Nrima Ing Pandum Sebagai Strategi Menghadapi
Kehidupan Dalam Lagu Aja Padha Nelangsa Karya
Koes Plus
� Nrima Ing Pandum as a Strategy for Facing Life in
the Song Aja Padha Nelangsa by Koes Plus
1)* Ahsan, 2)Ari
Prasetiyo
1,2,Universitas Indonesia.
*Email: 1)[email protected] 2[email protected]
*Correspondence: 1) Ahsan
DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1403 |
ABSTRAK Karya sastra lirik lagu berisi tentang
kenyataan sosial beserta cara menghadapinya. Rumusan masalah penelitian ini
adalah bagaimana strategi menghadapi kehidupan sosial era peralihan Orde Lama
ke Orde Baru yang direpresentasikan di dalam lirik lagu APN karya Koes Plus.
Penelitian ini bertujuan
memahami
kondisi masyarakat di era �peralihan Orde
Lama ke era Orde Baru serta bagaimana masyarakat menghadapi masalah tersebut. Temuan
penelitian ini semoga dapat menjadi alternatif rujukan bagi masyarakat dalam menghadapi dan
menjalani segala permasalahan hidup. Objek penelitian ini adalah karya sastra
berupa lirik lagu Aja Padha Nelangsa karya Koes Plus yang diterbitkan
pada tahun 1974 dalam album pop Jawa Vol.1. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Analisis data dilakukan
dengan cara menerjemahkan secara harfiah teks lirik lagu Aja Padha
Nelangsa dengan berpedoman pada kamus Bausastra Jawa. Kemudian, hasil
terjemahan tersebut dianalisis mendasarkan pada konteks kehidupan sosial yang
terjadi pada era peralihan Orde Lama ke Orde Baru menggunakan pendekatan
sosiologi sastra yaitu mimetik menurut Meyer Howard Abrams. Penelitian ini
mendapatkan temuan pesan moral berupa strategi bagaimana sebaiknya dalam
menghadapi jaman r�kasa atau kehidupan serba sulit yang dialami
masyarakat pada masa tersebut. Kondisi serba sulit tersebut seyogyanya
dijalani dengan sikap nrima ing pandum sesuai nilai ajaran budaya Jawa
agar hati senantiasa tenteram serta menumbuhkan kesadaran pada Tuhan. Dengan
begitu, hasil kerja yang demikian akan menghasilkan hidup mulia
(berkecukupan). Kata kunci: aja padha nelangsa, strategi, bahasa dan budaya Jawa, nrima ing pandum |
ABSTRACT
Song
lyrics are a form of literary work that depict social realities within society.
This research liiterary works of song lyrics
contain social realities and how to deal with them. The formulation of the
research problem is how to deal with social life strategies during the
transition from Orde Lama to Orde Baru
as represented in the lyrics of the APN song by Koes Plus. This research aims
to understand the condition of society in the era of the transition from Orde Lama
to Orde
Baru era and how people face these problems. Hopefully
the findings of this research can be an alternative reference for the community
in facing and living all life problems. The object of this research is a
literary work in the form of the lyrics of the song Aja Padha Nelangsa by Koes
Plus which was published in 1974 in the Javanese pop album Vol.1. The method
used in this research is a descriptive qualitative method. Data analysis was
carried out by literally translating the lyric text of the song Aja Padha
Nelangsa, guided by the Javanese Bausastra dictionary. Then, the results of the
translation were analyzed based on the context of social life that occurred
during the transition from Orde Lama to Orde Baru
using a literary sociology approach, namely mimetic, according to Meyer Howard
Abrams. This research found moral messages in the form of strategies on how
best to face the era of hardship or the difficult life experienced by society
at that time. These difficult conditions should be endured with a nrima ing
pandum attitude in accordance with the values of Javanese cultural teachings so
that the heart remains at peace and awareness of God grows. That way, the
results of such work will produce a noble (sufficient) life.
Keywords:
aja padha nelangsa, strategy, Javanese language and culture, nrima ing pandum
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk multidimensional dan multipotensial. Manusia
sebagai makhluk multidimensional berhubungan dengan kebutuhan dasar dalam
hidupnya yang tidak hanya meliputi aspek jasmani atau fisiknya saja melainkan
meliputi beberapa aspek lainnya yang memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar.
Beberapa aspek manusia sebagai makhluk multidimensional di antaranya: jasmani,
rohani, akidah, akhlak, akal, estetika, dan sosial. Aspek multipotensial
berhubungan potensi-potensi dalam dirinya yang perlu dikembangkan di mana
tentunya berhubungan dengan konteks sosial, budaya, politik, dan ekonomi (Amir,
2012:188-200). Penelitian ini membahas salah satu aspek multidimensional
manusia yakni aspek sosialnya. Menurut Fadhillah Iffah dan Yuni Fitri Yasni
(2022:38), kecenderungan manusia untuk berhubungan dengan manusia lainnya serta
ingin mengetahui lingkungan tempat tinggalnya dan membangun komunikasi
antarsesamanya merupakan bukti bahwa manusia memiliki aspek dimensi sosial
dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan
untuk hidup bersama dengan manusia lain.
Kehidupan bersama yang dibangun oleh manusia kemudian menjadi tatanan
sosial yang disebut dengan istilah masyarakat. Pengertian masyarakat pada
intinya dipahami sebagai sekumpulan manusia itu saling bergaul dan di dalamnya
saling membangun interaksi (Eliana dan Sumiati, 2016:2). Di dalam kehidupan
masyarakat tersebut terdapat fenomena sosial yang menggambarkan pola-pola
tertentu interaksi dalam masyarakat tersebut (To�o, 2023:16). Menurut Kasnawi
(dalam Imron dan Aka, 2018:2-3), fenomena sosial adalah kehidupan manusia di
mana kebersamaan bermasyarakat mengalami proses perubahan, modifikasi, atau
penyesuaian-penyesuaian yang menyangkut nilai-nilai budaya pola perilaku
kelompok masyarakat, baik dalam aspek kehidupan material maupun nonmaterial.
Dalam fenomena sosial tersebut tentunya antaranggota masyarakat cenderung
saling memenuhi kebutuhannya yakni dimaksudkan pada kebutuhan dasar dari
aspek-aspek multidimensional manusia salah satunya kebutuhan pada dimensi
sosial sehingga diperlukan hubungan yang intim dalam masyarakat tersebut.
Soerjono Soekanto (1999:162-165) berpendapat bahwa masyarakat yang intim
dapat disebut sebagai masyarakat setempat yang dalam Bahasa Inggris
diterjemahkan sebagai �community�
harus memenuhi syarat-syarat, di antaranya: seperasaan, sepenanggungan, dan
saling memerlukan. Unsur seperasaan sangat berkaitan erat dengan upaya antar
individu dalam masyarakat tersebut saling mengidentifikasikan dirinya sehingga
dapat dibentuk terminologi sosial yakni �kelompok kami�, �perasaan kami�, dan
lain sebagainya. Unsur sepenanggungan berhubungan dengan peran dan keadaan
dalam masyarakat sehingga memiliki kedudukan yang pasti dalam tatanan
masyarakat tersebut. Oleh karenanya, hubungan masyarakat yang intim tidak
terlepas dari konteks geografi setempat dan waktu yang sama. Dalam penelitian
ini, konteks tersebut yang terdapat di dalam karya sastra adalah wilayah
geografi negara Indonesia ketika karya sastra yang dipilih dalam penelitian
mulai diciptakan.
Zoni Sulaiman (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Hegemoni Sastra dalam Kehidupan Sosial
Budaya Masyarakat mengatakan bahwa kehidupan manusia yang terjadi di
masyarakat mengandung aspek imaji menjadi inspirasi dalam pembuatan karya
sastra sebagai sarana komunikasi pengarang dengan pembaca karya sastra
tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara kehidupan manusia dalam masyarakat
memiliki hubungan yang erat dalam suatu penciptaan karya sastra. Selain itu,
dapat dikatakan bahwa memahami karya sastra memiliki sinonim dengan memahami
masyarakat dalam konteks sastra tersebut diciptakan. Oleh sebab itu, karya
sastra yang demikian harus diteliti dengan pendekatan sosiologi sastra. Menurut
Henri Peyre (1948, dalam Escapit, 2017:10) sosiologi sastra adalah medium
pengungkapan makna sosiologis pada masalah di dalam generasi atau angkatan yang
menjadi inspirasi kolektif dalam pembuatan karya sastra. Sejalan dengan
pendapat Peyre, Paul Ricoeur (1981, dalam Faruk, 2021:45-46) juga menegaskan
bahwa karya sastra sebagai karya tulis tidak dapat terlepas untuk menghindari
pengaruh dari situasi dan kondisi nyata produksinya.
Dalam penelitian ini, karya sastra yang dibahas adalah lirik lagu yang
berhubungan dengan kondisi dan situasi pada masa peralihan Orde Lama ke Orde
Baru. Winda Susanti dan Eva Nurmayani (2020:1) memberikan penegasan bahwa lirik
lagu yang menjadi unsur penting dalam membangun lagu atau musik dapat
dikategorikan sebagai puisi dalam karya sastra. Lirik lagu adalah puisi pendek
yang mengekspresikan emosi (Semi, 2013: 1). Abb� Batteux (1775; dalam Culler,
2017:121) dengan tegas menyisipkan ulang persoalan tentang lirik di dalam
kerangka berpikir Aristoteles mengenai sastra sebagai mimesis (mimesis of feeling),
yaitu bahwa karya sastra berupa lirik lagu mengandung gambaran kehidupan
sosial. Karya sastra merupakan tiruan dari kenyataan sosial.
Objek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah lirik lagu Aja Padha Nelangsa (kemudian disingkat
APN) karya Koes Plus dalam album pop Jawa vol.1 yang diterbitkan pada tahun
1974, data ini diperoleh melalui media streaming
digital, Spotify. Koes Plus
menciptakan album Pop Jawa hingga 4 volume. Lagu-lagu tersebut di antaranya
adalah Tul Jaenak, Aja Padha Nelangsa, Kolang Kaling, Konthal
Kanthil, Kripik Tempe, dan Aja Ngunu (Mulyadi,
2014:140). Menurut wawancara yang dilakukan oleh Mulyadi kepada Yon Koeswoyo
(2014:7), lirik lagu yang dikeluarkan oleh grup musik Koes Plus dalam album
Jawa Volume 1 mencerminkan kehidupan manusia, rakyat Indonesia, yang hidup di
era peralihan Orde Lama ke Orde Baru kepemimpinan Presiden Soeharto. Menurut
Rahayu (2004:114), Toni Koeswoyo sebagai salah satu anggota grup musik Koes
Plus menyampaikan bahwa pembuatan karya-karya musik didasarkan pada tiga fase.
Fase pertama datang dari pengaruh internal anggota yang baru mengenal keajaiban
cinta dan kecenderungan musik Pop Indonesia yang pada waktu itu didominasi oleh
lagu-lagu bertema cinta. Fase kedua dipengaruhi oleh proses di mana mulai
menganalisis dan mengekspresikan dalam lirik lagu mereka mengenai pengalaman
hidup yang dialami sehari-hari. Fase ketiga merupakan fase terakhir grup musik
Koes Plus dalam konstelasi karya-karyanya di mana pada fase ini lebih mengarah
pada upaya menikmati keindahan-keindahan Indonesia dan menekankan pentingnya
kebanggaan pada negeri. Oleh karena itu, lagu-lagu yang diciptakan oleh Koes Plus
sangat berkaitan dengan konteks kehidupan yang melatarbelakangi penciptaan
karyanya. Dengan kata lain, lirik lagu APN dipilih dalam penelitian ini
didasarkan pada beberapa alasan ilmiah, antara lain: lirik lagu APN memiliki
latar belakang sosiologis yang berisi sejarah peralihan Orde Lama ke Orde Baru
sehingga menjadi pencerminan sebagai konteks sosial lagu tersebut, adanya
informasi yang disampaikan oleh penulis lirik lagu APN dalam menghadapi era
peralihan Orde Lama ke Orde Baru, dan memiliki relevansi yang jelas bagi
kehidupan era pemerintahan sekarang ataupun relevansi terkait cara menghadapi
kehidupan secara umum.
Ada beberapa penelitian sebelumnya yang membahas grup musik Koes Plus,
penelitian yang menggunakan pendekatan sosiologi sastra, serta penelitian yang
membahas karya sastra sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah. Penelitian
pertama berkaitan dengan perjalanan Koes Plus dilakukan oleh Ambri Rahayu
(2004) dengan judul Perjalanan Karir Koes
Plus 1969-1987. Dalam penelitian tersebut menjelaskan biografi perjalanan
karir Koes Plus, mulai dari potret kehidupan keluarga Koeswoyo dan Koes
Brothers sebagai asal muasal Koes Plus terbentuk, hal ini memuat fase
perjuangan awal, fase berada di puncak popularitas hingga fase kemundurannya
dalam industri musik pop.
Penelitian kedua berkaitan dengan lirik lagu grup band Koes Plus
dilakukan oleh Meilisa Arismaya Wanti (2023) dengan judul penelitian Sindiran dan Resistensi Sosial dalam Lirik
Lagu Tul Jaenak Karya Koes Plus menggunakan pisau analisis teori kritik
J�rgen Habermas dan teori resistensi sosial Stuart Hall. Penelitian tersebut
memberikan beberapa gambaran kondisi sosial dan kebudayaan di mana lagu
tersebut diciptakan yakni masa Orde Baru pemerintahan presiden Soeharto. Lagu Tul Jaenak merupakan bentuk emansipasi
dan pencerahan yang melibatkan struktur kognitif bagi para pendengarnya
terutama pada masa Orde Baru tersebut dengan cara melekatkan keyakinan mengenai
kondisi politik, sosial dan kebudayaan. Selain itu, lagu tersebut juga
merupakan bentuk artikulasi ideologis dalam memperjuangkan kelas masyarakat
yang ditindas oleh pemerintahan Orde Baru.
Penelitian ketiga dilakukan oleh R. Muhammad Mulyadi (2014) dalam
disertasinya yang berjudul Koes Plus:
Tunggak dan Karakteristik Keindonesiaan dalam Musik Pop. Dalam disertasi
tersebut dijelaskan bahwa lagu-lagu yang diterbitkan dalam karya-karya Koes
Plus menggambarkan tema-tema Indonesia mulai dari bentang alam hingga gambaran
kondisi masyarakat Indonesia. Disertasi tersebut melihat adanya unsur
nasionalisme yang kuat dari Koes Plus yang tentunya tidak lepas dari
aktor-aktor sejarah yang menyertai perjalanan Koes Plus khususnya Orde Baru.
Konteks waktu secara khusus dalam lagu-lagu Koes Plus adalah tahun 1970-an,
pada waktu itu didorong oleh pemerintah Orde Baru agar Koes Plus menciptakan
lagu-lagu bertema Nusantara.
Penelitian keempat berhubungan dengan lirik lagu sebagai karya sastra
yang mencerminkan komunikasi masyarakat dilakukan oleh Nurul Istiqomah dan
Evelin Giovani (2023) dengan judul Nilai
Religius dalam Lagu Rakyat Malind-Anim Merauke: Kajian Sosiologi Sastra. Nilai
religius masyarakat Malind-Anim yang meliputi tiga unsur hubungan berupa
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan
hubungan manusia dengan alam dikomunikasikan di antara mereka dalam kehidupan
sosial melalui media lagu rakyat tersebut. Komunikasi yang ditanamkan melalui
lagu tersebut pada akhirnya menjadi tradisi bagi masyarakat Malind-Anim dalam
hal melaksanakan ritual religi hingga membina hubungan dalam kehidupan
masyarakat demi kepentingan bersama.
Penelitian kelima berhubungan dengan kritik terhadap pemerintah Orde
Baru yang dituangkan dalam karya sastra sehingga karya sastra tersebut termuat
aspek kehidupan sosial masyarakat era Orde Baru. Penelitian tersebut dilakukan
oleh Syekhfani Alif Akbar (2019) dengan judul Kritik Sosial Atas Rezim Orde Baru dalam Kumpulan Cerpen Penembak
Misterius Karya Seno Gumira Ajidarma. Ada beberapa hasil temuan penelitian
tersebut. Pertama, dalam cerpen tersebut terdapat kritik atas rezim Orde Baru
yang dikomunikasikan melalui tokoh penembak Sarman, Sawitri, Rambo, Sukap, dan
Asih diketahui dalam dialog antartokoh dalam karya sastra cerpen tersebut.
Kedua, terdapat isu-isu yang berkaitan dengan kritik sosial atas rezim Orde
Baru antara lain kritik atas pelanggaran hukum dan HAM; kritik atas pembunuhan,
penculikan dan penembakan; kritik atas kebebasan berpendapat; kritik atas
kekuasaan otoriter, kritik atas politik bahasa; dan kritik atas kemiskinan.
Hasil penelitian tersebut terdapat makna sosiologis di dalam cerpen tersebut
yang dapat digunakan sebagai solusi dari permasalahan sosial yang muncul di
tengah-tengah masyarakat yakni masyarakat era Orde Baru. Harapan dalam
penelitian tersebut adalah terbentuknya masyarakat dan pemerintah yang lebih
baik dalam kehidupan sosial manusia.
Dari penelitian terdahulu yang dituliskan di atas terdapat beberapa
perbedaan dalam hal korpus data yang digunakan serta permasalahan yang dikaji.
Penelitian pertama, untuk melihat perjalanan Koes Plus dalam industri musik.
Penelitian kedua, terdapat perbedaan korpus penelitian yakni meneliti lagu Tul Jaenak walaupun memiliki kesamaan
pendekatan yaitu sosiologi sastra. Penelitian Ketiga, melihat korpus data
secara luas berupa lagu-lagu Koes Plus yang memiliki konten nasionalisme dalam
konteks perkembangan lagu pop di Indonesia. Penelitian keempat, melihat karya
sastra sebagai media komunikasi meskipun bukan korpus data berupa lirik lagu.
Penelitian kelima, melihat korpus penelitian berupa cerpen yang menggambarkan
masyarakat dan rezim era Orde Baru. Perbedaan-perbedaan tersebut menunjukkan
suatu kerumpangan penelitian karya sastra, terutama mengenai lirik lagu, yang
diciptakan untuk memberikan informasi mengenai kehidupan sosial serta era
peralihan rezim Orde Lama ke rezim Orde Baru. Selain itu, titik kerumpangan
lainnya adalah penulisan karya sastra sebagai alat komunikasi masyarakat digali
dari proses sejarah. Hal itu ditunjukkan oleh penelitian Meilissa (2023) di
atas tidak menunjukkan rentang waktu penulisan lirik lagu Tul Jaenak, melainkan hanya meneliti lirik tersebut pada saat lagu
diterbitkan. Di sisi lain, dalam konteks penelitian mengenai era peralihan Orde
Lama ke Orde Baru, khususnya penelitian sosiologi sastra, diperlukan pengisian
kerumpangan penelitian yang membahas strategi dalam menghadapi kehidupan
peralihan rezim Orde Lama ke Orde Baru. Oleh karenanya, diperlukan penelitian
karya sastra yang menyeluruh untuk menggali informasi representasi sosial dan
peralihan rezim � yakni Orde Lama ke Orde Baru � seperti dalam penulisan lirik
APN melalui pendekatan sosiologi sastra beserta strategi menghadapi era
peralihan rezim Orde Lama ke Orde Baru.
Sosiologi sastra sebagai pendekatan juga dapat diartikan sebagai
pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan
yang berdasarkan sikap dan pandangan teoretis tertentu (Damono, 1978:2). Oleh
karenanya, karya sastra dilihat sebagai lembaga sosial yang diciptakan oleh
sastrawan sebagai anggota masyarakat. Sejalan dengan teori sosiologi sastra
tersebut maka penelitian lirik lagu grup musik Koes Plus yang berjudul APN
terdapat sebuah pelembagaan sikap dan pandangan pada saat kondisi kehidupan
sosial peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Pelembagaan sikap tersebut berkaitan
dengan strategi untuk menghadapi kehidupan yang digambarkan dalam lirik lagu
APN. Di sisi lain, penulisan lirik lagu APN menurut Yon Koeswoyo dalam buku Panggung Kehidupan (2005:96-97)
lagu-lagu Jawa yang ia ciptakan adalah bentuk dari suatu keadaan yang
menyangkut beralihnya Orde Lama ke Orde Baru dalam sebuah syair.
Oleh karena itu, lirik lagu APN dalam penelitian ini dirumuskan menjadi
satu pertanyaan mendasar yaitu bagaimana strategi menghadapi kehidupan sosial
era peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang direpresentasikan di dalam lirik lagu
APN. Selain
bertujuan memahami kondisi masyarakat di era peralihan Orde Lama
ke era Orde Baru seperti yang terkandung dalam lirik lagu APN, penelitian
ini bertujuan
agar hasil temuan tentang strategi dalam menjalani kehidupan ini dapat
digunakan sebagai alternatif rujukan masyarakat dalam menghadapi segala permasalahan hidup.
Implikasi dari tujuan penelitian tersebut berupa titik relevansi dalam
menghadapi berbagai kondisi kehidupan sehingga penelitian lirik lagu APN
merupakan hal yang penting untuk dilakukan.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif. Bogdan dan Taylor (dalam Rohman, 2023:6) mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata atau lisan. Penelitian deskriptif hanya menganalisis pada taraf
deskripsi, yakni mengkaji dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat
lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Abdussamad, 2021:30). Pendekatan
sosiologi sastra Abrams memandang bahwa karya sastra dilihat sebagai situasi yang
menyeluruh sehingga teorinya disebut sebagai Semesta (Universe) yang terdiri
dari pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik, dan
pendekatan pragmatik. Dalam konteks penelitian ini pendekatan yang digunakan
adalah mimetik. Menurut Abrams (dalam Siswanto, 2008:188) pendekatan mimetik
adalah pendekatan yang menitikberatkan hubungan karya sastra dengan kenyataan
di luar karya sastra. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai
representasi dari realita.
Pendekatan mimetik Abrams dalam memandang karya sastra
dapat dipahami dalam tiga pengertian, di antaranya imitasi, refleksi atau
representasi terhadap dunia dan kehidupan manusia (Abrams dan Harpham,
2015:72). Dengan kata lain, mimetik merupakan formasi verbal yang
direpresentasikan sebagai bentuk �produk ideologi� atau konstruksi budaya
mengenai kondisi sejarah secara spesifik pada suatu era (Abrams & Harpham,
2015:245). Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penerjemahan karya
sastra lirik lagu APN berupa teknik penerjemahan harfiah. Penerjemahan harfiah
adalah teknik penerjemahan suatu kata atau ungkapan secara kata per kata, hal
ini tidak sama dengan teknik padanan kata dalam teknik menerjemahkan teks atau
ungkapan (Molina dan Albir, 2002:509). Dalam merealisasikan terjemahan harfiah
maka penelitian ini menggunakan kamus Bausastra Jawa karya Poerwadarminta
(1939).
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Biografi Koes Plus dan Peralihan Era
Orde Lama ke Era Orde Baru
Pada tahun 1958
muncul grup musik yang bernama Koes Brothers sebagai cikal bakal grup musik
Koes Plus. Nama Koes Brothers kemudian berganti nama menjadi Koes Bersaudara
pada tahun 1962. Anjani (2021) mengatakan bahwa pergantian nama tersebut
berkaitan dengan kebijakan pemerintah Orde Lama pada tahun 1950-an yang
mempropagandakan kepada masyarakat untuk menolak mengonsumsi budaya-budaya
barat di bidang musik pada waktu itu tercermin dalam musik pop. Dasar
propaganda tersebut adalah program Manifestasi Politik Indonesia yang
ditetapkan sebagai GBHN dengan salah satu programnya yaitu melawan imperialisme
dan kolonialisme barat di Indonesia.
Rahayu (2004:60-63)
menyatakan bahwa atas propaganda yang diluncurkan oleh pemerintah Orde Lama
tersebut membuat Koes Bersaudara ditegur secara lisan oleh Kejaksaan Negeri
Istimewa Jakarta pada akhir tahun 1964 untuk tidak menyanyikan lagu ngak
ngik ngok. Pada Juni 1965 atas permintaan pesta pribadi, Koes Bersaudara
tetap menyanyikan salah satu lagu The Beatles. Sebelum lagu yang dinyanyikan
oleh Koes Bersaudara lalu datang sekelompok pemuda yang memberhentikan pesta
pribadi tersebut. Dalam hal ini Koes Bersaudara diminta untuk berjanji tidak
menyanyikan lagu ngak ngik ngok. Nasib yang malang membuat Koes
Bersaudara akhirnya dimasukkan penjara Glodok. Pada 29 September 1965 akhirnya
Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara. Menambah informasi tersebut, Rizkia
(2020:4) menyampaikan bahwa sehari setelahnya, 30 September 1965, terjadi
peristiwa nasional yaitu G30S/PKI yang menjadi cikal bakal munculnya
pemerintahan Orde Baru. Peristiwa tersebut adalah suatu peristiwa yang
melibatkan para penganut ideologi komunis dengan Partai Komunis Indonesia dan
oknum-oknumnya melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan hingga mengorbankan
perwira tinggi Angkatan Darat dalam tubuh TNI.
Menurut Utomo
(2018:24-29), potret kehidupan sosial masyarakat di era Orde Baru khususnya
pada tahun 1967-1980 yakni salah satu konsumsi budaya masyarakat dari dunia
perfilman diregulasi secara ketat oleh pemerintah Orde Baru dengan alasan untuk
kemajuan perfilman di Indonesia serta agar tidak terkontaminasi dengan ideologi
perfilman Barat. Jadi, dapat dipahami bahwa mekanisme hegemoni yang dijalankan
oleh pemerintah Orde Baru tidak hanya menampakkan kebengisan dan keculasan
dominasi yang ditampilkan tetapi juga berusaha memproduksi jenis dominasi yang
tidak disadari oleh masyarakat melalui produk budaya yang dikonsumsi masyarakat
seperti film dalam penelitian tersebut. Rahayu (2004:66-67) menambahkan bahwa
hegemoni Orde Baru tersebut juga dialami oleh Koes Bersaudara. Pada tahun 1966
Koes Bersaudara melakukan rekaman dan merilis albumnya tahun 1967. Album yang
diterbitkan tersebut tidak disambut baik oleh masyarakat. Pada tahun 1968 Koes
Bersaudara juga mengalami penurunan tawaran panggung. Kondisi tersebut membuat
perekonomian anggota grup musik Koes Bersaudara menjadi goyah. Nomo kemudian
memutuskan untuk bekerja demi menafkahi keluarga karena pada waktu itu Nomo
sudah menikah. Tonny kemudian mengeluarkan Nomo dengan alasan terlalu sibuk
bekerja daripada fokus mengembangkan Koes Bersaudara. Keputusan tersebut
mendapatkan pertentangan dari Yok hingga akhirnya Yok memutuskan keluar dari
Koes Bersaudara. Setelah itu Koes Bersaudara menjadi grup musik yang mati suri
dalam aktivitasnya
Menurut Koeswoyo
(2005:63-66), Tonny, Yon dan Tomi Darmo (kawan Tonny) kemudian melakukan
diskusi untuk mengembalikan aktivitas band. Tomi Darmo menyarankan agar drummer
diganti Kasmuri. Nomo dan Yok yang sebelumnya sudah keluar tidak menyetujui
aktivitas band yang menggunakan alat bermusik yang dimiliki oleh Koes
Bersaudara. Hal tersebut membuat Tonny dan Yon harus menyewa peralatan bermusik
ketika ada panggilan memanggung. Komposisi anggota grup musik baru dengan nama
Koes Plus tersebut terdiri dari Tonny, Yon, Kasmuri dan Totok AR, dua anggota
baru berasal dari luar keluarga Koeswoyo. Kisah Totok AR dalam perjalanan Koes
Plus hanya sebentar kemudian diganti dengan Yok yang sebelumnya keluar dari
grup.
Selanjutnya,
menurut Rahayu (2004:70-93), pada tahun 1969 Koes Plus melakukan rekaman untuk
album pertamanya. Album pertama tersebut tidak mendapatkan sambutan baik oleh
masyarakat selama hampir satu tahun. Pada tahun 1970 Koes Plus turut
menyelenggarakan acara panggung besar pertamanya di Jambore Band bersama
grup-grup musik lainnya pada waktu itu. Hal tersebut disambut baik oleh para
penonton dan juga acara tersebut banyak disiarkan oleh berbagai surat kabar.
Sejak saat itu nama grup musik Koes Plus mulai dikenal masyarakat dan album
pertama yang mereka terbitkan sebelumnya mendapatkan perhatian masyarakat
secara luas. Pada perjalanan-perjalanan selanjutnya grup musik Koes Plus
mengalami puncak kejayaannya. Permintaan untuk menyelenggarakan konser musik Koes
Plus mengalami kenaikan sehingga grup musik ini dikenal oleh banyak kalangan
masyarakat. Selain itu, sejak 1973 Koes Plus banyak mengeluarkan album-album baru
hingga mencapai sepuluh album.
Makna Lirik Lagu Aja Padha Nelangsa
Lirik lagu APN
dituliskan semasa era peralihan Orde Lama ke Orde Baru sehingga hal tersebut
menjadi konteks dasar penulisan lirik lagu tersebut (Koeswoyo, 2005:96;
Mulyadi, 2014:143). Oleh karena itu, pemaknaan lirik lagu APN melalui langkah
penerjemahan mendasarkan pada kamus Bausastra Jawa tidak lepas dari konteks
sosial dan rezim tersebut. Pemaknaan dari langkah penerjemahan harfiah tersebut
dipisahkan ke dalam subbab pembahasan selanjutnya.
Namun, lirik lagu
APN karya grup musik Koes Plus secara aslinya tidak menggunakan ejaan Bahasa
Jawa yang baku. Oleh karena itu, penulis menggunakan ejaan baku yang sesuai
dengan penulisan dalam kamus Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939) sebagai
acuan dalam terjemahan lirik lagu APN. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
pengubahan ejaan lirik asli ke dalam ejaan baku Bahasa Jawa didasarkan pada
alasan berupa penyesuaian dengan acuan leksikon yang terdapat di dalam kamus
Bausastra Jawa tersebut. Beberapa suku kata yang disesuaikan dengan acuan
leksikon Bausastra Jawa yaitu kata �ojo� menjadi �aja�, �loro�
menjadi �lara�, �nelongso� menjadi �nelangsa�, �podo�
menjadi �padha�, �rekoso� menjadi �r�kasa�, �konco�
menjadi �kanca�, �mulyo� menjadi �mulya�, �mbudidoyo�
menjadi �mbudidaya�, dan �nyoto� menjadi �nyata�.
Berikut adalah
lirik lagu APN karya grup musik Koes Plus:
Bait 1
Ja padha nelangsa
Jamane-jaman rekasa Urip pancen angel Kudune ra usah ngomel
Jangan hanyut dalam
kesedihan Zamannya adalah zaman susah Hidup memang susah
Seharusnya tidak
perlu menggerutu
Menurut kamus
Bausastra Jawa karya Poerwadarminta (1939) �nelangsa� berasal dari kata
�tlangsa� yang memiliki arti �s�dhih dening ap�sing awake�. Hal
ini berkaitan dengan larik kedua yang menyebabkan rasa sedih �nelangsa�
tersebut yakni �jaman r�kasa�. Kata �r�kasa� pada larik kedua
bait pertama tersebut memiliki arti yang sama dengan kata �angel� yaitu
masa-masa yang tidak mudah untuk dilewati begitu saja (Poerwadarminta, 1939).
Kemudian, pada larik keempat bait pertama di atas menekankan �kudune ra usah
ngomel�
kata �ngomel� memiliki arti �gun�man tanpa t�g�s� atau dapat dipahami
sebagai kebiasaan mengedepankan berbicara terlebih dahulu tanpa dasar atau
alasan yang jelas. Di sisi lain makna �ngomel�
dapat dipahami dalam kehidupan sehari-hari dengan adanya sikap mengeluh serta
menggerutu di sepanjang waktu.
Bait
2
Ati kudu tentrem
Nyambut gawe kudu karo
seneng Ulat aja peteng
Nek dikongkon ya sing
t�m�n
Hati harus tenteram
Bekerja dengan senang Muka jangan muram
Kalau disuruh (bekerja) lakukan dengan sungguh-sungguh
Berdasarkan terjemahan di atas �tentrem� pada larik pertama bait kedua
di atas memiliki arti �ora duwe was
sum�lang�. Arti kata �sum�lang�
memiliki arti �khawatir� sehingga jika dipahami secara utuh yang dimaksud
dengan tenteram memiliki arti hidup yang tidak disertai rasa khawatir sama
sekali dalam menjalaninya, yaitu tenang. Hal ini berkaitan dengan larik
selanjutnya �nyambut gawe kudu karo
seneng� yang diartikan sebagai yang mana kata �s�n�ng� memiliki arti �bungah
sarta mar�m�atau dapat dipahami sebagai rasa senang dengan penerimaan yang
kuat. Kata �nyambut gawe� yang
merupakan terjemahan dari kata �bekerja�. Pada larik berikutnya berbunyi �ulat aja peteng� jika diterjemahkan
secara harfiah kata �ulat� memiliki
arti �pand�l�ng�. Jika merujuk pada
buku Makna Ungkapan Bahasa Jawa: Kearifan
Lokal Masyarakat Jawa karya Esti Ismawati (2019:133-117) menjadi �ul�t p�t�ng� yang berarti raut muka
gelap, merengut, cemberut dan �p�t�nge
ul�t� memiliki arti gelap air mukanya yang bermakna orang yang sedang
menahan marah atau kecewa terekspresi di raut mukanya. Pada larik ketiga bait
kedua di atas terdapat kata �t�m�n�
memiliki beberapa arti yakni �b�n�r�
atau �benar�, �nyata�, dan �sungguh�(Poerwadarminta, 1939).
Penerjemahan yang sesuai dengan kata �t�m�n� berkaitan dengan kondisi hati
yakni ketika seseorang harus bekerja dengan benar tanpa adanya kegelisahan
dalam hati yang berakibat pada kebiasaan mengomel dalam bekerja. Oleh karena
itu, dalam bait ketiga berikutnya memberikan penegasan bahwa daripada mengomel
lebih baik terus melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh.
Bait 3
Lha apa ta kanca Ati
k�r�p lara
Ra gelem rekasa Mbudidaya
Untuk apa teman Hati sering sakit Tak mau susah
Berusaha (bekerja)
Pada bait ketiga di atas terdapat larik kedua yang
berbunyi �ati k�r�p lara� yang kata �k�r�p� memiliki arti �kakehan� (Poerwadarminta, 1939). Hati
yang sakit atau kegelisahan berakibat pada rasa enggan untuk berusaha dalam
menghadapi kehidupan. Pada larik ketiga bait ketiga berbunyi "ra g�l�m
r�kasa". Kata "ra" atau "ora" memiliki arti "tidak".
Kata "g�l�m" memiliki arti "gampang manut" atau
"s�n�ng nindakake sing ora sam�sthine". Kata "r�kasa"
artinya "susah". Oleh karena itu, larik "ra g�l�m r�kasa"
memiliki arti "tidak mau hidup susah". Larik keempat bait ketiga
menegaskan seharusnya seseorang haruslah "mbudidaya" atau
"berusaha". Secara keseluruhan, bait ketiga memiliki arti ketika
seseorang dalam tidak ingin berada dalam keadaan susah, haruslah tetap berusaha
untuk mengubahnya.
Bait
4
Pancen kabeh padha Pengin
urip mulya Wiwitan r�kasa Pancen nyata
Memang semua orang
Ingin hidup mulia (berkecukupan) Permulaan berat
Dan itulah memang kenyataan
Pada bait keempat di atas melalui larik
pertama �pancen kabeh padha� pada
larik pertama memiliki hubungan dengan larik kedua �pengin urip mulya�. Dua larik pada bait keempat ini memiliki arti
masyarakat pada waktu itu memiliki keinginan untuk hidup mulia. Menurut
terjemahan Bausastra Jawa (Poerwadarminta, 1939) arti dari kata �mulya� adalah �luhur� �sarwa k�cukupan lan
s�n�ng uripe� atau dapat dipahami sebagai keinginan masyarakat untuk hidup
serba kecukupan dengan hati yang senang menjalani kehidupan. Hal tersebut tidak
terlepas dari proses kehidupan itu sendiri yang digambarkan pada bait keempat
yaitu larik ketiga dan keempat yang berbunyi �wiwitan r�kasa� dan �pancen
nyata� yaitu jika ingin mendapatkan kehidupan yang mulia harus diawali
dengan proses awal yang susah sebagai kenyataannya.
Secara keseluruhan lirik APN menekankan untuk
tidak merasa sedih hingga tidak berdaya untuk menjalani kehidupan melalui larik
yang berbunyi �aja padha nelangsa�
dan mengurangi segala bentuk menggerutu melalui lirik �kudune ra usah ngomel�. Melalui lirik tersebut, dapat dipahami
bahwa kebiasaan menggerutu akan menyebabkan kegelisahan. Hal tersebut
dipertegas Koes Plus pada bait kedua dalam larik �ati kudu tentrem�, �nyambut
gawe kudu karo seneng�, �ulat aja
peteng� dan �nek dikongkon ya sing
temen� yang pada intinya daripada banyak menggerutu lebih baik bekerja
dengan senang hati agar tidak tumbuh kegelisahan dalam bekerja. Bekerja yang
demikian akan memberikan kontribusi yang baik di dunia kerja yang berusaha
disampaikan dalam lirik lagu tersebut.
Meskipun proses-proses dalam bekerja seringkali menimbulkan rasa lelah
seperti yang digambarkan dalam larik �wiwitan
rekasa� bagi Koes Plus melalui larik �pengin
urip mulya� pada bait keempat pada intinya semua orang bekerja untuk
mendapatkan kemuliaan melalui hasil kerjanya. Namun, sebelum itu semua tercapai
diperlukan hati yang tenteram dalam proses meraih kemuliaan hidup.
Penerjemahan dan penafsiran makna berdasarkan kamus
Bausastra Jawa Poerwadarminta (1939) di atas memiliki kaitan erat dengan
kondisi kenyataan sosial masyarakat. Pada subbab selanjutnya berdasarkan
penerjemahan dan penafsiran makna tersebut dikaitkan dengan gambaran pada lirik
lagu berupa kenyataan sosial masyarakat yakni peralihan era Orde Lama ke era
Orde Baru.
4. Fenomena Sosial dan Kaitannya dengan Makna Lagu Aja Padha Nelangsa
Fenomena sosial adalah frasa dari dua kata yaitu
�fenomena� dan �sosial�. Menurut Kant (O�Donnell, 2011; Sobur, 2016:232) yang
dimaksud dengan fenomena adalah dunia yang ditafsirkan oleh pengalaman yang
seolah-olah penafsirannya dilakukan oleh kacamata. Kata sosial secara khusus
adalah berbagai kejadian dalam masyarakat sehingga mendatangkan perbaikan dalam
kehidupan bersama (Shadily, 1993:1-2). Dalam KBBI, yang dimaksud dengan sosial
adalah hal-hal terkait dengan kehidupan masyarakat. Atas dasar tersebut maka
fenomena sosial dapat dipahami sebagai penafsiran atas kehidupan masyarakat.
Salah satu penafsiran kehidupan masyarakat tersebut dilakukan oleh Koes Plus
sebagai grup musik yang menuliskan lirik lagu APN. Dalam konteks penelitian
sastra, lirik lagu tersebut merupakan karya sastra yang dapat diteliti
menggunakan pendekatan sastra.
Lirik lagu APN secara konteks menggambarkan era
peralihan pemerintah Orde Lama ke Orde Baru tetapi album yang terdiri dari lagu
APN diterbitkan pada era Orde Baru yakni tahun 1974 (Kusniyanto, 2020). Akan
tetapi, pada gambaran lirik lagu tersebut sudah terasa kondisi masyarakat sejak
era Orde Lama yakni terutama usaha pemerintah dalam membendung budaya barat
masuk ke Indonesia dengan alasan memberantas imperialisme dan menolak
kolonialisme barat. Di sisi lain, pemerintah Orde Baru dengan segala tekanan
yang menggunakan kekuatan militer berperan besar dalam bidang kebudayaan yakni
musik dan perfilman (Utomo, 2018:25-26)
Bait pertama dalam lirik lagu APN menggambarkan
sebuah kondisi di mana terdapat rasa kewalahan untuk menghadapi kondisi
kehidupan yang ada. Dalam konteks penulisan lirik lagu APN yang disebut sebagai
�jaman r�kasa� tersebut adalah
masa-masa peralihan era pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru hingga album Pop
Jawa Volume I terbit 1974 (Koeswoyo, 2005:96-97). Pada waktu tersebut telah
terjadi kekacauan ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi menyentuh angka 650
persen pada era peralihan Orde Lama ke Orde Baru yang menyebabkan harga bahan
pokok kehidupan masyarakat seperti beras menjadi naik (Rahayu, 2004:28).
Kondisi tersebut dapat dikatakan sebagai hiperinflasi yang diakibatkan oleh
fokus pembangunan pada pembangunan politik (Maulidia, dkk, 2023:184). Kondisi tersebut
mengakibatkan efek nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat menyentuh
angka Rp.16.000 dan daya beli masyarakat turun drastis.
Kondisi perekonomian yang kacau pada era Orde Lama
hingga masa peralihan era Orde Baru juga dialami oleh Koes Plus yang pada waktu
itu masih menggunakan nama Koes Bersaudara. Mereka menggambarkan masa peralihan
era Orde Lama ke era Orde Baru tahun 1966 yang ditandai secara ekonomi berupa
fenomena hiperinflasi ke dalam lirik lagu APN dalam gambaran �jaman r�kasa�. Penyebab hiperinflasi
tersebut adalah ambisi pemerintah Orde Lama untuk melaksanakan Rencana
Pembangunan Delapan Tahun pada 1960, kemudian mengalami kegagalan pada tahun
1964. Pada awal ambisi tersebut muncul, pemerintah Orde Lama bertekad untuk
mencetak uang sendiri demi membayar hutang luar negeri yang sejak tahun 1950-an
mengalami kenaikan hingga tahun 1960-an. Akibatnya peredaran uang di masyarakat
menjadi tidak terkontrol sehingga menyebabkan hiperinflasi hampir 650 persen
pada tahun 1966. Di saat tahun-tahun tersebut yakni pada 13 Desember 1965
pemerintah Orde Lama berusaha mengakalinya dengan melakukan redenominasi rupiah
dari Rp.1000 menjadi Rp.1 untuk menekan inflasi di masyarakat Indonesia
(Maulidia, dkk, 2023:184).
Menurut Kastori (dalam Kompas, 2022), ketika masuk di era pemerintahan
Orde Baru pada tahun 1966 yang ditandai dengan hiperinflasi hampir 650 persen
pada dasarnya pemerintah Orde Baru juga telah melakukan perbaikan kondisi
ekonomi yang signifikan.
Hasil dari usaha pemerintah Orde Baru dalam
memperbaiki perekonomian tersebut tercatat terjadi penurunan angka inflasi
yakni dari 650 persen menjadi di bawah 10 persen pada tahun 1969. Keberhasilan
penurunan inflasi ini disebabkan oleh bantuan keuangan berbentuk hutang yang
diberikan oleh negara-negara gabungan IMF, seperti Perancis, Jepang, Amerika
Serikat, dan Jerman Barat. Selain itu, pada tahun 1974 kondisi perekonomian
Indonesia terjadi peningkatan produksi beras dari 11,32 juta ton menjadi 14
juta ton, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 3 persen menjadi 6,7 persen,
pendapatan per kapita masyarakat dari 80 USD menjadi 170 USD, dan angka inflasi
dapat dikendalikan hingga mencapai titik terendah daripada tahun-tahun
sebelumnya yakni menjadi 47,8 persen pada akhir Pelita I tahun 1973-1974.
Perbaikan ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru tahun 1966-1974 tetap membawa kesulitan bagi rakyat dalam
hal makanan yakni persoalan beras. Produksi beras yang mencapai angka 14 juta
ton yang telah dijelaskan sebelumnya ternyata tidak dapat menahan pemerintah
untuk melakukan impor beras. Dalam beberapa catatan yang ditemukan oleh Muniroh
dan Liana (2018:325-328) terdapat beberapa masalah terkait beras, diantaranya
pada tahun 1972 impor beras yang dilakukan oleh Bulog tidak berhasil mengendalikan
harga beras, kualitas beras impor yang buruk, distribusi beras yang tidak tepat
sasaran, dan Badan Usaha Unit Desa (BUUD) menekan petani menjual hasil panen
kepada BUUD pada tahun 1973. Oleh karena itu, gambaran tentang �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� dalam lirik lagu APN pada bait pertama di atas
tetap menjadi gambaran yang tepat serta melampaui data-data nasional yang
menyembunyikan realitas sosial ekonomi masyarakat pada tahun 1966-1974. Oleh
karena itu, penggambaran jaman r�kasa tidak
hanya terkait kondisi yang dihasilkan oleh kebijakan pemerintah Orde Baru
semata tetapi juga berkaitan dengan sikap dan usaha masyarakat dalam
menghadapinya dengan cara mengurangi �gun�man
tanpa t�g�s� yang artinya menghadapi tanpa banyak menggerutu.
Kondisi kehidupan masyarakat Indonesia, baik
era pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru, secara data berkaitan dengan
ekonomi. Bidang ekonomi tersebut tidak lepas dari kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah. Koes Plus menggambarkan kondisi tersebut dengan istilah �jamane-jaman r�kasa� pada larik kedua
dan �jamane pancen angel� larik
ketiga bait pertama. Kondisi masyarakat yang digambarkan dalam larik tersebut
berkaitan dengan naik turunnya perekonomian negara Indonesia yang menyebabkan kesengsaraan
terutama yang menyangkut langsung kehidupan masyarakat yaitu naiknya harga
kebutuhan bahan pokok seperti beras meski terjadi peningkatan panen pada era
Orde Baru.
Oleh karena itu, bait pertama hingga keempat
pada lirik lagu APN di atas dapat dipetik beberapa hal. Pertama, meskipun
kehidupan di era lagu APN itu mengalami kesusahan yakni masa peralihan Orde
Lama ke Orde Baru dengan segala gejolaknya justru lirik lagu APN memberikan
motivasi dalam menghadapinya. Dalam hal ini, lirik lagu APN menekankan untuk
selalu menjaga hati supaya dalam segala pekerjaan tidak menumbuhkan kegelisahan
sehingga dalam pekerjaan tidak menggerutu. Lirik lagu tersebut memberikan
gambaran bahwa dalam bekerja harus disertai rasa senang tanpa terbelenggu oleh
nafsu dan tidak egois dalam menyelesaikan pekerjaan.
5. Kaitan
Makna Lirik Lagu Aja Padha Nelangsa dengan
Budaya Jawa
Beberapa istilah dalam lirik lagu APN seperti
�jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� menggambarkan konteks
sosial dalam penulisan lirik lagu tersebut. Dalam kondisi sosial tersebut
terdapat inti kandungan lirik lagu APN yang ditekankan untuk diterapkan dalam
menghadapi kondisi �jaman r�kasa� dan
�urip pancen angel� adalah sikap nrima ing pandum sebagai bentuk kearifan
budaya Jawa. Dalam konteks penelitian sosiologi sastra mengenai lirik lagu APN,
sikap nrima ing pandumg merupakan
strategi utama dalam menghadapi kondisi sosial sejarah peralihan Orde Lama ke
Orde Baru yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Menurut Rahyono
(2009:3) aspek filosofis dalam kearifan manusia mencakup kebijaksanaan dan
kecerdasan. Dalam kearifan tersebut maka dimensi karakter atau kepribadian dan
dimensi kecerdasan kognitif manusia terus tumbuh dan diasah setiap waktu. Oleh
karenanya, dalam kondisi �jaman r�kasa�
dan �urip pancen angel� dapat
menumbuhkan bentuk kebijaksanaan dan kecerdasan dalam menghadapinya.
Dalam menghadapi �jaman r�kasa� dan �urip
pancen angel� tersebut diperlukan sikap berupa nrima ing pandum sebagai strategi menghadapinya. Makna filosofis yang terdapat dalam sikap nrima ing pandum juga terdapat signifikansi agar manusia dapat
memahami kehidupan secara lebih mendalam. Pada dasarnya dalam ajaran Jawa
seseorang yang bekerja didasari oleh sikap nrima
ing pandum dengan etos kerja yang bagus (Rakhmawati, 2022:16). Nrima ing pandum terkadang dibatasi
maknanya hanya sebagai sikap pasrah terhadap musibah dan situasi yang dihadapi
(Cahyarini 2021; dalam Rakhmawati 2022:8). Menurut penelusuran yang dilakukan
oleh Rakhmawati (2022:8) dalam artikelnya yang berjudul Nrima Ing Pandum dan Etos Kerja Orang Jawa: Tinjauan Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, ajaran nrima ing
pandum secara kalimat selalu diikuti dengan kalimat makarya ing nyata yakni bekerja secara nyata. Hal ini sesuai dengan
lirik lagu APN yang terdapat dalam larik keempat bait ketiga, �mbudidaya� sebagai bentuk makarya ing nyata.
Ajaran Jawa yang berhubungan dengan pengasahan
kecerdasan dan penguatan karakter melalui kearifan budaya Jawa, menekankan
makna nrima ing pandum diterapkan
dengan segala bentuk usaha manusia dalam makarya
ing nyata yakni berikhtiar dengan segala kemampuan hingga mendayagunakan
kecerdasannya. Hal tersebut sesuai dengan lirik lagu APN yang tercermin dalam
larik �mbudidaya� yang memiliki makna
berusaha. Dalam konteks lirik lagu tersebut yang dimaksud dengan berusaha yaitu
terus-menerus menjalani kehidupan era peralihan Orde Lama ke era Orde Baru
secara lebih arif dan berbudaya Jawa. Oleh karenanya, sebagai sebuah sikap dan
selalu diikuti dengan kerja keras secara nyata, maka dapat dipahami bahwa nrima ing pandum merupakan strategi
secara aktif dilakukan oleh manusia secara nyata dengan penuh tenaga di zaman
yang susah serba ketidakpastian seperti era peralihan Orde Lama ke Orde Baru.
Di sisi lain, nrima ing pandum itu sendiri memberikan peringatan bagi orang-orang
Jawa dan orang pada umumnya bahwa tidak semua hal yang dapat dikerjakan di
dunia atau seluruh hal yang ada di dunia ini berada di bawah kuasa serta
kendali diri kita. Dalam kebudayaan Jawa juga dikenal sosok pencipta sebagai
Gusti yang juga mengatur segala kehidupan atas kuasanya. Tanpoaran
(1988:169-173) menekankan bahwa adanya kesadaran kawula Gusti merupakan bentuk kesadaran yang perlu diterapkan oleh
masyarakat Jawa yakni mereka sebagai manungsa
dan kesadaran sebagai kawula. Di
hadapan Gusti sebagai Sang Pencipta, manusia bukanlah apa-apa melainkan mereka
tunduk pada ketentuan Gusti yang Maha Berkehendak. Bukti atas hal tersebut
adalah manusia tidak dapat meminta dirinya untuk dihidupkan atau dimatikan
serta tidak mampu mengatasi semua persoalan dalam kehidupan sehari-harinya.
Maka, manusia sebagai kawula dan
entitas manungsa merupakan entitas
yang tunduk pada ketentuan Gusti serta patuh pada-Nya. Oleh karena itu, makna
filosofis nrima ing pandum bagi
masyarakat Jawa juga berhubungan dengan kesadaran atas kehadiran serta kuasa
Gusti tersebut. Oleh karena itu, sikap nrima
ing pandum merupakan strategi batin untuk selalu mengingat adanya Gusti.
Strategi batin tersebut tergambar dalam lirik APN kutipan larik �Ati k�r�p lara� yang memiliki arti �hati
sering sakit� pada bait ketiga. Dengan kata lain, hati yang seringkali sakit
dalam menghadapi zaman yang susah � era peralihan Orde Lama ke Orde Baru �
diatasi dengan strategi yaitu selalu mengingat adanya Tuhan dalam kehidupan
serta seluruh usaha pekerjaan manusia sehingga berimplikasi pada manusia agar
tidak terbelenggu oleh keadaan sosial tersebut.
Di sisi lain, dalam upaya penerapan filosofi
kearifan budaya Jawa berupa nrima ing
pandum terdapat beberapa komponen utama yakni komponen tersebut harus
terdapat dalam setiap usaha yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Komponen-komponen nrima ing pandum di
antaranya yaitu kesabaran, rasa syukur dan penerimaan (Rakhmawati, 2022:13).
Rahyono (2006:180) menekankan bahwa sikap
filosofis dalam kearifan budaya Jawa pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai
kesempurnaan. Atas dasar tersebut, salah satu bentuk kearifan budaya Jawa yang
berkaitan dengan usaha dalam kehidupan sehari-hari yaitu nrima ing pandum dimaksudkan untuk mengasah kesadaran atas
kehadiran Gusti sebagai Sang Pencipta dengan kemahakuasaan-Nya dapat menuntun
manusia agar tidak sombong dalam setiap keberhasilan usahanya dan juga tidak
menyerah begitu saja ketika keberhasilan dalam hidupnya belum tercapai. Dalam
konteks lirik lagu APN tersebut dapat dipahami bahwa untuk menghadapi �jaman r�kasa� yang di dalamnya kehidupan
serba susah mengharuskan manusia untuk terus berusaha dengan penuh kesadaran
akan adanya Gusti sebagai penguasa alam semesta dan diri manusia. Kesadaran
tersebut dapat mendorong sikap-sikap etis sesuai dengan etika Jawa serta
kearifan budaya Jawa dalam menjalani kehidupan sehari-hari yang penuh dengan
usaha tanpa henti.
Kesadaran akan campur tangan Gusti sebagai
Sang Pencipta dalam segala kondisi kehidupan dan kesadaran untuk terus berusaha
tersebut sangat penting karena jika tidak diasah dalam bingkai kearifan budaya
Jawa akan menciptakan keburukan bagi manusia hingga mengalami kegelisahan
batin. Hal tersebut ditandai dengan kebiasaan mengomel di sepanjang kehidupan
seperti dalam gambaran larik empat bait kesatu dalam kutipan �kudune ra usah ngomel� memiliki arti
�Seharusnya tidak perlu menggerutu�.
Dalam ajaran Jawa kebiasaan mengomel merupakan tindakan yang tidak memiliki
pegangan dan pemahaman dalam kehidupannya. Magnis-Suseno (2001: 147-149) dalam Etika Jawa memaparkan bahwa seseorang
yang tidak dapat memahami kondisi batinnya sendiri berpengaruh pada sikapnya
dalam kehidupan. Sikap yang cenderung ditampakan oleh orang semacam itu adalah
gagal dalam menguasai dirinya sendiri. Sejalan dengan itu, dalam ajaran Jawa
ditekankan pada usaha seseorang untuk memahami batinnya sendiri serta harus
mengarahkan batinnya pada batin Illahi. Batin Illahi dapat dilihat dalam cipta,
karsa dan rasa seseorang dalam menjalani kehidupan yang menyatu dengan Gusti
atau Tuhan sebagai penciptanya (Ciptoprawiro, 1986:15).
Batin yang mengarah pada batin Illahi Gusti
Sang Pencipta dapat melindungi manusia dari kegelisahan batin dalam segala
cipta, karsa dan rasa selama proses mbudidaya
dalam kehidupan. Menurut etika Jawa, hati yang tidak dipenuhi rasa gelisah
berkaitan dengan sikap batin yang tepat yakni jauh dari nafsu-nafsu atau hawa n�psu dan egoisme sehingga
membentuk etos kerja berupa pamrih (Magnis-Suseno,
2001:139-145). Nafsu dipahami sebagai perasaan kasar karena menggagalkan
kontrol diri manusia sehingga mengakibatkan belenggu baginya terhadap dunia
nyata tanpa mempertimbangkan kekuatan batin.
Magnis-Suseno (2001:139) juga menekankan bahwa
akal budi manusia tidak akan berfungsi bilamana manusia dalam hidupnya dikuasai
oleh nafsunya. Egoisme merupakan etos kerja manusia hanya mengusahakan
kepentingannya sendiri secara individual dalam pekerjaan dengan tidak
menghiraukan kepentingan bersama dalam pekerjaan tersebut sehingga berimplikasi
pada munculnya sikap pamrih dalam bekerja. Manusia yang mengutamakan nafsu dan
egois dalam bekerja sesuai kutipan �pengin
urip mulya� memiliki arti �ingin hidup mulia (berkecukupan)� bait empat
larik kedua yakni mengutamakan keinginannya pribadi untuk mencapai hidup yang
diinginkan. Pekerjaan yang dilakukan secara egois sehingga memunculkan sikap
pamrih akan jauh dari keselarasan sosial. Oleh karena itu, APN juga mengingatkan
bahwa untuk mencapai kehidupan yang bercukupan diharuskan permulaan yang susah
sesuai dengan kutipan �wiwitan r�kasa�
dan �pancen nyata� bait empat larik
ketiga dan keempat.
Dalam melakukan pekerjaan tersebut harus
dilakukan dengan benar tanpa adanya kegelisahan dalam hati yang dapat
mengakibatkan tidak berhasilnya pekerjaan tersebut sesuai target. Cacatnya
pekerjaan yang menghambat keberhasilan penuh tersebut diakibatkan oleh
nafsu-nafsu para pelaku kerjanya serta mereka bekerja dengan penuh rasa egois.
Menurut etika kerja dalam ajaran Jawa, bekerja yang didasarkan pada nafsu serta
rasa egois ataupun bekerja sesuai dengan kata �temen� yakni tidak adanya kegelisahan dalam diri seseorang maka hal
tersebut tergantung dari persepsi masyarakat tentang pekerjaan. Persepsi
tersebut mempengaruhi kelancaran pemenuhan kebutuhan pribadi serta keluarga
para pekerja dan kepentingan tempat kerja secara luas dengan disertainya
perolehan hasil kerja yang baik, menambah kepercayaan antarsesama di tempat
kerja, hati merasa tenang dan senang, serta adanya rasa bertanggung jawab dan
kerja keras yang kuat (Sulamun, dkk, 1995:147). Dengan kata lain, persepsi
masyarakat mengenai �jaman r�kasa� mempengaruhi
batin yang berdampak pada hasil pekerjaannya beserta keselarasan sosial.
Fenomena sosial dalam lirik lagu APN berkaitan
dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Lebih tepatnya, kondisi masyarakat
yang direpresentasikan yaitu pada masa peralihan Orde Lama ke Orde Baru.
Masyarakat banyak mengalami penderitaan selama era peralihan tersebut terutama
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Selain
itu, kondisi masyarakat tersebut juga dialami oleh Koes Plus dalam sejarahnya
sebagai grup musik yang sebelumnya memakai nama Koes Brothers dan Koes Bersaudara.
Pergantian nama tersebut tidak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan selama
era pemerintahan Orde Lama dan era Orde Baru. Di dalam kondisi yang serba susah
tersebut lirik lagu APN memberikan penekanan filosofis berupa sikap untuk
menerima segala kondisi kehidupan dengan tetap terus berusaha. Pada bait ketiga
dan keempat dalam lirik lagu APN termuat motivasi bagi masyarakat agar tidak
menyerah menghadapi kehidupan. Lirik lagu tersebut mempresentasikan pada
peralihan Orde Lama ke Orde bahwa kehidupan terkait dengan kondisi terpuruk
sekalipun hendaknya dijalani dengan hati yang tenteram, tanpa banyak mengeluh,
dan bekerja dengan sungguh-sungguh meski semuanya diawali dengan penuh derita
yang sebaiknya semua penderitaan tersebut dijalani dengan sikap nrima ing pandum. Makna filosofis dari
sikap nrima ing pandum yang
berhubungan dengan makarya ing nyata atau
bekerja secara nyata sebagai bentuk mbudidaya.
Hal ini merupakan perwujudan dari kesadaran adanya campur tangan Gusti
sebagai Sang Pencipta dalam kehidupan yang selalu membimbing mbudidaya manusia untuk jauh dari
kegelisahan hati sehingga tidak banyak menggerutu dan dijalani dengan hati yang
tenteram dalam bekerja sesuai keselarasan sosial
SIMPULAN
Dalam lirik lagu APN, kondisi sosial yang dialami
masyarakat era peralihan Orde Lama ke Orde Baru disebut dikutip dalam lirik
sebagai �jaman r�kasa� dan �urip pancen angel� yang memiliki makna
kehidupan terbelenggu oleh kekuasan era peralihan Orde Lama ke Orde Baru baik
intervensi langsung rezim khususnya pada bidang kebudayaan seperti musik.
Selain itu, zaman peralihan tersebut mengakibatkan dampak ekonomi berupa
inflasi yang menyengsarakan masyarakat. Dalam lirik lagu APN terdapat beberapa
motivasi yang dituliskan melalui kutipan lirik �kudune ra usah ngomel� yang artinya �seharusnya tidak perlu
menggerutu�, �ati kudu tentrem�
berarti �hati harus tentram�, �Nek
dikongkon ya sing t�m�n� berarti �kalau disuruh (bekerja) lakukan dengan
sungguh-sungguh�, dan ulat aja peteng�
berarti �muka jangan muram�. Motivasi-motivasi tersebut dapat diterapkan dengan
strategi berupa sikap nrima ing pandum. Strategi
tersebut memiliki beberapa implikasi. Sikap nrima
ing pandum berhubungan dengan kondisi hati dalam bekerja secara
sungguh-sungguh seperti dalam kutipan lirik �mbudidaya� berarti �berusaha� secara nyata dan tanpa henti meskipun
sesuai dengan kutipan lirik �wiwitan
r�kasa� artinya �permulaan berat�. Sikap nrima ing pandum juga memiliki implikasi pada manusia untuk
mengingat Gusti sebagai pengatur segala hal dan pengingat agar tidak sombong
atas hasil kerja merupakan strategi hati dalam bekerja. Bekerja dengan strategi
hati tersebut dapat mewujudkan harapan seperti kutipan �pengin urip mulya� yaitu �ingin hidup mulia (berkecukupan)�.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan.
Pertama, keterbatasan terkait penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan album-album Jawa karya Koes Plus. Terutama penelitian yang meneliti lagu
APN. Hal tersebut menjadi keterbatasan karena khazanah untuk memahami
konteks pembuatan album serta pemaknaan lebih dalam lagu APN. Kedua,
keterbatasan terkait dengan aspek psikologis penulis lirik lagu APN. Aspek
psikologis dalam penulisan lirik lagu APN sebenarnya dapat menjadi informasi
lebih untuk memahami representasi fenomena sosial yang digambarkan dalam lirik
lagu tersebut.
Dikarenakan penelitian ini hanya berfokus pada
pemaknaan harfiah menggunakan Bausastra Jawa untuk memahami representasi
fenomena sosial dalam lirik lagu APN, maka diperlukan pengembangan lebih lanjut
sebuah penelitian yang berurusan dengan aspek psikologis dan eksistensial
penulisan lirik lagu APN. Artinya, lirik lagu APN digali secara lebih mendalam
mengenai refleksi eksistensial serta psikologis yang berkaitan dengan penulisan
lirik lagu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad, Z. (2021). Metode Penelitian Kualitatif. Syakir
Media Press.
Abrams,
M.H, and Geoffrey Galt Harpham. (2015). The
Glossary of Literary Terms. United States: Cengage Learning Customer.
Akbar, Syekhfani. (2019). �Kritik Sosial Atas Rezim Orde Baru dalam
Kumpulan Cerpen Penembak Misterius
Karya Seno Gumira Ajidarma�. Jurnal Ilmiah FONEMA,
Universitas Airlangga, Surabaya. Diakses melalui: https://ejournal.unitomo.ac.id/index.php/pbs/article/view/1804
Amir, Dinasril. (2013). �Konsep Manusia
dalam Sistem Pendidikan Islam�. Jurnal Al-Ta�lim,� Vol.3,���������������������������� No.1.������������ (p.188-200)� Diakses melalui: http://www.journal.tarbiyahiainib.ac.id/index.php/attalim/article/view/52
Anjani, Nabila.
(2021). �Sejarah Musik di Indonesia: Dari Masa Orde Baru hingga Masuknya K-Pop di Indonesia�. Medium. Diakses melalui:
https://medium.com/secara/sejarah-musik-di-indonesia-dari-masa-orde-baru-hingga-m asuknya-k-pop-di-indonesia-2ffca67ucd060
Ciptoprawiro,
Abdullah. (1986). Filsafat Jawa. Jakarta:
Balai Pustaka.
Culler, Jonathan.
(2017). Theory of Lyrics.
Nordisk Poesi, Selwyn College, France.
(p.119-133). Diakses melalui:
https://www.researchgate.net/publication/321503470
Damono, Sapardi.
(1978). Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas.
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Eliana dan Sumiati. (2016).
Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Indonesia.
Escarpit, Robert. (2017). Sosiologi Sastra. (penerj. Ida Sundari
Husen). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Faruk. (2021).
Pengantar Sosiologi Sastra: Dari Strukturalisme Genetik
sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Iffah, Fadhilah,
dan Yuni Fitri Yasni. (2022). �Manusia
sebagai Makhluk Sosial�. Lathaif: Literasi
tafsir, Hadis dan Filologi. Department of Al-Qur�an and Tafsir Science, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Sumatera Barat. (p.38-47). Diakses melalui: https://ejournal.uinmybatusangkar.ac.id/ojs/index.php/lathaif/article/view/5926
Imron, Ilmawati,
& Kukuh Andri Aka.
(2018). �Fenomena Sosial�. Banyuwangi: LPPM Institut
Agama Islam Ibrahimy
Genteng Banyuwangi. Diakses
melalui: http://repository.unpkediri.ac.id/2819/
Ismawati, Esti. (2019). Makna Ungkapan
Bahasa Jawa: Kearifan
Lokal Masyarakat Jawa.
Gambang Buku Budaya: Yogyakarta.
Istiqomah, Nurul, & Evelin Giovani. (2023).
�Nilai Religius dalam Lagu Rakyat Malind-Anim Merauke: Kajian Sosiologi
Sastra�. Jurnal KIBASP (Kajian
Bahasa, Sastra, dan Pengajaran),
Vol.7, No.1. Universitas Musamus, Papua. Diakses melalui: https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/KIBASP/article/view/8296
Kastori, Rina. (2020).
�Perkembangan Ekonomi
Pada Masa Orde Baru�. Dalam CNN Indonesia.����������������������������������������������������������������� Diakses
melalui: https://www.kompas.com/skola/read/2022/10/26/200000669/perkembangan-ekonomi-p ada-masa-orde-baru?page=all
Kusniyanto, R. (2020). �Perancangan Informasi Biografi Sejarah Grup Band Legendaris Indonesia Koes Plus Melalui Media Buklet�.
Tugas Akhir. Departemen Studi Desain Komunikasi Visual,
Universitas Komputer Indonesia, Bandung. (p.1-81). Diakses
melalui: https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/3577/
Maulidia, Dwi,
dkk. (2023). �Faktor-Faktor Krisis dan
Dampak Krisis Yang Pernah Terjadi di Indonesia
sehingga Mengakibatkan Kerapuhan
Fundamental�. Student Scientific-Creative Journal, Vol.1,
No.4/2023. Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya. Diakses melalui: https://journal.amikveteran.ac.id/index.php/sscj/article/view/1619
Molina,
Lucia, dan Amparo Hurtado Albir. (2002). Translation
Techniques Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach. Spanyol: Universitat Aut�noma de
Barcelona.
Mulyadi, R.M.
(2014). �Koes Plus: Tonggak dan
Karakteristik Keindonesiaan Dalam Musik Pop�.
Disertasi, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=20453397
Muniroh, Siti, dan Corry Liana (2018).
�Kritik Sosial Majalah Tempo terhadap Kasus Kelangkaan Beras di Indonesia
Tahun 1972-1973�. Jurnal UNESA Vol.6 No.2 , Universitas�������������� Negeri����� Surabaya,���������������������������� Surabaya.����� Diakses melalui: https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/avatara/article/view/24634
Rahayu, Ambri.
(2004). �Perjalanan Karir Koes Plus
1969�1987�. Skripsi, Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia. Diakses
melalui: https://lontar.ui.ac.id/detail?id=20156977&lokasi=lokal
Rahyono, FX. (2006). Kearifan Budaya
dalam Kata. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra.
Rakhmawati, Silvia. (2022).
�Nrimo Ing Pandum dan Etos Kerja Orang
Jawa: Tinjauan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa�.
Jurnal Pancasila, Vol.3, No.1(p.07-19). Universitas Gadjah�� Mada,����������������������������� Yogyakarta.�������� Diakses melalui: https://jurnal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/70568
Rizkia, Erik. (2020). �Dari Konfrontasi sampai Rekonsiliasi: Studi Kasus Konflik
Muhammadiyah dengan PKI di Kotagede Tahun 1950-1970�. Mozaik: Kajian
Ilmu Sejarah. Vol.11., No.1.
Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Diakses melalui: https://journal.uny.ac.id/index.php/mozaik/article/view/45202
Rohman, Abdul. (2023). �Aspek Kebebasan Eksistensial Manusia dalam Suluk Kasampurnan Jati�. Library Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Depok, Universitas Indonesia. Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=9999920528239&lokasi=lokal
Semi, Atar. (2013). Kritik Sastra.
Indonesia: Penerbit Angkasa.
Shadily,
Hassan. (1993). Sosiologi untuk
Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sipayung, Margaretha. (2016).
�Konflik Sosial dalam Novel Maryam Karya Okky Madasari: Kajian Sosiologi Sastra�.
Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Diakses melalui: https://e-journal.usd.ac.id/index.php/sintesis/article/view/164
Sobur, Alex.
(2016). Kamus Besar Sosiologi. Bandung: Penerbit Pustaka
Ceria.
Soekanto, Soerjono.
(1999). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Soeprapto. (1996). Bahan Penataran: Pedoman Penghayatan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara. Jakarta:
Perum Percetakan Negara Republik
Indonesia, dicetak oleh Proyek Pendidikan Pengembangan dan Pembinaan Penataran P-4 (BP-7 Pusat).
Sulaiman, Zoni. (2016). �Hegemoni Sastra dalam Kehidupan
Sosial Budaya Masyarakat�.
Jurnal Semantik
STKIP. Diakses melalui:
DOI: 10.22460/semantik.v5i1.p27 - 33
Sulamun, dkk. (1995). Persepsi tentang
Etos Kerja Kaitannya
dengan Nilai Budaya Masyarakat
Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Susanti, Winda, & Eva Nurmayana. (2020). �Kritik Sosial dan Kemanusiaan dalam Lirik Lagu Iwan Fals�. Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra, Universitas Hamzanwadi, NTB.������������� (p.1-8).����� Diakses
melalui: http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/sbs/article/view/2172
Suseno,
Franz Magnis. (2001). Etika Jawa: Sebuah
Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup
Jawa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Tanpoaran. (1988).
Sangkan Paraning Dumadi. Surabaya: Yayasan Djojo Bojo Teeuw, Andries.
(2013). Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Pustaka Jaya.
To�o, Herlina.
(2023). Membangun Kesadaran dan Ketaatan Hukum Masyarakat di Desa Loa Janan Ulu Kalimantan Timur. Nomos
Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur. (p.16-22) Diakses
melalui: https://journal.actual-insight.com/index.php/nomos/article/view/1619
Utomo, Yudo.
(2018). �Kebijakan Perfilman Indonesia
pada Masa Orde Baru (1967-1980)�. Universitas Negeri
Jakarta, Jakarta. Diakses
melalui: http://repository.unj.ac.id/31761/
Wanti, Meilisa Arismaya. (2023). �Sindiran dan Resistensi Sosial dalam Lirik Lagu Tul Jaenak Karya Koes Plus�. Tugas Akhir,
Library Universitas Indonesia, Universitas Indonesia.������� Diakses melalui: https://lib.ui.ac.id/detail?id=9999920520467&lokasi=lokal
Yasni,
Yuni, & Fadhillah Iffah. (2022).
�Manusia sebagai Makhluk Sosial�. Jurnal Lathaif (Literasi, Tafsir, Hadist,
dan Filologi), Vol.1, No.1. Diakses melalui: https://ejournal.uinmybatusangkar.ac.id/ojs/index.php/lathaif/article/view/5926