menteri di Indonesia Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara. Jurnal Hukum Media Bhakti.

 

Artayasa, I. N. (2019). Kedudukan Hukum Administrasi Negara Dalam Ilmu Hukum. Jurnal Ilmiah Cakrawarti, 2(1), 30�36.

 

Darda Syahrizal, S. H. (2013). Hukum Administrasi Negara & Pengadilan Tata Usaha Negara. MediaPressindo.

 

Negara, H. T. U. (n.d.). Hukum Tata Usaha Negara.

 

Rayhan, A., & Wijaya, S. K. (2023). Efektifitas Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Menyelesaikan Putusan Sengketa Tata Usaha Negara. Jurnal Peradaban Hukum, 1(1), 61�80.

 

Simanjuntak, E. (2021). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara: Transformasi & Refleksi. Sinar Grafika.

 

Soetami, A. S. (1998). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

 

Sukowati, P. (2009). Hukum administrasi negara dalam konteks pemerintahaan di Indonesia. Jurnal Hukum Ekonomi & Bisnis, 7, 25�34.

 

Yuslim, S. H. (2022). Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Sinar Grafika.

 

Bachsan Mustafa, Sistem Administrasi Negara Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2001

 

Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama ,2001

 

Harahap, Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

 

Hendrik Salmon, Eksistenti Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama 2001

 

Petrus R.G. Sinaga. Sertifikat Hak Atas Tanah dan Implikasi Terhadap Kepastian Kepemilikan Tanah. Vol.II/No. 7 Agustus 2014. Petrus-R.G.Sinaga.ac.id.

 

Putusan PTUN JAKARTA Nomor 59/G/2016/PTUN-JKT Tanggal 25 April 2016 � Galuh Radiah, dkk ; gubernur provinsi daerah khusus ibukota jakarta

 

Putusan PTUN JAKARTA Nomor 267_k-tun_2016 Tanggal 25 April 2016 � Galuh Radiah, dkk ; gubernur provinsi daerah khusus ibukota jakarta

 

Siti Soetami ; Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Bandung : Refika Aditama, 2005

 

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

 

Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

 

Wijayanti, Sri. Kepastian Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah Sebagai Bukti Hak kepemilikan Tanah, Vol.16. 2010.

 

 

� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).