Hubungan Water,
Sanitation and Hygiene (WASH) dengan Angka Kejadian
Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata
� Relationship between Water, Sanitation and Hygiene
(WASH) and the Incidence of Diarrhea in the Kalumata
Health Center Work Area
1)* Putri Widyaningrum, 2) Liasari Armaijn, 3) Aryandhito Widhi Nugroho
123 Universitas Khairun, Ternate, Indonesia
Email: [email protected]
Correspondence: Putri Widyaningrum
DOI: 10.59141/comserva.v4i7.1421 |
ABSTRAK Diare merupakan penyakit
berbasis lingkungan, sanitasi lingkungan terbukti memiliki kaitan yang erat
dengan angka kejadian diare. Pada tahun 2021 Puskesmas Kalumata menduduki
peringkat pertama dengan kasus diare terbanyak di Kota Ternate yaitu sebanyak
609 kasus. Belum ada penelitian tentang hubungan water, sanitation and
hygiene (WASH) dengan angka kejadian diare sebelumnya di Maluku Utara. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan WASH dengan angka kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Kalumata. Jenis penelitian ini adalah observasi
analitik dengan menggunakan pendekatan case control dengan uji fisher exact
guna mendapatkan hubungan WASH dan kejadian diare. Sebesar 33 kasus dan 33
kontrol diambil menggunakan teknik convenience sampling. Pengumpulan data
dilaksanakan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner. Hasil
penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara sanitasi yang meliputi
penanganan sampah dan sarana pembuangan tinja dengan angka kejadian diare
(p<0,05). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sarana sumber air
bersih dengan angka kejadian diare. Dan tidak terdapat hubungan bermakna
perilaku cuci tangan dengan angka kejadian diare (p>0,05). Kata kunci: Diare, Puskesmas Kalumata, WASH |
|
ABSTRACT Diarrhea is one of the environment-based infection
disease. Environmental sanitation is proven to be closely related to the
incidence of diarrhea. In 2021 the Kalumata Health
Center ranked first the prevalence of diarrhea in Ternate (609 cases). There
has been no research the association between water, sanitation and hygiene
(WASH) with the prevalence of diarrhea in North Maluku. This study aims to
determine the association between WASH with the prevalence of diarrhea in the
working area of the Kalumata Health Center. The
type of research was analytic observation study with case control approach.
Fisher�s exact test was used investigate the association between WASH and the
prevalence of diarrhea. A total of 33 cases and 33 controls were obtained
using a convenience sampling technique. Data collection was carried out by
direct interviews using questionnaires. The results showed a significant
association between sanitation which includes waste handling and faecal disposal facilities, with the prevalence of diarrhea
(p<0,05). There were no significant association found between clean water
sources, as well as, hand washing behavior and the prevalence of diarrhea
(p>0,05). Keywords: Diarrhea, Kalumata Health
Center, WASH |
PENDAHULUAN
Kesehatan mengenasi lingkungan masih menjadi
sebuah persoalan utama di bidang kesehatan pada seluruh dunia, khusunya di Indonesia, sebagai salah satunegara
berkembang. World Health Organization
(WHO) telah meluncurkan berbagai program sebagai upaya untuk menangani dampak
negatif yang disebabkan oleh kurangnya akses air, sanitasi dan kebersihan yang
memadai untuk kesehatan manusia. Namun, sampai saat ini upaya-upaya yang telah
dilakukan belum dapat menuntaskan masalah kesehatan yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan tersebut (Bartram &
Cairncross, 2012; Kemenkes RI, 2021; Zhou et al., 2018).
Berdasarkan keadaan yang terjadi di Indonesia, masalah kesehatan yang
berhubungan dengan sanitasi lingkungan masih menjadi problem yang mendasar.
Indonesia menghadapi banyak permasalahan, yaitu berupa permasalahan air,
sanitasi dan hygiene
masih sangat besar (Unicef Indonesia,
2020).
Sanitasi yang buruk dapat mengurangi kesejahteraan manusia dan diproyeksikan
dapat menjadi sebab dari 432.000 kejadian kematian yang diakibatkan oleh diare
tiap tahunnya (WHO, 2018) Diare ialah suatu penyakit yang
diakibatkan oleh lingkungan dan merupakan penyakit yang menular. Sehingga
sanitasi lingkungan sangat memiliki kaitan erat dengan angka kejadian diare (Prakoso, 2020; Tuang,
2021; Zhou et al., 2018).
WHO menyatakan bahwa diare memiliki definisi berupa kejadian buang air
besar dengan tingkat kepadatan yang tergolong encer dan frekuensi kejadian
paling sedikit terjadi lebih dari tiga kali dalan satu hari (WHO, 2017). Diare dapat terjadi karena infeksi
dari virus, bakteri atau parasit. Faktor penyebab penyakit diare paling dominan
adalah air dan jamban keluarga, selain itu juga dapat dipengaruhi oleh
pengelolaan sampah dan juga saluran limbah (Prakoso, 2020). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun
2018 menyatakan pada tahun 2016 telah terjadi tiga kali Kejadian Luar Biasa
atau disebut KLB yang terjadi pada tiga provinsi yang angka kejadian sebanyak
198 dan angka kematian mencapai enam kasus. Pada Tahun 2017, KLB mengalami
peningkatan, yaitu menjadi sebanyak 21 kejadian. KLB tersebut menyebar pada 12
provinsi serta pada 17 kabupaten/kota, dengan angka kejadian diare sebanyak
1.725 dan sebanyak 34 kasus kematian (Ri, 2018).
Prevalensi kejadian diare hasil diagnosis oleh tenaga kesehatan berdasarkan
Data Riskesdas 2018 adalah 6,8%, prevalensi hasil diagnosis maupun pengalaman
adanya gejala adalah 8%. Kelompok usia dengan prevalensi paling tinggi pada
kejadian diare, diantaranya adalah 1-4 tahun (11,5%), bayi (9%), dan >75
tahun (7,2%) (Kemenkes RI, 2018;
Prabhakara, 2019).
Berdasarkan data dari profil kesehatan Maluku Utara tahun 2018 kasus diare
di Maluku Utara sebanyak 15.381 kasus dan Kota Ternate menduduki peringkat
kedua kasus diare terbanyak setelah Kabupaten Halmahera Selatan. Prevalensi
kasus diare di Kota Ternate pada tahun 2018 sebanyak 2.822 kasus. Untuk
puskesmas di Kota Ternate dengan prevalensi diare tertinggi adalah di wilayah
Puskesmas Kalumata (Riskesdas 2018, 2019).
Berdasarkan data Puskesmas Kalumata pada tahun 2020, kasus diare yang
terjadi mencapai 514 kasus dengan prevalensi wanita lebih banyak dibandingkan
dengan pria, dan pada tahun 2021, kasus diare di wilayah kerja Puskesmas
Kalumata mengalami peningkatan menjadi 609 kasus dan kasus diare terbanyak
terdapat di Kelurahan Kalumata sebanyak 143 kasus.
Berdasarkan uraian di atas dan prevalensi banyaknya kasus diare yang
terjadi di Maluku Utara khususnya di wilayah kerja Puskesmas Kalumata, peneliti
emiliki ketertarikan untuk neliti mengenai Hubungan Water, Sanitation, and Hygiene (WASH) dengan Angka Kejadian Diare
di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini yaitu observasi analitik dengan
disain penelitian case control, yang memiliki tujuan untuk menelaah korelasi
faktor risiko terhadap kejadian penyakit, dengan pendekatan retrospective
berupa perbandingan kelompok kasus dan kelompok kontrol. Penelitian
dilaksanakan pada Bulan Desember 2022 hingga Januari 2023 di wilayah kerja
Puskesmas Kalumata. Populasi penelitian ini yaitu seluruh masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Kalumata. Sampel yang digunakan berupa anggota populasi yang
telah sesuai dengan kriteria inklusi, berupa pasien yang telah terdiagnosis
menderita diare oleh dokter dan datang berobat ke Puskesmas Kalumata atau
pasien diare yang telah dicatat pada buku register Puskesmas. Penentuan jumlah
sampel memanfatakan teknik sampling berupa teknik convenience sampling yaitu menggunakan responden yang tersedia dan
sesuai dengan kriteria.
Jenis data penelitian ini
berdasarkan sumbernya yaitu termasuk ke dalam data primer. Pengambilan data
melalui wawancara serta observasi. Sampel kategori kasus yaitu seluruh
penderita diare yang telah dicatat di buku registes Puskesmas Kalumata,
sedangkan sampel untuk kategori kontrol merupakan tetangga dari sampel pada
kategori kasus yang juga terkena penyakit diare serta matching jenis kelamin. Setelah data diperoleh, dilakukan
pengolahan data menggunakan program statistik komputer (IBM SPSS Statistic). Data yang sudah diperoleh
kemudian dilakukan analisis univariat, yaitu untuk menguraikan karakteristik
dari, dan analisis bivariat untuk menentukan korelasi pada variabel yang
diteliti, yaitu variabel bebas dan terikat. Digunakan uji menggunakan statistic
berupa uji Fisher�s exact untuk
melihat korleasi antara dua variabel tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kasus dan kontrol
diambil dari wilayah kerja Puskesmas Kalumata. Kelompok kasus diambil
berdasarkan data pasien yang menjalani pengobatan di Puskesmas Kalumata dan
didiagnosis diare oleh dokter, sedangkan kelompok kontrol ialah tetangga dari
sampel pada kelompok kasus. Sampel untuk penelitian ini sebanyak 66 responden
dengan pembagian yaitu 33 kelompok kasus dan 33 kelompok kontrol. Karakteristik
responden pada variabel terikat berupa kasus diare, dan variabel bebas berupa
sarana air bersih, penanganan sampah, tempat pembuangan tinja, dan perilaku
cuci tangan, dapat diketahui melalui dilakukannya analisis univariat. Hasil
dari analisis univariat dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik |
Kejadian Diare |
Total |
||||
Kasus |
Kontrol |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Kejadian Diare Diare Tidak Diare |
33 0 |
100 0 |
0 33 |
0 100 |
33 33 |
50 50 |
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan |
6 27 |
18,2 81,8 |
6 27 |
18,2 81,8 |
12 54 |
18,2 81,8 |
Umur 12 � 16 tahun 17 � 25 tahun 26 � 35 tahun 36 � 45 tahun 46 � 55 tahun 56 � 65 tahun |
1 8 13 9 2 0 |
3 24,2 39,4 27,3 6,1 0 |
1 10 11 7 3 1 |
3 30,3 33,3 21,3 9,1 3 |
2 18 24 16 5 1 |
3 27,3 36,4 24,2 7,6 1,5 |
Pendidikan Rendah Tinggi |
6 27 |
18,2 81,8 |
2 31 |
6,1 93,9 |
8 58 |
12,1 87,9 |
Pekerjaan Tidak Bekerja Bekerja |
19 14 |
57,6 42,4 |
25 8 |
75,8 24,2 |
44 22 |
66,7 33,3 |
Pengetahuan Buruk Baik |
15 18 |
45,5 54,5 |
19 14 |
57,6 42,4 |
34 32 |
51,5 48,5 |
Water Sarana Air Bersih Buruk Baik |
- 33 |
0 100 |
- 33 |
0 100 |
66 |
100 |
Sanitation Sarana Pembuangan Tinja Buruk Baik |
15 18 |
45,5 54,5 |
1 32 |
3 97 |
16 50 |
24,2 75,8 |
Penanganan Sampah Buruk ����� Baik |
19 14 |
57,6 42,4 |
3 30 |
9,1 90,9 |
22 44 |
33,3 66,7 |
Hygiene Perilaku Cuci Tangan Buruk ����� Baik |
4 29 |
12,1 87,9 |
3 30 |
9,1 90,9 |
7 59 |
10,6 89,4 |
Tabel di atas merupakan tabel yang menggambarkan
karakteristik responden penelitian di wilayah kerja Puskesmas Kalumata.
Responden berjenis kelamin perempuan sebesar 54 (81,8%) dan laki-laki sebanyak
12 (18,2%). Responden dalam penelitian ini terbagi menjadi beberapa kelompok
usia, diantaranya yaitu 12 � 16 tahun sebanyak 2 (3%) responden, 17 � 25 tahun
sebanyak 18 (27,3%) responden, 26 � 35 tahun sebanyak 24 (36,4%) responden, 36
� 45 tahun sebanyak 16 (24,2%), 46 � 55 tahun sebanyak 5 (7,6%) responden dan
56 � 65 tahun sebanyak 1 (1,5%) responden. Responden yang tidak bekerja
sebanyak 44 (66,7%) dan yang bekerja sebanyak 22 (33,3%). Responden dengan
tingkat pengetahuan mengenai diare rendah sebanyak 34 responden (51,5%), dan
tingkat pengetahuan mengenai diare tinggi sebanyak 32 responden (48,5%). Dapat
diketahui juga bahwa distribusi frekuensi mengenai faktor kejadian diare,
diantaranyaa sarana air bersih, seluruh responden mempunyai sarana air bersih
dengan kategori baik, atau sebanyak 66 (100%) responden. Pada sarana pembuangan
tinja, kategori buruk sebanyak 16 (24,2%) responden dan kategori baik sebesar
50 (75,8%). Pada penanganan sampah, kategori buruk sebanyak 22 (33,3%)
responden dan kategori baik sebanyak 44 (66,67%) responden. Distribusi
frekuensi perilaku mencuci tangan yang buruk sebesar 7 (10,6%) dan perilaku
mencuci tangan yang baik sebesar 59 (89,4%).
Tabel 2. Hubungan Sumber Air Bersih dengan Angka
Kejadian Diare
Sumber Air |
Kejadian Diare |
Total |
p-value |
||||
Kasus |
Kontrol |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
Buruk |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
- |
Baik |
33 |
33 |
33 |
33 |
66 |
100 |
|
Total |
33 |
33 |
33 |
33 |
66 |
100 |
Menurut hasil tersebut, diketahui bahwa tidak ada responden
yang memiliki sumber air yang buruk mengalami diare maupun tidak mengalami
diare. Sebanyak 33 responden (33%) memiliki sumber air yang baik dan tidak mengalami diare, sedangkan 33 responden lainnya (33%) juga memiliki sumber air yang baik namun mengalami
diare. Hasil pengujian hipotesis yang menggunakan
Fisher�s exact untuk variabel
ini tidak muncul, karena ada kesalahan pada sistem yang menganggap bahwa variabel sumber air merupakan konstanta (karena seluruh data menunjukkan kategori baik), sehingga nilai p-value tidak diketahui
Tabel 3. Hubungan Sarana Pembuangan Tinja dengan
Angka Kejadian Diare
Jamban |
Kejadian Diare |
Total |
p-value |
||||
Kasus |
Kontrol |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
Buruk |
15 |
45,5 |
1 |
3 |
16 |
24,2 |
<0.001 |
Baik |
18 |
54,5 |
32 |
97 |
50 |
75,8 |
|
Total |
33 |
100 |
33 |
100 |
66 |
100 |
Hasil uji Fisher�s exact digambarkan pada tabel
diatas. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa sebanyak 15 responden
(45,5%) mengalami diare dengan penggunaan jamban yang buruk, sebanyak 18
responden (54.5%) penggunaan jamban baik dan mengalami diare, sebanyak 1
responden (3%) penggunaan jamban buruk tidak mengalami diare, dan terdapat 32
responden (97%) penggunaan jamban baik dan tidak mengalami diare. Selain secara
deskriptif, hasil di atas juga merupakan hasil dari uji Fisher�s exact untuk
dijajikan perbandingan dari dua variabel tersebut. Analisis yang dilakukan
menghasilkan nilai signifikansi/p-value sebesar 0.000 (p<0,05). Hasil yang
didapatkan berarti bahwa terjadi hubungan bermakna pada kejadian diare dengan
fasilitas yang digunakan untuk membuang feses.
Tabel 4. Hubungan Penanganan Sampah dengan Angka
Kejadian Diare
Sampah |
Kejadian Diare |
Total |
p-value |
||||
Kasus |
Kontrol |
||||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||
Buruk |
19 |
57,6 |
3 |
9,1 |
22 |
33,3 |
<0.001 |
Baik |
14 |
42,4 |
30 |
90,9 |
44 |
66,7 |
|
Total |
33 |
100 |
33 |
100 |
66 |
100 |
Tabel tersebut menggambar
hasil uji Fisher�s exact secara
deskriptif. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa sebanyak 19 responden (57,6%)
yang mengalami diare dengan
sarana pembuangan sampah yang buruk, sebanyak 14 responden (42,4%)
yang mengalami diare dengan
sarana pembuangan sampah yang baik, sebanyak 3 responden (9,1%) yang tidak mengalami diare dan sarana pembuangan sampah yang tergolong buruk, dan terdapat 30 responden (90,9%)
yang tidak mengalami diare dengan sarana pembuangan sampah yang baik. Selain secara deskriptif, hasil di atas juga merupakan hasil dari uji Fisher�s exact untuk membandingkan dua variabel tersebut. Hasil yang didapatkan untuk nilai p-value sebesar 0,000 (p<0,05). Hasil yang didapatkan
berarti bahwa terjadi hubungan yang signifikan antara frekuensi diare dengan pembuangan sampah
Tabel 5. Hubungan Perilaku Cuci Tangan dengan
Angka Kejadian Diare
Cuci Tangan |
Kejadian Diare |
Total |
p-value |
||||
Kasus |
Kontrol |
||||||
n |
% |
n |
% |
N |
% |
||
Buruk |
4 |
12,1 |
3 |
9,1 |
7 |
10,6 |
1,000 |
Baik |
29 |
87,9 |
30 |
90,9 |
59 |
89,4 |
|
Total |
33 |
100 |
33 |
100 |
66 |
100 |
Diketahui bahwa sebanyak 4 responden (12,1%) yang mengalami diare dan�
kebiasaan mencuci
tangannya buruk, sebanyak 29 responden (87.9%)
yang mengalami diare dengan
kebiasaan cuci tangan yang tergolong baik, sebanyak 3 responden (9,1%) yang tidak mengalami diare dengan kebiasaan cuci tangan yang buruk, dan terdapat 30 responden (90,9%)
yang tidak mengalami diare dengan kebiasaan cuci tangan yang baik. Selain secara deskriptif, hasil di atas juga merupakan hasil dari uji Fisher�s exact untuk membandingkan dua variabel tersebut. Nilai
p-value yang dihasilkan adalah 1,000 (p>0,05). Maka, tidak ditemukannya
hubungan yang signifikan antara angka kejadian diare dengan kebiasaan mencuci
tangan.
Pembahasan
Menurut hasil uji statistik, tidak ada korelasi
antara kejadian diare dan sarana air bersih. Persentase sarana air bersih yang
baik pada kelompok kasus sebesar 100% dengan persentase sarana air bersih yang
buruk sebesar 0%. Hal tersebut juga terjadi pada kelompok kontrol yaitu
persentase sarana air bersih yang baik sebesar 100% dan persentase sarana air
bersih yang buruk sebesar 0%. Dikarenakan dari kelompok kontrol maupun kasus
sudah memanfaatkan sumber air yang baik, berupa sumber yang berasal dari sumur maupun
PDAM. Air direbus terlebih dahulu hingga mencapai titik didih sebelum digunakan
untuk minum dan memasak keluarga. Mikroorganisme di dalam air akan terbunuh
saat direbus hingga titik didih, sehingga mencegah penyakit. Temuan ini serupa
dengan hasil penelitian yang didapat dari Saleh, yaitu tidak adanya korelasi
antara sarana air bersih dengan kejadian diare (Muh Saleh, 2013). Kemudian penelitian dari Azmi, menyatakan bahwa
tidak ditemukan korelasi antara sarana air bersih dengan kejadian diare (Azmi et al., 2018).
Namun terdapat perberbedaan dengan penemuan Candra,
yang menyatakan bahwa sarana air bersih mempunyai korelasi dengan angka
kejadian diare (Yennie Candra, 2014). Sumber air minum yang tidak terlindungi memiliki
resiko menjadi penyebab dari kejadian diare, sehingga sumber air minum
seharusnya memenuhi syarat-syarat kesehatan (Cha et al., 2021). Kemungkinan diare tidak disebabkan oleh fasilitas
yang menyediakan air bersih inilah yang membuat hasil penelitian ini berbeda. Fasilitas
air bersih juga dapat tercemar selama pengangkutan air dari sumber ke tahap
penyajian. Ada kemungkinan kontaminasi ulang pada setiap tahap. Kebiasaan dan
perilaku buruk masyarakat saat menangani air bersih menjadi penyebab pencemaran
(Kongpran et al., 2021).
Hasil uji statistika membuktikan bahwa ditemukan
pada sarana pembuangan tinja dengan angka kejadian diare (p=0,000). Persentase
sarana air bersih kategori buruk pada kelompok kasus sebesar 45,5% sedangkan
pada kelompok kontrol sebesar 3%. Persentase tersebut memberi petunjuk bahwa
diare dapat diperparah oleh fasilitas pembuangan feses yang tidak memadai.
Penghentian penyebaran penyakit salah satunya adalah dengan memiliki fasilitas
pembuangan tinja dengan benar (Kementerian Kesehatan, 2012). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Azmi,
yang menyatakan juga bahwa fasilitas pembuangan feses dan prevalensi diare
saling berhubungan.(Azmi et al., 2018).
Salah satu fasilitas sanitasi yang terkait dengan
prevalensi diare adalah fasilitas pembuangan tinja. Agar fasilitas pembuangan
feses sesuai dengan ketentuan kesehatan, maka feses harus tertutup, menghindari
pemanfaatan untuk tempat berkembang biak vektor penyakit atau tempat bertelur
lalat. Selain itu, kotoran tidak boleh mencemari air di tanah sekitarnya (Kementerian Kesehatan, 2012). Selain itu, temuan penelitian ini konsisten dengan
temuan Hamzah, yang menunjukkan adanya hubungan antara prevalensi diare dan
ketersediaan fasilitas pembuangan tinja (Hamzah et al., 2012). Berbeda dengan penelitian Hidayanti yang tidak
menemukan korelasi antara prevalensi diare dengan fasilitas pembuangan feses (Hidayanti, 2012).
Uji statistic yang telah dilakukan memberikan hasil
bahwa ditemukannya hubungan antara kejadian diare dengan penanganan sampah.
Hasil penelitian dibuktikan dengan angka p<0,05. Persentase penanganan
sampah yang buruk pada kelompok kasus sebesar 57,6% sedangkan pada kelompok
kontrol sebesar 9,1%. Hal ini menunjukkan bahwa diare berkorelasi secara
signifikan dengan pengelolaan sampah yang tidak tepat. Ada korelasi antara
prevalensi diare dan keberadaan lalat serta praktik pengelolaan sampah yang
buruk di rumah (Tuang, 2021). Selain itu, pengelolaan limbah yang tidak tepat
merupakan kontributor tertinggi dari tercemarnya lingkungan, terbentuknya
tempat perkembang biakan bibit penyakit, dan penularan penyakit yang menular (Pr�ss-Ust�n et al., 2019). Hasil tersebut selaras
dengan hasil yang didapatkan
oleh Hamzah dan Azmi yang menunjukkan adanya keterkaitan antara kejadian diare dengan penanganan sampah (Azmi et al., 2018; Hamzah et al., 2012).
Namun,
hasil di atas memiliki perbedaan
dengan riset yang dilaksanakan
oleh Hidayanti yang mengatakan
bahwa tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara diare dengan pembuangan sampah yang tidak tepat. Dalam
penelitiannya, nilai p=0,517, dimana persentase penanganan sampah yang buruk
pada kelompok kasus sebesar 80% dan pada kelompok kontrol sebesar 75,5% (Hidayanti, 2012).
Perilaku mencuci tangan dengan kategori buruk, pada
kelompok kasus adalah sebesar 12,1%, sedangkan pada kelompok kontrol sebesar
9,1%. Analisis statistik menghasilkan bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan antara frekuensi orang mencuci tangan dengan jumlah kasus diare,
dengan nilai p 1,000 (p>0,05). Temuan penelitian ini memiliki persamaan
dengan penelitian Afany sebelumnya, yang menyebutkan bahwa tidak ditemukan
hubungan antara diare dengan kebiasaan mencuci tangan pakai sabun setelah
menceboki anak, sebelum makan, setelah menggunakan kamar mandi, sebelum memberi
makan anak, atau sebelum menyiapkan makanan (Afany & Rasyid, 2017).
Nurul dan Purwandari memiliki hasil penelitian yang
berbeda pula. Hasil yang mereka dapatkan mengatakan bahwa ditemukan hubungan
yang signifikan antara frekuensi diare dengan praktik cuci tangan, temuan ini
tidak mendukung klaim tersebut. Mencuci tangan dapat menghentikan penyebaran
kuman berbahaya ke dalam tubuh dan mencegah diare (Nurul, 2014; Purwandari &
Ardiana, 2013).
Penelitian ini menunjukkan hasil berupa tidak
ditemukannya hubungan yang bermakna antara perilaku cuci tangan dengan kejadian
diare, dengan angka perilaku cuci tangan yang buruk sebesar 10,6%. Bias
informasi responden mungkin menjadi penyebab perbedaan dalam hasil ini.
Meskipun pada praktiknya hanya memanfaatkan air atau sabun beberapa kali,
responden beranggapan bahwa ini adalah hal yang biasa dilakukan. Akibat rasa
malu tersebut, responden cenderung menjawab bahwa mereka selalu mencuci tangan
dengan sabun dan air (Hidayanti, 2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan penjabaran hasil yang didapatkan pada
Desember 2022 � Januari 2023, mengenai hubungan water, sanitation and hygiene
(WASH) dengan kejadian diare, kesinmpulan yang didapatkan adalah tidak
ditemukannya hubungan yang signifikan antara sarana air bersih dengan angka
kejadian diare, ditemukannya hubungan yang signifikan antara sanitasi
lingkungan yang meliputi penanganan sampah dan sarana pembuangan tinja dengan
angka kejadian diare dengan nilai p<0,05, dan tidak ditemukannya hubungan
yang signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan angka kejadian diare di
wilayah kerja Puskesmas Kalumata dengan nilai p>0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Afany, N., &
Rasyid, R. (2017). Hubungan Pengetahuan Mencuci Tangan dengan Kejadian Diare
pada Siswa Kelas IV. Jurnal FK Unand, 364�368.
Azmi, Sakung, J.,
& Yusuf, H. (2018). Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada
Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bambaira Kabupaten Pasangkayu. Jurnal
Kolaboratif Sains, 1(1).
Bartram, J.,
& Cairncross, S. (2012). Hygiene, sanitation, and water: Forgotten
foundations of health. PLoS Medicine, 7(11).
https://doi.org/10.1371/journal.pmed.1000367
Cha, Y. E., Fu,
Y. Z., & Yao, W. (2021). Knowledge, practice of personal hygiene, school
sanitation, and risk factors of contracting diarrhea among rural students from
five western provinces in China. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 18(18).
https://doi.org/10.3390/ijerph18189505
Hamzah, Arsin,
A., & Ansar, J. (2012). Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Unhas, 1�14.
Hidayanti, R.
(2012). Faktor Risiko Diare di Kecamatan Cisarua, Cigudeg dan Megamendung
Kabupaten Bogor Tahun 2012. Universitas Indonesia.
Kemenkes RI.
(2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan RI,
53(9), 1689�1699.
Kemenkes RI.
(2021). Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat
dan Puskesmas. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian
Kesehatan. (2012). Pedoman Pelaksanaan Teknis STBM. Kesehatan, 1�72.
Kongpran, J.,
Thanapop, C., & Vattanasit, U. (2021). Environmental sanitation and hygiene
of elderly workers in Nakhon Si Thammarat Province, Thailand. Journal of
Preventive Medicine and Hygiene, 62(1), E152�E153.
https://doi.org/10.15167/2421-4248/jpmh2021.62.1.1611
Muh Saleh.
(2013). Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranti Kabupaten Sidrap Tahun 2013.
https://doi.org/https://doi.org/10.24252/kesehatan.v7i1.940
Nurul, A. (2014).
Hubungan Perilaku Cuci Tangan Terhadap Kejadian Diare pada Siswa di Sekolah
Dasar Negeri Ciputat 02.
Prabhakara, G.
(2019). Health Statistics (Health Information System). In Short Textbook of
Preventive and Social Medicine. Kementrian Kesehatan RepubliK Indonesia.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5
Prakoso, I. D.
(2020). Correlation Between Access of Drinking Water and Sanitation With
Diarrhea Incidence in East Java. Jurnal Berkala Epidemiologi, 8(1),
42. https://doi.org/10.20473/jbe.v8i12020.42-49
Pr�ss-Ust�n, A.,
Wolf, J., Bartram, J., Clasen, T., Cumming, O., Freeman, M. C., Gordon, B.,
Hunter, P. R., Medlicott, K., & Johnston, R. (2019). Burden of disease from
inadequate water, sanitation and hygiene for selected adverse health outcomes:
An updated analysis with a focus on low- and middle-income countries. International
Journal of Hygiene and Environmental Health, 222(5), 765�777.
https://doi.org/10.1016/j.ijheh.2019.05.004
Purwandari, R.,
& Ardiana, A. (2013). Corelation Between Handwash Behaviour and diarheae
incident in school age children in Jember. Jurnal Keperawatan, 122�130.
Ri, K. (2018).
profil kesehatan indonesia 2018. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Riskesdas 2018.
(2019). Laporan Provinsi Maluku Utara Riskesdas 2018. Lembaga Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Tuang, A. (2021).
Analisis Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 534�542.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.643
Unicef Indonesia.
(2020). Water, sanitation and hygiene.
WHO. (2017).
Diarrhoeal disease: Key facts. Who, May, 4�7.
WHO. (2018). Core
questions on water, sanitation and hygiene for household surveys. World
Health Organization.
Yennie Candra.
(2014). Hubungan Antara Keadaan Sanitasi Sarana Air Bersih dengan Kejadian
Diare pada Balita di Desa Denbantas Tabanan Tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 4(1), 112�117.
Zhou, X., Li, Z.,
Zheng, T., Yan, Y., Li, P., Odey, E. A., Mang, H. P., & Uddin, S. M. N.
(2018). Review of global sanitation development. Environment International,
120(April 2018), 246�261. https://doi.org/10.1016/j.envint.2018.07.047