Nrima Ing Pandum Sebagai Strategi Menghadapi Kehidupan Dalam Lagu Aja Padha Nelangsa Karya Koes Plus

 

Nrima Ing Pandum as a Strategy for Facing Life in the Song Aja Padha Nelangsa by Koes Plus

 

1)* Ahsan, 2)Ari Prasetiyo

1,2,Universitas Indonesia.

 

*Email: 1)[email protected] 2[email protected]

*Correspondence: 1) Ahsan

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1403

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Karya sastra lirik lagu berisi tentang kenyataan sosial beserta cara menghadapinya. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi menghadapi kehidupan sosial era peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang direpresentasikan di dalam lirik lagu APN karya Koes Plus. Penelitian ini bertujuan memahami kondisi masyarakat di era peralihan Orde Lama ke era Orde Baru serta bagaimana masyarakat menghadapi masalah tersebut. Temuan penelitian ini semoga dapat menjadi alternatif rujukan bagi masyarakat dalam menghadapi dan menjalani segala permasalahan hidup. Objek penelitian ini adalah karya sastra berupa lirik lagu Aja Padha Nelangsa karya Koes Plus yang diterbitkan pada tahun 1974 dalam album pop Jawa Vol.1. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Analisis data dilakukan dengan cara menerjemahkan secara harfiah teks lirik lagu Aja Padha Nelangsa dengan berpedoman pada kamus Bausastra Jawa. Kemudian, hasil terjemahan tersebut dianalisis mendasarkan pada konteks kehidupan sosial yang terjadi pada era peralihan Orde Lama ke Orde Baru menggunakan pendekatan sosiologi sastra yaitu mimetik menurut Meyer Howard Abrams. Penelitian ini mendapatkan temuan pesan moral berupa strategi bagaimana sebaiknya dalam menghadapi jaman r�kasa atau kehidupan serba sulit yang dialami masyarakat pada masa tersebut. Kondisi serba sulit tersebut seyogyanya dijalani dengan sikap nrima ing pandum sesuai nilai ajaran budaya Jawa agar hati senantiasa tenteram serta menumbuhkan kesadaran pada Tuhan. Dengan begitu, hasil kerja yang demikian akan menghasilkan hidup mulia (berkecukupan).

 

Kata kunci: aja padha nelangsa, strategi, bahasa dan budaya Jawa, nrima ing pandum

 

ABSTRACT

Song lyrics are a form of literary work that depict social realities within society. This research liiterary works of song lyrics contain social realities and how to deal with them. The formulation of the research problem is how to deal with social life strategies during the transition from Orde Lama to Orde Baru as represented in the lyrics of the APN song by Koes Plus. This research aims to understand the condition of society in the era of the transition from Orde Lama to Orde Baru era and how people face these problems. Hopefully the findings of this research can be an alternative reference for the community in facing and living all life problems. The object of this research is a literary work in the form of the lyrics of the song Aja Padha Nelangsa by Koes Plus which was published in 1974 in the Javanese pop album Vol.1. The method used in this research is a descriptive qualitative method. Data analysis was carried out by literally translating the lyric text of the song Aja Padha Nelangsa, guided by the Javanese Bausastra dictionary. Then, the results of the translation were analyzed based on the context of social life that occurred during the transition from Orde Lama to Orde Baru using a literary sociology approach, namely mimetic, according to Meyer Howard Abrams. This research found moral messages in the form of strategies on how best to face the era of hardship or the difficult life experienced by society at that time. These difficult conditions should be endured with a nrima ing pandum attitude in accordance with the values of Javanese cultural teachings so that the heart remains at peace and awareness of God grows. That way, the results of such work will produce a noble (sufficient) life.

 

Keywords: aja padha nelangsa, strategy, Javanese language and culture, nrima ing pandum

 

 


PENDAHULUAN

Manusia merupakan makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia sebagai makhluk multidimensional berhubungan dengan kebutuhan dasar dalam hidupnya yang tidak hanya meliputi aspek jasmani atau fisiknya saja melainkan meliputi beberapa aspek lainnya yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar. Beberapa aspek manusia sebagai makhluk multidimensional di antaranya: jasmani, rohani, akidah, akhlak, akal, estetika, dan sosial. Aspek multipotensial berhubungan potensi-potensi dalam dirinya yang perlu dikembangkan di mana tentunya berhubungan dengan konteks sosial, budaya, politik, dan ekonomi (Amir, 2012:188-200). Penelitian ini membahas salah satu aspek multidimensional manusia yakni aspek sosialnya. Menurut Fadhillah Iffah dan Yuni Fitri Yasni (2022:38), kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya serta ingin mengetahui lingkungan tempat tinggalnya dan membangun komunikasi antarsesamanya merupakan bukti bahwa manusia memiliki aspek dimensi sosial dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lain.

Kehidupan bersama yang dibangun oleh manusia kemudian menjadi tatanan sosial yang disebut dengan istilah masyarakat. Pengertian masyarakat pada intinya dipahami sebagai sekumpulan manusia itu saling bergaul dan di dalamnya saling membangun interaksi (Eliana dan Sumiati, 2016:2). Di dalam kehidupan masyarakat tersebut terdapat fenomena sosial yang menggambarkan pola-pola tertentu interaksi dalam masyarakat tersebut (To�o, 2023:16). Menurut Kasnawi (dalam Imron dan Aka, 2018:2-3), fenomena sosial adalah kehidupan manusia di mana kebersamaan bermasyarakat mengalami proses perubahan, modifikasi, atau penyesuaian-penyesuaian yang menyangkut nilai-nilai budaya pola perilaku kelompok masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmaterial. Dalam fenomena sosial tersebut tentunya antaranggota masyarakat cenderung saling memenuhi kebutuhannya yakni dimaksudkan pada kebutuhan dasar dari aspek-aspek multidimensional manusia salah satunya kebutuhan pada dimensi sosial sehingga diperlukan hubungan yang intim dalam masyarakat tersebut.

Soerjono Soekanto (1999:162-165) berpendapat bahwa masyarakat yang intim dapat disebut sebagai masyarakat setempat yang dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai �community� harus memenuhi syarat-syarat, di antaranya: seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan. Unsur seperasaan sangat berkaitan erat dengan upaya antar individu dalam masyarakat tersebut saling mengidentifikasikan dirinya sehingga dapat dibentuk terminologi sosial yakni �kelompok kami�, �perasaan kami�, dan lain sebagainya. Unsur sepenanggungan berhubungan dengan peran dan keadaan dalam masyarakat sehingga memiliki kedudukan yang pasti dalam tatanan masyarakat tersebut. Oleh karenanya, hubungan masyarakat yang intim tidak terlepas dari konteks geografi setempat dan waktu yang sama. Dalam penelitian ini, konteks tersebut yang terdapat di dalam karya sastra adalah wilayah geografi negara Indonesia ketika karya sastra yang dipilih dalam penelitian mulai diciptakan.

Zoni Sulaiman (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Hegemoni Sastra dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat mengatakan bahwa kehidupan manusia yang terjadi di masyarakat mengandung aspek imaji menjadi inspirasi dalam pembuatan karya sastra sebagai sarana komunikasi pengarang dengan pembaca karya sastra tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara kehidupan manusia dalam masyarakat memiliki hubungan yang erat dalam suatu penciptaan karya sastra. Selain itu, dapat dikatakan bahwa memahami karya sastra memiliki sinonim dengan memahami masyarakat dalam konteks sastra tersebut diciptakan. Oleh sebab itu, karya sastra yang demikian harus diteliti dengan pendekatan sosiologi sastra. Menurut Henri Peyre (1948, dalam Escapit, 2017:10) sosiologi sastra adalah medium pengungkapan makna sosiologis pada masalah di dalam generasi atau angkatan yang menjadi inspirasi kolektif dalam pembuatan karya sastra. Sejalan dengan pendapat Peyre, Paul Ricoeur (1981, dalam Faruk, 2021:45-46) juga menegaskan bahwa karya sastra sebagai karya tulis tidak dapat terlepas untuk menghindari pengaruh dari situasi dan kondisi nyata produksinya.

Dalam penelitian ini, karya sastra yang dibahas adalah lirik lagu yang berhubungan dengan kondisi dan situasi pada masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Winda Susanti dan Eva Nurmayani (2020:1) memberikan penegasan bahwa lirik lagu yang menjadi unsur penting dalam membangun lagu atau musik dapat dikategorikan sebagai puisi dalam karya sastra. Lirik lagu adalah puisi pendek yang mengekspresikan emosi (Semi, 2013: 1). Abb� Batteux (1775; dalam Culler, 2017:121) dengan tegas menyisipkan ulang persoalan tentang lirik di dalam kerangka berpikir Aristoteles mengenai sastra sebagai mimesis (mimesis of feeling), yaitu bahwa karya sastra berupa lirik lagu mengandung gambaran kehidupan sosial. Karya sastra merupakan tiruan dari kenyataan sosial.

Objek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah lirik lagu Aja Padha Nelangsa (kemudian disingkat APN) karya Koes Plus dalam album pop Jawa vol.1 yang diterbitkan pada tahun 1974, data ini diperoleh melalui media streaming digital, Spotify. Koes Plus menciptakan album Pop Jawa hingga 4 volume. Lagu-lagu tersebut di antaranya adalah Tul Jaenak, Aja Padha Nelangsa, Kolang Kaling, Konthal Kanthil, Kripik Tempe, dan Aja Ngunu (Mulyadi, 2014:140). Menurut wawancara yang dilakukan oleh Mulyadi kepada Yon Koeswoyo (2014:7), lirik lagu yang dikeluarkan oleh grup musik Koes Plus dalam album Jawa Volume 1 mencerminkan kehidupan manusia, rakyat Indonesia, yang hidup di era peralihan Orde Lama ke Orde Baru kepemimpinan Presiden Soeharto. Menurut Rahayu (2004:114), Toni Koeswoyo sebagai salah satu anggota grup musik Koes Plus menyampaikan bahwa pembuatan karya-karya musik didasarkan pada tiga fase. Fase pertama datang dari pengaruh internal anggota yang baru mengenal keajaiban cinta dan kecenderungan musik Pop Indonesia yang pada waktu itu didominasi oleh lagu-lagu bertema cinta. Fase kedua dipengaruhi oleh proses di mana mulai menganalisis dan mengekspresikan dalam lirik lagu mereka mengenai pengalaman hidup yang dialami sehari-hari. Fase ketiga merupakan fase terakhir grup musik Koes Plus dalam konstelasi karya-karyanya di mana pada fase ini lebih mengarah pada upaya menikmati keindahan-keindahan Indonesia dan menekankan pentingnya kebanggaan pada negeri. Oleh karena itu, lagu-lagu yang diciptakan oleh Koes Plus sangat berkaitan dengan konteks kehidupan yang melatarbelakangi penciptaan karyanya. Dengan kata lain, lirik lagu APN dipilih dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa alasan ilmiah, antara lain: lirik lagu APN memiliki latar belakang sosiologis yang berisi sejarah peralihan Orde Lama ke Orde Baru sehingga menjadi pencerminan sebagai konteks sosial lagu tersebut, adanya informasi yang disampaikan oleh penulis lirik lagu APN dalam menghadapi era peralihan Orde Lama ke Orde Baru, dan memiliki relevansi yang jelas bagi kehidupan era pemerintahan sekarang ataupun relevansi terkait cara menghadapi kehidupan secara umum.

Ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas grup musik Koes Plus, penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra, serta penelitian yang membahas karya sastra sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah. Penelitian pertama berkaitan dengan perjalanan Koes Plus dilakukan oleh Ambri Rahayu (2004) dengan judul Perjalanan Karir Koes Plus 1969-1987. Dalam penelitian tersebut menjelaskan biografi perjalanan karir Koes Plus, mulai dari potret kehidupan keluarga Koeswoyo dan Koes Brothers sebagai asal muasal Koes Plus terbentuk, hal ini memuat fase perjuangan awal, fase berada di puncak popularitas hingga fase kemundurannya dalam industri musik pop.

Penelitian kedua berkaitan dengan lirik lagu grup band Koes Plus dilakukan oleh Meilisa Arismaya Wanti (2023) dengan judul penelitian Sindiran dan Resistensi Sosial dalam Lirik Lagu Tul Jaenak Karya Koes Plus menggunakan pisau analisis teori kritik J�rgen Habermas dan teori resistensi sosial Stuart Hall. Penelitian tersebut memberikan beberapa gambaran kondisi sosial dan kebudayaan di mana lagu tersebut diciptakan yakni masa Orde Baru pemerintahan presiden Soeharto. Lagu Tul Jaenak merupakan bentuk emansipasi dan pencerahan yang melibatkan struktur kognitif bagi para pendengarnya terutama pada masa Orde Baru tersebut dengan cara melekatkan keyakinan mengenai kondisi politik, sosial dan kebudayaan. Selain itu, lagu tersebut juga merupakan bentuk artikulasi ideologis dalam memperjuangkan kelas masyarakat yang ditindas oleh pemerintahan Orde Baru.

Penelitian ketiga dilakukan oleh R. Muhammad Mulyadi (2014) dalam disertasinya yang berjudul Koes Plus: Tunggak dan Karakteristik Keindonesiaan dalam Musik Pop. Dalam disertasi tersebut dijelaskan bahwa lagu-lagu yang diterbitkan dalam karya-karya Koes Plus menggambarkan tema-tema Indonesia mulai dari bentang alam hingga gambaran kondisi masyarakat Indonesia. Disertasi tersebut melihat adanya unsur nasionalisme yang kuat dari Koes Plus yang tentunya tidak lepas dari aktor-aktor sejarah yang menyertai perjalanan Koes Plus khususnya Orde Baru. Konteks waktu secara khusus dalam lagu-lagu Koes Plus adalah tahun 1970-an, pada waktu itu didorong oleh pemerintah Orde Baru agar Koes Plus menciptakan lagu-lagu bertema Nusantara.

Penelitian keempat berhubungan dengan lirik lagu sebagai karya sastra yang mencerminkan komunikasi masyarakat dilakukan oleh Nurul Istiqomah dan Evelin Giovani (2023) dengan judul Nilai Religius dalam Lagu Rakyat Malind-Anim Merauke: Kajian Sosiologi Sastra. Nilai religius masyarakat Malind-Anim yang meliputi tiga unsur hubungan berupa hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam dikomunikasikan di antara mereka dalam kehidupan sosial melalui media lagu rakyat tersebut. Komunikasi yang ditanamkan melalui lagu tersebut pada akhirnya menjadi tradisi bagi masyarakat Malind-Anim dalam hal melaksanakan ritual religi hingga membina hubungan dalam kehidupan masyarakat demi kepentingan bersama.

Penelitian kelima berhubungan dengan kritik terhadap pemerintah Orde Baru yang dituangkan dalam karya sastra sehingga karya sastra tersebut termuat aspek kehidupan sosial masyarakat era Orde Baru. Penelitian tersebut dilakukan oleh Syekhfani Alif Akbar (2019) dengan judul Kritik Sosial Atas Rezim Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Penembak Misterius Karya Seno Gumira Ajidarma. Ada beberapa hasil temuan penelitian tersebut. Pertama, dalam cerpen tersebut terdapat kritik atas rezim Orde Baru yang dikomunikasikan melalui tokoh penembak Sarman, Sawitri, Rambo, Sukap, dan Asih diketahui dalam dialog antartokoh dalam karya sastra cerpen tersebut. Kedua, terdapat isu-isu yang berkaitan dengan kritik sosial atas rezim Orde Baru antara lain kritik atas pelanggaran hukum dan HAM; kritik atas pembunuhan, penculikan dan penembakan; kritik atas kebebasan berpendapat; kritik atas kekuasaan otoriter, kritik atas politik bahasa; dan kritik atas kemiskinan. Hasil penelitian tersebut terdapat makna sosiologis di dalam cerpen tersebut yang dapat digunakan sebagai solusi dari permasalahan sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat yakni masyarakat era Orde Baru. Harapan dalam penelitian tersebut adalah terbentuknya masyarakat dan pemerintah yang lebih baik dalam kehidupan sosial manusia.

Dari penelitian terdahulu yang dituliskan di atas terdapat beberapa perbedaan dalam hal korpus data yang digunakan serta permasalahan yang dikaji. Penelitian pertama, untuk melihat perjalanan Koes Plus dalam industri musik. Penelitian kedua, terdapat perbedaan korpus penelitian yakni meneliti lagu Tul Jaenak walaupun memiliki kesamaan pendekatan yaitu sosiologi sastra. Penelitian Ketiga, melihat korpus data secara luas berupa lagu-lagu Koes Plus yang memiliki konten nasionalisme dalam konteks perkembangan lagu pop di Indonesia. Penelitian keempat, melihat karya sastra sebagai media komunikasi meskipun bukan korpus data berupa lirik lagu. Penelitian kelima, melihat korpus penelitian berupa cerpen yang menggambarkan masyarakat dan rezim era Orde Baru. Perbedaan-perbedaan tersebut menunjukkan suatu kerumpangan penelitian karya sastra, terutama mengenai lirik lagu, yang diciptakan untuk memberikan informasi mengenai kehidupan sosial serta era peralihan rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru. Selain itu, titik kerumpangan lainnya adalah penulisan karya sastra sebagai alat komunikasi masyarakat digali dari proses sejarah. Hal itu ditunjukkan oleh penelitian Meilissa (2023) di atas tidak menunjukkan rentang waktu penulisan lirik lagu Tul Jaenak, melainkan hanya meneliti lirik tersebut pada saat lagu diterbitkan. Di sisi lain, dalam konteks penelitian mengenai era peralihan Orde Lama ke Orde Baru, khususnya penelitian sosiologi sastra, diperlukan pengisian kerumpangan penelitian yang membahas strategi dalam menghadapi kehidupan peralihan rezim Orde Lama ke Orde Baru. Oleh karenanya, diperlukan penelitian karya sastra yang menyeluruh untuk menggali informasi representasi sosial dan peralihan rezim � yakni Orde Lama ke Orde Baru � seperti dalam penulisan lirik APN melalui pendekatan sosiologi sastra beserta strategi menghadapi era peralihan rezim Orde Lama ke Orde Baru.

Sosiologi sastra sebagai pendekatan juga dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan yang berdasarkan sikap dan pandangan teoretis tertentu (Damono, 1978:2). Oleh karenanya, karya sastra dilihat sebagai lembaga sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat. Sejalan dengan teori sosiologi sastra tersebut maka penelitian lirik lagu grup musik Koes Plus yang berjudul APN terdapat sebuah pelembagaan sikap dan pandangan pada saat kondisi kehidupan sosial peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Pelembagaan sikap tersebut berkaitan dengan strategi untuk menghadapi kehidupan yang digambarkan dalam lirik lagu APN. Di sisi lain, penulisan lirik lagu APN menurut Yon Koeswoyo dalam buku Panggung Kehidupan (2005:96-97) lagu-lagu Jawa yang ia ciptakan adalah bentuk dari suatu keadaan yang menyangkut beralihnya Orde Lama ke Orde Baru dalam sebuah syair.

Oleh karena itu, lirik lagu APN dalam penelitian ini dirumuskan menjadi satu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana strategi menghadapi kehidupan sosial era peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang direpresentasikan di dalam lirik lagu APN. Selain bertujuan memahami kondisi masyarakat di era peralihan Orde Lama ke era Orde Baru seperti yang terkandung dalam lirik lagu APN, penelitian ini bertujuan agar hasil temuan tentang strategi dalam menjalani kehidupan ini dapat digunakan sebagai alternatif rujukan masyarakat dalam menghadapi segala permasalahan hidup. Implikasi dari tujuan penelitian tersebut berupa titik relevansi dalam menghadapi berbagai kondisi kehidupan sehingga penelitian lirik lagu APN merupakan hal yang penting untuk dilakukan.

 

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Bogdan dan Taylor (dalam Rohman, 2023:6) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan. Penelitian deskriptif hanya menganalisis pada taraf deskripsi, yakni mengkaji dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Abdussamad, 2021:30). Pendekatan sosiologi sastra Abrams memandang bahwa karya sastra dilihat sebagai situasi yang menyeluruh sehingga teorinya disebut sebagai Semesta (Universe) yang terdiri dari pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik, dan pendekatan pragmatik. Dalam konteks penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah mimetik. Menurut Abrams (dalam Siswanto, 2008:188) pendekatan mimetik adalah pendekatan yang menitikberatkan hubungan karya sastra dengan kenyataan di luar karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai representasi dari realita.

Pendekatan mimetik Abrams dalam memandang karya sastra dapat dipahami dalam tiga pengertian, di antaranya imitasi, refleksi atau representasi terhadap dunia dan kehidupan manusia (Abrams dan Harpham, 2015:72). Dengan kata lain, mimetik merupakan formasi verbal yang direpresentasikan sebagai bentuk �produk ideologi� atau konstruksi budaya mengenai kondisi sejarah secara spesifik pada suatu era (Abrams & Harpham, 2015:245). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penerjemahan karya sastra lirik lagu APN berupa teknik penerjemahan harfiah. Penerjemahan harfiah adalah teknik penerjemahan suatu kata atau ungkapan secara kata per kata, hal ini tidak sama dengan teknik padanan kata dalam teknik menerjemahkan teks atau ungkapan (Molina dan Albir, 2002:509). Dalam merealisasikan terjemahan harfiah maka penelitian ini menggunakan kamus Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Biografi Koes Plus dan Peralihan Era Orde Lama ke Era Orde Baru

Pada tahun 1958 muncul grup musik yang bernama Koes Brothers sebagai cikal bakal grup musik Koes Plus. Nama Koes Brothers kemudian berganti nama menjadi Koes Bersaudara pada tahun 1962. Anjani (2021) mengatakan bahwa pergantian nama tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah Orde Lama pada tahun 1950-an yang mempropagandakan kepada masyarakat untuk menolak mengonsumsi budaya-budaya barat di bidang musik pada waktu itu tercermin dalam musik pop. Dasar propaganda tersebut adalah program Manifestasi Politik Indonesia yang ditetapkan sebagai GBHN dengan salah satu programnya yaitu melawan imperialisme dan kolonialisme barat di Indonesia.

Rahayu (2004:60-63) menyatakan bahwa atas propaganda yang diluncurkan oleh pemerintah Orde Lama tersebut membuat Koes Bersaudara ditegur secara lisan oleh Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta pada akhir tahun 1964 untuk tidak menyanyikan lagu ngak ngik ngok. Pada Juni 1965 atas permintaan pesta pribadi, Koes Bersaudara tetap menyanyikan salah satu lagu The Beatles. Sebelum lagu yang dinyanyikan oleh Koes Bersaudara lalu datang sekelompok pemuda yang memberhentikan pesta pribadi tersebut. Dalam hal ini Koes Bersaudara diminta untuk berjanji tidak menyanyikan lagu ngak ngik ngok. Nasib yang malang membuat Koes Bersaudara akhirnya dimasukkan penjara Glodok. Pada 29 September 1965 akhirnya Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara. Menambah informasi tersebut, Rizkia (2020:4) menyampaikan bahwa sehari setelahnya, 30 September 1965, terjadi peristiwa nasional yaitu G30S/PKI yang menjadi cikal bakal munculnya pemerintahan Orde Baru. Peristiwa tersebut adalah suatu peristiwa yang melibatkan para penganut ideologi komunis dengan Partai Komunis Indonesia dan oknum-oknumnya melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan hingga mengorbankan perwira tinggi Angkatan Darat dalam tubuh TNI.

Menurut Utomo (2018:24-29), potret kehidupan sosial masyarakat di era Orde Baru khususnya pada tahun 1967-1980 yakni salah satu konsumsi budaya masyarakat dari dunia perfilman diregulasi secara ketat oleh pemerintah Orde Baru dengan alasan untuk kemajuan perfilman di Indonesia serta agar tidak terkontaminasi dengan ideologi perfilman Barat. Jadi, dapat dipahami bahwa mekanisme hegemoni yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru tidak hanya menampakkan kebengisan dan keculasan dominasi yang ditampilkan tetapi juga berusaha memproduksi jenis dominasi yang tidak disadari oleh masyarakat melalui produk budaya yang dikonsumsi masyarakat seperti film dalam penelitian tersebut. Rahayu (2004:66-67) menambahkan bahwa hegemoni Orde Baru tersebut juga dialami oleh Koes Bersaudara. Pada tahun 1966 Koes Bersaudara melakukan rekaman dan merilis albumnya tahun 1967. Album yang diterbitkan tersebut tidak disambut baik oleh masyarakat. Pada tahun 1968 Koes Bersaudara juga mengalami penurunan tawaran panggung. Kondisi tersebut membuat perekonomian anggota grup musik Koes Bersaudara menjadi goyah. Nomo kemudian memutuskan untuk bekerja demi menafkahi keluarga karena pada waktu itu Nomo sudah menikah. Tonny kemudian mengeluarkan Nomo dengan alasan terlalu sibuk bekerja daripada fokus mengembangkan Koes Bersaudara. Keputusan tersebut mendapatkan pertentangan dari Yok hingga akhirnya Yok memutuskan keluar dari Koes Bersaudara. Setelah itu Koes Bersaudara menjadi grup musik yang mati suri dalam aktivitasnya

Menurut Koeswoyo (2005:63-66), Tonny, Yon dan Tomi Darmo (kawan Tonny) kemudian melakukan diskusi untuk mengembalikan aktivitas band. Tomi Darmo menyarankan agar drummer diganti Kasmuri. Nomo dan Yok yang sebelumnya sudah keluar tidak menyetujui aktivitas band yang menggunakan alat bermusik yang dimiliki oleh Koes Bersaudara. Hal tersebut membuat Tonny dan Yon harus menyewa peralatan bermusik ketika ada panggilan memanggung. Komposisi anggota grup musik baru dengan nama Koes Plus tersebut terdiri dari Tonny, Yon, Kasmuri dan Totok AR, dua anggota baru berasal dari luar keluarga Koeswoyo. Kisah Totok AR dalam perjalanan Koes Plus hanya sebentar kemudian diganti dengan Yok yang sebelumnya keluar dari grup.

Selanjutnya, menurut Rahayu (2004:70-93), pada tahun 1969 Koes Plus melakukan rekaman untuk album pertamanya. Album pertama tersebut tidak mendapatkan sambutan baik oleh masyarakat selama hampir satu tahun. Pada tahun 1970 Koes Plus turut menyelenggarakan acara panggung besar pertamanya di Jambore Band bersama grup-grup musik lainnya pada waktu itu. Hal tersebut disambut baik oleh para penonton dan juga acara tersebut banyak disiarkan oleh berbagai surat kabar. Sejak saat itu nama grup musik Koes Plus mulai dikenal masyarakat dan album pertama yang mereka terbitkan sebelumnya mendapatkan perhatian masyarakat secara luas. Pada perjalanan-perjalanan selanjutnya grup musik Koes Plus mengalami puncak kejayaannya. Permintaan untuk menyelenggarakan konser musik Koes Plus mengalami kenaikan sehingga grup musik ini dikenal oleh banyak kalangan masyarakat. Selain itu, sejak 1973 Koes Plus banyak mengeluarkan album-album baru hingga mencapai sepuluh album.

Makna Lirik Lagu Aja Padha Nelangsa

Lirik lagu APN dituliskan semasa era peralihan Orde Lama ke Orde Baru sehingga hal tersebut menjadi konteks dasar penulisan lirik lagu tersebut (Koeswoyo, 2005:96; Mulyadi, 2014:143). Oleh karena itu, pemaknaan lirik lagu APN melalui langkah penerjemahan mendasarkan pada kamus Bausastra Jawa tidak lepas dari konteks sosial dan rezim tersebut. Pemaknaan dari langkah penerjemahan harfiah tersebut dipisahkan ke dalam subbab pembahasan selanjutnya.

Namun, lirik lagu APN karya grup musik Koes Plus secara aslinya tidak menggunakan ejaan Bahasa Jawa yang baku. Oleh karena itu, penulis menggunakan ejaan baku yang sesuai dengan penulisan dalam kamus Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939) sebagai acuan dalam terjemahan lirik lagu APN. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pengubahan ejaan lirik asli ke dalam ejaan baku Bahasa Jawa didasarkan pada alasan berupa penyesuaian dengan acuan leksikon yang terdapat di dalam kamus Bausastra Jawa tersebut. Beberapa suku kata yang disesuaikan dengan acuan leksikon Bausastra Jawa yaitu kata �ojo� menjadi �aja�, �loro� menjadi �lara�, �nelongso� menjadi �nelangsa�, �podo� menjadi �padha�, �rekoso� menjadi �r�kasa�, �konco� menjadi �kanca�, �mulyo� menjadi �mulya�, �mbudidoyo� menjadi �mbudidaya�, dan �nyoto� menjadi �nyata�.

Berikut adalah lirik lagu APN karya grup musik Koes Plus:

Bait 1

Ja padha nelangsa Jamane-jaman rekasa Urip pancen angel Kudune ra usah ngomel

 

Jangan hanyut dalam kesedihan Zamannya adalah zaman susah Hidup memang susah

Seharusnya tidak perlu menggerutu

 

Menurut kamus Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939) �nelangsa� berasal dari kata �tlangsa� yang memiliki arti �s�dhih dening ap�sing awake�. Hal ini berkaitan dengan larik kedua yang menyebabkan rasa sedih �nelangsa� tersebut yakni �jaman r�kasa�. Kata �r�kasa� pada larik kedua bait pertama tersebut memiliki arti yang sama dengan kata �angel� yaitu masa-masa yang tidak mudah untuk dilewati begitu saja (Poerwadarminta, 1939). Kemudian, pada larik keempat bait pertama di atas menekankan �kudune ra usah ngomel

 

kata �ngomel� memiliki arti �gun�man tanpa t�g�s� atau dapat dipahami sebagai kebiasaan mengedepankan berbicara terlebih dahulu tanpa dasar atau alasan yang jelas. Di sisi lain makna �ngomel� dapat dipahami dalam kehidupan sehari-hari dengan adanya sikap mengeluh serta menggerutu di sepanjang waktu.

 

Bait 2

Ati kudu tentrem

Nyambut gawe kudu karo seneng Ulat aja peteng

Nek dikongkon ya sing t�m�n

 

Hati harus tenteram

Bekerja dengan senang Muka jangan muram

Kalau disuruh (bekerja) lakukan dengan sungguh-sungguh

 

Berdasarkan terjemahan di atas �tentrem� pada larik pertama bait kedua di atas memiliki arti �ora duwe was sum�lang�. Arti kata �sum�lang� memiliki arti �khawatir� sehingga jika dipahami secara utuh yang dimaksud dengan tenteram memiliki arti hidup yang tidak disertai rasa khawatir sama sekali dalam menjalaninya, yaitu tenang. Hal ini berkaitan dengan larik selanjutnya �nyambut gawe kudu karo seneng� yang diartikan sebagai yang mana kata �s�n�ng� memiliki arti �bungah sarta mar�m�atau dapat dipahami sebagai rasa senang dengan penerimaan yang kuat. Kata �nyambut gawe� yang merupakan terjemahan dari kata �bekerja�. Pada larik berikutnya berbunyi �ulat aja peteng� jika diterjemahkan secara harfiah kata �ulat� memiliki arti �pand�l�ng�. Jika merujuk pada buku Makna Ungkapan Bahasa Jawa: Kearifan Lokal Masyarakat Jawa karya Esti Ismawati (2019:133-117) menjadi �ul�t p�t�ng� yang berarti raut muka gelap, merengut, cemberut dan �p�t�nge ul�t� memiliki arti gelap air mukanya yang bermakna orang yang sedang menahan marah atau kecewa terekspresi di raut mukanya. Pada larik ketiga bait kedua di atas terdapat kata �t�m�n� memiliki beberapa arti yakni �b�n�r� atau �benar�, �nyata�, dan �sungguh�(Poerwadarminta, 1939).

Penerjemahan yang sesuai dengan kata �t�m�n� berkaitan dengan kondisi hati yakni ketika seseorang harus bekerja dengan benar tanpa adanya kegelisahan dalam hati yang berakibat pada kebiasaan mengomel dalam bekerja. Oleh karena itu, dalam bait ketiga berikutnya memberikan penegasan bahwa daripada mengomel lebih baik terus melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh.

Bait 3

Lha apa ta kanca Ati k�r�p lara

Ra gelem rekasa Mbudidaya

 

Untuk apa teman Hati sering sakit Tak mau susah

Berusaha (bekerja)

 

Pada bait ketiga di atas terdapat larik kedua yang berbunyi �ati k�r�p lara� yang kata �k�r�p� memiliki arti �kakehan� (Poerwadarminta, 1939). Hati yang sakit atau kegelisahan berakibat pada rasa enggan untuk berusaha dalam menghadapi kehidupan. Pada larik ketiga bait ketiga berbunyi "ra g�l�m r�kasa". Kata "ra" atau "ora" memiliki arti "tidak". Kata "g�l�m" memiliki arti "gampang manut" atau "s�n�ng nindakake sing ora sam�sthine". Kata "r�kasa" artinya "susah". Oleh karena itu, larik "ra g�l�m r�kasa" memiliki arti "tidak mau hidup susah". Larik keempat bait ketiga menegaskan seharusnya seseorang haruslah "mbudidaya" atau "berusaha". Secara keseluruhan, bait ketiga memiliki arti ketika seseorang dalam tidak ingin berada dalam keadaan susah, haruslah tetap berusaha untuk mengubahnya.

 

Bait 4

Pancen kabeh padha Pengin urip mulya Wiwitan r�kasa Pancen nyata

 

Memang semua orang

Ingin hidup mulia (berkecukupan) Permulaan berat

Dan itulah memang kenyataan

 

Pada bait keempat di atas melalui larik pertama �pancen kabeh padha� pada larik pertama memiliki hubungan dengan larik kedua �pengin urip mulya�. Dua larik pada bait keempat ini memiliki arti masyarakat pada waktu itu memiliki keinginan untuk hidup mulia. Menurut terjemahan Bausastra Jawa (Poerwadarminta, 1939) arti dari kata �mulya� adalah �luhur� �sarwa k�cukupan lan s�n�ng uripe� atau dapat dipahami sebagai keinginan masyarakat untuk hidup serba kecukupan dengan hati yang senang menjalani kehidupan. Hal tersebut tidak terlepas dari proses kehidupan itu sendiri yang digambarkan pada bait keempat yaitu larik ketiga dan keempat yang berbunyi �wiwitan r�kasa� dan �pancen nyata� yaitu jika ingin mendapatkan kehidupan yang mulia harus diawali dengan proses awal yang susah sebagai kenyataannya.

Secara keseluruhan lirik APN menekankan untuk tidak merasa sedih hingga tidak berdaya untuk menjalani kehidupan melalui larik yang berbunyi �aja padha nelangsa� dan mengurangi segala bentuk menggerutu melalui lirik �kudune ra usah ngomel�. Melalui lirik tersebut, dapat dipahami bahwa kebiasaan menggerutu akan menyebabkan kegelisahan. Hal tersebut dipertegas Koes Plus pada bait kedua dalam larik �ati kudu tentrem�, �nyambut gawe kudu karo seneng�, �ulat aja peteng� dan �nek dikongkon ya sing temen� yang pada intinya daripada banyak menggerutu lebih baik bekerja dengan senang hati agar tidak tumbuh kegelisahan dalam bekerja. Bekerja yang demikian akan memberikan kontribusi yang baik di dunia kerja yang berusaha disampaikan dalam lirik lagu tersebut.

Meskipun proses-proses dalam bekerja seringkali menimbulkan rasa lelah seperti yang digambarkan dalam larik �wiwitan rekasa� bagi Koes Plus melalui larik �pengin urip mulya� pada bait keempat pada intinya semua orang bekerja untuk mendapatkan kemuliaan melalui hasil kerjanya. Namun, sebelum itu semua tercapai diperlukan hati yang tenteram dalam proses meraih kemuliaan hidup.

Penerjemahan dan penafsiran makna berdasarkan kamus Bausastra Jawa Poerwadarminta (1939) di atas memiliki kaitan erat dengan kondisi kenyataan sosial masyarakat. Pada subbab selanjutnya berdasarkan penerjemahan dan penafsiran makna tersebut dikaitkan dengan gambaran pada lirik lagu berupa kenyataan sosial masyarakat yakni peralihan era Orde Lama ke era Orde Baru.

 

4. Fenomena Sosial dan Kaitannya dengan Makna Lagu Aja Padha Nelangsa

Fenomena sosial adalah frasa dari dua kata yaitu �fenomena� dan �sosial�. Menurut Kant (O�Donnell, 2011; Sobur, 2016:232) yang dimaksud dengan fenomena adalah dunia yang ditafsirkan oleh pengalaman yang seolah-olah penafsirannya dilakukan oleh kacamata. Kata sosial secara khusus adalah berbagai kejadian dalam masyarakat sehingga mendatangkan perbaikan dalam kehidupan bersama (Shadily, 1993:1-2). Dalam KBBI, yang dimaksud dengan sosial adalah hal-hal terkait dengan kehidupan masyarakat. Atas dasar tersebut maka fenomena sosial dapat dipahami sebagai penafsiran atas kehidupan masyarakat. Salah satu penafsiran kehidupan masyarakat tersebut dilakukan oleh Koes Plus sebagai grup musik yang menuliskan lirik lagu APN. Dalam konteks penelitian sastra, lirik lagu tersebut merupakan karya sastra yang dapat diteliti menggunakan pendekatan sastra.

Lirik lagu APN secara konteks menggambarkan era peralihan pemerintah Orde Lama ke Orde Baru tetapi album yang terdiri dari lagu APN diterbitkan pada era Orde Baru yakni tahun 1974 (Kusniyanto, 2020). Akan tetapi, pada gambaran lirik lagu tersebut sudah terasa kondisi masyarakat sejak era Orde Lama yakni terutama usaha pemerintah dalam membendung budaya barat masuk ke Indonesia dengan alasan memberantas imperialisme dan menolak kolonialisme barat. Di sisi lain, pemerintah Orde Baru dengan segala tekanan yang menggunakan kekuatan militer berperan besar dalam bidang kebudayaan yakni musik dan perfilman (Utomo, 2018:25-26)

Bait pertama dalam lirik lagu APN menggambarkan sebuah kondisi di mana terdapat rasa kewalahan untuk menghadapi kondisi kehidupan yang ada. Dalam konteks penulisan lirik lagu APN yang disebut sebagai �jaman r�kasa� tersebut adalah masa-masa peralihan era pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru hingga album Pop Jawa Volume I terbit 1974 (Koeswoyo, 2005:96-97). Pada waktu tersebut telah terjadi kekacauan ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi menyentuh angka 650 persen pada era peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang menyebabkan harga bahan pokok kehidupan masyarakat seperti beras menjadi naik (Rahayu, 2004:28). Kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai hiperinflasi yang diakibatkan oleh fokus pembangunan pada pembangunan politik (Maulidia, dkk, 2023:184). Kondisi tersebut mengakibatkan efek nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menyentuh angka Rp.16.000 dan daya beli masyarakat turun drastis.

Kondisi perekonomian yang kacau pada era Orde Lama hingga masa peralihan era Orde Baru juga dialami oleh Koes Plus yang pada waktu itu masih menggunakan nama Koes Bersaudara. Mereka menggambarkan masa peralihan era Orde Lama ke era Orde Baru tahun 1966 yang ditandai secara ekonomi berupa fenomena hiperinflasi ke dalam lirik lagu APN dalam gambaran �jaman r�kasa�. Penyebab hiperinflasi tersebut adalah ambisi pemerintah Orde Lama untuk melaksanakan Rencana Pembangunan Delapan Tahun pada 1960, kemudian mengalami kegagalan pada tahun 1964. Pada awal ambisi tersebut muncul, pemerintah Orde Lama bertekad untuk mencetak uang sendiri demi membayar hutang luar negeri yang sejak tahun 1950-an mengalami kenaikan hingga tahun 1960-an. Akibatnya peredaran uang di masyarakat menjadi tidak terkontrol sehingga menyebabkan hiperinflasi hampir 650 persen pada tahun 1966. Di saat tahun-tahun tersebut yakni pada 13 Desember 1965 pemerintah Orde Lama berusaha mengakalinya dengan melakukan redenominasi rupiah dari Rp.1000 menjadi Rp.1 untuk menekan inflasi di masyarakat Indonesia (Maulidia, dkk, 2023:184).

Menurut Kastori (dalam Kompas, 2022), ketika masuk di era pemerintahan Orde Baru pada tahun 1966 yang ditandai dengan hiperinflasi hampir 650 persen pada dasarnya pemerintah Orde Baru juga telah melakukan perbaikan kondisi ekonomi yang signifikan.

Hasil dari usaha pemerintah Orde Baru dalam memperbaiki perekonomian tersebut tercatat terjadi penurunan angka inflasi yakni dari 650 persen menjadi di bawah 10 persen pada tahun 1969. Keberhasilan penurunan inflasi ini disebabkan oleh bantuan keuangan berbentuk hutang yang diberikan oleh negara-negara gabungan IMF, seperti Perancis, Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman Barat. Selain itu, pada tahun 1974 kondisi perekonomian Indonesia terjadi peningkatan produksi beras dari 11,32 juta ton menjadi 14 juta ton, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 3 persen menjadi 6,7 persen, pendapatan per kapita masyarakat dari 80 USD menjadi 170 USD, dan angka inflasi dapat dikendalikan hingga mencapai titik terendah daripada tahun-tahun sebelumnya yakni menjadi 47,8 persen pada akhir Pelita I tahun 1973-1974.

Perbaikan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru tahun 1966-1974 tetap membawa kesulitan bagi rakyat dalam hal makanan yakni persoalan beras. Produksi beras yang mencapai angka 14 juta ton yang telah dijelaskan sebelumnya ternyata tidak dapat menahan pemerintah untuk melakukan impor beras. Dalam beberapa catatan yang ditemukan oleh Muniroh dan Liana (2018:325-328) terdapat beberapa masalah terkait beras, diantaranya pada tahun 1972 impor beras yang dilakukan oleh Bulog tidak berhasil mengendalikan harga beras, kualitas beras impor yang buruk, distribusi beras yang tidak tepat sasaran, dan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) menekan petani menjual hasil panen kepada BUUD pada tahun 1973. Oleh karena itu, gambaran tentang �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� dalam lirik lagu APN pada bait pertama di atas tetap menjadi gambaran yang tepat serta melampaui data-data nasional yang menyembunyikan realitas sosial ekonomi masyarakat pada tahun 1966-1974. Oleh karena itu, penggambaran jaman r�kasa tidak hanya terkait kondisi yang dihasilkan oleh kebijakan pemerintah Orde Baru semata tetapi juga berkaitan dengan sikap dan usaha masyarakat dalam menghadapinya dengan cara mengurangi �gun�man tanpa t�g�s� yang artinya menghadapi tanpa banyak menggerutu.

Kondisi kehidupan masyarakat Indonesia, baik era pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru, secara data berkaitan dengan ekonomi. Bidang ekonomi tersebut tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Koes Plus menggambarkan kondisi tersebut dengan istilah �jamane-jaman r�kasa� pada larik kedua dan �jamane pancen angel� larik ketiga bait pertama. Kondisi masyarakat yang digambarkan dalam larik tersebut berkaitan dengan naik turunnya perekonomian negara Indonesia yang menyebabkan kesengsaraan terutama yang menyangkut langsung kehidupan masyarakat yaitu naiknya harga kebutuhan bahan pokok seperti beras meski terjadi peningkatan panen pada era Orde Baru.

Oleh karena itu, bait pertama hingga keempat pada lirik lagu APN di atas dapat dipetik beberapa hal. Pertama, meskipun kehidupan di era lagu APN itu mengalami kesusahan yakni masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru dengan segala gejolaknya justru lirik lagu APN memberikan motivasi dalam menghadapinya. Dalam hal ini, lirik lagu APN menekankan untuk selalu menjaga hati supaya dalam segala pekerjaan tidak menumbuhkan kegelisahan sehingga dalam pekerjaan tidak menggerutu. Lirik lagu tersebut memberikan gambaran bahwa dalam bekerja harus disertai rasa senang tanpa terbelenggu oleh nafsu dan tidak egois dalam menyelesaikan pekerjaan.

 

5. Kaitan Makna Lirik Lagu Aja Padha Nelangsa dengan Budaya Jawa

Beberapa istilah dalam lirik lagu APN seperti �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� menggambarkan konteks sosial dalam penulisan lirik lagu tersebut. Dalam kondisi sosial tersebut terdapat inti kandungan lirik lagu APN yang ditekankan untuk diterapkan dalam menghadapi kondisi �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� adalah sikap nrima ing pandum sebagai bentuk kearifan budaya Jawa. Dalam konteks penelitian sosiologi sastra mengenai lirik lagu APN, sikap nrima ing pandumg merupakan strategi utama dalam menghadapi kondisi sosial sejarah peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Menurut Rahyono (2009:3) aspek filosofis dalam kearifan manusia mencakup kebijaksanaan dan kecerdasan. Dalam kearifan tersebut maka dimensi karakter atau kepribadian dan dimensi kecerdasan kognitif manusia terus tumbuh dan diasah setiap waktu. Oleh karenanya, dalam kondisi �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� dapat menumbuhkan bentuk kebijaksanaan dan kecerdasan dalam menghadapinya.

Dalam menghadapi �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� tersebut diperlukan sikap berupa nrima ing pandum sebagai strategi menghadapinya. Makna filosofis yang terdapat dalam sikap nrima ing pandum juga terdapat signifikansi agar manusia dapat memahami kehidupan secara lebih mendalam. Pada dasarnya dalam ajaran Jawa seseorang yang bekerja didasari oleh sikap nrima ing pandum dengan etos kerja yang bagus (Rakhmawati, 2022:16). Nrima ing pandum terkadang dibatasi maknanya hanya sebagai sikap pasrah terhadap musibah dan situasi yang dihadapi (Cahyarini 2021; dalam Rakhmawati 2022:8). Menurut penelusuran yang dilakukan oleh Rakhmawati (2022:8) dalam artikelnya yang berjudul Nrima Ing Pandum dan Etos Kerja Orang Jawa: Tinjauan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, ajaran nrima ing pandum secara kalimat selalu diikuti dengan kalimat makarya ing nyata yakni bekerja secara nyata. Hal ini sesuai dengan lirik lagu APN yang terdapat dalam larik keempat bait ketiga, �mbudidaya� sebagai bentuk makarya ing nyata.

Ajaran Jawa yang berhubungan dengan pengasahan kecerdasan dan penguatan karakter melalui kearifan budaya Jawa, menekankan makna nrima ing pandum diterapkan dengan segala bentuk usaha manusia dalam makarya ing nyata yakni berikhtiar dengan segala kemampuan hingga mendayagunakan kecerdasannya. Hal tersebut sesuai dengan lirik lagu APN yang tercermin dalam larik �mbudidaya� yang memiliki makna berusaha. Dalam konteks lirik lagu tersebut yang dimaksud dengan berusaha yaitu terus-menerus menjalani kehidupan era peralihan Orde Lama ke era Orde Baru secara lebih arif dan berbudaya Jawa. Oleh karenanya, sebagai sebuah sikap dan selalu diikuti dengan kerja keras secara nyata, maka dapat dipahami bahwa nrima ing pandum merupakan strategi secara aktif dilakukan oleh manusia secara nyata dengan penuh tenaga di zaman yang susah serba ketidakpastian seperti era peralihan Orde Lama ke Orde Baru.

Di sisi lain, nrima ing pandum itu sendiri memberikan peringatan bagi orang-orang Jawa dan orang pada umumnya bahwa tidak semua hal yang dapat dikerjakan di dunia atau seluruh hal yang ada di dunia ini berada di bawah kuasa serta kendali diri kita. Dalam kebudayaan Jawa juga dikenal sosok pencipta sebagai Gusti yang juga mengatur segala kehidupan atas kuasanya. Tanpoaran (1988:169-173) menekankan bahwa adanya kesadaran kawula Gusti merupakan bentuk kesadaran yang perlu diterapkan oleh masyarakat Jawa yakni mereka sebagai manungsa dan kesadaran sebagai kawula. Di hadapan Gusti sebagai Sang Pencipta, manusia bukanlah apa-apa melainkan mereka tunduk pada ketentuan Gusti yang Maha Berkehendak. Bukti atas hal tersebut adalah manusia tidak dapat meminta dirinya untuk dihidupkan atau dimatikan serta tidak mampu mengatasi semua persoalan dalam kehidupan sehari-harinya. Maka, manusia sebagai kawula dan entitas manungsa merupakan entitas yang tunduk pada ketentuan Gusti serta patuh pada-Nya. Oleh karena itu, makna filosofis nrima ing pandum bagi masyarakat Jawa juga berhubungan dengan kesadaran atas kehadiran serta kuasa Gusti tersebut. Oleh karena itu, sikap nrima ing pandum merupakan strategi batin untuk selalu mengingat adanya Gusti. Strategi batin tersebut tergambar dalam lirik APN kutipan larik �Ati k�r�p lara� yang memiliki arti �hati sering sakit� pada bait ketiga. Dengan kata lain, hati yang seringkali sakit dalam menghadapi zaman yang susah � era peralihan Orde Lama ke Orde Baru � diatasi dengan strategi yaitu selalu mengingat adanya Tuhan dalam kehidupan serta seluruh usaha pekerjaan manusia sehingga berimplikasi pada manusia agar tidak terbelenggu oleh keadaan sosial tersebut.

Di sisi lain, dalam upaya penerapan filosofi kearifan budaya Jawa berupa nrima ing pandum terdapat beberapa komponen utama yakni komponen tersebut harus terdapat dalam setiap usaha yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Komponen-komponen nrima ing pandum di antaranya yaitu kesabaran, rasa syukur dan penerimaan (Rakhmawati, 2022:13).

Rahyono (2006:180) menekankan bahwa sikap filosofis dalam kearifan budaya Jawa pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar tersebut, salah satu bentuk kearifan budaya Jawa yang berkaitan dengan usaha dalam kehidupan sehari-hari yaitu nrima ing pandum dimaksudkan untuk mengasah kesadaran atas kehadiran Gusti sebagai Sang Pencipta dengan kemahakuasaan-Nya dapat menuntun manusia agar tidak sombong dalam setiap keberhasilan usahanya dan juga tidak menyerah begitu saja ketika keberhasilan dalam hidupnya belum tercapai. Dalam konteks lirik lagu APN tersebut dapat dipahami bahwa untuk menghadapi �jaman r�kasa� yang di dalamnya kehidupan serba susah mengharuskan manusia untuk terus berusaha dengan penuh kesadaran akan adanya Gusti sebagai penguasa alam semesta dan diri manusia. Kesadaran tersebut dapat mendorong sikap-sikap etis sesuai dengan etika Jawa serta kearifan budaya Jawa dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang penuh dengan usaha tanpa henti.

Kesadaran akan campur tangan Gusti sebagai Sang Pencipta dalam segala kondisi kehidupan dan kesadaran untuk terus berusaha tersebut sangat penting karena jika tidak diasah dalam bingkai kearifan budaya Jawa akan menciptakan keburukan bagi manusia hingga mengalami kegelisahan batin. Hal tersebut ditandai dengan kebiasaan mengomel di sepanjang kehidupan seperti dalam gambaran larik empat bait kesatu dalam kutipan �kudune ra usah ngomel� memiliki arti �Seharusnya tidak perlu menggerutu. Dalam ajaran Jawa kebiasaan mengomel merupakan tindakan yang tidak memiliki pegangan dan pemahaman dalam kehidupannya. Magnis-Suseno (2001: 147-149) dalam Etika Jawa memaparkan bahwa seseorang yang tidak dapat memahami kondisi batinnya sendiri berpengaruh pada sikapnya dalam kehidupan. Sikap yang cenderung ditampakan oleh orang semacam itu adalah gagal dalam menguasai dirinya sendiri. Sejalan dengan itu, dalam ajaran Jawa ditekankan pada usaha seseorang untuk memahami batinnya sendiri serta harus mengarahkan batinnya pada batin Illahi. Batin Illahi dapat dilihat dalam cipta, karsa dan rasa seseorang dalam menjalani kehidupan yang menyatu dengan Gusti atau Tuhan sebagai penciptanya (Ciptoprawiro, 1986:15).

Batin yang mengarah pada batin Illahi Gusti Sang Pencipta dapat melindungi manusia dari kegelisahan batin dalam segala cipta, karsa dan rasa selama proses mbudidaya dalam kehidupan. Menurut etika Jawa, hati yang tidak dipenuhi rasa gelisah berkaitan dengan sikap batin yang tepat yakni jauh dari nafsu-nafsu atau hawa n�psu dan egoisme sehingga membentuk etos kerja berupa pamrih (Magnis-Suseno, 2001:139-145). Nafsu dipahami sebagai perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia sehingga mengakibatkan belenggu baginya terhadap dunia nyata tanpa mempertimbangkan kekuatan batin.

Magnis-Suseno (2001:139) juga menekankan bahwa akal budi manusia tidak akan berfungsi bilamana manusia dalam hidupnya dikuasai oleh nafsunya. Egoisme merupakan etos kerja manusia hanya mengusahakan kepentingannya sendiri secara individual dalam pekerjaan dengan tidak menghiraukan kepentingan bersama dalam pekerjaan tersebut sehingga berimplikasi pada munculnya sikap pamrih dalam bekerja. Manusia yang mengutamakan nafsu dan egois dalam bekerja sesuai kutipan �pengin urip mulya� memiliki arti �ingin hidup mulia (berkecukupan)� bait empat larik kedua yakni mengutamakan keinginannya pribadi untuk mencapai hidup yang diinginkan. Pekerjaan yang dilakukan secara egois sehingga memunculkan sikap pamrih akan jauh dari keselarasan sosial. Oleh karena itu, APN juga mengingatkan bahwa untuk mencapai kehidupan yang bercukupan diharuskan permulaan yang susah sesuai dengan kutipan �wiwitan r�kasa� dan �pancen nyata� bait empat larik ketiga dan keempat.

Dalam melakukan pekerjaan tersebut harus dilakukan dengan benar tanpa adanya kegelisahan dalam hati yang dapat mengakibatkan tidak berhasilnya pekerjaan tersebut sesuai target. Cacatnya pekerjaan yang menghambat keberhasilan penuh tersebut diakibatkan oleh nafsu-nafsu para pelaku kerjanya serta mereka bekerja dengan penuh rasa egois. Menurut etika kerja dalam ajaran Jawa, bekerja yang didasarkan pada nafsu serta rasa egois ataupun bekerja sesuai dengan kata �temen� yakni tidak adanya kegelisahan dalam diri seseorang maka hal tersebut tergantung dari persepsi masyarakat tentang pekerjaan. Persepsi tersebut mempengaruhi kelancaran pemenuhan kebutuhan pribadi serta keluarga para pekerja dan kepentingan tempat kerja secara luas dengan disertainya perolehan hasil kerja yang baik, menambah kepercayaan antarsesama di tempat kerja, hati merasa tenang dan senang, serta adanya rasa bertanggung jawab dan kerja keras yang kuat (Sulamun, dkk, 1995:147). Dengan kata lain, persepsi masyarakat mengenai �jaman r�kasa� mempengaruhi batin yang berdampak pada hasil pekerjaannya beserta keselarasan sosial.

Fenomena sosial dalam lirik lagu APN berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Lebih tepatnya, kondisi masyarakat yang direpresentasikan yaitu pada masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Masyarakat banyak mengalami penderitaan selama era peralihan tersebut terutama berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kondisi masyarakat tersebut juga dialami oleh Koes Plus dalam sejarahnya sebagai grup musik yang sebelumnya memakai nama Koes Brothers dan Koes Bersaudara. Pergantian nama tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan selama era pemerintahan Orde Lama dan era Orde Baru. Di dalam kondisi yang serba susah tersebut lirik lagu APN memberikan penekanan filosofis berupa sikap untuk menerima segala kondisi kehidupan dengan tetap terus berusaha. Pada bait ketiga dan keempat dalam lirik lagu APN termuat motivasi bagi masyarakat agar tidak menyerah menghadapi kehidupan. Lirik lagu tersebut mempresentasikan pada peralihan Orde Lama ke Orde bahwa kehidupan terkait dengan kondisi terpuruk sekalipun hendaknya dijalani dengan hati yang tenteram, tanpa banyak mengeluh, dan bekerja dengan sungguh-sungguh meski semuanya diawali dengan penuh derita yang sebaiknya semua penderitaan tersebut dijalani dengan sikap nrima ing pandum. Makna filosofis dari sikap nrima ing pandum yang berhubungan dengan makarya ing nyata atau bekerja secara nyata sebagai bentuk mbudidaya. Hal ini merupakan perwujudan dari kesadaran adanya campur tangan Gusti sebagai Sang Pencipta dalam kehidupan yang selalu membimbing mbudidaya manusia untuk jauh dari kegelisahan hati sehingga tidak banyak menggerutu dan dijalani dengan hati yang tenteram dalam bekerja sesuai keselarasan sosial

 

SIMPULAN

Dalam lirik lagu APN, kondisi sosial yang dialami masyarakat era peralihan Orde Lama ke Orde Baru disebut dikutip dalam lirik sebagai �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� yang memiliki makna kehidupan terbelenggu oleh kekuasan era peralihan Orde Lama ke Orde Baru baik intervensi langsung rezim khususnya pada bidang kebudayaan seperti musik. Selain itu, zaman peralihan tersebut mengakibatkan dampak ekonomi berupa inflasi yang menyengsarakan masyarakat. Dalam lirik lagu APN terdapat beberapa motivasi yang dituliskan melalui kutipan lirik �kudune ra usah ngomel� yang artinya �seharusnya tidak perlu menggerutu�, �ati kudu tentrem� berarti �hati harus tentram�, �Nek dikongkon ya sing t�m�n� berarti �kalau disuruh (bekerja) lakukan dengan sungguh-sungguh�, dan ulat aja peteng� berarti �muka jangan muram�. Motivasi-motivasi tersebut dapat diterapkan dengan strategi berupa sikap nrima ing pandum. Strategi tersebut memiliki beberapa implikasi. Sikap nrima ing pandum berhubungan dengan kondisi hati dalam bekerja secara sungguh-sungguh seperti dalam kutipan lirik �mbudidaya� berarti �berusaha� secara nyata dan tanpa henti meskipun sesuai dengan kutipan lirik �wiwitan r�kasa� artinya �permulaan berat�. Sikap nrima ing pandum juga memiliki implikasi pada manusia untuk mengingat Gusti sebagai pengatur segala hal dan pengingat agar tidak sombong atas hasil kerja merupakan strategi hati dalam bekerja. Bekerja dengan strategi hati tersebut dapat mewujudkan harapan seperti kutipan �pengin urip mulya� yaitu �ingin hidup mulia (berkecukupan)�.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, keterbatasan terkait penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan album-album Jawa karya Koes Plus. Terutama penelitian yang meneliti lagu APN. Hal tersebut menjadi keterbatasan karena khazanah untuk memahami konteks pembuatan album serta pemaknaan lebih dalam lagu APN. Kedua, keterbatasan terkait dengan aspek psikologis penulis lirik lagu APN. Aspek psikologis dalam penulisan lirik lagu APN sebenarnya dapat menjadi informasi lebih untuk memahami representasi fenomena sosial yang digambarkan dalam lirik lagu tersebut.

Dikarenakan penelitian ini hanya berfokus pada pemaknaan harfiah menggunakan Bausastra Jawa untuk memahami representasi fenomena sosial dalam lirik lagu APN, maka diperlukan pengembangan lebih lanjut sebuah penelitian yang berurusan dengan aspek psikologis dan eksistensial penulisan lirik lagu APN. Artinya, lirik lagu APN digali secara lebih mendalam mengenai refleksi eksistensial serta psikologis yang berkaitan dengan penulisan lirik lagu tersebut.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad, Z. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. Syakir Media Press.

 

Abrams, M.H, and Geoffrey Galt Harpham. (2015). The Glossary of Literary Terms. United States: Cengage Learning Customer.

 

Akbar, Syekhfani. (2019). �Kritik Sosial Atas Rezim Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Penembak Misterius Karya Seno Gumira Ajidarma�. Jurnal Ilmiah FONEMA, Universitas Airlangga, Surabaya. Diakses melalui: https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/pbs/article/view/1804

 

Amir, Dinasril. (2013). �Konsep Manusia dalam Sistem Pendidikan Islam�. Jurnal Al-Ta�lim,Vol.3,���������������������������� No.1.������������ (p.188-200)Diakses melalui: http://www.journal.tarbiyahiainib.ac.id/index.php/attalim/article/view/52

 

Anjani, Nabila. (2021). Sejarah Musik di Indonesia: Dari Masa Orde Baru hingga Masuknya K-Pop di Indonesia�. Medium. Diakses melalui: https://medium.com/secara/sejarah-musik-di-indonesia-dari-masa-orde-baru-hingga-m asuknya-k-pop-di-indonesia-2ffca67ucd060

 

Ciptoprawiro, Abdullah. (1986). Filsafat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

 

Culler, Jonathan. (2017). Theory of Lyrics. Nordisk Poesi, Selwyn College, France. (p.119-133). Diakses melalui: https://www.researchgate.net/publication/321503470

 

Damono, Sapardi. (1978). Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

 

Eliana dan Sumiati. (2016). Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Indonesia.

 

Escarpit, Robert. (2017). Sosiologi Sastra. (penerj. Ida Sundari Husen). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

 

Faruk. (2021). Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Iffah, Fadhilah, dan Yuni Fitri Yasni. (2022). �Manusia sebagai Makhluk Sosial�. Lathaif: Literasi tafsir, Hadis dan Filologi. Department of Al-Qur�an and Tafsir Science, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Sumatera Barat. (p.38-47). Diakses melalui: https://ejournal.uinmybatusangkar.ac.id/ojs/index.php/lathaif/article/view/5926

 

Imron, Ilmawati, & Kukuh Andri Aka. (2018). �Fenomena Sosial. Banyuwangi: LPPM Institut Agama Islam Ibrahimy Genteng Banyuwangi. Diakses melalui: http://repository.unpkediri.ac.id/2819/

 

Ismawati, Esti. (2019). Makna Ungkapan Bahasa Jawa: Kearifan Lokal Masyarakat Jawa.

Gambang Buku Budaya: Yogyakarta.

 

Istiqomah, Nurul, & Evelin Giovani. (2023). �Nilai Religius dalam Lagu Rakyat Malind-Anim Merauke: Kajian Sosiologi Sastra�. Jurnal KIBASP (Kajian Bahasa, Sastra, dan Pengajaran), Vol.7, No.1. Universitas Musamus, Papua. Diakses melalui: https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/KIBASP/article/view/8296

 

Kastori, Rina. (2020). Perkembangan Ekonomi Pada Masa Orde Baru�. Dalam CNN Indonesia.����������������������������������������������������������������� Diakses melalui: https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/26/200000669/perkembangan-ekonomi-p ada-masa-orde-baru?page=all

 

Kusniyanto, R. (2020). �Perancangan Informasi Biografi Sejarah Grup Band Legendaris Indonesia Koes Plus Melalui Media Buklet�. Tugas Akhir. Departemen Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas Komputer Indonesia, Bandung. (p.1-81). Diakses melalui: https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/3577/

 

Maulidia, Dwi, dkk. (2023). �Faktor-Faktor Krisis dan Dampak Krisis Yang Pernah Terjadi di Indonesia sehingga Mengakibatkan Kerapuhan Fundamental�. Student Scientific-Creative Journal, Vol.1, No.4/2023. Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya. Diakses melalui: https://journal.amikveteran.ac.id/index.php/sscj/article/view/1619

 

Molina, Lucia, dan Amparo Hurtado Albir. (2002). Translation Techniques Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach. Spanyol: Universitat Aut�noma de Barcelona.

 

Mulyadi, R.M. (2014). �Koes Plus: Tonggak dan Karakteristik Keindonesiaan Dalam Musik Pop�. Disertasi, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=20453397

 

Muniroh, Siti, dan Corry Liana (2018). Kritik Sosial Majalah Tempo terhadap Kasus Kelangkaan Beras di Indonesia Tahun 1972-1973�. Jurnal UNESA Vol.6 No.2 , Universitas�������������� Negeri����� Surabaya,���������������������������� Surabaya.����� Diakses melalui: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/24634

 

Rahayu, Ambri. (2004). �Perjalanan Karir Koes Plus 1969�1987. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Diakses melalui: https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20156977&lokasi=lokal

 

Rahyono, FX. (2006). Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra.

 

Rakhmawati, Silvia. (2022). �Nrimo Ing Pandum dan Etos Kerja Orang Jawa: Tinjauan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa�. Jurnal Pancasila, Vol.3, No.1(p.07-19). Universitas Gadjah�� Mada,����������������������������� Yogyakarta.�������� Diakses melalui: https://jurnal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/70568

 

Rizkia, Erik. (2020). Dari Konfrontasi sampai Rekonsiliasi: Studi Kasus Konflik Muhammadiyah dengan PKI di Kotagede Tahun 1950-1970�. Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah. Vol.11., No.1. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Diakses melalui: https://journal.uny.ac.id/index.php/mozaik/article/view/45202

 

Rohman, Abdul. (2023). �Aspek Kebebasan Eksistensial Manusia dalam Suluk Kasampurnan Jati�. Library Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, Universitas Indonesia. Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=9999920528239&lokasi=lokal

 

Semi, Atar. (2013). Kritik Sastra. Indonesia: Penerbit Angkasa.

 

Shadily, Hassan. (1993). Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sipayung, Margaretha. (2016). Konflik Sosial dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari: Kajian Sosiologi Sastra�. Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Diakses melalui: https://e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/view/164

 

Sobur, Alex. (2016). Kamus Besar Sosiologi. Bandung: Penerbit Pustaka Ceria.

 

Soekanto, Soerjono. (1999). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

 

Soeprapto. (1996). Bahan Penataran: Pedoman Penghayatan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta: Perum Percetakan Negara Republik Indonesia, dicetak oleh Proyek Pendidikan Pengembangan dan Pembinaan Penataran P-4 (BP-7 Pusat).

 

Sulaiman, Zoni. (2016). �Hegemoni Sastra dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat�.

Jurnal Semantik STKIP. Diakses melalui: DOI: 10.22460/semantik.v5i1.p27 - 33

 

Sulamun, dkk. (1995). Persepsi tentang Etos Kerja Kaitannya dengan Nilai Budaya Masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan.

 

Susanti, Winda, & Eva Nurmayana. (2020). �Kritik Sosial dan Kemanusiaan dalam Lirik Lagu Iwan Fals�. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Hamzanwadi, NTB.������������� (p.1-8).����� Diakses melalui: http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/sbs/article/view/2172

 

Suseno, Franz Magnis. (2001). Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

 

Tanpoaran. (1988). Sangkan Paraning Dumadi. Surabaya: Yayasan Djojo Bojo Teeuw, Andries. (2013). Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.

 

To�o, Herlina. (2023). Membangun Kesadaran dan Ketaatan Hukum Masyarakat di Desa Loa Janan Ulu Kalimantan Timur. Nomos Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur. (p.16-22) Diakses melalui: https://journal.actual-insight.com/index.php/nomos/article/view/1619

 

Utomo, Yudo. (2018). �Kebijakan Perfilman Indonesia pada Masa Orde Baru (1967-1980)�. Universitas Negeri Jakarta, Jakarta. Diakses melalui: http://repository.unj.ac.id/31761/

 

Wanti, Meilisa Arismaya. (2023). �Sindiran dan Resistensi Sosial dalam Lirik Lagu Tul Jaenak Karya Koes Plus�. Tugas Akhir, Library Universitas Indonesia, Universitas Indonesia.������� Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=9999920520467&lokasi=lokal

 

Yasni, Yuni, & Fadhillah Iffah. (2022). �Manusia sebagai Makhluk Sosial�. Jurnal Lathaif (Literasi, Tafsir, Hadist, dan Filologi), Vol.1, No.1. Diakses melalui: https://ejournal.uinmybatusangkar.ac.id/ojs/index.php/lathaif/article/view/5926

 

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).