Efektivitas Aerobik Exercise Kombinasi Walking Exercise Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pasien dengan Diabetes Mellitus Tipe 2

 

Effectiveness of Aerobic Exercise Combined with Walking Exercise on Reducing Blood Glucose Levels in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus

 

1)* Haslina

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) IST Buton

 

*Email: 1) [email protected]

*Correspondence: 1) Haslina

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i4.1412

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Diabetes mellitus adalah hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas, hal ini disebabkan salah satunya oleh kurangnya aktifitas fisik. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pengaruh kombinasi arobic exercise dan walking exercise terhadap terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan Quasy Experiment dengan pendekatan Pre- Post test control gruop design. Populasi penelitian adalah pasien Diabetes mellitus di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota Surabaya. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dengan total 40 pasien. Intervensi kombinasi Aerobic exercise dan Walking exercise dilakukan 3 kali perminggu selama 4 minggu, sehingga total latihan sebanyak 12 kali. Pengukuran nilai GDS dilakukan sebelum (pre-test) diberikan intervensi dan setelah 4 minggu pemberian intervensi dilakukan (post test) . Alat yang digunakan yaitu Glukose Test Meter dan lembar observasi Analisa data menggunakan Man Whitney Test. Hasil didapatkan perbedaan kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Nilai rata-rata pada kelompok perlakuan yaiu 172,60 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 211,70 dengan nilai p value 0,000 (p <0,05). Hasil uji beda 2 kelompok didapatkan nilai signifikansi p value 0,006 (p <0,05). Latihan arobic dan walking exercise dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack

 

Kata kunci: Diabetes Mellitus, Aerobic Exercise, Walking Exercise, Blood Glukose

 

ABSTRACT

Diabetes mellitus is hyperglycemia caused by insulin resistance and pancreatic beta cell failure, one of which is caused by a lack of physical activity. The purpose of this study was to prove the effect of a combination of aerobic exercise and walking exercise on reducing blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus. This research used Quasy Experiment with Pre-Post test control group design approach. The study population was diabetes mellitus patients in the working area of the Gading Public Health Center, Surabaya City. Sampling was carried out using consecutive sampling technique according to the inclusion criteria with a total of 40 patients. The combination intervention of Aerobic exercise and Walking exercise was carried out 3 times per week for 4 weeks, so that the total exercise was 12 times. Measurement of the GDS value was carried out before (pre-test) the intervention was given and after 4 weeks of the intervention was carried out (post-test). The tools used were the Glucose Test Meter and observation sheets. Data analysis used the Man Whitney Test. The results showed differences in blood glucose levels in the treatment group and the control group. The average value in the treatment group was 172.60 and the average value in the control group was 211.70 with a p value of 0.000 (p <0.05). The results of the 2-group different test obtained a significance value of p-value 0.006 (p <0.05). Aerobic exercise and walking exercise can reduce blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus after being given aerobic exercise in combination with walking exercise for 12 times or for 1 month with a duration of 30 minutes with low impact aerobic exercise

 

Keywords: Diabetes Mellitus, Aerobic Exercise, Walking Exercise, Blood Glucose

 

 


PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Diabetes Mellitus dapat ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi batas normal yang disebabkan oleh kurangnya hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas sehingga dapat terjadi penurunan kadar glukosa darah. DM tipe 2 terjadi karena sel β pankreas menghasilkan insulin dalam jumlah sedikit atau mengalami resistensi insulin (American Diabetes Assosiaciation., 2020). Pasien yang mengonsumsi obat hipoglikemik secara ketat dan tepat waktu, belum mendapatkan hasil yang maksimal (Hu et al., 2020).

Masalah diabetes mellitus adalah terjadi hiperglikemia yang disebabkan oleh resistensi insulin dan kegagalan sel beta pankreas, hal tersebut di sebabkan oleh kurangnya aktifitas fisik (Isrofah et al., 2017).�� Kurangnya aktifitas fisik dapat meningkatkan kadar glukosa darah, sehingga diperlukan suatu terapi nonfarmakologi yaitu latihan aktivitas fisik seperti senam aerobik. Senam aerobik dapat membantu menstabilkan berat badan, meningkatakan stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi stres (Lubis and Kanzanabilla., 2021).

World Health Organization (2016) memperkirakan bahwa secara global 422 juta orang dewasa berusia di atas 18 tahun yang hidup dengan diabetes pada tahun 2014. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. International Diabetes Federation (2017) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Pada tahun 2017 sekitar 425 juta orang di seluruh dunia menderita DM. Jumlah terbesar orang dengan DM yaitu berada di wilayah Pasifik Barat 159 juta dan Asia Tenggara 82 juta. Indonesia menduduki peringkat ke tujuh untuk penderita DM terbanyak di dunia dengan jumlah 10,3juta penderita.

Prevalensi Diabetes Mellitus di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar prevalensi diabetes mellitus 2011 pada penduduk umur ≥15 tahun, pada tahun 2013 dan tahun 2018 menunjukan kasus diabetes mellitus. Berdasarkan pemeriksaan darah meningkat dari 6,9% menjadi 8,5%. Sedangkan menurut konsensus Perkemihan 2015 pada penduduk umur ≥15 tahun pada 2018 menunjukan kasus diabetes mellitus sebesar 10,9% (Riset Kesehatan Dasar, 2017). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi jawa timur pada tahun 2020 penyakit diabetes dengan prevalensi kasus DM sebanyak 875,745 pada tahun 2020. prevalensi DM di Jawa Timur meningkat yaitu dari 2,1 persen pada tahun 2013 menjadi 2,6 persen pada tahun 2018. Prevalensi Diabetes Mellitus di Jawa Timur pada tahun 2020 yaitu dengan jumlah kasus sebanyak 875,745. Prevalensi kejadian diabetes mellitus pada rentang usia 15-59 tahun yaitu dengan jumlah kasus 94,076 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya., 2020).

Berdasarkan wawancara tanggal 12 Oktober dengan beberapa pasien DM di puskesmas Gading menyatakan bahwa untuk mencegah peningkatan kadar gula darah yaitu dengan melakukan terapi diet rendah gula, menggunakan suntik insulin maupun denga obat oral, namun beberapa pasien menyatakan meskipun sudah menggunakan obat tetapi kadar glukosa darah klien masih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Kresnari., 2013) menyatakan bahwa kebanyakan dari pasien dengan DM tipe 2 menganggap bahwa terapi insulin efeknya hanya sementara, insulin menyebabkan banyak komplikasi bahkan kematian, suntik insulin terasa sakit, insulin menyebabkan berat badan bertambah dan insulin terlalu mahal.

Dampak dari penyakit DM yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, sindrom Hyperosmolar Hiperglikemic Nonketotik (HHNK), kerusakan retina mata, kerusakan ginjal, kerusakan syaraf, komplikasi pembuluh darah besar dan penyakit serebrovaskuler (Perkeni, 2021). Komplikasi penyakit DM dapat dicegah dengan cara mengendalikan kadar gula darah dengan melakukan aktivitas fisik. Sejalan dengan hal tersebut perlu dilakukan pengendalian kadar glukosa darah untuk mencegah atau menghambat terjadinya komplikasi diabetes mellitus (Isrofah et al., 2017).

Faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus adalah faktor pola makan, kebiasaan merokok, obesitas, hipertensi, stres, dan kurangnya aktivitas fisik. Aktivitas fisik sering kali dianggap remeh oleh penderita DM sehingga tidak disadari bahwa aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah. American Diabetes Assosiaciation (2015) menyatakan bahwa aktivitas fisik 3 kali dalam seminggu seperti berjalan kaki, bersepeda, berenang, senam dapat memberikan sensitivitas insulin (Singh & Khandelwal., 2020).

Penanganan diabetes mellitus yang telah dilakukan untuk pengendalian kadar glukosa darah pada DM seperti memberikan edukasi, pengembangan keterampilan, dan motivasi yang berkenaan dengan makan makanan sehat, kegiatan jasmani secara teratur, menggunakan obat diabetes secara aman dan teratur, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri, memanfaatkan berbagai informasi yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala, mengelola diabetes dengan tepat, mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan ��serta dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan. Selain itu dilakukan pemberian intervensi farmakologi dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntik insulin sesuai dengan indikasi (Hartanti et al., 2013).

Salah satu indikator keberhasilan pengendalian DM yaitu dengan melakukan exercise atau latihan fisik (Hu et al., 2020). Aktivitas fisik yang dianjurkan untuk penderita diabetes mellitus adalah berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, berenang, dan senam (Perkeni., 2021). Latihan fisik yang direkomendasikan pada pasien DM yaitu latihan aerobic intensitas sedang-berat dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler dan angka kematian pada DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 (Sianturi., 2022).

Perubahan fungsi tubuh pasien dengan DM tipe 2 menyebabkan menurunnya kemampuan pasien untuk melakukan aktivisitas sehari-hari yang menyebabkan terjadi defisit dalam perawatan diri. Terapi rehabilitasi pasien DM tipe 2 salah satunya aerobik exercise dan walking exercise. Senam aerobik merupakan olahraga yang popular di masyarakat karena mudah dan terjangkau. Aerobic exercise merupakan olahraga yang hampir seluruh bagian tubuh.

bergerak. Senam aerobik dapat membantu menstabilkan berat badan, meningkatkan stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi stres (Lubis and Kanzanabilla., 2021). Aerobic exercise dilakukan 15-30 menit, istrahat 5-10 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian intervensi walking exercise. Walking exercise dilakukan 15-30 menit, dilakukan 3-4 kali/ minggu selama 4 minggu. Setelah melakukan aerobic exercise dan walking exercise sebanyak 12 kali atau selama 4 minggu dilakukan pengukuran kadar glukosa darah sehingga sangat diperlukan suatu terapi kombinasi antara aerobic exercise dan walking exercise untuk menurunkan kadar glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 (Choet al., 2018).

Aktivitas fisik Aerobic exercise dan walking exercise dapat menyebabkan terjadi kontraksi otot, permeabilitas sel otot atau sensibilitas insulin meningkat. Meningkatnya sensivitas sel otot terhadap insulin maka glukosa darah yang tinggi akan digunakan menjadi energi, sehingga kadar glukosa darah dapat terkontrol (Sianturi & Mustofa, 2022). Aerobic exercise dan walking exercise dapat melancarkan sirkulasi darah yang menyebabkan pembuluh darah terbuka dan meningkatkan kapasitas oksidatif otot. Peningkatan aktivitas fisik dapat menurunkan komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. Latihan fisik akan memicu penggunaan glukosa darah dan asam lemak bebas dalam otot sehingga kadar glukosa darah terkontrol. Latihan aktivitsa fisik aerobic exercise dan walking exercise akan meningkatkan transport glukosa melalui kontraksi otot. Kontraksi otot akan menimbulkan peningkatan kebutuhan glukosa di dalam otot yang lebih lanjut melalui mekanisme kerja insulin yaitu dengan memberi sinyal terhadap GLUT-4 berpindah ke permukaan sel untuk membawa glukosa masuk.

Mekanisme ini jugabisa terjadi tanpa kerja insulin yaitu dengan mekanisme Ca++ selama kontraksi otot terjadi dan mengeluarkan protein 5�AMP kinase untuk mengaktifkan perpindahan GLUT-4 ke permukaan sel (Lubis and Kanzanabilla., 2021). Latihan juga menyebabkan lemak teroksidasi di permukaan sel meningkat dan sensitivitas reseptor insulin juga meningkat (Segar & Richardson., 2014).

Waking exercise kombinasi aerobik exercise merupakan salah satu pilihan latihan fisik dan alternatif penderita dalam melakukan aktivitas fisik secara mandiri di rumah, namun belum bisa dipastikan keefektifannya. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh aerobik exercise kombinasi walking exercise terhadap kadar glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Gading.

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menyusun modul latihan aerobik exercise kombinasi walking exercise. 2. Menganalisis kadar glukosa darah sebelum diberikan aerobic exercise kombinasi walking exercise pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota Surabaya.

Menurut Suyono (2009) dalam (Lubis & Kanzanabilla., 2021) bahwa manusia memerlukan bahan bakar yang berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Saluran pencernaan memecah makanan menjadi bahan dasar dari makanan. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Zat glukosa didalam sel dibakar melalui proses kimia yang yang menghasilkan energi. Proses ini disebut metabolism. Metabolisme memegang peranan penting untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas. Diabetes terjadi karena risistensi insulin dan adanya kelainan didalam sel hingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel untuk dimetebolisme akibatnya glukosa tetap diluar sel sehingga kadar glukosa darah meningkat.

 

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain quasi experimental study dengan pendekatan pretest-post test control group design. Rancangan penelitian ini dipilih untuk mencari hubungan sebab-akibat antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan kata lain penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aerobik exercise kombinasi walking exercise terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota Surabaya.

Rancangan penelitian digambarkan sebagai berikut:

 

Tabel 4.1 Rancangan penelitian

 

Responden

Pre Test

Perlakuan

Post Test

K- A

O

I

O1- A

K- B

O

X

O1- B

 

waktu 1

waktu 2

waktu 3

 

Keterangan :

 

K-A : Responden perlakuan K-B : Responden kontrol

O��������� : Pre test untuk mengukur kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan����� kontrol pengaruh aerobik exercise kombinasi walking exercise

I���������� : Intervensi aerobik exercise kombinasi walking exercise pada pasien DM X������� : Pemberian intervensi standar

O1-A : Post test untuk mengukur kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan setelah pemberian intervensi aerobik exercise kombinasi walking exercise

 

O1-B : Post test untuk mengukur kadar glukosa darah pada kelompok kontrol

 

Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam., 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien DM yang aktif mengikuti program prolanis di wilayah kerja Puskesmas Gading Kota Surabaya sebanyak 235 orang.

Sampel

Sampel dalam adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan esklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari dari suatu populasi target dan terjangkau yang telah diteliti (Nursalam., 2016). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM yang mengikuti program prolanis di puskesmas dengan kriteria :

1.    Kriteria inklusi

 

Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu

 

a)        Berusia 35 � 55 tahun

 

b)        Kooperatif dan mampu berkomunikasi dengan lancar

 

c)        Bersedia berpartisipasi dalam Penelitian

 

d)        Kadar gula darah sewaktu ≥ 130 mg/dl saat dilakukan pemeriksaa GDS

 

Menggunakan terapi obat dengan dosis yang sama selama dilakukan penelitian ( insulin dan oral) seperti glimepiride, memorfin HCL, Novorapid.

2.    Kriteria eksklusi

 

Kriteria esklusi pada penelitian ini yaitu

 

a)        Klien mengalami komplikasi kronik DM (gagal ginjal, gagal jantung, anemia)

b)        Klien yang mengalami ulkus diabetikum

 

3.    Kriteria drop out

 

Kriteria drop out pada penelitian ini yaitu :

 

a)        Pasien tidak mengikuti intervensi 3 kali berturut-turut

b)        Pasien mengundurkan diri sebagai respondend.

 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Data karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari data demografi yang terdiri dari, usia, jenis kelamin, dan pendidikan, pekerjaan, dan lama menderita penyakit disajikan dalam bentuk jumlah dan presentase (tabel 5.1)

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Di Wilayah Kerja Puskesma Gading Kota Surabaya Tahun 2023

Variabel

Kelompok Intervensi

Kelompok Kontrol

Total

ρ value

 

f

%

f

%

f

%

 

Usia

35-45

 

6

 

30,0

 

3

 

15,0

 

9

 

18,0

 

46-50

5

25,0

8

40,0

13

26,0

 

51-55

9

45,0

9

45,0

18

36,0

P=0,127

Total

20

100,0

20

100,0

40

80,0

 

Jenis Kelamin

Laki-laki

 

4

 

20,0

 

3

 

15,0

 

7

 

14,0

 

P= 0,061

Perempuan

16

80.0

17

85,0

33

66,0

 

Total

20

100,0

20

100,0

40

80,0

 

Pendidikan

Tidak Sekolah

 

2

 

10,0

 

2

 

10,0

 

4

 

8,0

 

SD

4

20,0

4

20,0

8

16.0

 

SMP

7

35,0

5

25,0

12

24,0

P=0,182

SMA

5

25,0

7

35,0

12

24.0

 

Diploma/Sarjana

2

10,0

2

10,0

4

8,0

 

Total

20

100.0

 

100,0

40

80,0

 

Pekerjaan

Tidak Bekerja

 

7

 

35,0

 

8

 

40,0

 

15

 

30,0

 

P= 0,174

Wiraswasta

11

55,0

10

50,0

21

42,0

 

Pegawai Negeri

2

10,0

2

10,0

4

8,0

 

Total

20

100,0

20

100,0

40

80,0

 

Lama Menderita Penyakit

< 1 tahun

 

 

3

 

 

15,0

 

 

4

 

 

20,0

 

 

7

 

 

14,0

 

1-3 tahun

8

40,0

7

35,0

15

30,0

P= 0,119

>3 tahun

9

45,0

9

45,0

18

45,0

 

Total

20

100,0

20

100,0

40

80,0

 

 

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa karakteristik responden berdasarkan usia, responden terbanyak memiliki usia diantara 51-55 tahun sebanyak 18 responden (36,0%). Uji homogenitas menunjukan nilai p > 0,05 yaitu p = 0,127 yang berarti tidak ada perbedaan usia yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol artinya usia pasien pada kelompok perlakuan dan kontrol dalam rentang usia yang sama. Berdasarkan data jenis kelamin terlihat bahwa jumlah responden terbanyak adalah perempuan yaitu 33 responden (66,0%). Data demografi jenis kelamin responden kedua kelompok menunjukkan varian data homogen dengan nilai p=0,410. Karateristik tingkat pendidikan terakhir terlihat bahwa jumlah responden terbanyak memiliki pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas yaitu sebanyak 12 responden (24,0%). Hasil analisis uji kesetaraan pendidikan terakhir juga menunjukan nilai p = 0,182 yang berarti tidak ada perbedaan distribusi pendidikan terakhir pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Karateristik pekerjaan terlihat bahwa jumlah responden terbanyak memiliki pekerjaan wiraswasta yaitu sebanyak 21 responden (42,0%). Data demografi pekerjaan kedua kelompok menunjukkan varian data homogen dengan nilai p = 0,174 yang berarti tidak ada perbedaan pekerjaan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Berdasarkan data lama menderita penyakit terlihat bahwa jumlah responden terbanyak >3 tahun yaitu sebanyak 18 responden (45,0%). Data demografi lama menderita penyakit kedua kelompok menunjukkan varian data homogen dengan nilai p = 0,119.

Sebelum dilakukan penelitian dilakukan pre-test untuk mengetahui nilai kadar gula darah rata-rata kadar glukosa darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol terhadap normalitas dan homogenitas data. Pengukuran terhadap normalitas data menggunakan uji Shapiro wilk dengan ketentuan jika ρ value >0,05 maka data berdistribusi normal sedangkan homogenitas menggunakan Mann Whitney test dengan ketentuan jika ρ value>0,05 maka varian data antara kelompok kontrol dan perlakuan homogen.

Data dan Analisis Variabel Penelitian

Sub bab ini akan dibahas variabel penelitian yaitu kecemasan, kadar glukosa darah rata-rata dan tekanan darah yang ditampilkan berupa tabel dan penjelasan.

Tabel 5.2 Uji normalitas rerata kadar gula darah sebelum dilakukan intervensi (pre test) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Variabel

Kelompok

f

Mean

SD

ρ value (Saphiro- Wilk Test)

Rerata Kadar Glukosa

Darah

Perlakuan

20

252,60

67,008

P= 0,000

Kontrol

20

267,70

69,507

P= 0,001

 

 

Tabel 5.2 Menunjukkan nilai kadar gula darah rata-rata responden memiliki sebaran data yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05. Nilai rata-rata pada kelompok perlakuan yaitu 252,60 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 267,70. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki data yang normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05.

Tabel 5.3 Uji normalitas rerata kadar gula darah sesudah dilakukan intervensi (post test) pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Variabel

Kelompok

f

Mean

SD

ρ value (Saphiro- Wilk Test)

Rerata Kadar Glukosa

Darah

Perlakuan

20

172,60

57,504

P= 0,001

Kontrol

20

211,70

44,552

P= 0,000

 

 

Tabel 5.3 menunjukkan nilai kadar gula darah rata-rata responden memiliki sebaran data yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value <0,05. Nilai rata-rata pada kelompok perlakuan yaitu 172,60 dan nilai rata-rata pada kelompok kontrol yaitu 211,70. Hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki data yang normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05.

 

Tabel 5.4 Nilai Kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) intervensi aerobic exrcise kombinasi walking exercise terhadap pasien DM tipe 2

Variabel

f

Kelompok

Pre (Mean SD) Mean Rank

Min- Maks

Post (MeanSD) Mean Rank

Min- Maks

p value (Wilco xonTe

st)

Rerata Kadar Glukosa Darah

20

Perlakuan

(252,60�67,0 08)

18,65

221,24 -

283,96

(172,60�57, 504)

15,43

145,69 -

199,51

ρ= 0,001

20

Konrol

(267,70�69,5 07)

22,35

235,17 -

300,23

(211,70�44, 552)

25,58

190,85-

232,55

ρ= 0,001

p����������� value (Mann- Whitney

test)

 

 

 

P=0,006

 

 

 

 

 

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rank rata-rata pada kelompok perlakuan terdapat perbedaan dari 18,65 ke 15,43. Pada kelompok control terdapat perbedaan dari 22,35 ke 25,58. Penurunan nilai rata-rata kadar glukosa darah sewaktu pasien DM tipe 2 pada kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise dan nilai p=0,001 (p<0,05). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise terhadap kadar glukosa darah sewaktu pada pasien DM tipe 2. Pada kelompok kontrol menunjukkan penurunan nilai rata-rata kadar glukosa darah sewaktu dengan nilai p=0,001 (p<0,05) yang artinya responden pada kelompok kontrol juga menunjukkan adanya pengaruh pemberian intervensi terhadap penurunan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2.

Hasil uji beda antar kelompok menunjukkan p=0,006 (p˂0,05) artinya ada perbedaan penurunan GDS antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan intervensi.

Analisis data ini menggunakan Uji Wilcoxon Signed Rank test untuk mengetahui penurunan kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok dan uji Mann Whitney test untuk mengetahui perbedaan penurunan kadar glukosa darah antar kelompok. Analisis ini digunakan karena data tidak berdistribusi normal (p<0,05). Hasil uji beda antar kelompok menunjukkan ρ=0.006 (ρ<0,005) artinya ada perbedaan penurunan kadar glukosa darah antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol setelah diberikan intervensi.

 

Pembahasan

Bab ini membahas mengenai diskusi hasil penelitian efektivitas aerobik exercise kombinasi walking exercise terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan fakta, kajian teori, hasil penelitian sebelumnya dan menyajikan keterbatasan penelitian.

Modul Latihan Aerobik Exercise Kombinasi Walking Exercise

Pelaksanaan penelitian ini peneliti menggunakan modul sebagai salah satu media dalam proses penelitian. Sebelum modul digunakan saat penelitian dilakukan proses penyusunan modul dengan melakukan literatur review dan konsultasi pakar yakni dokter spesialis penyakit dalam yakni dokter Cahyo Wibisono Nugroho,Sp.PD.,FINASIM. Hasil diskusi pakar bahwa modul yang sudah di buat dapat diterapkan kepada pasien dalam penelitian ini. Rekomendasi dari konsultasi pakar tentang latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise yaitu: Dalam pelaksaaan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise harus dalam pengawasan tenaga kesehaan, dalam pelaksanaan kondisi pasien harus tetap di pantau. Jika pasien kelelahan hentikan exercise dan istirahatkan pasien dan observasi kondisi lebih lanjut, latihan exercise ini hanya diterapkan pada pasien yang benar-benar memenuhi kriteria inklusi.

Analisis Kadar Glukosa Darah Sebelum (Pre Test) Latihan Aerobic Exercise Kombinasi Walking Exercise

Hasil analisis kadar glukosa darah pada kedua kelompok menunjukkan bahwa sebelum melakukan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan kadar glukosa darah. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki data yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05.

Penelitian sebelumnya oleh Menurut Mahdia (2018) bahwa frekuensi olahraga terbukti berhubungan dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan P value =0,001. Senam yang dilakukan tiga kali dalam seminggu akan meningkatkan kerja insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2. Permeabilitas otot juga akan meningkat dan reseptor insulin menjadi lebih banyak dan lebih peka. Selain itu, durasi senam terbukti berhubungan dengan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan nilai ρ=0,015. Senam yang dilakukan minimal tiga kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit akan meningkatkan sensitivitas insulin. Hal ini sejalan dengan penelitian Pan (2018) bahwa latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan efektif untuk mengurangi HbA1C pada penderita diabetes melitus. Namun, latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan lebih efektif jika dilakukan dengan pengawasan untuk memantau frekuensi dan durasi yang sesuai.

Peneliti berasumsi bahwa hasil penelitian sebelum dilakukan perlakuan aktivitas fisik aerobic exercise kombinasi walking exercise tidak ada perbedaan rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebelum diberikan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise respon keseluruhan responden dengan diabetes mellitus.

6.1     Analisis Kadar Glukosa Darah Sesudah (Post Test) Latihan Aerobic Exercise Kombinasi Walking Exercise

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata ada kelompok perlakuan dan kelompok control setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa kadar gula darah rata-rata responden memiliki data yang tidak normal antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol dengan p value<0,05

Penelitian yang dilakukan Lubis & Kanzanabila (2021) tentang latihan senam dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus tipe II mununjukan dengan Latihan senam yang bersifat aerobik ditentukan oleh volume, intensitas, frekuensi dan pengulangan dapat mengurangi kadar glukosa darah hingga 30mg/dl dengan rata-rata penurunan sekitar 2% dan frekuensi olahraga rutin minimal 3 kali seminggu dengan ρ=0,001 dan OR=4,3. Jenis olahraga aerobik seperti senam dengan ρ=0,002 dan OR=3,1 serta durasi olahraga 30 menit per 1 kali olahraga dengan ρ=0,087 berhubungan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2, sehingga diperlukannya latihan senam secara teratur untuk menurunkan dan mengkontrol kadar glukosa pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari (2020) bahwa senam secara teratur akan memberikan beberapa manfaat diantaranya mengontrol gula darah terutama bagi penderita diabetes tipe 2. Menurut penelitian terdapat penurunan kadar gula darah antara sebelum dan sesudah diberikan senam diabetes dari 247 mg/dL menjadi 225 mg/dL, dikarenakan saat melakukan senam, glukosa darah akan dibakar menjadi energi sehingga sel-sel energi menjadi lebih sensitif terhadap insulin dan peredaran darah lebih baik serta risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan turun menjadi 50%.

Peneliti berpendapat bahwa aktivitas fisik merupakan salah pilihan satu terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan oleh diabetes mellitus. Ketika beraktivitas tubuh akan mengeluarkan glukosa di ubah menjadi energi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktifitas fisik dengan aerobic exercise kombinasi walking exercise ini dapat mengontrol kadar glukosa darah.

6.2     Analisis Aerobic Exercise Kombinasi Walking Exercise sebelum (Pre) dan sesudah (Post) Dengan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus

Hasil analisis kadar glukosa setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack di dapatkan ada pengaruh latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise terhadap kadar glukosa darah sewaktu pada pseien dengan diabetes mellitus tipe 2. Berdasarkan nilai rerata pre test dan post test, kelompok perlakuan mengalami perbedaan rerata nilai GDS setelah diberikan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil analisis pada kelompok perlakuan dengan nilai ρ value <0,005. Berdasarkan data didapatkan nilai GDS pada kelompok kontrol, diketahui juga mengalami penurunakan kadar glukosa darah sewaktu. Berdasarkan nilai rerata pre tesr dan post test, kelompok kontrol mengalami perbedaan rerata nilai GDS. Hasil analisis pada kelompok perlakuan dengan nilai ρ value <.0,005.

Pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol dalam pelaksanaan intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise juga tetap mengonsumsi obat diabetes yang diberikan oleh puskesmas. Edukasi yang diberikan berupa anjuran untuk mematuhi pengobatan sesuai anjuran dokter, menganjurkan untuk mengurangi makanan manis dan menganjurkan untuk melakukan aktivitas ringan seperti berjalan di pagi hari.

Perbedaan nilai rata-rata kadar glukosa darah sewaktu kelompok intervensi lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Seluruh responden mengalami penurunan kadar glukosa darah. Seluruh responden mengalami perubahan gula darah sewaktu pada kelompok intervensi. Hal ini karena responden mendapatkan program pendampingan secara intensif yaitu latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise, selain itu responden mengonsumsi obat diabetes yang diberikan oleh dokter, sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise menunjukkan perbaikan/ perubahan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Perubahan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 menunjukkan bahwa pasien memiliki prognosis yang cukup baik. Hal ini disebabkan karena dengan melakukan aktifitas fisik salah satunya aerobic exercise kombinasi walking exercise dapat mengontrol kadar glukosa darah.

Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa aerobic exercise kombinasi walking exercise lebih efektif untuk mengontrol kadar gula darah, meskipun kedua kedua kelompok menunjukkan perubahan kadar glukosa darah sewaktu, tetapi intensitas dan energi yang dibutuhkan saat aerobic exercise kombinasi walking exercise lebih banyak sehingga kerja insulin menjadi lebih baik dan mempercepat pengangkutan glukosa masuk ke dalam sel untuk kebutuhan energi sehingga secara otomatis kadar gula dalam darah juga akan semakin turun meskipun aktivitas tersebut dilakukan dengan durasi waktu yang sama.

Terjadinya penurunan kadar glukosa darah yang signifikan pada kelompok perlakuan oleh karena latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise. Aerobik exercise merupakan olahraga yang hampir seluruh bagian tubuh bergerak. Saat melakukan senam terjadi peningkatan pernapasan dan denyut jantung yang menyebabkan terjadi peningkatan oksigen dan pembuluh darah melebar sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh. Senam aerobik juga dapat membantu menstabilkan berat badan, meningkatakan stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi stres (Lubis & Kanzanabilla, 2021). Aktivitas fisik berupa olahraga berguna sebagai pengendali gula darah dan penurunan berat badan pada diabetes mellitus tipe 2 (Sholiha et al., 2019).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa aerobic exercise dan resistence exercise berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah (Banitalebi et al., 2018). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2014) bahwa dengan melakukan olahraga aerobik sedang selama 8 hari secara teratur dapat menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus. Kadar glukosa rata rata berkurang sebesar 21,06 mg/dl dari 182,67 mg/dl menjadi 161,61 mg/dl dari 18 responden kelompok intervensi. Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2014) bahwa melakukan jalan kaki sedang selama 4 minggu (4 kali dalam seminggu) menggunakan treadmill dapat menurunkan glukosa darah rata-rata sebesar 32,92 mg/dl. Sedangkan pada jalan kali cepat dengan waktu yang sama dapat menurunkan glukosa darah rata rata sebesar 37,75 mg/dl.

Penelitian yang dilakukan oleh Febriyanto (2018) pengaruh senam aerobik terhadap kadar glukosa darah pada kelompok sanggar senam erni tonji Kabupaten Takalar bahwa ada pengaruh pemberian senam aerobik terhadap kadar glukosa darah pada kelompok sanggar erni tonji dengan nilai rata-rata 99,93 dan memperoleh nilai p value sebesar 0,000 (<0,05).

Exercise merupakan aktifitas fisik terstruktur yang direncanakan atau gerakan tubuh yang dilakukan secara berulang-ulang untuk memperbaiki atau memelihara kebugaran fisik (Zanuso, 2014). Senam aerobik adalah aktivitas yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok orang secara berirama menggunakan otot-otot besar dengan menggunakan sistem energi aerobic dan mengikuti irama musik yang juga dipilih sehingga melahirkan ketentuan ritmis, kontinuitas, dan durasi tertentu yang bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan kebugaran tubuh serta tujuan lain seperti menurunkan berat badan, menurunkan kadar glukosa darah (Said et al., 2017). Saat melakukan exercise terjadi kontraksi otot sehingga dapat meningkatkan ambilan glukosa dalam otot. Senam aerobik dapat membantu menstabilkan berat badan, meningkatakan stamina, membantu mengontrol gula darah serta dapat menguragi stress (Lubis Kanzanabilla, 2021). Latihan exercise akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah sehingga membantu masuknya glukosa ke dalam sel. Aktivitas fisik yang intens akan mempengaruhi kadar glukosa darah. Ketika aktivitas tubuh tinggi maka penggunaan glukosa oleh otot meningkat kemudian sintesis glukosa endogen juga akan meningkat untuk menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap stabil (Cho et al, 2018).

Menurut penelitian Amini Lari (2017) kadar glukosa menurun setelah 12 minggu dilakukan latihan beban, latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan serta latihan dengan frekuensi 5 kali seminggu. Latihan kombinasi ini bisa dilakukan dengan aktivitas senam. Hal ini sejalan dengan penelitian Pan (2018) bahwa latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan efektif untuk mengurangi HbA1C pada penderita diabetes mellitus. Namun latihan kombinasi ketahanan dan kekuatan lebih efektif jika dilakukan dengan pengawasan untuk memantau frekuensi dan durasi yang sesuai.

Pada penelitian ini latihan aerobic exercise dikombinasi dengan walking exercise sehingga memberikan efek yang lebih maksimal dalam menurunkan kadar glukosa darah pada diabetes mellitus. Walking exercise akan meningkatkan transportasi glukosa melalui kontraksi otot. Kontraksi otot akan menimbulkan peningkatan kebutuhan glukosa di dalam otot yang lebih lanjut melalui mekanisme kerja insulin yaitu dengan memberi sinyal terhadap GLUT-4 berpindah ke permukaan sel untuk membawa glukosa masuk. Mekanisme ini dapat terjadi tanpa kerja insulin yaitu dengan mekanisme Ca++ selama kontraksi otot dan mengeluarkan protein 5�AMP kinase untuk mengaktifkan perpindahan GLUT-4 ke permukaan sel (Lubis & Kanzanabilla, 2021).

Keuntungan dari walking exercise adalah memberikan efek metabolisme glukosa, peripheral angiogenesis dan cardiac remondelling sehingga menyebabkan perbaikan peripheral otot (Matos-Garcia et al., 2017). Walking exercise merupakan salah satu olahraga aerobik yang dapat menjaga kadar gula darah dalam rentang normal. Mekanisme jalan cepat dalam menurunkan kadar glukosa darah dimana dengan berolahraga teratur dapat memfasilitasi kontrol glikemi dengan merangsang aktifitas insulin. Ketika berjalan selama 30 menit terjadi pembakaran lemak sehingga bisa mempertahankan kadar glukosa darah normal bahkan dapat mengalami penurunan (Hati & Muchsin, 2022).

Bertambahnya usia dapat meningkatkan resiko diabetes mellitus dimana usia diatas 45 tahun memiliki risiko yang tinggi dibandingkan usia dibawah 45 tahun. Hal ini disebabkan karena pada lansia terjadi penurunan fungsi sistem organ tubuh sehingga dapat menyebabkan diabetes mellitus akibat dari kadar glukosa darah yang tidak terkontrol (Ekasari & Dani, 2022). Meningkatnya kadar glukosa darah erat kaitannya dengan bertambahnya usia, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuhelma (2014) bahwa responden yang menderita diabetes mellitus tipe 2 mayoritas berada pada usia 45- 60 tahun.

Jenis kelamin dapat mempengaruhi timbulnya neuropati diabetik dimana perempuan 2 kali lebih besar memiliki risiko terjadi komplikasi dibandingkan laki-laki (Yuhelma et al, 2015). Berdasarkan penelitian Lathifah (2017 ) ditemukan���� bahwa 52% responden penderita diabetes mellitus tipe 2 sering terjadi pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hormon estrogen dan progesteron��� memiliki kemampuan untuk meningkatkan respon�� insulin�� di dalam darah. Pada saat masa menopause terjadi maka respon insulin menurun akibat hormon estrogen dan progesterone yang rendah. Faktor lain yang berpengaruh adalah berat badan perempuan yang sering tidak ideal sehingga hal ini dapat menurunkan sensitivitas respon insulin. Hal inilah yang membuat perempuan sering terkena diabetesdari pada laki-laki (Meidikayanti, 2017).

Berdasarkan karakteristik responden di dapatkan bahwa angka kejadian terbanyak mengalami diabetes mellitus dengan pendidikan menengah pertama (SMP). Penelitian yang dilakukan oleh Nina (2017) dimana terdapat hubungan yang bermakna anta tingkat pendidikan dengan kejadian diabetes mellitus dengan diperoleh nilai p-value = (0.001). Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian Miranti (2017) di mana sebagian besar responden berpendidikan sekolah dasar (73,0%).

Faktor pekerjaan mempengaruhi resiko besar terjadinya diabetes mellitus, pekerjaan dengan aktifitas fisik yang ringan akan menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga lemak akan menumpuk yang mengakibatkan obesitas yang merupakan salah satu faktor resiko diabetes mellitus. Pada era yang sangat canggih ini semua jenis pekerjaan dapat dibantu oleh berbagai mesin mulai dari pekerjaan rumah tangga hingga pekerjaan kantoran semua dibantu oleh mesin, sehingga pergerakan tubuh menjadi sangat minimal, oleh karena itu saat ini sangat penting untuk melakukan olahraga yang teratur seperti jalan kaki, berenang, bersepeda, maupun senam. Olahraga teratur akan meningkatkan metabolisme tubuh sehingga dapat tetap menjaga berat badan tubuh. Keteraturan melakukan olehraga akan meningkatkan metobolisme tubuh termasuk meningkatkan produksi insulin (Lathifah, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gabby (2017) bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes mellitus pada pasien di poli rawat jalan di RSUP Prof. Kanduo Manado terdapat hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus.

Pada penelitian ini latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise

 

dilakukan secara teratur dengan frekuensi yang teratur dan pendampingan selama pemberian intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise. Hasil akhir penelitian didapatkan terjadi perbedaan kadar glukosa darah sewaktu pada kelompok perlakuan dan kelompok konrol. Perbedaan kadar glukosa darah menunjukkan keberhasilan pasien dalam melakukan perawatan diri.

Keterbatasan Penelitian

 

1.      Peneliti tidak dapat mengontrol pasien yang menggunakan terapi latihan lain selain dari terapi intervensi yang dianjurkan dalam penelitian selama pasien dirumah.

2.      Beberapa pasien mendapatkan dosis latihan kombinasi aerobic exercise dan walking exercise yang tidak sama sehingga berpengaruh pada rata- rata perubahan nilai kadar glukosa darah

 

 

SIMPULAN

1.      Modul yang digunakan sebagai panduan dalam pelaksanaan intervensi aerobic exercise kombinasi walking exercise disusun dengan melakukan konsultasi pakar spesialis penyakit dalam. Hasil diskusi pakar bahwa modul yang sudah di buat dapat diterapkan kepada klien dalam penelitian ini, namun harus memerlukan pendampingan dalam pelaksaannya.

2.      Sebelum diberikan intervensi hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

3.      Setelah diberikan intervensi hasil menunjukkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

4.      Ada perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah diberikan latihan aerobic exercise kombinasi walking exercise pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang artinya latihan arobic exercise dan walking exercise dapat mengontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

5.      Latihan aerobic dan walking exercise dapat mengontrol kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 setelah diberikan latihan aerobic kombinasi walking exercise selama 12 kali latihan atau selama 1 bulan dengan durasi latihan 30 menit dengan latihan aerobic low impack.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Almeida, H. F. R. de, Neto, L. S. da L., Queiroga, F. M., Souza, J. A. de, Paraguass�-Chaves, C. A., & Barros, J. de F. (2020). Effects of an Aerobic Physical Exercise Program on Blood Glucose Levels in Type-2 Diabetic Subjects, Associated with Pharmacotherapy and Diet Therapy. International Journal of Advanced Engineering Research and Science, 7(7), 27�35. https://doi.org/10.22161/ijaers.77.4

Alligood, M. R, 2017, Pakar Teori Keperawatan dan Karya Mereka, 8th edn, Elsevier, Singapore.

AminiLari Z, Fararouei M, Amanat S, Sinaei E, Dianatinasab S, AminiLari M, et al. The Effect of 12 Weeks Aerobic, Resistance, and Combined Exercises on Omentin-1 Levels and Insulin Resistance among Type 2 Diabetic Middle- Aged Women. Diabetes Metab J. 2017;41(3):205� 12.

Atlas, I. D. F. D. (2017). International Diabetes Federation. In The Lancet (Vol.

266, Issue 6881). https://doi.org/10.1016/S0140-6736(55)92135-8

Astuti, A., Merdekawati, D., & Aminah, S. (2020). Faktor resiko kaki diabetik pada diabetes mellitus tipe 2. Riset Informasi Kesehatan, 9(1), 72. https://doi.org/10.30644/rik.v9i1.391

Berawi, Fiana, & Putri. (2014). The Effect of Aerobic Exercise to Fast Blood Glucose Level in Aerobic Participants at Sonia Fitness Center Bandar Lampung. 36�43.

Black, J. M. and Hawks, J. H., 2014, Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8, PT Salemba Emban Patria, Jakarta.

Cefalu, W. T. (2018). Standards of Medical Care in Diabetes � 2018 Morbidity And Mortality Due To Diabetes Complications Continue At An Alarming Rate The Economy Life free of diabetes and Standards of Care � Funded by ADA � s general revenues , without industry support Evidenc.

Choi, H. M., & Kim, T. H. (2019). A randomized controlled trial of moderate- intensity circuit band resistance exercise program improve aerobic exercise ability in older adults. Iranian Journal of Public Health, 48(5), 971�973. https://doi.org/10.18502/ijph.v48i5.1830

Cho, N. H., Shaw, J. E., Karuranga, S., Huang, Y., da Rocha Fernandes, J. D., Ohlrogge, A. W., & Malanda, B. (2018). IDF Diabetes Atlas: Global estimates of diabetes prevalence for 2017 and projections for 2045. Diabetes Research and����� Clinical Practice,��������� 138,���� 271�281. https://doi.org/10.1016/j.diabres.2018.02.023

Colberg SR, Sigal RJ, Fernhall B, Regensteiner JG, Blissmer BJ, Rubin RR, et al. Exercise and type 2 diabetes: the American College of Sports Medicine and the American Diabetes Association: joint position statement executive summary. Diabetes Care. 2010;33(12):2692�6.

Dewi, E. I., Yollanda, A., Widayati, N., & Rondhianto, R. (2020). Pengaruh Therapeutic Exercise Walking terhadap Sirkulasi Darah Perifer pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember. (The Effect of Therapeutic Exercise Walking on Pheripheral Blood Circulation in Patients wit. Pustaka Kesehatan, 8(1), 1. https://doi.org/10.19184/pk.v8i1.5915

de Roos, P., Lucas, C., Strijbos, J. H., & van Trijffel, E. (2018). Effectiveness of a combined exercise training and home-based walking programme on physical activity compared with standard medical care in moderate COPD: a randomised controlled trial. Physiotherapy (United Kingdom), 104(1), 116� 121. https://doi.org/10.1016/j.physio.2016.08.005

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2019. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur., tabel 53. www.dinkesjatengprov.go.id

Figueira, F. R., Umpierre, D., Casali, K. R., Tetelbom, P. S., Henn, N. T., Ribeiro,

J. P., & Schaan, B. D. (2013). Aerobic and Combined Exercise Sessions Reduce Glucose Variability in Type 2 Diabetes: Crossover Randomized Trial. PLoS ONE, 8(3), 1�10. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0057733

Gupta, U., Gupta, Y., Jose, D., Mani, K., Jyotsna, V., Sharma, G., & Tandon, N. (2020). Effectiveness of yoga-based exercise program compared to usual care, in improving HbA1c in individuals with type 2 diabetes: A randomized control trial. International Journal of Yoga, 13(3), 233. https://doi.org/10.4103/ijoy.ijoy_33_20

Hayati. (2021). Pengaruh Brisk Walking Exercise Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Pasien Dm Tipe 2. Jurnal Keperawatan, 3(2).

Hartanti, Jatie K. Pudjibudojo, Lisa Aditama, R. P. R. (2013). Pencegahan dan Penanganan Diabetes Mellitus. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, 96.

H, E., Jatnika, G., & Nurhartini, S. (2018). Pengaruh Senam Aerobik Low Impact Terhadap Gula Darah Puasa Pada Klien Diabetes Melitus. Pinlitamas 1, 1(1), 275�283.

Hita, I. P. A. D. (2020). Efektivitas Metode Latihan Aerobik dan Anaerobik untuk Menurunkan Tingkat Overweight dan Obesitas. Jurnal Penjakora, 7(2), 135. https://doi.org/10.23887/penjakora.v7i2.27375

Hu, H., Lei, Y., Yin, L., & Luo, X. (2020). Evaluation of walking exercise on glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus: A protocol for systematic review and meta-analysis of randomized cross-over controlled trials. Medicine,�������� 99(47), e22735. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000022735

Hwang, C. L., Lim, J., Yoo, J. K., Kim, H. K., Hwang, M. H., Handberg, E. M., Petersen, J. W., Holmer, B. J., Leey Casella, J. A., Cusi, K., & Christou, D.

D. (2019). Effect of all-extremity high-intensity interval training vs. moderate-intensity continuous training on aerobic fitness in middle-aged and older adults with type 2 diabetes: A randomized controlled trial. Experimental Gerontology,��� 116(December2018),46�53. https://doi.org/10.1016/j.exger.2018.12.013

Isrofah, I., Nurhayati, N., & Angkasa, P. (2017). Efektivitas Jalan Kaki 30 Menit Terhadap Nilai Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Desa Karangsari Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Journal of Holistic Nursing Science, 4(1), 16�24.

Iida, Y., Takeishi, S., Fushimi, N., Tanaka, K., Mori, A., & Sato, Y. (2020). Effect of postprandial moderate-intensity walking for 15-min on glucose homeostasis in type 2 diabetes mellitus patients. Diabetology International, 11(4), 383�387. https://doi.org/10.1007/s13340-020-00433-x.

Idowu, O. A., & Adeniyi, A. F. (2020). Efficacy of Graded Activity with and without Daily-Monitored-Walking on Pain and Back Endurance among Patients with Concomitant Low-Back Pain and Type-2 Diabetes: A Randomized Trial. Ethiopian Journal of Health Sciences, 30(2), 233�242. https://doi.org/10.4314/ejhs.v30i2.11

International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. Eight. Brussel: International Diabetes Federation; 2017.

Istiqomah, I. N., & Yuliyani, N. (2022). Efektivitas Latihan Aktivitas Fisik Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2: Kajian Literatur. BIMIKI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia),������ 10(1),�� 1�10. https://doi.org/10.53345/bimiki.v10i1.196

Johnson, E. L., Feldman, H., Butts, A., Chamberlain, J., Collins, B., Doyle- Delgado, K., Dugan-Moverley, J., Freeman, R. S., Leal, S., Saini, P., Shubrook, J. H., Trujillo, J., Draznin, B., Aroda, V. R., Bakris, G., Benson, G., Brown, F. M., Green, J., Huang, E., � Gabbay, R. A. (2021). Standards of medical care in diabetes - 2021 abridged for primary care providers. Clinical Diabetes, 39(1), 14�43. https://doi.org/10.2337/cd21-as01

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Infodatin tetap produktif, cegah, dan atasi Diabetes Melitus 2020. In Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI���� (pp.����� 1�10).

https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/Infodati n-2020-Diabetes-Melitus.pdf

Kuziemski, K., Słomiński, W., & Jassem, E. (2019). Impact of diabetes mellitus on functional exercise capacity and pulmonary functions in patients with diabetes and healthy persons. BMC Endocrine Disorders, 19(1), 1�8. https://doi.org/10.1186/s12902-018-0328-1

Lathifah, N. L. (2017). Hubungan durasi penyakit dan kadar gula darah dengan keluhan subyektif penderita diabetes melitus. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(2), 231�239. JOUR

Lubis, R. F., & Kanzanabilla, R. (2021). Latihan Senam Dapat Menurunkan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, Dan Informatika Kesehatan, 1(3), 177. https://doi.org/10.51181/bikfokes.v1i3.4649

Motahari-Tabari, N., Ahmad Shirvani, M., Shirzad-E-Ahoodashty, M., Yousefi- Abdolmaleki, E., & Teimourzadeh, M. (2015). The effect of 8 weeks aerobic exercise on insulin resistance in type 2 diabetes: a randomized clinical trial. Global Journal of Health Science, 7(1), 115�121. https://doi.org/10.5539/gjhs.v7n1p115

Mendes, R., Sousa, N., Themudo-Barata, J. L., & Reis, V. M. (2019). High- intensity interval training versus moderate-intensity continuous training in middle-aged and older patients with type 2 diabetes: A randomized controlled crossover trial of the acute effects of treadmill walking on glycemic control. International Journal of Environmental Research and Public Health, 16(21), 1�14. https://doi.org/10.3390/ijerph16214163

Mahdia FF, Susanto HS, Adi MS. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. J Kesehat Masy. 2018;6(5):267�76.

Meidikayanti, W.�� (2017).�� Hubungan Dukungan Keluarga Dan Aktivitas Fisik Dengan Kualitas Hidup Diabetes Mellitus Tipe 2. [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Nam Han Cho dkk. (2017). Eighth edition 2017. In IDF Diabetes Atlas, 8th edition.

Nina, W. (2017) Hubungan Karakteristik Responden dengan Risiko Diabetes Melitus dan Dislipidemia Kelurahan Tanah Kalikedinding. [Skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga.

Nike Arista Sari, Soetardji, S. R. (2014). Persepsi Dosen Dan Karyawan Universitas Negeri Semarang Terhadap Senam Konservasi. Journal of Sport Sciences and Fitness, 3(3), 51�56.

Novitasari, D., Cindy, A., Afni, N., & Kartina, I. (2021). Progam Studi Keperawatan Progam Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada Surakarta 2021 Pengaruh Brisk Walking Exercise Terhadap Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja Puskesmas Boyolali Ii. 001, 1�13.

Nursalam.������� (2016). METODOLOGI PENELITIAN09162019.pdf������ (p.������� 415).

http://eprints.ners.unair.ac.id/982/1/METODOLOGI PENELITIAN09162019.pdf

Nursalam, 2017, Metodologi Penelitian Ilmu Kesehatan: Pendekatan Praktis, 4th edn, Salemba Medika, Jakarta.

Of, S., & Carediabetes, M. (2010). Standards of medical care in diabetes-2009. DiabeticRetinopathy,���� 40(January), 1�36. https://doi.org/10.1142/9789814304443_0001

Pan B, Ge L, Xun Y-Q, Chen Y-J, Gao C-Y, Han X, et al. Exercise training modalities in patients with type 2 diabetes mellitus: a systematic review and network meta-analysis. Int J Behav Nutr Phys Act. 2018;15(1).

Perkeni. (2015). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia. Jakarta : PB.PERKENI. In Perkeni.

Perkeni. (2021).Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe II di Indonesia. Jakarta : PB.PERKENI. In Perkeni.

Recommendations, C. P. (2015). Standards of medical care in diabetes�2015 abridged for primary care providers. Clinical Diabetes, 33(2), 97�111. https://doi.org/10.2337/diaclin.33.2.97

Richardo, B., Pengemanan, D., & Mayulu, N. (2014). Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II pada Lanjut Usia di Indonesia (Analisis Riskesdas 2018 ). Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 17(1), 9�20.

Santosa, A., & Rusmono, W. (2016). Senam kaki untuk mengendalikan kadar gula daran dan menurunkan tekanan brachial pada pasien diabetes melitus. MEDISAINS: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan, 14(2), 24�34. http://stikeswh.ac.id:8082/journal/index.php/jitk/article/view/50

Said, M., Lamya, N., Olfa, N., & Hamda, M. (2017). Effects of high-impact aerobics vs. low-impact aerobics and strength training in overweight and obese women. Journal of Sports Medicine and Physical Fitness, 57(3), 278� 288. https://doi.org/10.23736/S0022-4707.16.05857-X

Savikj, M., Gabriel, B. M., Alm, P. S., Smith, J., Caidahl, K., Bj�rnholm, M., Fritz, T., Krook, A., Zierath, J. R., & Wallberg-Henriksson, H. (2019). Afternoon exercise is more efficacious than morning exercise at improving blood glucose levels in individuals with type 2 diabetes: a randomised crossover trial. Diabetologia, 62(2), 233�237. https://doi.org/10.1007/s00125- 018-4767-z

Segar, M. L., & Richardson, C. R. (2014). Prescribing pleasure and meaning: Cultivating walking motivation and maintenance. American Journal of Preventive��� Medicine,�������� 47(6),�� 838�841. https://doi.org/10.1016/j.amepre.2014.07.001

Seyedizadeh, S. H., Cheragh-Birjandi, S., & Hamedi Nia, M. R. (2020). The Effects of Combined Exercise Training (Resistance-Aerobic) on Serum Kinesin and Physical Function in Type 2 Diabetes Patients with Diabetic Peripheral Neuropathy (Randomized Controlled Trials). Journal of Diabetes Research, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/6978128

Sholiha, S. R., Sudiarto, S., & Setyonegoro, S. A. (2019). Kombinasi Walking Exercise Dan Hydrotherapy Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jendela Nursing Journal, 3(1), 58. https://doi.org/10.31983/jnj.v3i1.4617

Sianturi, R., & Mustofa, A. (2022). Aerobic Exercise Reduce Blood Glucose in Type 2 Diabetes Mellitus. Media Keperawatan Indonesia, 5(1), 73. https://doi.org/10.26714/mki.5.1.2022.73-83

Singh, V., & Khandelwal, B. (2020). Effect of yoga and exercise on glycemic control and psychosocial parameters in type 2 diabetes mellitus: A randomized controlled study. International Journal of Yoga, 13(2), 144. https://doi.org/10.4103/ijoy.ijoy_45_19

Stanford, K. I., & Goodyear, L. J. (2014). Exercise and type 2 diabetes: Molecular mechanisms regulating glucose uptake in skeletal muscle. Advances in Physiology������� Education,������ 38(4),�� 308�314. https://doi.org/10.1152/advan.00080.2014

Soelistijo, S. (2021). Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021. Global Initiative for Asthma, 46. www.ginasthma.org.

Surabaya, P. K. (2019). Pemerintah Kota Surabaya | www.surabaya.go.id.

1965(25), 80300.

Vmax, T. P. (2013). Aerobic Low Impact. Jurnal Gelanggang Olahragaelanggang Olahraga, 1(2), 42�51.

Vidanage, D., Prathapan, S., Hettiarachchi, P., & Wasalathanthri, S. (2022). Impact of aerobic exercises on taste perception for sucrose in patients with type 2 diabetes mellitus; A randomized controlled trial. BMC Endocrine Disorders, 22(1), 1�12. https://doi.org/10.1186/s12902-022-00936-5

Webber, S. (2013). International Diabetes Federation. In Diabetes Research and Clinical Practice���������� (Vol.��� 102, Issue��� 2). https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.10.013

WHO, 2017, Chronic obstructive pulmonary disease (COPD), WHO, diakses 3 September 2017, < http://www.who.int >.

WHO. Global Report on Diabetes. WHO. Geneva; 2016.

Yanti, S., Putri, V. D., & Fitriani, I. M. (2018). Mild Terhadap Perilaku Pasien Diabetes Mellitus Di. 3(6).

Zanuso, S. (2014). Exercise: A Powerful Tool to Manage Type 2 Diabetes in the Ageing Population. European Medical Journal Diabetes, Vol 2, Iss 1, Pp 99- 104��������� (2014)VO������ -���������� 2,�������� 1,�������� 99 http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=edsdoj&AN=edsdoj. 3bec9f0f8944d6eafc0a3f505ae9ca5&site=eds-live&scope=site

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).