Efektivitas Aerobik Exercise Kombinasi Walking Exercise Terhadap Penurunan
Kadar Glukosa Darah Pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2
� Effectiveness of Aerobic Exercise Combined with
Walking Exercise on Reducing Blood Glucose Levels in Patients with Type 2
Diabetes Mellitus
1)* Haslina
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) IST Buton
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) Haslina
DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1412 |
ABSTRAK Diabetes mellitus adalah hiperglikemia yang
disebabkan oleh resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas, hal ini
disebabkan salah satunya oleh kurangnya aktifitas fisik. Tujuan penelitian
ini adalah untuk membuktikan pengaruh kombinasi arobic exercise dan walking
exercise terhadap terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan Quasy Experiment dengan
pendekatan Pre- Post test control gruop design. Populasi penelitian
adalah pasien Diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota
Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling sesuai
dengan kriteria inklusi dengan total 40 pasien. Intervensi kombinasi Aerobic
exercise dan Walking exercise dilakukan 3 kali perminggu selama 4
minggu, sehingga total latihan sebanyak 12 kali. Pengukuran nilai GDS
dilakukan sebelum (pre-test) diberikan intervensi dan setelah 4 minggu
pemberian intervensi dilakukan (post test) . Alat yang digunakan yaitu
Glukose Test Meter dan lembar observasi Analisa data menggunakan Man
Whitney Test. Hasil didapatkan perbedaan kadar glukosa darah pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Nilai rata-rata pada kelompok
perlakuan yaiu 172,60 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 211,70
dengan nilai p value 0,000 (p <0,05). Hasil uji beda 2
kelompok didapatkan nilai signifikansi p value 0,006 (p <0,05).
Latihan arobic dan walking exercise dapat menurunkan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 setelah diberikan latihan aerobic
kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1
bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack Kata kunci: Diabetes
Mellitus, Aerobic Exercise, Walking Exercise, Blood Glukose |
ABSTRACT
Diabetes
mellitus is hyperglycemia caused by insulin resistance and pancreatic beta cell
failure, one of which is caused by a lack of physical activity. The purpose of
this study was to prove the effect of a combination of aerobic exercise and
walking exercise on reducing blood glucose levels in patients with type 2
diabetes mellitus. This research used Quasy Experiment with Pre-Post test
control group design approach. The study population was diabetes mellitus
patients in the working area of the Gading Public Health Center, Surabaya City.
Sampling was carried out using consecutive sampling technique according to the
inclusion criteria with a total of 40 patients. The combination intervention of
Aerobic exercise and Walking exercise was carried out 3 times per week for 4
weeks, so that the total exercise was 12 times. Measurement of the GDS value
was carried out before (pre-test) the intervention was given and after 4 weeks
of the intervention was carried out (post-test). The tools used were the
Glucose Test Meter and observation sheets. Data analysis used the Man Whitney
Test. The results showed differences in blood glucose levels in the treatment
group and the control group. The average value in the treatment group was
172.60 and the average value in the control group was 211.70 with a p value of
0.000 (p <0.05). The results of the 2-group different test obtained a
significance value of p-value 0.006 (p <0.05). Aerobic exercise and walking
exercise can reduce blood glucose levels in patients with type 2 diabetes
mellitus after being given aerobic exercise in combination with walking
exercise for 12 times or for 1 month with a duration of 30 minutes with low
impact aerobic exercise
Keywords:
Diabetes
Mellitus, Aerobic Exercise, Walking Exercise, Blood Glucose
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Diabetes Mellitus dapat ditandai dengan adanya
peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal yang disebabkan oleh
kurangnya hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas sehingga dapat terjadi
penurunan kadar glukosa darah. DM tipe 2 terjadi karena sel β pankreas
menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resistensi insulin
(American Diabetes Assosiaciation., 2020). Pasien yang mengonsumsi obat
hipoglikemik secara ketat dan tepat waktu, belum mendapatkan hasil yang
maksimal (Hu et al., 2020).
Masalah diabetes mellitus adalah terjadi hiperglikemia yang disebabkan oleh
resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas, hal tersebut di sebabkan
oleh kurangnya aktifitas fisik (Isrofah et al., 2017).�� Kurangnya aktifitas fisik dapat meningkatkan
kadar glukosa darah, sehingga diperlukan suatu terapi nonfarmakologi yaitu
latihan aktivitas fisik seperti senam aerobik. Senam aerobik dapat membantu
menstabilkan berat badan, meningkatakan stamina, membantu mengontrol gula darah
serta dapat menguragi stres (Lubis and Kanzanabilla., 2021).
World Health Organization (2016) memperkirakan bahwa secara global 422 juta
orang dewasa berusia di atas 18 tahun yang hidup dengan diabetes pada tahun
2014. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2035. International Diabetes
Federation (2017) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Pada
tahun 2017 sekitar 425 juta orang di seluruh dunia menderita DM. Jumlah
terbesar orang dengan DM yaitu berada di wilayah Pasifik Barat 159 juta dan
Asia Tenggara 82 juta. Indonesia menduduki peringkat ke tujuh untuk penderita
DM terbanyak di dunia dengan jumlah 10,3juta penderita.
Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar prevalensi diabetes mellitus 2011 pada penduduk umur ≥15
tahun, pada tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukan kasus diabetes mellitus.
Berdasarkan pemeriksaan darah meningkat dari 6,9% menjadi 8,5%. Sedangkan
menurut konsensus Perkemihan 2015 pada penduduk umur ≥15 tahun pada 2018
menunjukan kasus diabetes mellitus sebesar 10,9% (Riset Kesehatan Dasar, 2017).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi jawa timur pada tahun 2020 penyakit
diabetes dengan prevalensi kasus DM sebanyak 875,745 pada tahun 2020.
prevalensi DM di Jawa Timur meningkat yaitu dari 2,1 persen pada tahun 2013
menjadi 2,6 persen pada tahun 2018. Prevalensi Diabetes Mellitus di Jawa Timur
pada tahun 2020 yaitu dengan jumlah kasus sebanyak 875,745. Prevalensi kejadian
diabetes mellitus pada rentang usia 15-59 tahun yaitu dengan jumlah kasus
94,076 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya., 2020).
Berdasarkan wawancara tanggal 12 Oktober dengan beberapa pasien DM di
puskesmas Gading menyatakan bahwa untuk mencegah peningkatan kadar gula darah
yaitu dengan melakukan terapi diet rendah gula, menggunakan suntik insulin
maupun denga obat oral, namun beberapa pasien menyatakan meskipun sudah
menggunakan obat tetapi kadar glukosa darah klien masih tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan (Kresnari., 2013) menyatakan bahwa kebanyakan
dari pasien dengan DM tipe 2 menganggap bahwa terapi insulin efeknya hanya
sementara, insulin menyebabkan banyak komplikasi bahkan kematian, suntik
insulin terasa sakit, insulin menyebabkan berat badan bertambah dan insulin
terlalu mahal.
Dampak dari penyakit DM yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetik,
sindrom Hyperosmolar Hiperglikemic
Nonketotik (HHNK), kerusakan retina mata, kerusakan ginjal, kerusakan
syaraf, komplikasi pembuluh darah besar dan penyakit serebrovaskuler (Perkeni,
2021). Komplikasi penyakit DM dapat dicegah dengan cara mengendalikan kadar
gula darah dengan melakukan aktivitas fisik. Sejalan dengan hal tersebut perlu
dilakukan pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau menghambat
terjadinya komplikasi diabetes mellitus (Isrofah et al., 2017).
Faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus adalah faktor pola makan,
kebiasaan merokok, obesitas, hipertensi, stres, dan kurangnya aktivitas fisik.
Aktivitas fisik sering kali dianggap remeh oleh penderita DM sehingga tidak
disadari bahwa aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan peningkatan kadar
gula darah. American Diabetes
Assosiaciation (2015) menyatakan bahwa aktivitas fisik 3 kali dalam
seminggu seperti berjalan kaki, bersepeda, berenang, senam dapat memberikan
sensitivitas insulin (Singh & Khandelwal., 2020).
Penanganan diabetes mellitus yang telah dilakukan untuk pengendalian
kadar glukosa darah pada DM seperti memberikan edukasi, pengembangan
keterampilan, dan motivasi yang berkenaan dengan makan makanan sehat, kegiatan
jasmani secara teratur, menggunakan obat diabetes secara aman dan teratur,
melakukan pemantauan glukosa darah mandiri, memanfaatkan berbagai informasi
yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala, mengelola diabetes dengan
tepat, mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan ��serta dapat mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan. Selain itu dilakukan pemberian intervensi farmakologi dengan
obat-obat anti diabetes oral atau suntik insulin sesuai dengan indikasi
(Hartanti et al., 2013).
Salah satu indikator keberhasilan pengendalian DM yaitu dengan melakukan
exercise atau latihan fisik (Hu et al., 2020). Aktivitas fisik yang
dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah berupa latihan fisik yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging,
berenang, dan senam (Perkeni., 2021). Latihan fisik yang direkomendasikan pada
pasien DM yaitu latihan aerobic intensitas
sedang-berat dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan angka kematian
pada DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 (Sianturi., 2022).
Perubahan fungsi tubuh pasien dengan DM tipe 2 menyebabkan menurunnya
kemampuan pasien untuk melakukan aktivisitas sehari-hari yang menyebabkan
terjadi defisit dalam perawatan diri. Terapi rehabilitasi pasien DM tipe 2
salah satunya aerobik exercise dan walking exercise. Senam aerobik
merupakan olahraga yang popular di masyarakat karena mudah dan terjangkau. Aerobic exercise merupakan olahraga yang
hampir seluruh bagian tubuh.
bergerak. Senam aerobik dapat membantu menstabilkan berat badan,
meningkatkan stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi
stres (Lubis and Kanzanabilla., 2021). Aerobic
exercise dilakukan 15-30 menit, istrahat 5-10 menit kemudian dilanjutkan
dengan pemberian intervensi walking
exercise. Walking exercise dilakukan 15-30 menit, dilakukan 3-4 kali/
minggu selama 4 minggu. Setelah melakukan aerobic
exercise dan walking exercise sebanyak
12 kali atau selama 4 minggu dilakukan pengukuran kadar glukosa darah sehingga
sangat diperlukan suatu terapi kombinasi antara aerobic exercise dan walking
exercise untuk menurunkan kadar glukosa darah pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 (Choet al., 2018).
Aktivitas fisik Aerobic exercise dan
walking exercise dapat menyebabkan
terjadi kontraksi otot, permeabilitas sel otot atau sensibilitas insulin
meningkat. Meningkatnya sensivitas sel otot terhadap insulin maka glukosa darah
yang tinggi akan digunakan menjadi energi, sehingga kadar glukosa darah dapat
terkontrol (Sianturi & Mustofa, 2022). Aerobic
exercise dan walking exercise dapat
melancarkan sirkulasi darah yang menyebabkan pembuluh darah terbuka dan
meningkatkan kapasitas oksidatif otot. Peningkatan aktivitas fisik dapat
menurunkan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. Latihan fisik akan
memicu penggunaan glukosa darah dan asam lemak bebas dalam otot sehingga kadar
glukosa darah terkontrol. Latihan aktivitsa fisik aerobic exercise dan walking
exercise akan meningkatkan transport glukosa melalui kontraksi otot.
Kontraksi otot akan menimbulkan peningkatan kebutuhan glukosa di dalam otot
yang lebih lanjut melalui mekanisme kerja insulin yaitu dengan memberi sinyal
terhadap GLUT-4 berpindah ke permukaan sel untuk membawa glukosa masuk.
Mekanisme ini jugabisa terjadi tanpa kerja insulin yaitu dengan
mekanisme Ca++ selama kontraksi otot terjadi dan mengeluarkan protein 5�AMP
kinase untuk mengaktifkan perpindahan GLUT-4 ke permukaan sel (Lubis and
Kanzanabilla., 2021). Latihan juga menyebabkan lemak teroksidasi di permukaan
sel meningkat dan sensitivitas reseptor insulin juga meningkat (Segar &
Richardson., 2014).
Waking exercise kombinasi
aerobik exercise merupakan salah satu
pilihan latihan fisik dan alternatif penderita dalam melakukan aktivitas fisik
secara mandiri di rumah, namun belum bisa dipastikan keefektifannya.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh aerobik exercise kombinasi
walking exercise terhadap kadar
glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas
Gading.
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menyusun modul latihan aerobik exercise kombinasi walking exercise. 2. Menganalisis kadar
glukosa darah sebelum diberikan aerobic
exercise kombinasi walking exercise pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota
Surabaya.
Menurut Suyono (2009) dalam (Lubis & Kanzanabilla., 2021) bahwa
manusia memerlukan bahan bakar yang berasal dari bahan makanan yang kita makan
sehari-hari terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Saluran pencernaan
memecah makanan menjadi bahan dasar dari makanan. Karbohidrat menjadi glukosa,
protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Zat glukosa didalam
sel dibakar melalui proses kimia yang yang menghasilkan energi. Proses ini
disebut metabolism. Metabolisme memegang peranan penting untuk memasukkan
glukosa ke dalam sel. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pankreas. Diabetes terjadi karena risistensi insulin dan adanya kelainan
didalam sel hingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel untuk dimetebolisme
akibatnya glukosa tetap diluar sel sehingga kadar glukosa darah meningkat.
METODE
Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain quasi experimental study dengan pendekatan pretest-post test control group design. Rancangan penelitian ini
dipilih untuk mencari hubungan sebab-akibat antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol dengan kata lain penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh aerobik exercise kombinasi walking exercise terhadap penurunan
kadar glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Gading Kota Surabaya.
Rancangan penelitian
digambarkan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rancangan
penelitian
Responden |
Pre Test |
Perlakuan |
Post Test |
K- A |
O |
I |
O1- A |
K- B |
O |
X |
O1- B |
|
waktu 1 |
waktu 2 |
waktu 3 |
Keterangan :
K-A : Responden
perlakuan K-B : Responden kontrol
O��������� : Pre
test untuk mengukur kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan����� kontrol pengaruh aerobik exercise kombinasi walking
exercise
I���������� : Intervensi aerobik exercise kombinasi walking
exercise pada pasien DM X������� :
Pemberian intervensi standar
O1-A : Post test untuk mengukur kadar glukosa
darah pada kelompok perlakuan setelah pemberian intervensi aerobik exercise kombinasi walking
exercise
O1-B : Post test untuk mengukur kadar glukosa
darah pada kelompok kontrol
Populasi, Sampel dan Teknik
Sampling
Populasi dalam
penelitian adalah subjek yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam., 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM yang aktif
mengikuti program prolanis di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota Surabaya
sebanyak 235 orang.
Sampel dalam adalah
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan esklusi. Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian dari dari suatu populasi target dan
terjangkau yang telah diteliti (Nursalam., 2016). Sampel dalam penelitian ini
adalah pasien DM yang mengikuti program prolanis di puskesmas dengan kriteria :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi
pada penelitian ini yaitu
a)
Berusia 35 � 55 tahun
b)
Kooperatif dan mampu berkomunikasi dengan lancar
c)
Bersedia berpartisipasi dalam Penelitian
d)
Kadar gula darah sewaktu ≥ 130 mg/dl saat
dilakukan pemeriksaa GDS
Menggunakan terapi
obat dengan dosis yang sama selama dilakukan penelitian ( insulin dan oral)
seperti glimepiride, memorfin HCL, Novorapid.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria esklusi
pada penelitian ini yaitu
a)
Klien mengalami komplikasi kronik DM (gagal ginjal,
gagal jantung, anemia)
b)
Klien yang mengalami ulkus diabetikum
3.
Kriteria drop
out
Kriteria drop out pada penelitian ini yaitu :
a)
Pasien tidak mengikuti intervensi 3 kali
berturut-turut
b)
Pasien mengundurkan diri sebagai respondend.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Data karakteristik
responden dalam penelitian ini terdiri dari data demografi yang terdiri dari,
usia, jenis kelamin, dan pendidikan, pekerjaan, dan lama menderita penyakit
disajikan dalam bentuk jumlah dan presentase (tabel 5.1)
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik
Di Wilayah Kerja Puskesma Gading Kota Surabaya Tahun 2023
Variabel |
Kelompok Intervensi |
Kelompok Kontrol |
Total |
ρ value |
|||
|
f |
% |
f |
% |
f |
% |
|
Usia 35-45 |
6 |
30,0 |
3 |
15,0 |
9 |
18,0 |
|
46-50 |
5 |
25,0 |
8 |
40,0 |
13 |
26,0 |
|
51-55 |
9 |
45,0 |
9 |
45,0 |
18 |
36,0 |
P=0,127 |
Total |
20 |
100,0 |
20 |
100,0 |
40 |
80,0 |
|
Jenis Kelamin Laki-laki |
4 |
20,0 |
3 |
15,0 |
7 |
14,0 |
P= 0,061 |
Perempuan |
16 |
80.0 |
17 |
85,0 |
33 |
66,0 |
|
Total |
20 |
100,0 |
20 |
100,0 |
40 |
80,0 |
|
Pendidikan Tidak Sekolah |
2 |
10,0 |
2 |
10,0 |
4 |
8,0 |
|
SD |
4 |
20,0 |
4 |
20,0 |
8 |
16.0 |
|
SMP |
7 |
35,0 |
5 |
25,0 |
12 |
24,0 |
P=0,182 |
SMA |
5 |
25,0 |
7 |
35,0 |
12 |
24.0 |
|
Diploma/Sarjana |
2 |
10,0 |
2 |
10,0 |
4 |
8,0 |
|
Total |
20 |
100.0 |
|
100,0 |
40 |
80,0 |
|
Pekerjaan Tidak Bekerja |
7 |
35,0 |
8 |
40,0 |
15 |
30,0 |
P= 0,174 |
Wiraswasta |
11 |
55,0 |
10 |
50,0 |
21 |
42,0 |
|
Pegawai Negeri |
2 |
10,0 |
2 |
10,0 |
4 |
8,0 |
|
Total |
20 |
100,0 |
20 |
100,0 |
40 |
80,0 |
|
Lama Menderita Penyakit < 1 tahun |
3 |
15,0 |
4 |
20,0 |
7 |
14,0 |
|
1-3 tahun |
8 |
40,0 |
7 |
35,0 |
15 |
30,0 |
P= 0,119 |
>3 tahun |
9 |
45,0 |
9 |
45,0 |
18 |
45,0 |
|
Total |
20 |
100,0 |
20 |
100,0 |
40 |
80,0 |
|
Berdasarkan tabel
5.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia, responden
terbanyak memiliki usia diantara 51-55 tahun sebanyak 18 responden (36,0%). Uji
homogenitas menunjukan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,127 yang
berarti tidak ada perbedaan usia yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol artinya usia pasien pada kelompok perlakuan dan kontrol dalam
rentang usia yang sama. Berdasarkan data jenis kelamin terlihat bahwa jumlah
responden terbanyak adalah perempuan yaitu 33 responden (66,0%). Data demografi
jenis kelamin responden kedua kelompok menunjukkan varian data homogen dengan
nilai p=0,410. Karateristik tingkat pendidikan terakhir terlihat bahwa
jumlah responden terbanyak memiliki pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas
yaitu sebanyak 12 responden (24,0%). Hasil analisis uji kesetaraan pendidikan
terakhir juga menunjukan nilai p = 0,182 yang berarti tidak ada
perbedaan distribusi pendidikan terakhir pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Karateristik pekerjaan terlihat bahwa jumlah responden terbanyak
memiliki pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 21 responden (42,0%). Data
demografi pekerjaan kedua kelompok menunjukkan varian data homogen dengan nilai
p = 0,174 yang berarti tidak ada perbedaan pekerjaan pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol. Berdasarkan data lama menderita penyakit terlihat bahwa
jumlah responden terbanyak >3 tahun yaitu sebanyak 18 responden (45,0%).
Data demografi lama menderita penyakit kedua kelompok menunjukkan varian data
homogen dengan nilai p = 0,119.
Sebelum dilakukan
penelitian dilakukan pre-test untuk mengetahui nilai kadar gula darah
rata-rata kadar glukosa darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
terhadap normalitas dan homogenitas data. Pengukuran terhadap normalitas data
menggunakan uji Shapiro wilk dengan ketentuan jika ρ value >0,05
maka data berdistribusi normal sedangkan homogenitas menggunakan Mann
Whitney test dengan ketentuan jika ρ value>0,05 maka varian data
antara kelompok kontrol dan perlakuan homogen.
Data dan Analisis Variabel
Penelitian
Sub bab ini akan
dibahas variabel penelitian yaitu kecemasan, kadar glukosa darah rata-rata dan
tekanan darah yang ditampilkan berupa tabel dan penjelasan.
Tabel 5.2 Uji normalitas
rerata kadar gula darah sebelum dilakukan intervensi (pre test) pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Variabel |
Kelompok |
f |
Mean |
SD |
ρ value (Saphiro-
Wilk Test) |
Rerata Kadar
Glukosa Darah |
Perlakuan |
20 |
252,60 |
67,008 |
P= 0,000 |
Kontrol |
20 |
267,70 |
69,507 |
P= 0,001 |
Tabel 5.2
Menunjukkan nilai kadar gula darah rata-rata responden memiliki sebaran data
yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p
value<0,05. Nilai rata-rata pada kelompok perlakuan yaitu 252,60 dan
nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 267,70. Hasil menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata
responden memiliki data yang normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol dengan p value<0,05.
Tabel 5.3 Uji normalitas
rerata kadar gula darah sesudah dilakukan intervensi (post test) pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
Variabel |
Kelompok |
f |
Mean |
SD |
ρ value (Saphiro- Wilk
Test) |
Rerata Kadar Glukosa Darah |
Perlakuan |
20 |
172,60 |
57,504 |
P= 0,001 |
Kontrol |
20 |
211,70 |
44,552 |
P= 0,000 |
Tabel 5.3
menunjukkan nilai kadar gula darah rata-rata responden memiliki sebaran data
yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p
value <0,05. Nilai rata-rata pada kelompok perlakuan yaitu 172,60 dan
nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 211,70. Hasil menunjukkan bahwa ada
perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil
uji homogenitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki
data yang normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p
value<0,05.
Tabel 5.4 Nilai Kadar
glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum (pre-test)
dan sesudah (post-test) intervensi aerobic exrcise kombinasi walking
exercise terhadap pasien DM tipe 2
Variabel |
f |
Kelompok |
Pre (Mean � SD) Mean Rank |
Min- Maks |
Post (Mean� SD) Mean Rank |
Min- Maks |
p value (Wilco xonTe st) |
Rerata Kadar
Glukosa Darah |
20 |
Perlakuan |
(252,60�67,0 08) 18,65 |
221,24 - 283,96 |
(172,60�57, 504) 15,43 |
145,69 - 199,51 |
ρ= 0,001 |
20 |
Konrol |
(267,70�69,5 07) 22,35 |
235,17 - 300,23 |
(211,70�44, 552) 25,58 |
190,85- 232,55 |
ρ= 0,001 |
|
p����������� value
(Mann- Whitney test) |
|
|
P=0,006 |
|
|
|
|
Tabel 5.4
menunjukkan bahwa rank rata-rata pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan
dari 18,65 ke 15,43. Pada kelompok control terdapat perbedaan dari 22,35 ke
25,58. Penurunan nilai rata-rata kadar glukosa darah sewaktu pasien DM tipe 2
pada kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi aerobic exercise kombinasi
walking exercise dan nilai p=0,001 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh latihan aerobic exercise kombinasi walking
exercise terhadap kadar glukosa darah sewaktu pada pasien DM tipe 2. Pada
kelompok kontrol menunjukkan penurunan nilai rata-rata kadar glukosa darah
sewaktu dengan nilai p=0,001 (p<0,05) yang artinya responden
pada kelompok kontrol juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian intervensi
terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.
Hasil uji beda
antar kelompok menunjukkan p=0,006 (p˂0,05) artinya ada perbedaan
penurunan GDS antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan
intervensi.
Analisis data ini
menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank test untuk mengetahui penurunan
kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok dan uji Mann Whitney test untuk
mengetahui perbedaan penurunan kadar glukosa darah antar kelompok. Analisis ini
digunakan karena data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Hasil uji beda
antar kelompok menunjukkan ρ=0.006 (ρ<0,005) artinya ada perbedaan
penurunan kadar glukosa darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
setelah diberikan intervensi.
Pembahasan
Bab ini membahas
mengenai diskusi hasil penelitian efektivitas aerobik exercise kombinasi
walking exercise terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan fakta, kajian teori, hasil penelitian
sebelumnya dan menyajikan keterbatasan penelitian.
Modul Latihan Aerobik
Exercise Kombinasi Walking Exercise
Pelaksanaan
penelitian ini peneliti menggunakan modul sebagai salah satu media dalam proses
penelitian. Sebelum modul digunakan saat penelitian dilakukan proses penyusunan
modul dengan melakukan literatur review dan konsultasi pakar yakni
dokter spesialis penyakit dalam yakni dokter Cahyo Wibisono
Nugroho,Sp.PD.,FINASIM. Hasil diskusi pakar bahwa modul yang sudah di buat
dapat diterapkan kepada pasien dalam penelitian ini. Rekomendasi dari
konsultasi pakar tentang latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise
yaitu: Dalam pelaksaaan latihan aerobic exercise kombinasi walking
exercise harus dalam pengawasan tenaga kesehaan, dalam pelaksanaan kondisi
pasien harus tetap di pantau. Jika pasien kelelahan hentikan exercise dan
istirahatkan pasien dan observasi kondisi lebih lanjut, latihan exercise ini
hanya diterapkan pada pasien yang benar-benar memenuhi kriteria inklusi.
Analisis Kadar Glukosa Darah Sebelum (Pre Test)
Latihan Aerobic Exercise Kombinasi Walking Exercise
Hasil analisis
kadar glukosa darah pada kedua kelompok menunjukkan bahwa sebelum melakukan
latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise rata-rata
kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak ada
perbedaan kadar glukosa darah. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kadar
gula darah rata-rata responden memiliki data yang tidak normal antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05.
Penelitian
sebelumnya oleh Menurut Mahdia (2018) bahwa frekuensi olahraga terbukti
berhubungan dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2
dengan P value =0,001. Senam yang dilakukan tiga kali dalam seminggu
akan meningkatkan kerja insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2.
Permeabilitas otot juga akan meningkat dan reseptor insulin menjadi lebih
banyak dan lebih peka. Selain itu, durasi senam terbukti berhubungan dengan
kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai
ρ=0,015. Senam yang dilakukan minimal tiga kali seminggu dengan durasi
minimal 30 menit akan meningkatkan sensitivitas insulin. Hal ini sejalan dengan
penelitian Pan (2018) bahwa latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan efektif
untuk mengurangi HbA1C pada penderita diabetes melitus. Namun, latihan
kombinasi ketahanan dan kekuatan lebih efektif jika dilakukan dengan pengawasan
untuk memantau frekuensi dan durasi yang sesuai.
Peneliti berasumsi
bahwa hasil penelitian sebelum dilakukan perlakuan aktivitas fisik aerobic
exercise kombinasi walking exercise tidak ada perbedaan rata-rata
kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sebelum diberikan latihan aerobic exercise kombinasi
walking exercise respon keseluruhan responden dengan diabetes mellitus.
6.1
Analisis
Kadar Glukosa Darah Sesudah (Post Test) Latihan Aerobic Exercise Kombinasi
Walking Exercise
Hasil analisis
menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata ada kelompok perlakuan dan
kelompok control setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking
exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan
30 menit dengan latihan aerobic low impack. Hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki data yang tidak
normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05
Penelitian yang
dilakukan Lubis & Kanzanabila (2021) tentang latihan senam dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II mununjukan dengan Latihan
senam yang bersifat aerobik ditentukan oleh volume, intensitas, frekuensi dan
pengulangan dapat mengurangi kadar glukosa darah hingga 30mg/dl dengan
rata-rata penurunan sekitar 2% dan frekuensi olahraga rutin minimal 3 kali
seminggu dengan ρ=0,001 dan OR=4,3. Jenis olahraga aerobik seperti senam
dengan ρ=0,002 dan OR=3,1 serta durasi olahraga 30 menit per 1 kali
olahraga dengan ρ=0,087 berhubungan dengan kadar gula darah pada pasien
diabetes melitus tipe 2, sehingga diperlukannya latihan senam secara teratur
untuk menurunkan dan mengkontrol kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus
tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2020) bahwa senam secara
teratur akan memberikan beberapa manfaat diantaranya mengontrol gula darah
terutama bagi penderita diabetes tipe 2. Menurut penelitian terdapat penurunan
kadar gula darah antara sebelum dan sesudah diberikan senam diabetes dari 247
mg/dL menjadi 225 mg/dL, dikarenakan saat melakukan senam, glukosa darah akan
dibakar menjadi energi sehingga sel-sel energi menjadi lebih sensitif terhadap
insulin dan peredaran darah lebih baik serta risiko terjadinya diabetes tipe 2
akan turun menjadi 50%.
Peneliti
berpendapat bahwa aktivitas fisik merupakan salah pilihan satu terapi
nonfarmakologi yang dapat dilakukan oleh diabetes mellitus. Ketika beraktivitas
tubuh akan mengeluarkan glukosa di ubah menjadi energi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa aktifitas fisik dengan aerobic exercise kombinasi walking
exercise ini dapat mengontrol kadar glukosa darah.
6.2 Analisis Aerobic Exercise Kombinasi Walking
Exercise sebelum (Pre) dan sesudah (Post) Dengan Kadar
Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Hasil analisis
kadar glukosa setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking
exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan
30 menit dengan latihan aerobic low impack di dapatkan ada pengaruh
latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise terhadap
kadar glukosa darah sewaktu pada pseien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan nilai rerata pre test dan post test, kelompok
perlakuan mengalami perbedaan rerata nilai GDS setelah diberikan latihan aerobic
exercise kombinasi walking exercise dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Hasil analisis pada kelompok perlakuan dengan nilai ρ value <0,005.
Berdasarkan data didapatkan nilai GDS pada kelompok kontrol, diketahui juga
mengalami penurunakan kadar glukosa darah sewaktu. Berdasarkan nilai rerata pre
tesr dan post test, kelompok kontrol mengalami perbedaan rerata
nilai GDS. Hasil analisis pada kelompok perlakuan dengan nilai ρ value <.0,005.
Pada responden
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dalam pelaksanaan intervensi aerobic
exercise kombinasi walking exercise juga tetap mengonsumsi obat
diabetes yang diberikan oleh puskesmas. Edukasi yang diberikan berupa anjuran
untuk mematuhi pengobatan sesuai anjuran dokter, menganjurkan untuk mengurangi
makanan manis dan menganjurkan untuk melakukan aktivitas ringan seperti
berjalan di pagi hari.
Perbedaan nilai
rata-rata kadar glukosa darah sewaktu kelompok intervensi lebih besar jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Seluruh responden mengalami penurunan
kadar glukosa darah. Seluruh responden mengalami perubahan gula darah sewaktu
pada kelompok intervensi. Hal ini karena responden mendapatkan program
pendampingan secara intensif yaitu latihan aerobic exercise kombinasi walking
exercise, selain itu responden mengonsumsi obat diabetes yang diberikan
oleh dokter, sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan aerobic exercise kombinasi
walking exercise menunjukkan perbaikan/ perubahan kadar glukosa darah
pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Perubahan kadar glukosa darah pada pasien
DM tipe 2 menunjukkan bahwa pasien memiliki prognosis yang cukup baik. Hal ini
disebabkan karena dengan melakukan aktifitas fisik salah satunya aerobic
exercise kombinasi walking exercise dapat mengontrol kadar glukosa
darah.
Dari analisis
diatas dapat disimpulkan bahwa aerobic exercise kombinasi walking
exercise lebih efektif untuk mengontrol kadar gula darah, meskipun kedua
kedua kelompok menunjukkan perubahan kadar glukosa darah sewaktu, tetapi
intensitas dan energi yang dibutuhkan saat aerobic exercise kombinasi walking
exercise lebih banyak sehingga kerja insulin menjadi lebih baik dan mempercepat
pengangkutan glukosa masuk ke dalam sel untuk kebutuhan energi sehingga secara
otomatis kadar gula dalam darah juga akan semakin turun meskipun aktivitas
tersebut dilakukan dengan durasi waktu yang sama.
Terjadinya
penurunan kadar glukosa darah yang signifikan pada kelompok perlakuan oleh
karena latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise. Aerobik
exercise merupakan olahraga yang hampir seluruh bagian tubuh bergerak. Saat
melakukan senam terjadi peningkatan pernapasan dan denyut jantung yang
menyebabkan terjadi peningkatan oksigen dan pembuluh darah melebar sehingga
memberikan dampak positif bagi tubuh. Senam aerobik juga dapat membantu
menstabilkan berat badan, meningkatakan stamina, membantu mengontrol gula darah
serta dapat menguragi stres (Lubis & Kanzanabilla, 2021). Aktivitas fisik
berupa olahraga berguna sebagai pengendali gula darah dan penurunan berat badan
pada diabetes mellitus tipe 2 (Sholiha et al., 2019).
Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa aerobic
exercise dan resistence exercise berpengaruh dalam menurunkan kadar
glukosa darah (Banitalebi et al., 2018). Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Kurniasari (2014) bahwa dengan melakukan olahraga aerobik sedang
selama 8 hari secara teratur dapat menurunkan kadar glukosa darah penderita
diabetes mellitus. Kadar glukosa rata rata berkurang sebesar 21,06 mg/dl dari
182,67 mg/dl menjadi 161,61 mg/dl dari 18 responden kelompok intervensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2014) bahwa melakukan jalan kaki sedang
selama 4 minggu (4 kali dalam seminggu) menggunakan treadmill dapat
menurunkan glukosa darah rata-rata sebesar 32,92 mg/dl. Sedangkan pada jalan
kali cepat dengan waktu yang sama dapat menurunkan glukosa darah rata rata
sebesar 37,75 mg/dl.
Penelitian yang
dilakukan oleh Febriyanto (2018) pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa
darah pada kelompok sanggar senam erni tonji Kabupaten Takalar bahwa ada
pengaruh pemberian senam aerobik terhadap kadar glukosa darah pada kelompok
sanggar erni tonji dengan nilai rata-rata 99,93 dan memperoleh nilai p value
sebesar 0,000 (<0,05).
Exercise merupakan aktifitas fisik terstruktur yang
direncanakan atau gerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang untuk
memperbaiki atau memelihara kebugaran fisik (Zanuso, 2014). Senam aerobik
adalah aktivitas yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok orang secara
berirama menggunakan otot-otot besar dengan menggunakan sistem energi aerobic
dan mengikuti irama musik yang juga dipilih sehingga melahirkan ketentuan
ritmis, kontinuitas, dan durasi tertentu yang bertujuan untuk peningkatan dan
pemeliharaan kebugaran tubuh serta tujuan lain seperti menurunkan berat badan,
menurunkan kadar glukosa darah (Said et al., 2017). Saat melakukan exercise
terjadi kontraksi otot sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa dalam
otot. Senam aerobik dapat membantu menstabilkan berat badan, meningkatakan
stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi stress (Lubis
Kanzanabilla, 2021). Latihan exercise akan memperbaiki sirkulasi insulin
dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah sehingga membantu
masuknya glukosa ke dalam sel. Aktivitas fisik yang intens akan mempengaruhi
kadar glukosa darah. Ketika aktivitas tubuh tinggi maka penggunaan glukosa oleh
otot meningkat kemudian sintesis glukosa endogen juga akan meningkat untuk
menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap stabil (Cho et al, 2018).
Menurut penelitian
Amini Lari (2017) kadar glukosa menurun setelah 12 minggu dilakukan latihan
beban, latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan serta latihan dengan frekuensi
5 kali seminggu. Latihan kombinasi ini bisa dilakukan dengan aktivitas senam.
Hal ini sejalan dengan penelitian Pan (2018) bahwa latihan kombinasi ketahanan
dan kekuatan efektif untuk mengurangi HbA1C pada penderita diabetes mellitus.
Namun latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan lebih efektif jika dilakukan
dengan pengawasan untuk memantau frekuensi dan durasi yang sesuai.
Pada penelitian ini
latihan aerobic exercise dikombinasi dengan walking exercise sehingga
memberikan efek yang lebih maksimal dalam menurunkan kadar glukosa darah pada
diabetes mellitus. Walking exercise akan meningkatkan transportasi
glukosa melalui kontraksi otot. Kontraksi otot akan menimbulkan peningkatan
kebutuhan glukosa di dalam otot yang lebih lanjut melalui mekanisme kerja
insulin yaitu dengan memberi sinyal terhadap GLUT-4 berpindah ke permukaan sel
untuk membawa glukosa masuk. Mekanisme ini dapat terjadi tanpa kerja insulin
yaitu dengan mekanisme Ca++ selama kontraksi otot dan mengeluarkan protein
5�AMP kinase untuk mengaktifkan perpindahan GLUT-4 ke permukaan sel (Lubis
& Kanzanabilla, 2021).
Keuntungan dari walking
exercise adalah memberikan efek metabolisme glukosa, peripheral
angiogenesis dan cardiac remondelling sehingga menyebabkan perbaikan
peripheral otot (Matos-Garcia et al., 2017). Walking exercise merupakan
salah satu olahraga aerobik yang dapat menjaga kadar gula darah dalam rentang
normal. Mekanisme jalan cepat dalam menurunkan kadar glukosa darah dimana
dengan berolahraga teratur dapat memfasilitasi kontrol glikemi dengan
merangsang aktifitas insulin. Ketika berjalan selama 30 menit terjadi
pembakaran lemak sehingga bisa mempertahankan kadar glukosa darah normal bahkan
dapat mengalami penurunan (Hati & Muchsin, 2022).
Bertambahnya usia
dapat meningkatkan resiko diabetes mellitus dimana usia diatas 45 tahun
memiliki risiko yang tinggi dibandingkan usia dibawah 45 tahun. Hal ini
disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem organ tubuh
sehingga dapat menyebabkan diabetes mellitus akibat dari kadar glukosa darah
yang tidak terkontrol (Ekasari & Dani, 2022). Meningkatnya kadar glukosa
darah erat kaitannya dengan bertambahnya usia, sehingga semakin meningkat usia
maka prevalensi dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Yuhelma (2014) bahwa responden yang menderita
diabetes mellitus tipe 2 mayoritas berada pada usia 45- 60 tahun.
Jenis kelamin dapat
mempengaruhi timbulnya neuropati diabetik dimana perempuan 2 kali lebih besar
memiliki risiko terjadi komplikasi dibandingkan laki-laki (Yuhelma et al,
2015). Berdasarkan penelitian Lathifah (2017 ) ditemukan���� bahwa 52% responden penderita diabetes
mellitus tipe 2 sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Hormon estrogen dan progesteron���
memiliki kemampuan untuk meningkatkan respon�� insulin��
di dalam darah. Pada saat masa menopause terjadi maka respon insulin
menurun akibat hormon estrogen dan progesterone yang rendah. Faktor lain yang
berpengaruh adalah berat badan perempuan yang sering tidak ideal sehingga hal
ini dapat menurunkan sensitivitas respon insulin. Hal inilah yang membuat
perempuan sering terkena diabetes� dari
pada laki-laki (Meidikayanti, 2017).
Berdasarkan
karakteristik responden di dapatkan bahwa angka kejadian terbanyak mengalami
diabetes mellitus dengan pendidikan menengah pertama (SMP). Penelitian yang
dilakukan oleh Nina (2017) dimana terdapat hubungan yang bermakna anta tingkat
pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus dengan diperoleh nilai p-value =
(0.001). Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Miranti (2017) di
mana sebagian besar responden berpendidikan sekolah dasar (73,0%).
Faktor pekerjaan
mempengaruhi resiko besar terjadinya diabetes mellitus, pekerjaan dengan
aktifitas fisik yang ringan akan menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh
tubuh sehingga lemak akan menumpuk yang mengakibatkan obesitas yang merupakan
salah satu faktor resiko diabetes mellitus. Pada era yang sangat canggih ini
semua jenis pekerjaan dapat dibantu oleh berbagai mesin mulai dari pekerjaan
rumah tangga hingga pekerjaan kantoran semua dibantu oleh mesin, sehingga
pergerakan tubuh menjadi sangat minimal, oleh karena itu saat ini sangat
penting untuk melakukan olahraga yang teratur seperti jalan kaki, berenang,
bersepeda, maupun senam. Olahraga teratur akan meningkatkan metabolisme tubuh
sehingga dapat tetap menjaga berat badan tubuh. Keteraturan melakukan olehraga
akan meningkatkan metobolisme tubuh termasuk meningkatkan produksi insulin
(Lathifah, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gabby
(2017) bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes
mellitus pada pasien di poli rawat jalan di RSUP Prof. Kanduo Manado terdapat
hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus.
Pada penelitian ini
latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise
dilakukan secara
teratur dengan frekuensi yang teratur dan pendampingan selama pemberian
intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise. Hasil
akhir penelitian didapatkan terjadi perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada
kelompok perlakuan dan kelompok konrol. Perbedaan kadar glukosa darah
menunjukkan keberhasilan pasien dalam melakukan perawatan diri.
1.
Peneliti tidak dapat mengontrol pasien yang menggunakan terapi latihan
lain selain dari terapi intervensi yang dianjurkan dalam penelitian selama
pasien dirumah.
2.
Beberapa pasien mendapatkan dosis latihan kombinasi aerobic exercise
dan walking exercise yang tidak sama sehingga berpengaruh pada rata-
rata perubahan nilai kadar glukosa darah
SIMPULAN
1. Modul yang digunakan sebagai panduan dalam
pelaksanaan intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise disusun
dengan melakukan konsultasi pakar spesialis penyakit dalam. Hasil diskusi pakar
bahwa modul yang sudah di buat dapat diterapkan kepada klien dalam penelitian
ini, namun harus memerlukan pendampingan dalam pelaksaannya.
2. Sebelum diberikan intervensi hasil menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol.
3. Setelah diberikan intervensi hasil menunjukkan bahwa
ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
4. Ada perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah
diberikan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise pada pasien
diabetes mellitus tipe 2 yang artinya latihan arobic exercise dan walking
exercise dapat mengontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus
tipe 2.
5. Latihan aerobic dan walking exercise dapat mengontrol
kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 setelah diberikan
latihan aerobic kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1
bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida,
H. F. R. de, Neto, L. S. da L., Queiroga, F. M., Souza, J. A. de,
Paraguass�-Chaves, C. A., & Barros, J. de F. (2020). Effects of an Aerobic
Physical Exercise Program on Blood Glucose Levels in Type-2 Diabetic Subjects,
Associated with Pharmacotherapy and Diet Therapy. International Journal of Advanced Engineering Research and Science,
7(7), 27�35.
https://doi.org/10.22161/ijaers.77.4
Alligood,
M. R, 2017, Pakar Teori Keperawatan dan
Karya Mereka, 8th edn, Elsevier, Singapore.
AminiLari
Z, Fararouei M, Amanat S, Sinaei E, Dianatinasab S, AminiLari M, et al. The
Effect of 12 Weeks Aerobic, Resistance, and Combined Exercises on Omentin-1
Levels and Insulin Resistance among Type 2 Diabetic Middle- Aged Women.
Diabetes Metab J. 2017;41(3):205� 12.
Atlas,
I. D. F. D. (2017). International Diabetes Federation. In The Lancet (Vol.
266,
Issue 6881). https://doi.org/10.1016/S0140-6736(55)92135-8
Astuti,
A., Merdekawati, D., & Aminah, S. (2020). Faktor resiko kaki diabetik pada
diabetes mellitus tipe 2. Riset Informasi
Kesehatan, 9(1), 72.
https://doi.org/10.30644/rik.v9i1.391
Berawi,
Fiana, & Putri. (2014). The Effect of
Aerobic Exercise to Fast Blood Glucose Level in Aerobic Participants at Sonia
Fitness Center Bandar Lampung. 36�43.
Black,
J. M. and Hawks, J. H., 2014, Keperawatan
Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8, PT
Salemba Emban Patria, Jakarta.
Cefalu,
W. T. (2018). Standards of Medical Care
in Diabetes � 2018 Morbidity And Mortality Due To Diabetes Complications
Continue At An Alarming Rate The Economy Life free of diabetes and Standards of
Care � Funded by ADA � s general revenues , without industry support Evidenc.
Choi,
H. M., & Kim, T. H. (2019). A randomized controlled trial of moderate-
intensity circuit band resistance exercise program improve aerobic exercise
ability in older adults. Iranian Journal
of Public Health, 48(5), 971�973.
https://doi.org/10.18502/ijph.v48i5.1830
Cho,
N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D.,
Ohlrogge, A. W., & Malanda, B. (2018). IDF Diabetes Atlas: Global estimates
of diabetes prevalence for 2017 and projections for 2045. Diabetes Research and����� Clinical Practice,��������� 138,���� 271�281.
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023
Colberg
SR, Sigal RJ, Fernhall B, Regensteiner JG, Blissmer BJ, Rubin RR, et al.
Exercise and type 2 diabetes: the American College of Sports Medicine and the
American Diabetes Association: joint position statement executive summary.
Diabetes Care. 2010;33(12):2692�6.
Dewi,
E. I., Yollanda, A., Widayati, N., & Rondhianto, R. (2020). Pengaruh
Therapeutic Exercise Walking terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.
(The Effect of Therapeutic Exercise Walking on Pheripheral Blood Circulation in
Patients wit. Pustaka Kesehatan, 8(1), 1.
https://doi.org/10.19184/pk.v8i1.5915
de
Roos, P., Lucas, C., Strijbos, J. H., & van Trijffel, E. (2018).
Effectiveness of a combined exercise training and home-based walking programme
on physical activity compared with standard medical care in moderate COPD: a
randomised controlled trial. Physiotherapy
(United Kingdom), 104(1), 116�
121. https://doi.org/10.1016/j.physio.2016.08.005
Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
2019. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur., tabel 53. www.dinkesjatengprov.go.id
Figueira,
F. R., Umpierre, D., Casali, K. R., Tetelbom, P. S., Henn, N. T., Ribeiro,
J. P.,
& Schaan, B. D. (2013). Aerobic and Combined Exercise Sessions Reduce
Glucose Variability in Type 2 Diabetes: Crossover Randomized Trial. PLoS ONE, 8(3), 1�10. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0057733
Gupta,
U., Gupta, Y., Jose, D., Mani, K., Jyotsna, V., Sharma, G., & Tandon, N.
(2020). Effectiveness of yoga-based exercise program compared to usual care, in
improving HbA1c in individuals with type 2 diabetes: A randomized control
trial. International Journal of Yoga,
13(3), 233.
https://doi.org/10.4103/ijoy.ijoy_33_20
Hayati.
(2021). Pengaruh Brisk Walking Exercise Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah
Pada Pasien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan,
3(2).
Hartanti,
Jatie K. Pudjibudojo, Lisa Aditama, R. P. R. (2013). Pencegahan dan Penanganan
Diabetes Mellitus. Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya, 96.
H, E.,
Jatnika, G., & Nurhartini, S. (2018). Pengaruh Senam Aerobik Low Impact
Terhadap Gula Darah Puasa Pada Klien Diabetes Melitus. Pinlitamas 1, 1(1),
275�283.
Hita,
I. P. A. D. (2020). Efektivitas Metode Latihan Aerobik dan Anaerobik untuk
Menurunkan Tingkat Overweight dan Obesitas. Jurnal
Penjakora, 7(2), 135.
https://doi.org/10.23887/penjakora.v7i2.27375
Hu,
H., Lei, Y., Yin, L., & Luo, X. (2020). Evaluation of walking exercise on
glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus: A protocol for
systematic review and meta-analysis of randomized cross-over controlled trials. Medicine,�������� 99(47), e22735.
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000022735
Hwang,
C. L., Lim, J., Yoo, J. K., Kim, H. K., Hwang, M. H., Handberg, E. M.,
Petersen, J. W., Holmer, B. J., Leey Casella, J. A., Cusi, K., & Christou,
D.
D.
(2019). Effect of all-extremity high-intensity interval training vs.
moderate-intensity continuous training on aerobic fitness in middle-aged and
older adults with type 2 diabetes: A randomized controlled trial. Experimental Gerontology,��� 116(December� 2018),� 46�53.
https://doi.org/10.1016/j.exger.2018.12.013
Isrofah,
I., Nurhayati, N., & Angkasa, P. (2017). Efektivitas Jalan Kaki 30 Menit
Terhadap Nilai Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa
Karangsari Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Journal of Holistic Nursing Science, 4(1), 16�24.
Iida,
Y., Takeishi, S., Fushimi, N., Tanaka, K., Mori, A., & Sato, Y. (2020).
Effect of postprandial moderate-intensity walking for 15-min on glucose
homeostasis in type 2 diabetes mellitus patients. Diabetology International, 11(4),
383�387. https://doi.org/10.1007/s13340-020-00433-x.
Idowu,
O. A., & Adeniyi, A. F. (2020). Efficacy of Graded Activity with and
without Daily-Monitored-Walking on Pain and Back Endurance among Patients with
Concomitant Low-Back Pain and Type-2 Diabetes: A Randomized Trial. Ethiopian Journal of Health Sciences, 30(2), 233�242.
https://doi.org/10.4314/ejhs.v30i2.11
International
Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. Eight. Brussel: International Diabetes
Federation; 2017.
Istiqomah,
I. N., & Yuliyani, N. (2022). Efektivitas Latihan Aktivitas Fisik Terhadap
Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2: Kajian
Literatur. BIMIKI (Berkala Ilmiah
Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia),������ 10(1),�� 1�10.
https://doi.org/10.53345/bimiki.v10i1.196
Johnson,
E. L., Feldman, H., Butts, A., Chamberlain, J., Collins, B., Doyle- Delgado,
K., Dugan-Moverley, J., Freeman, R. S., Leal, S., Saini, P., Shubrook, J. H.,
Trujillo, J., Draznin, B., Aroda, V. R., Bakris, G., Benson, G., Brown, F. M.,
Green, J., Huang, E., � Gabbay, R. A. (2021). Standards of medical care in
diabetes - 2021 abridged for primary care providers. Clinical Diabetes, 39(1),
14�43. https://doi.org/10.2337/cd21-as01
Kementerian
Kesehatan RI. (2020). Infodatin tetap produktif, cegah, dan atasi Diabetes
Melitus 2020. In Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI���� (pp.����� 1�10).
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodati
n-2020-Diabetes-Melitus.pdf
Kuziemski,
K., Słomiński, W., & Jassem, E. (2019). Impact of diabetes
mellitus on functional exercise capacity and pulmonary functions in patients
with diabetes and healthy persons. BMC
Endocrine Disorders, 19(1), 1�8.
https://doi.org/10.1186/s12902-018-0328-1
Lathifah,
N. L. (2017). Hubungan durasi penyakit dan kadar gula darah dengan keluhan
subyektif penderita diabetes melitus. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2),
231�239. JOUR
Lubis,
R. F., & Kanzanabilla, R. (2021). Latihan Senam Dapat Menurunkan Kadar
Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, Dan Informatika Kesehatan, 1(3), 177.
https://doi.org/10.51181/bikfokes.v1i3.4649
Motahari-Tabari,
N., Ahmad Shirvani, M., Shirzad-E-Ahoodashty, M., Yousefi- Abdolmaleki, E.,
& Teimourzadeh, M. (2015). The effect of 8 weeks aerobic exercise on
insulin resistance in type 2 diabetes: a randomized clinical trial. Global Journal of Health Science, 7(1), 115�121. https://doi.org/10.5539/gjhs.v7n1p115
Mendes,
R., Sousa, N., Themudo-Barata, J. L., & Reis, V. M. (2019). High- intensity
interval training versus moderate-intensity continuous training in middle-aged
and older patients with type 2 diabetes: A randomized controlled crossover
trial of the acute effects of treadmill walking on glycemic control. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 16(21),
1�14. https://doi.org/10.3390/ijerph16214163
Mahdia
FF, Susanto HS, Adi MS. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kadar Gula
Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. J Kesehat Masy. 2018;6(5):267�76.
Meidikayanti,
W.�� (2017).�� Hubungan Dukungan Keluarga Dan Aktivitas
Fisik Dengan Kualitas Hidup Diabetes Mellitus Tipe 2. [Skripsi]. Surabaya:
Universitas Airlangga.
Nam
Han Cho dkk. (2017). Eighth edition 2017. In IDF Diabetes Atlas, 8th edition.
Nina,
W. (2017) Hubungan Karakteristik Responden dengan Risiko Diabetes Melitus dan
Dislipidemia Kelurahan Tanah Kalikedinding. [Skripsi]. Surabaya: Universitas
Airlangga.
Nike
Arista Sari, Soetardji, S. R. (2014). Persepsi Dosen Dan Karyawan Universitas
Negeri Semarang Terhadap Senam Konservasi. Journal
of Sport Sciences and Fitness, 3(3),
51�56.
Novitasari,
D., Cindy, A., Afni, N., & Kartina, I. (2021). Progam Studi Keperawatan Progam Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Kusuma Husada Surakarta 2021 Pengaruh Brisk Walking Exercise
Terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di
Wilayah Kerja Puskesmas Boyolali Ii. 001,
1�13.
Nursalam.������� (2016). METODOLOGI PENELITIAN09162019.pdf������ (p.������� 415).
http://eprints.ners.unair.ac.id/982/1/METODOLOGI
PENELITIAN09162019.pdf
Nursalam,
2017, Metodologi Penelitian Ilmu
Kesehatan: Pendekatan Praktis, 4th edn, Salemba Medika, Jakarta.
Of,
S., & Carediabetes, M. (2010). Standards of medical care in diabetes-2009. Diabetic� Retinopathy,���� 40(January), 1�36.
https://doi.org/10.1142/9789814304443_0001
Pan B,
Ge L, Xun Y-Q, Chen Y-J, Gao C-Y, Han X, et al. Exercise training modalities in
patients with type 2 diabetes mellitus: a systematic review and network
meta-analysis. Int J Behav Nutr Phys Act. 2018;15(1).
Perkeni.
(2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di
Indonesia. Jakarta : PB.PERKENI. In Perkeni.
Perkeni.
(2021).Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di
Indonesia. Jakarta : PB.PERKENI. In Perkeni.
Recommendations,
C. P. (2015). Standards of medical care in diabetes�2015 abridged for primary
care providers. Clinical Diabetes, 33(2), 97�111.
https://doi.org/10.2337/diaclin.33.2.97
Richardo,
B., Pengemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II
pada Lanjut Usia di Indonesia (Analisis Riskesdas 2018 ). Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 9�20.
Santosa,
A., & Rusmono, W. (2016). Senam kaki untuk mengendalikan kadar gula daran
dan menurunkan tekanan brachial pada pasien diabetes melitus. MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan,
14(2), 24�34. http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/jitk/article/view/50
Said,
M., Lamya, N., Olfa, N., & Hamda, M. (2017). Effects of high-impact
aerobics vs. low-impact aerobics and strength training in overweight and obese
women. Journal of Sports Medicine and
Physical Fitness, 57(3), 278�
288. https://doi.org/10.23736/S0022-4707.16.05857-X
Savikj,
M., Gabriel, B. M., Alm, P. S., Smith, J., Caidahl, K., Bj�rnholm, M., Fritz,
T., Krook, A., Zierath, J. R., & Wallberg-Henriksson, H. (2019). Afternoon
exercise is more efficacious than morning exercise at improving blood glucose
levels in individuals with type 2 diabetes: a randomised crossover trial. Diabetologia, 62(2), 233�237. https://doi.org/10.1007/s00125- 018-4767-z
Segar,
M. L., & Richardson, C. R. (2014). Prescribing pleasure and meaning:
Cultivating walking motivation and maintenance. American Journal of Preventive��� Medicine,�������� 47(6),�� 838�841.
https://doi.org/10.1016/j.amepre.2014.07.001
Seyedizadeh,
S. H., Cheragh-Birjandi, S., & Hamedi Nia, M. R. (2020). The Effects of
Combined Exercise Training (Resistance-Aerobic) on Serum Kinesin and Physical
Function in Type 2 Diabetes Patients with Diabetic Peripheral Neuropathy
(Randomized Controlled Trials). Journal
of Diabetes Research, 2020.
https://doi.org/10.1155/2020/6978128
Sholiha,
S. R., Sudiarto, S., & Setyonegoro, S. A. (2019). Kombinasi Walking
Exercise Dan Hydrotherapy Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jendela
Nursing Journal, 3(1), 58. https://doi.org/10.31983/jnj.v3i1.4617
Sianturi,
R., & Mustofa, A. (2022). Aerobic Exercise Reduce Blood Glucose in Type 2
Diabetes Mellitus. Media Keperawatan
Indonesia, 5(1), 73.
https://doi.org/10.26714/mki.5.1.2022.73-83
Singh,
V., & Khandelwal, B. (2020). Effect of yoga and exercise on glycemic
control and psychosocial parameters in type 2 diabetes mellitus: A randomized
controlled study. International Journal
of Yoga, 13(2), 144.
https://doi.org/10.4103/ijoy.ijoy_45_19
Stanford,
K. I., & Goodyear, L. J. (2014). Exercise and type 2 diabetes: Molecular
mechanisms regulating glucose uptake in skeletal muscle. Advances in Physiology������� Education,������ 38(4),�� 308�314.
https://doi.org/10.1152/advan.00080.2014
Soelistijo,
S. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di
Indonesia 2021. Global Initiative for
Asthma, 46. www.ginasthma.org.
Surabaya,
P. K. (2019). Pemerintah Kota Surabaya | www.surabaya.go.id.
1965(25), 80300.
Vmax,
T. P. (2013). Aerobic Low Impact. Jurnal
Gelanggang Olahragaelanggang Olahraga, 1(2),
42�51.
Vidanage,
D., Prathapan, S., Hettiarachchi, P., & Wasalathanthri, S. (2022). Impact
of aerobic exercises on taste perception for sucrose in patients with type 2
diabetes mellitus; A randomized controlled trial. BMC Endocrine Disorders, 22(1),
1�12. https://doi.org/10.1186/s12902-022-00936-5
Webber,
S. (2013). International Diabetes Federation. In Diabetes Research and Clinical Practice���������� (Vol.��� 102, Issue��� 2).
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.10.013
WHO,
2017, Chronic obstructive pulmonary
disease (COPD), WHO, diakses 3 September 2017, < http://www.who.int >.
WHO.
Global Report on Diabetes. WHO. Geneva; 2016.
Yanti,
S., Putri, V. D., & Fitriani, I. M. (2018). Mild Terhadap Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Di. 3(6).
Zanuso,
S. (2014). Exercise: A Powerful Tool to Manage Type 2 Diabetes in the Ageing
Population. European Medical Journal
Diabetes, Vol 2, Iss 1, Pp 99- 104��������� (2014)� VO������ -���������� 2,�������� 1,�������� 99 http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=edsdoj&AN=edsdoj.
3bec9f0f8944d6eafc0a3f505ae9ca5&site=eds-live&scope=site