Implementasi Kebijakan Sekolah Sepanjang Hari (Full Day School) dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di Kabupaten
Sorong Selatan
(Studi Kasus: SD Inpres 11
Konda, Distrik Konda Kabupaten
Sorong Selatan)
� Implementation of the Full Day School Policy in
Improving the Quality of Education in South Sorong Regency (Case Study: SD Inpres 11 Konda, Konda District, South Sorong Regency)
1)* Yustianto T, 2Juniyanti
Tuarita, 3Yulian Kondologit
Program Studi Administrasi Publik Universitas Werisar,
Sorong Selatan, Indonesia
*Email: 1[email protected] 2[email protected] 3[email protected]
*Correspondence: 1) Yustianto T
DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1430 |
ABSTRAK Kebijakan Sekolah
Sepanjang Hari (SSH) telah
dilaksanakan di Kabupaten
Sorong Selatan dengan menunjuk
SD Inpres 11 Konda sebagai
pilot project. Pelaksanaan program SSH di
Sorong Selatan sangat penting mengingat
angka partisipasi kasar pendidikan di Sorong
Selatan sangat rendah yang disebabkan
oleh banyaknya anak-anak usia sekolah yang putus sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
(1) bagaimana implementasi
program SHH yang ada di SD Inpres
11 Konda Sorong Selatan; dan (2) apa kendala penerapan SSH di SD Inpres 11
Konda Sorong Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode
penelitian studi kasus, dimana data dikumpulkan dengan metode observasi, wawancara dan studi literatur, kemudian dialisis dengan metode diskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan :
(1) Dengan adanya SSH di
SD Inpres 11 Konda, angka
partisipasi pendidikan anak usia sekolah
mengalami kenaikan. Sejak dilaksanakan pertama kali tahun 2022 sampai tahun 2024 ini, SD Inpres 11 Konda telah menerima sebanyak 39 orang anak usia sekolah yang sebelumnya putus sekolah; dan (2) Ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan SSH
di SD Inpres 11 konda, diantaranya adalah berkaitan dengan kurikulum dan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Karena itu, perlu penyusunan
kurikulum sesuai dengan konsep SSH sebagaimana konsep awal SSH pertama kali dicetuskan di
Sorong Selatan. Selanjutnya melakukan
pelatihan adaptasi sistem mengajar SSH kepada seluruh guru yang ada di Sorong Selatan Kata kunci: Implementasi Kebijakan, SSH
Sorong Selatan, Mutu Pendidikan Papua |
ABSTRACT
The Full Day School
(SSH) policy has been implemented in South Sorong Regency by appointing SD Inpres 11 Konda as a pilot project. The implementation of
the SSH program in South Sorong is very important considering that the gross
education enrollment rate in South Sorong is very low due to the large number
of school-age children dropping out of school. This research aims to find out:
(1) how the SHH program is implemented at SD Inpres
11 Konda South Sorong; and (2) what are the obstacles to implementing SSH at SD
Inpres 11 Konda South Sorong. The research method
used in this research is the case study research method, where data is
collected using observation, interviews and literature study methods, then
analyzed using qualitative descriptive methods. The results of the research
show: (1) With the existence of SSH at SD Inpres 11
Konda, the educational participation rate of school-aged children has
increased. Since it was first implemented in 2022 until 2024, SD Inpres 11 Konda has accepted 39 school-aged children who
previously dropped out of school; and (2) There are several obstacles in
implementing SSH at SD Inpres 11 Konda, including
those related to curriculum and the availability of adequate facilities and
infrastructure. Therefore, it is necessary to prepare the curriculum in
accordance with the SSH concept as the initial concept of SSH was first coined
in South Sorong. Next, carry out training on adapting the SSH concept teaching
system to all teachers in South Sorong.
Keywords:
Policy Implementation,
South Sorong SSH, Quality of Papuan Education
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan bernegara
sesuai dengan yang termaktub
di dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa Rahmani(Rahmani,
2022). Bahkan
didalam lagu kebangsaan Indonesia Raya (W.Supratman) dengan salah satu sya�ir yakni
�bangunlah jiwanya bangunlah badan�. Artinya bahwa sebelum fisiknya,
pembangunan yang paling pertama
wajib dilakukan oleh pemerintah adalah manusianya.
Pembangunan manusia Indonesia adalah cita-cita luhur bangsa yang harus terus dirawat dan dikembangkan. Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, mulai dari sistem kurikulum,
sistem pendidikan dan metode pendidikan dan pengajaran, yang pada prinsipnya
agar manusia Indonesia dari
Sabang bagian paling barat sampai
Merauke pulau bagian paling
timur Indonesia dapat merasakan dan menikmati pendidikan yang sesungguhnya (Hamzani,
2014).
Salah satu sistem pendidikan
yang dinilai oleh sejumlah pihak akan efektif
dan optimal dalam rangka melakukan
akselerasi pendidikan di
Indonesia yakni melalui
program full day school atau Sekolah Sepanjang
Hari (SSH) (Elfrianto
et al., 2023). Program ini juga mulai diterapkan di Provinsi Papua di tahun 2022 sampai sekarang, salah
satunya di Kabupaten Sorong
Selatan dengan menunjuk SD
11 Konda yang berada di Distrik
Konda sebagai sekolah pertama di Sorong Selatan yang melaksanakan
program SHH.
Pelaksanaan program SHH di Sorong Selatan tidak
terlepas dari kondisi riil kualitas
pendidikan yang ada di
Papua khususnya kualitas pendidikan anak-anak Asli Orang
Papua (OAP). Dengan ketertinggalan
pendidikan di Papua, diharapkan
ada sebuah sistem yang dapat mengurangi persoalan pendidikan anak-anak usia sekolah di Papua. Menurut (Sumule
et al., 2024), SSH merupakan
salah satu program akselerasi
pendidikan yang cocok diberlakukan di Papua khususnya
dalam mengurai berbagai
problem pendidikan di Papua. SSH sesuai dengan kultur, budaya dan kondisi sosial masyarakat Papua.
Pentingnya akselerasi pendidikan
di Papua merupakan kebutuhan
yang sangat krusial di Papua saat
ini. Data menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Papua sangat rendah bila dibandingkan
dengan provinsi yang lain
di Indonesia. Nilai IPM Provinsi Papua Barat pada
2020 berada di urutan ke 33
dan Provinsi Papua berada
di urutan ke-34 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia (Sumule
et al., 2024).
Dengan diberlakukannya kebijakan
SSH di Sorong Selatan, tentu diperlukan
pengawasan yang masif dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk mendukung proses penyempurnaan kebijakan SSH ini semakin lebih
baik. Harapan agar SHH ini implementasinya dilapangan bisa benar-benar tepat sasaran dan tepat mutu merupakan keinginan dan kerinduan masyarakat yang ada di Sorong
Selatan.
METODE
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yakni metode penelitian
studi kasus. Data dikumpulkan melalui proses observasi dan wawancara untuk mendapatkan data dan informasi mengenai objek yang diteliti dikaitkan dengan studi literatur
mengenai kajian atau penelitian yang sudah pernah ada sebelumnya.
Data disusun dengan metode analisis kualitatif deskriptif dimana data yang diperoleh dianilisis untuk menggambarkan
dan menginterprestasikan suatu
objek yang diteliti. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran data dan informasi secara mendetail mengenai objek yang diteliti sehingga melahirkan data, informasi dan pengetahuan baru
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sekolah Sepanjang Hari di SD 11 Konda
Sejak tahun 2022, SD Inpres 11 Konda yang berada di Distrik Konda Kabupaten Sorong
Selatan ditetapkan sebagai pilot
project pelaksanaan SSH di Kabupaten
Sorong Selatan. Sebagai sekolah
pilot project, maka diharapakan
sekolah ini akan menjadi rujukan
dan percontohan bagi pemangku kebijakan khususnya pemerintah Sorong
Selatan untuk program SHH yang akan dilakukan secara massif di Sorong
Selatan kedepan.
SSH di SD Inpres 11
Konda dilaksanakan oleh sebuah
tim yang disebut dengan tim pengelolah
yang terdiri dari seorang ketua tim
dengan 6 (orang) anggota tim yang juga merangkap sebagai guru SSH. Diawal pelaksanaan SSH ini melibatkan guru setempat dalam hal ini semua guru-guru yang ada di SD Inpres 11 Konda termasuk Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum. Namun dalam perjalanannya guru-guru ini tidak lagi terlibat kecuali 3 (tiga) orang guru honorer SD Inpres 11 Konda yang masih terlibat sampai sekarang ini.
Proses pembelajaran
SSH di SD Inpres 11 Konda dimulai
dari jam 07.15 WIT sampai dengan jam 17.00 WIT. Pelaksanaannya
dibagi dalam 2 fase waktu, yaitu pada pukul 07.15 sampai dengan pukul 13.00 proses pembelajaran diambil alih oleh guru-guru SD Inpres 11
Konda. Selanjutnya pada pukul
14.00 WIT sampai dengan pukul 17.00 WIT diambil alih oleh tim pengelolah
SSH. Setiap siswa yang dikategorikan masuk dalam kelompok SSH setiap hari diberi makan tiga kali sehari. Pada pagi hari diberi sarapan
dalam bentuk snack, kemudian
pada pukul 12.00 WIT mereka
makan siang dan pada pukul
17.00 WIT sebelum kembali kerumah
masing-masing, kembali lagi diberikan makanan tambahan.
Siswa yang dilibatkan dalam
program SSH di SD Inpres 11 Konda yakni
siswa kelas 4 sampai dengan kelas
6. Kemudian ada kelas lain yang disebut dengan kelas khusus
dimana kelas ini diisi oleh anak-anak usia sekolah yang ada di Konda yang sebelumnya putus sekolah. Dengan kelas khusus ini
mereka dibimbing dan diajar agar bisa kembali bersekolah.
Kelas khusus ini seperti kelas
penyetaraan, dimana para siswa yang sebelumnya putus sekolah lalu
ditempatkan pada kelas-kelas
yang disesuaikan dengan umur sekolah siswa
yang bersangkutan setelah melalui proses evaluasi.
Data tahun 2024,
pada semester akhir, jumlah
siswa yang ada di SD 11
Konda yakni sebanyak 195
orang kemudian yang tamat sekolah tahun 2024 ini sebanyak 40 orang. Total
murid yang ada di SD 11 Konda sekarang ini yang terdata yakni� 155 orang, belum termasuk
siswa baru yang diterima tahun ini. Sementara
itu partisipasi usia sekolah yang sebelumnya putus sekolah di Konda yang kemudian kembali bersekolah setelah adanya SSH yakni pada tahun 2023 sebanyak 17 orang dan tahun 2024 ini sebanyak 22 orang.
Dimulai dari pukul
06.00 WIT siswa yang masuk
dalam kelompok SSH mulai datang di sekolah, lalu mandi dan mengganti pakaian. Semua fasilitas dan alat untuk mandi disediakan oleh tim pengelolah SSH. Termasuk pakaian sekolah, sepatu, tas dan perlengkapan sekolah lainnya. Saat siswa telah selesai mandi, mereka masuk kedalam
satu ruangan yang dikhususkan sebagai tempat ganti pakaian. Didalam ruang ganti tersebut dilengkapi dengan lemari-lemari baju kecil yang dibuat secara bersusun dalam bentuk kotak. Satu siswa satu kotak
tempat penyimpanan baju (Mabruaru, 2024).
Selain itu di SSH ini
diperlengkapi dengan toilet
siswa, ada toilet khusus laki-laki dan ada toilet khusus perempuan. Di sekolah juga disediakan tempat cuci tangan dan piring bagi siswa
setelah selesai makan. Kemudian
ada satu tempat laundry pakaian dan satu tempat dapur
umum. Masing-masing tempat
laundry dan dapur umum memperkerjakan masyarakat setempat sebagai tukang laundry dan tukang masak. Untuk tukang masak sendiri diambil
secara bergilir dari masyakat setempat
kemudian diberikan honor
oleh tim. Sekolah SSH juga dilengkapi dengan pegawai security (Saru, n.d.).
Pelaksanaan SSH SD 11
Konda
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa sistem pelajaran
SSH SD Inpres 11 Konda di Sorong Selatan dilakukan seperti umumnya pelaksanaan kegiatan pembelajaran di sekolah tingkat dasar. Tidak ada perbedaan yang cukup mendasar yang dilakukan oleh pengelolah SSH dengan sistem pembelajaran yang dilakukan oleh para guru di SD Inpres
11 Konda selama ini. Perbedaannya hanya pada beberapa fasilitas baru yang sebelumnya tidak ada ketika SD Inpres
11 Konda belum berbentuk SSH (Saru, n.d.).
Pelaksanaan suatu pembelajaran dengan konsep SSH, idealnya menerapkan sistem pembelajaran integrated activities dan integrated
curriculum. Konsep kegiatan
pembelajaran tersebut mulai dari belajar,
bermain, makan, dan beribadah
menjadi sebuah sistem yang utuh dan saling mempengaruhi satu sama lain (Wijaya & Djono, n.d.). Tujuannya, untuk memberikan penanaman nilai-nilai kehidupan harmonis pada anak didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Pengintegrasian kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar kelak dapat menjadi manusia
yang utuh sesuai dengan nilai-nilai kultur budaya dan falsafah bangsa.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh sekolah-sekolah
yang menerapkan SSH di Indonesia diambil
alih oleh guru dan staf pendidikan dimana SSH itu diberlakukan. Bukan tanpa sebab mengingat
pelaksanaan sebuah SSH memerlukan effort yang besar
termasuk ketersediaan anggaran dan kesiapan waktu para guru untuk untuk mendukung secara penuh pelaksanaan sebuah SSH.
Hal yang sama juga berlaku
dengan adanya program SSH
yang ada di Sorong Selatan yang tentu
memerlukan daya upaya dalam hal ketersedian anggaran yang memadai. Hal ini dikarenakan suatu sekolah dengan konsep SSH harus terpenuhi ketersediaan sarana dan prasarannya seperti ketersediaan gedung dengan standar SSH, kurikulum sesuai dengan standar SSH, makanan untuk para siswa, pakaian dan terlebih ketersediaan guru dan staf pendukung.
Guru dan staf sekolah dituntut untuk lebih banyak kesediaan
waktu merancang dan mengembangkan kurikulum dan materi pelajaran lain yang tentunya selaras dengan visi misi
lembaga pendidikan tersebut. Tujuannya, untuk menyiapkan peserta didik yang mampu mengerti, memahami, dan menghayati setiap pembelajaran yang diterima, sehingga ilmunya dapat menjadi bekal
melanjutkan cita-citanya
yang ingin dia raih (Wijaya & Djono, n.d.).
Berdasarkan temuan dilapangan, pelaksanaan SHH di SD
Inpres 11 Konda, semuanya diambil alih oleh tim pendamping baik dalam hal perancangan sistem pembelajaran juga dalam hal pelibatan tenaga guru didalam SSH tersebut. Guru yang dilibatkan sebagai tenaga pengajar hanya sebagian saja bahkan sampai
saat ini hanya ada 3 guru yang dilibatkan dalam SSH di SD Inpres
11 Konda tersebut (Mabruaru, 2024).
Tentu ini menjadi
salah satu hal perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah daerah Sorong Selatan untuk mengevaluasi
tenaga guru yang jasanya digunakan didalam SSH ini. Pelibatan guru setempat menjadi sebuah keharusan yang perlu dilakukan. Sehingga efektifitas pembelajaran dan efisiensi pendanaan bisa lebih murah jika
menggunakan tenaga guru setempat.
Pelibatan guru setempat akan lebih mudah
untuk merancang metode pembelajaran dan terlebih pelaksanaan pembelajaran itu sendiri.
Dalam pandangan (Faizin, 2009) metode pembelajaran yang harus dilakukan
dalam pelaksanaan SSH diistilakan
dengan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM). Metode ini
diharapkan akan memacuh semangat dan keinginan
para siswa untuk lebih antusias lagi dalam proses pembelajaran.
Mengacuh kepada kondisi rill pendikan di Papua secara khusus di Sorong Selatan, pelaksanaan pembelajaran dengan sistem Paikem
ini relatif masih sangat sulit dilakukan. Termasuk juga belum
maksimal dilakukan di SD Inpres
11 Konda yang notabene sebagai
pilot project dari program SSH di Sorong
Selatan. Tentu hal tidak mengagetkan bagi mereka yang paham dengan kondisi
pendidikan di Papua secara khusus Sorong Selatan.
Karena jika mencermati proses dari awal yang dikaitkan dengan kajian-kajian yang melatarbelakangi SSH di Sorong Selatan memang
SSH ini ditujukan untuk mengejar kuantitas pendidikan di Papua. Tentu ini berbeda dengan
konsep SSH yang telah dijalakan oleh beberapa daerah di Indonesia yang menekankan
kepada pengembangan kualitas siswa. Walaupun tentu tidak dinafikkan jika didalam konsep
SSH di Papua ini juga pada akhirnya
akan didorong kepada penguatan kualitas peserta didik.
Oleh karena itu, tidak salah jika kehadiran SSH di Sorong Selatan diarahkan
lebih kepada bagaimana mengajak kembali anak-anak yang putus sekolah pada usia sekolah untuk kembali ke sekolah.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa target utama pendidikan di Papua saat ini adalah memotong
mata rantai angka putus sekolah
yang sangat tinggi.
Hal lainnya dalam penerapan SSH di SD Inpres 11
Konda adalah pembuatan kelas khusus bagi
anak-anak usia sekolah yang sebelumnya putus sekolah. Didalam kelas khusus
ini, terdiri dari beberapa murid yang nantinya setelah hasil evaluasi berdasarkan kemampuan dan umur siswa yang bersangkutan disebar ke kelas yang cocok dengan umur
dan kemampuan anak tersebut (Mabruaru, 2024).
Rupanya kelas khusus ini sangat diminati dan disenangi oleh para siswa yang ada pada kelas khusus tersebut.
Pasalnya mereka bisa bermain sambil belajar disekolah bahkan juga dibuat dalam bentuk pembelajaran dengan konsep kelas
alam. Selain itu, para siswa
juga diberikan makan gratis setiap
hari. Makan gratis ini rupanya menjadi salah satu pemicuh partisipasi
anak usia sekolah di SD Inpres 11 Konda meningkat.
Hal ini menjawab salah satu persoalan utama banyaknya anak usia sekolah kemudian
putus sekolah di Sorong
Selatan karena sering diajak oleh orang tuanya berburu baik kehutan
atau kelaut mencari makan. Anak-anak yang
malas sekolah kebanyakan diakibatkan karena tidak tahan lapar
saat disekolah. Sementara itu, ketika kembali kerumah belum tentu ada makanan yang telah tersedia untuk mereka makan (Saru, n.d.).
Program SSH pada dasarnya
merupakan sebuah upaya menambah waktu dan memperbanyak materi pelajaran serta mempersiapkan peserta didik agar menjadi pribadi yang mempunyai kematangan mental, intelektual, skill, spiritual, dan moral anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Herdarliana, 2020) menemukan bahwa SSH dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak yang mencakup kemampuan intelektual sehingga siswa mampu menggabungkan
beberapa ide, gagasan yang dipelajari pelajari dengan konsep SSH tersebut.
Kendala
Penerapan SSH di SD 11 Konda
Salah satu kendala mendasar pelaksanaan SHH di SD Inpres 11 Konda Sorong Selatan adalah
masalah manajemen SSH. Mungkin karena ini sifatnya pilot project
sehingga optimalisasi penggunaan sumber daya yang tersedia di SD Inpres 11 Konda belum maksimal digunakan.
Masalah manajemen ini dapat terlihat
dalam keterbatasan pengembangan
kurikulum, sarana dan prasarana, pendanaan dan guru
yang profesional. Untuk mendukung
pelaksanaan kualitas
program SSH yang baik�
harus ditunjang dengan
ketersedian berbagai faktor seperti yang telah disebutkan diatas (Baharuddin, 2009).
Temuan peneliti dilapangan menunjukkan bahwa dari sisi
pengembangan kurikulum masih sangat terbatas. Ini dikarenakan belum ada formulasi yang baku yang telah disusun dan disepakati oleh pemangku kepentingan yang ada di Sorong
Selatan berkaitan dengan pelaksanaan program SSH ini.
Kenapa kurikulum menjadi penting supaya proses pembelajaran dengan metode SSH itu dapat menunjukkan spesifikasi perbedaan dengan sekolah yang selama ini dijalankan secara konvensional.
Selain itu desain kurikulum yang berbasis kearifan lokal sesui dengan adat
masyarakat Papua juga menjadi
penting dipikirkan sebagaimana konsep awal SSH ini dicetuskan
di Papua. Dengan demikian persoalan angka putus sekolah yang menjadi problem dasar pendidikan di Papua dapat teratasi. Kurikulum harus disusun disesuaikan dengan karakter dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Papua.
Harus diakui bahwa SSH yang dilaksanakan di
Papua ini secara khusus di Sorong Selatan, bentuk
dan semangatnya berbeda dengan daerah lain diluar Papua yang juga sudah beberapa
tahun yang lalu menerapkan konsep pendidikan dengan model SSH ini. Di Papua, konsep utama SSH adalah untuk meningkatkan partisipasi kasar pendidikan anak usia sekolah
sementara di daerah lain diluar Papua yang menjalankan
SSH, tujuannya adalah untuk
meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Selain faktor kurikulum, sarana dan prasarana juga menjadi salah satu hal penting
yang harus menjadi perhatian
dalam pelaksanaan program SSH. Di SD Inpres 11 Konda sendiri, sarana dan prasarana masih sangat terbatas. Ditemukan sarana prasarana pendukung seperti toilet, kamar mandi, tempat laundry, tempat memasak, tempat makan dan tempat istirahat siswa masih sangat terbatas. Artinya bahwa idealnya
sebuah sekolah yang akan menerapkan program SSH harus
memikirkan penyediaan sarana dan prasarana tersebut yang memadai.
Faktor ketersedian
guru juga penting. Bagaimanapun
SSH ini merupakan program
yang sangat baik sehingga penting keberlanjutannya kedepan dipikirkan. Perlu ada adaptasi baru terhadap pelaksanaan SSH ini, sehingga dapat
menjadi pengetahuan bersama untuk seluruh guru di
semua sekolah yang ada di
Sorong Selatan. Jika dengan metode
sekarang, dimana pelaksanaan
proses pembelajaran semuanya
dibawah kendali penuh oleh suatu tim atau lembaga
khusus yang menangani SSH ini termasuk menjadi
guru atau mentor SSH maka ini akan menjadi
masalah baru yang akan timbul dikemudian hari.
Hal ini terkonfirmasi dengan temuan peneliti dilapangan, dimana pelaksanaan pembelajaran oleh
Guru yang mengajar dalam program SSH di SD Inpres 11 Konda dibawah pengelolaan sebuah tim awalnya melibatkan
semua guru-guru di SD Inpres 11 Konda. Namun dalam perjalanannya
guru-guru di SD 11 Konda tersebut tidak
lagi dilibatkan secara langsung kecuali 3 orang tenaga honorer yang sampai sekarang masih mengajar di kelas SSH (Saru, n.d.).
SIMPULAN
Pada prinsipnya pelaksanaan program
SSH di SD� Inpres 11 Konda telah berjalan dengan baik dan telah menjawab masalah pendidikan yang ada di Sorong
Selatan secara khusus yang ada di Distrik Konda. Dengan adanya SSH di SD Inpres 11 Konda ini, angka partisipasi pendidikan anak usia sekolah mengalami
kenaikan. Sejak dilaksanakan pertama kali tahun 2022 sampai tahun 2024 ini, SD Inpres 11 Konda telah menerima sebanyak 39 orang anak usia sekolah
yang sebelumnya putus sekolah.
Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa hambatan yang perlu menjadi perhatian serius oleh pemerintah Sorong
Selatan dan juga seluruh stakeholder yang ada di Sorong Selatan terkait dengan pelaksanaan program SSH di SD Inpres
11 Konda tersebut. Diantaranya
adalah berkaitan dengan sistem kurikulum
yang diajarkan dan ketersediaan
sarana dan prasarana yang memadai. Tujuannya adalah agar supaya pelaksanaan program SSH di Sorong Selatan dapat dilakukan secara massif dan berkelanjutan kedepan. Karena itu, kedepan perlu
ada penyusunan kurikulum dengan konsep SSH yang disesuaikan dengan kurikulum yang umumnya berlaku di Indonesia. Selanjutnya melakukan adaptasi sistem mengajar sesuai dengan konsep SSH kepada seluruh guru yang ada di Sorong
Selatan.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, H. (2009).
Pendidikan dan psikologi perkembangan. Cet. I (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,
2009).
Elfrianto, H., Nasrun, M.
S., & Arifin, M. (2023). Buku Ajar Manajemen Pendidikan. umsu press.
Faizin, H. (2009). Implementasi
Fullday School dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di MAN Kandangan
Kabupaten Kediri. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Hamzani, A. I. (2014).
Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya. Yustisia,
3(3), 137�142.
Herdarliana, E. N. (2020).
Analisis dampak penerapan kebijakan full day school terhadap pembentukan
karakter religius dan kecerdasan spiritual siswa kelas X MIPA di SMAN 3
Semarang. UIN Walisongo.
Mabruaru, O. (2024). Wakil
Kepala Sekolah Bidang Akademik SD Inpres 11 Konda.
Rahmani, I. (2022).
Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Di Dalam Bidang Pendidikan
Tinjauan Dari Pasal 31 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pamulang Law Review,
5(1), 77�84.
Saru, Y. A. (n.d.). Kepala
Sekolah SD Inpres 11 Konda.
Sumule, A., Yoman, A. G.
S., Solaiman, A., Kira, B., Astuti, B. S., Laksmi, B. I., Pamungkas, C.,
Haryanto, I., Suryawan, I. N., & Haluk, M. (2024). Membawa Keadilan dan
Perdamaian ke Tanah Papua. Unpar Press.
Wijaya, T., & Djono,
D. (n.d.). PEMBELAJARAN SEJARAH PADA SEKOLAH FULL DAY SCHOOL:(STUDI KASUS DI
SMA N 1 KARANGDOWO KABUPATEN KLATEN). Jurnal CANDI, 19(1),
112�124.
E. Mulyasa.2013. Kepala Sekolah Profesional dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK.Bandung:
PT. Ramaja Rosdakarya
E. Novita Herdarliana. 2020. Analisis Dampak Penerapan Kebijakan Full Day
School Terhadap Pembentukan Karakter Religius Dan Kecerdasan Spiritual Siswa
Kelas X Mipa di Sman 3 Semarang. Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang
Wiwik Sulistyaningsih. 2008. Full Day School & Optimalisasi
Perkembangan Anak. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.