Pengaruh Ekspor dan
Cadangan Devisa Terhadap Utang Luar Negeri di
Indonesia
� The Influence of Exports and Foreign Exchange
Reserves on Foreign Debt in Indonesia
1)* Rubiah Rubiatul
Adawiyah 2)Karuniana Dianta A.S 3Saparuddin
Mukthar
1,2,3
*Email: 1) [email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]
*Correspondence: 1) Rubiah Rubiatul Adawiyah
DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1398 |
ABSTRAK Semua negara
memerlukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan. Salah satu masalah yang
sering dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah keterbatasan modal, terutama
di negara-negara berkembang. Untuk mengatasi keterbatasan modal ini,
dibutuhkan dana dari sumber penerimaan dalam negeri maupun luar negeri.
Pembangunan ekonomi di negara berkembang yang didanai oleh pinjaman luar
negeri sering kali berakhir dalam jebakan utang (debt trap). Utang luar
negeri yang tidak terkendali dapat menyebabkan negara tersebut terperangkap dalam
utang, yang akhirnya memperlambat proses pembangunan. Sehingga penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara utang luar negeri
dengan ekspor dan cadangan devisa di Indonesia. Adapun variabel yang
digunakan yaitu ekspor dan cadangan devisa sebagai variabel eksogen serta
utang luar negeri sebagai variabel endogen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terhadap hubungan kausalitas variabel. Variabel ekspor dan cadangan
devisa tidak berpengaruh dalam jangka pendek, namun berpengaruh signifikan
dalam jangka panjang. Selain itu, berdasarkan grafik IRF, respon utang luar
negeri terhadap shock ekspor dan cadangan devisa bernilai negatif. Sedangkan,
hasil VD eskpor dan cadangan devisa dapat memberikan kontribusi terhadap
utang luar negeri. Pemerintah perlu memiliki manajemen yang baik dalam
penggunaan utang luar negeri dan mempunyai pertimbangan yang baik ketika
mengambil pinjaman luar negeri ditahun berikutnya. Kata kunci: Utang Luar Negeri, Ekspor, Cadangan Devisa,
VECM |
ABSTRACT
All countries need
development to catch up. One of the problems often faced in economic
development is limited capital, especially in developing countries. To overcome
this limited capital, funds are needed from domestic and foreign sources.
Economic development in developing countries funded by foreign loans often ends
in a debt trap. Uncontrolled foreign debt can cause the country to be trapped
in debt, which ultimately slows down the development process. So this study was conducted to determine whether there is a
relationship between foreign debt and exports and foreign exchange reserves in
Indonesia. The variables used are exports and foreign exchange reserves as
exogenous variables and foreign debt as an endogenous variable. The results of
the study indicate that there is a causal relationship between variables.
Export and foreign exchange reserves variables have no effect in the short
term, but have a significant effect in the long term. In addition, based on the
IRF graph, the response of foreign debt to export shocks and foreign exchange
reserves is negative. Meanwhile, the results of VD exports and foreign exchange
reserves can contribute to foreign debt. The government needs to have good
management in the use of foreign debt and have good considerations when taking
foreign loans in the following year.
Keywords:
External Debt, Exports, Foreign Exchange Reserves, VECM
PENDAHULUAN
Semua negara memerlukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah keterbatasan modal, terutama di
negara-negara berkembang. Ini menjadi
hambatan besar bagi negara dalam melaksanakan pembangunan.
Untuk mengatasi keterbatasan modal ini, dibutuhkan dana dari sumber penerimaan dalam negeri maupun luar negeri.
Yudiatmaja (2012) menyatakan
bahwa mayoritas negara berkembang bergantung pada bantuan luar negeri untuk mendukung pembangunan ekonomi, baik melalui pinjaman
maupun hibah. Menurut Cyrillus dalam penelitian Batubara & Saskara
(2015) pembangunan
ekonomi di negara berkembang
yang didanai oleh pinjaman
luar negeri sering kali berakhir dalam jebakan utang (debt trap). Utang luar negeri yang tidak terkendali dapat menyebabkan negara tersebut terperangkap dalam utang, yang akhirnya memperlambat proses pembangunan.
Todaro (1985) dalam Yudiatmaja (Yudiatmaja, 2012) mendukung
penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembangunan ekonomi melalui dua argumen utama: keterbatasan devisa dan pertumbuhan serta tabungan. Argumen keterbatasan devisa menyatakan bahwa pinjaman luar negeri diperlukan untuk membiayai impor barang modal dan barang setengah jadi. Sementara itu, argumen pertumbuhan dan tabungan menjelaskan bahwa meskipun tabungan domestik meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jumlahnya masih belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan investasi. Oleh karena itu, pinjaman luar negeri diperlukan untuk mengurangi kesenjangan antara tabungan domestik dan investasi (Yudiatmaja, 2012). Teori Harrod-Domar
juga mendukung argumen ini, menyatakan bahwa investasi memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketika tabungan domestik terbatas, kesenjangan antara tabungan dan investasi dapat diisi melalui
pinjaman luar negeri (Awan et al., 2011).
Utang luar negeri jangka pendek sangat bermanfaat untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat tingginya pengeluaran rutin dan biaya pembangunan. Namun, dalam jangka
panjang, utang luar negeri
menjadi beban bagi Indonesia karena menambah kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang meningkat setiap tahunnya, bahkan seringkali ditutupi dengan utang baru (Atmadja, 2000).
Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi tergantung pada luar negeri dan kurang terdorong untuk meningkatkan pendapatan domestik. Selain itu, ketergantungan Indonesia
pada utang luar negeri membuka
peluang bagi kekuatan pendukung neoliberalisme internasional untuk masuk secara
besar-besaran ke Indonesia
(Sayekti, 2015).
Gambar 1. Pertumbuhan Utang Luar Negeri Terhadap
GDP
Sumber : CEIC Data
Berdasarkan tren dari tahun 2010-2022 pada Gambar 1.1, rasio
utang terhadap PDB cenderung
meningkat. Kenaikan signifikan mulai terjadi pada tahun 2015 dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 36 persen, sementara pada tahun 2010 hanya 25,3 persen. Rasio utang terhadap PDB mencapai puncaknya pada tahun 2020 sebesar 39,9 persen. Meskipun pemerintah telah mulai mengendalikan
peningkatan rasio ini untuk menjaga
keberlanjutan fiskal, tetap diperlukan kewaspadaan terhadap potensi kenaikan utang yang dapat mempengaruhi risiko kerentanan fiskal jangka panjang.
Namun, pada tahun 2021 dan 2022, utang luar negeri menunjukkan tren penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh
tempo dan pelunasan sebagian
pokok pinjaman. Selain itu, tingginya volatilitas di pasar keuangan
global membuat investor asing
menarik dananya dari pasar obligasi. Meskipun demikian, situasi ini belum
bisa dianggap sepenuhnya positif karena Indonesia masih berpotensi menghadapi berbagai gejolak ekonomi di masa depan.
Perekonomian Indonesia masih rentan
dan tidak stabil dari waktu ke
waktu, sehingga sulit mempertahankan kestabilan ekonomi dari pengaruh internal dan eksternal. Salah satu dampak ketidakmampuan ekonomi Indonesia mengatasi tekanan eksternal adalah peningkatan pengeluaran pemerintah, yang menyebabkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kekuatan
APBN tidak sebanding dengan kemampuan pemerintah dalam membayar utang yang terus meningkat. Kapasitas suatu negara dalam melunasi utang luar negeri
sangat terkait dengan fluktuasi perdagangan internasional. Tambunan (2003:371-372) dalam
Saputra et al. (2018) menyatakan
bahwa salah satu penyebab tingginya utang luar negeri adalah defisit perdagangan yang tinggi. Rendahnya nilai ekspor dan tingginya nilai impor berkontribusi pada peningkatan beban utang luar negeri, sehingga melemahkan kemampuan negara untuk melunasi utang luar negeri dalam jangka panjang. Berikut adalah perkembangan ekspor Indonesia.
Gambar 2. Pertumbuhan
Nilai Ekspor Tahun
2012-2023
Sumber: Diolah oleh penulis,
2024
Pada grafik di atas, pertumbuhan ekspor cenderung mengalami fluktuasi. Penurunan nilai ekspor pada rentang tahun 2012 � 2016 mengindikasikan
bahwa permintaan pasar utama ekspor melemah
dan pasar ekspor masih terbatas (Kementerian Perdagangan, 2016). Sementara
itu, pada rentang tahun 2016 � 2021 mengalami fluktuasi hingga pada tahun 2022 ekspor tumbuh cukup baik,
sehingga dapat mendukung target pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun, pemerintah perlu berhati-hati terhadap potensi penurunan permintaan ekspor dan terus berusaha memperluas pangsa pasar ekspor di masa mendatang.
Cadangan devisa adalah posisi bersih aset luar
negeri milik pemerintah
dan bank devisa yang harus
disimpan untuk perdagangan internasional.
Negara mendapatkan cadangan
devisa melalui perdagangan internasional (Kurniawan & Bendesa, 2002). Cadangan devisa yang memadai dapat menjamin stabilitas moneter dan makroekonomi negara. Devisa ini diperlukan untuk membiayai impor dan membayar utang luar negeri.
Gambar 3. Perkembangan Cadangan Devisa di Indonesia
Sumber : Diolah oleh penulis, 2024
Berdasarkan grafik diatas dalam rentang tahun 2012 � 2022, posisi cadangan devisa berfluktuasi dengan trend
yang cenderung meningkat. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Jika cadangan devisa semakin tergerus berakibat pada utang luar negeri yang semakin meningkat. Cadangan devisa berdampak negatif terhadap utang luar negeri suatu negara (Batubara & Saskara, 2015)
Penelitian terdahulu mengenai
utang luar negeri telah menggunakan berbagai macam variabel independent. Namun, terdapat hasil yang berbeda-beda. Pada variabel ekspor, penelitian yang dilakukan oleh Chisti & Shabir (2019) dan Syukri (2020) mengungkapkan
bahwa ekspor tidak signifikan terhadap utang luar negeri. Sedangkan Sadim (2022) dan Acuviarta dkk (2021) mengungkapkan
bahwa ekspor berpengaruh positif dan siginifikan terhadap utang luar negeri. Berdasarkan perbedaan hasil antar penelitian dan memodifikasi penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang
�Pengaruh Ekspor dan
Cadangan Devisa Terhadap Utang Luar Negeri Di Indonesia�.
Teori Three
Gaps Model
Pemerintah memutuskan
untuk mengambil utang luar negeri sebagai salah satu cara mendanai
proyek pembangunan.
Keputusan ini diambil untuk mengatasi tiga defisit yang dihadapi negara: kesenjangan antara tabungan dan investasi, defisit anggaran pemerintah, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit ini saling
terkait dalam konteks pendapatan nasional, yang dijelaskan melalui penerapan teori three gaps model, yang membentuk
kerangka teoretis untuk memahami keterkaitan tersebut (Zhang & Ruan, 2013).
Sisi
Pengeluaran :
Y
= C + I + G + (X-M)������� �������������...(2.1)
Sisi
Pendapatan
Y
= C + S + T��������������������
...�������������.(2.2)
Jika
kedua sisi identitas pendapatan nasional digabung maka diperoleh:
(M-X)
= (I-S) + (G-T)�� �������������������.(2.3)
Dimana , (M-X) = Defisit transaksi
berjalan
����������� ����
(I-S) = Kesenjangan
tabungan-investasi
����������� ����
(G-T)���������� = Defisit anggaran pemerintah
Keterkaitan antara kebutuhan utang luar negeri dan tiga deficit tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan identitas necara pembayaran, yaitu (Zhang & Ruan, 2013):
Dt
= (M-X)t + DSt � NFIt +Rt � NOIt������� �������...(2.4)
Dimana,
Dt����� = Utang pada tahun
t
����������� (M-X)t = Defisit transaksi berjalan pada tahun t
����������� DSt����� = Pembayaran beban utang (cicilan pokok dan bunga) pada tahun t
����������� NFIt���� = Arus masuk bersih modal swasta pada tahun t
����������� Rt�������� =
Cadangan Internasional otoritas
moneter tahun t
����������� NOIt��� = Arus masuk bersih modal jangan pendek
Persamaan (2.4) menggambarkan
bahwa utang luar negeri dimanfaatkan untuk mendanai sejumlah keperluan, termasuk defisit dalam transaksi
berjalan, pembayaran beban utang, peningkatan cadangan devisa, pemenuhan kebutuhan modal, dan pengaturan arus modal jangka pendek. Fokus pada utang luar negeri digunakan untuk meningkatkan cadangan devisa.
Teori Perdagangan Internasional (International
Trade Theory)
Teori
Perdagangan Internasional menyediakan kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana ekspor dapat mempengaruhi utang luar negeri suatu negara. Dengan mengkhususkan diri dalam barang-barang
di mana mereka memiliki keuntungan komparatif, negara dapat meningkatkan pendapatan ekspor mereka, yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri dan meningkatkan stabilitas ekonomi. Diversifikasi ekspor dan manajemen risiko valuta asing juga merupakan faktor penting yang membantu negara dalam mengelola hubungan antara ekspor dan utang luar negeri.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan analisis regresi menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh Lembaga pengumpul data serta dipublikasikan kepada masyarakat sebagai pengguna data. Populasi dalam penelitian ini merupakan data utang luar negeri, ekspor, dan cadangan devisa di Indonesia.
Sampel yang digunakan merupakan
data dari populasi yang dibatasi dalam data triwulan tahun 2012-2023, sehingga banyaknya sampel data sebesar 46 triwulan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank Indonesia
(SEKI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Teknik analisis pada penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). VECM pertama kali dipopulerkan oleh
Engle dan Granger untuk mengoreksi
ketidakseimbangan jangka pendek dan jangka panjang dalam data time series.
VECM merupakan analisis
Vector Auto Regression (VAR) yang dirancang untuk digunakan pada data yang tidak stationer yang diketahui memiliki hubungan kointegrasi, dengan kata lain
VECM dapat dikatakan bentuk VAR yang terestriksi (Hubarat, 2017)
Tahapan analisis
VECM ialah sebagai berikut:
Pada umumnya, model VECM dengan panjang lag p-1 dapat diformulasikan sebagai berikut (Hubarat, 2017).
∆𝑦𝑡 = 𝛼𝑒𝑡−1 +𝛽1∆𝑦𝑡−1 +𝛽2∆𝑦𝑡−2 +⋯+𝛽𝑝∆𝑦𝑡−𝑝+1 + εt
dimana:
∆𝑦𝑡 = vektor
turunan pertama variabel dependen
∆𝑦𝑡-1 = vektor
turunan pertama variabel dependen dengan lag ke-1
εt-1 =
error yang diperoleh dari persamaan regresi antara Y dan X pada lag ke-1 dan disebut
juga ECT (Error Correction Term)
εt = vektor
residual
𝛼= matriks koefisien kointegrasi
𝛽t = matriks
koefisien variabel dependen ke-i, dimana 𝑖 = 1,2,�,p
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas bertujuan guna menunjukkan stasioneritas data menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji
ADF di awali pada tingkat
level. Jika tingkat level menghasilkan
data tak stasioner, harus diuji kembali
menggunakan uji terhadap tingkat diferensi pertama dan diferensi kedua. Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan adalah 5%.
Tabel 1. Hasil Uji ADFPada Tingkat Level
Probabilitas |
Keterangan |
|
Utang Luar Negeri (ULN) |
0.0641 |
Tidak Stasioner |
Ekspor
(EKS) |
Tidak Stasioner |
|
Cadangan Devisa (CD) |
0.8455 |
Tidak Stasioner |
Berdasarkan uji ADF pada tingkat
data level diketahui bahwa variabel tingkat utang luar negeri memiliki nilai probabilitas 0.0641 >
0.05, artinya Ho diterima
dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat utang luar negeri tidak stasioner di tingkat level. Variabel tingkat ekspor memiliki nilai probabilitas 0.8803> 0.05, artinya
Ho diterima dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat ekspor tidak stasioner
di tingkat level. Variabel
tingkat cadangan devisa memiliki nilai probabilitas 0.8455>
0.05, artinya Ho diterima
dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat cadangan tidak stasioner di tingkat level.
Dengan demikian, semua variabel di atas tidak stasioner
untuk tingkat data level sehingga dibutuhkan diferensi data untuk tingkat first difference agar menghasilkan
data stasioner.
Tabel 2. Hasil Uji ADF
Pada Tingkat First Difference
Probabilitas |
Keterangan |
|
Utang Luar Negeri (ULN) |
Stasioner |
|
Ekspor
(EKS) |
0.0000 |
Stasioner |
Cadangan Devisa (CD) |
0.0001 |
Stasioner |
Berdasarkan uji ADF pada tingkat
data first difference diketahui bahwa variabel tingkat utang luar negeri memiliki nilai probabilitas 0.0003 < 0.05, artinya
H1 diterima dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat utang luar negeri stasioner untuk tingkat data first
difference. Selanjutnya, variabel
tingkat ekspor memiliki nilai probabilitas 0.0000 < 0.05, artinya
H1 diterima dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat ekspor stasioner untuk tingkat data first
difference. Kemudian, variabel
tingkat cadangan devisa memiliki nilai probabilitas 0.0001 <
0.05, artinya H1 diterima
dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat cadangan devisa stasioner untuk tingkat data first
difference. Dengan demikian,
seluruh variabel di atas stasioner untuk tingkat data first
difference sehingga dapat
memenuhi persyaratan stasioneritas.
Uji Lag Optimum
Uji lag optimum dengan
cara menetapkan lag yang mempunyai nilai statistic kriteria paling kecil. Pendekatan kriteria statistic menggunakan HannanQuinn Criterion (HQ), Schwarz
Information Criteria (SIC), dan Akaike Information Criteria (AIC).
Berikut adalah hasil uji lag optimum dari lag 1
sampai dengan lag 3.
Tabel 2. Hasil Uji Lag Optimum
|
|
|
|
Lag |
AIC |
SC |
HQ |
|
|
|
|
|
|
|
|
0 |
-11.93477* |
-11.81312* |
-11.88966* |
1 |
-11.86137 |
-11.37478 |
-11.68092 |
2 |
-11.66079 |
-10.80925 |
-11.34500 |
3 |
-11.55580 |
-10.33931 |
-11.10467 |
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan uji lag optimum dengan
pendekatan AIC, SC, dan HQ diperoleh
lag maksimal sejumlah nol.
Selain itu, kriteria informasi jenis lain terdapat di dalam lampiran. Namun, berdasarkan penelitian sebelumnya dari Usman et. al (2022) variabel yang dianalisis memerlukan lag lebih dari 0, maka dianjurkan untuk memasukkan lag yang kecil seperti lag 1 untuk melihat apakah data signifikan dan stabil dalam hasil
analisis. Pada uji berikutnya,
seperti uji kausalitas
granger dan estimasi VECM lag yang digunakan sebesar satu.
Uji Stabilitas
Uji stabilitas bertujuan guna meningkatkan validitas dari hasil estimasi
VECM dan menjauhi IRF yang memiliki
sifat lancung palsu. Model dinyatakan stabil jika memiliki
modulus tidak lebih dari satu serta
seluruh akarnya di posisi dalam satu
circle.
Tabel 4. Hasil Uji Stabilitas
Modulus |
0.505404 |
0.233045 |
0.031709 |
Dapat diketahui bahwa modulus tidak lebih dari satu
serta seluruh root
dan fungsi nominal di posisi
dalam satu circle sehingga dapat diartikan penggunaan model telah stabil dari
lag 1. Maka, uji stabilitas memiliki
arti hasil uji impulse response function dan variance
decomposition merupakan benar.
Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan guna melihat variabel non stasioner terkointegrasi atau tidak dan mendeteksi keseimbangan long
term. Uji ini menggunakan
Johansen Cointegration Test.
Tabel 5. Hasil Uji Kointegrasi
Johansen
|
|
|
Prob.** |
|||
None * |
46.32162 |
29.79707 |
0.0003 |
|||
At most 1 * |
23.53108 |
15.49471 |
0.0025 |
|||
At most 2 * |
7.517568 |
3.841465 |
0.0061 |
Dengan demikian, menggunakan alfa kesalahan 5% menunjukkan terdapat 3 variabel berhubungan kointegrasi sebab Critical
Value < Trace Statistic. Maka, diperoleh
kesimpulan bahwa variabel memiliki kointegrasi artinya variabel memiliki hubungan antara jangka pendek dengan jangka panjangnya. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa model terbaik merupakan Vector
Error Correction Model (VECM).
Uji Klausalitas
Granger
Uji kausalitas guna mengetahui apakah antar variabel
memiliki hubungan kausalitas satu arah atau dua arah. Uji kausalitas ini dilakukan dengan membandingkan taraf kesalahan dengan nilai probabilitasnya.
Tabel 6. Hasil Uji Klausalitas
Granger
Hipotesis
Klausal |
F-Statistic |
Prob. |
|
|
|
|
|
|
EKS does not Granger Cause ULN |
6.04843 |
0.0179 |
ULN does not Granger Cause EKS |
4.94840 |
0.0313 |
|
|
|
|
|
|
CD does not Granger Cause ULN |
4.51569 |
0.0392 |
ULN does not Granger Cause CD |
7.45436 |
0.0091 |
|
|
|
|
|
|
CD does not Granger Cause EKS |
7.75449 |
0.0079 |
EKS does not Granger Cause CD |
0.40189 |
0.5294 |
Berdasarkan uji kausalitas
granger di atas disimpulkan
bahwa menurut statistic,
EKS berpengaruh terhadap
ULN sebab nilai probabilitasnya 0.0179 < 0.05. sedangkan
ULN berpengaruh terhadap
EKS sebab nilai probabilitasnya 0.0313 < 0.05 sehingga
antara EKS dan ULN terdapat
hubungan dua arah. Selanjutnya, menurut statistic,
CD berpengaruh terhadap
ULN sebab nilai probabilitasnya 0.0392 < 0.05. sedangkan
ULN berpengaruh terhadap
CD sebab nilai probabilitasnya 0.0091 < 0.05 sehingga
antara CD dan ULN terdapat
hubungan dua arah. Kemudian, menurut statistic,
CD berpengaruh terhadap
EKS sebab nilai probabilitasnya 0.0079 < 0.05. Namun,
EKS tidak berpengaruh terhadap CD sebab nilai probabilitasnya 0.5294
> 0.05 sehingga antara
EKS dan ULN terdapat hubungan
satu arah (undirectional causality).
Teknik analisis dilanjutkan
dengan estimasi model
VECM. Berikut adalah estimasi model VECM.
Tabel 7. Hasil Estimasi
Model VECM
Jangka Panjang |
|||||
Variabel |
Koefisien |
t-statistic |
|
|
|
LOG(ULN(-1)) |
1.000000 |
|
|
|
|
LOG(EKS(-1)) |
|
|
|||
LOG(CD(-1)) |
|
|
|||
C |
2.587707 |
|
|
|
|
Variabel endogen |
Variabel eksogen |
Koefisien |
t-statistic |
Probabilitas |
Adj. squared |
ULN |
D(LOG(ULN(-1))) |
0.453487 |
0.089230 |
||
EKS |
- |
- |
- |
- |
-0.023781 |
CD |
CointEq1 D(LOG(CD(-1))) |
0.165562 |
0.172923 |
Berdasarkan� hasil estimasi VECM pada lampiran
---, diperoleh bahwa persamaan VECM adalah:
Log(ULN) = 2.587707 + Log(ULN(-1)) + 0.372511Log(EKS(-1)) �
1.970326Log(CD(-1)) +
Secara statistik, variabel endogen mendapat pengaruh dari variabel eksogen. Hal tersebut ditunjukkan dengan melakukan perbandingan antara t-statistuc dengan t-tabel dengan α = 5%, maka df = 45 dengan
nilai t-tabel sebesar 2.0141. Model VECM di atas merupakan implikasi dari hasil esto,aso
VECM dalam persamaan
linear yang menjelaskan bahwa
dalam jangka panjang, hasil VECM menunjukkan bahwa nilai koefisien 0.372 dan
t-statistic EKS 2.958 > 2,0141. Maka, Ha1 diterima
berarti EKS berpengaruh positif dan signifikan terhadap ULN. Penjelasannya adalah pada jangka panjang setiap kenaikan 1% ekspor, menaikkan utang luar negeri sebesar 0.372%. selain itu, dalam jangka
panjang, hasil VECM menunjukkan bahwa nilai koefisien -1.970 dan
t-statistic CD -7.981 > 2.0141. Maka, Ha1 diterima
berarti CD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ULN. Penjelasannya adalah pada jangka panjang setiap kenaikan 1% ekspor, menurunkan utang luar negeri sebesar 1.97%.
Pada hasil estimasi dalam jangka pendek dengan asumsi variabel endogennya adalah utang luar negeri (ULN) disimpulkan bahwa pergerakan utang luar negeri sekarang tidak dipengaruhi oleh tingkat ekspor dan cadangan devisa pada triwulan sebelunya ditunjukkan dengan nilai probabilitas
yang tidak signifikan pada
tingkat utang luar negeri dengan lag satu. Namun, pergerakan utang luar negeri sekarang dipengaruhi oleh dirinya sendiri pada lag ke-1 ditunjukkan
dengan nilai t hitung 2.730 > 2.0141 dan nilai
probabilitasnya 0.0073 < 0.05 berarti
siginifikan dengan tingkat signifikansi 5% dengan koefisien 0.413. Maka, disimpulkan bahwa ULN berpengaruh positif dan signifikan terhadap dirinya sendiri. Penjelasannya adalah setiap kenaikan 1% utang luar negeri satu triwulan sebelumnya akan menaikkan utang luar negeri saat ini sebesar 0.413%.
Kemudian, pada hasil estimasi jangka pendek berasumsi variabel endogen yakni EKS, pergerakan EKS sekarang tidak disebabkan oleh variabel eksogen lain di dalam model penelitian. Semestara itu, hasil estimasi VECM dalam jangka pendek
dengan asumsi variabel endogen yakni cadangan devisa (CD) disimpulkan bahwa variabel kointegrasi pada persamaan memiliki nilai t-statistic sebesar 3.054
> 2.0141 dan nilai probabilitas 0.0028 < 0.05 berarti
signifikan dengan taraf kesalahan 5%. Maka, disimpulkan bahwa terjadi kointegrasi pada variabel endogen cadangan devisa (CD) sehingga cadangan devisa memiliki hubungan antara jangka pendek dengan jangka panjang.
Selain itu juga, pergerakan cadangan devisa sekarang dipengaruhi oleh dirinya sendiri pada lag ke-1 ditunjukkan
dengan nilai t hitung 2.626 > 2.0141 dan nilai
probabilitas 0.0097 < 0.05 berarti
signifikan dengan taraf kesalahan 5% berkoefisien 0.413. Maka, disimpulkan
bahwa SBP berpengaruh positif dan signifikan terhadap dirinya sendiri. Penjelasannya adalah setiap peningkatan 1% suku bunga pinjaman satu triwulan sebelumnya meningkatkan suku bunga pinjaman
saat ini sebesar 0.413%.
Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) bermanfaat untuk mengetahui respon atas shocks yang terjadi pada variabel eksogen sehingga dapat terlihat pengaruhnya terhadap variabel endogen sampai dengan periode ke depan. Berlandaskan
tujuan penelitian, uji IRF
dilakukan dengan menganggap bahwa variabel endogen yang digunakan adalah tngkat utang luar negeri (ULN) sedangkan variabel eksogennya adalah tingkat utang luar negeri (ULN) itu sendiri, ekspor (EKS), dan cadangan devisa (CD).
Gambar 4. Hasil Pengujian IRF Hingga Periode Ke-12
Berdasarkan grafik IRF di atas, respon variabel
tingkat utang luar negeri akibat
adanya shocks dari dirinya sendiri memperlihatkan respon positif sejak periode kesatu sampai dengan periode keduabelas. Respon tingkat utang luar negeri akibat shocks
dirinya sendiri mengalami kecenderung meningkat namun tidak signifikan. Oleh karena itu, jika
terdapat shocks sejumlah
satu standar deviasi pada tingkat utang luar negeri, maka tingkat utang luar negeri akan bereaksi positif dan mengakibatkan kenaikan terhadap tingkat utang luar negeri itu sendiri. Respon
tertinggi terletak di periode kelima sejumlah 0.0227.
Kemudian, Respon variabel tingkat utang luar negeri karena guncangan pada ekspor memperlihatkan kecenderungan respon negatif serta fluktuatif. Pada periode pertama, tidak ada respon
dari tingkat utang luar negeri karena nilai respon sebesar
0.000 selanjutnya pada periode
kedua hingga keempat tingkat utang luar negeri merespon posistif terhadap shocks dari cadangan devisa. Kemudian, sejak periode kelima sampai dengan kesedelapan, respon tingkat utang luar negeri merespon negatif namun menurun sampai -0.000280 lalu periode kesembilan
hingga keduabelas tingkat utang luar negeri meningkat terhadap shocks dari nilai ekspor.
Oleh karena itu, dimulai dari periode
kedua, jika terjadinya shocks sejumlah satu standar deviasi
pada nilai ekspor maka tingkat utang luar negeri akan merespon negatif.
Selanjutnya, respon variabel tingkat utang luar negeri karena guncangan pada cadangan devisa memperlihatkan kecenderungan respon negatif serta fluktuatif. Pada periode pertama, tidak ada respon dari
tingkat utang luar negeri karena nilai respon
sebesar 0.000 selanjutnya
pada periode kedua hingga keenam tingkat utang luar negeri merespon negatif terhadap shocks dari cadangan devisa. Kemudian, sejak periode ketujuh sampai dengan keduabelas, respon tingkat utang luar negeri meningkat sampai -0.005293 terhadap shocks dari nilai cadangan devisa sampai ke titik stabil.
Oleh karena itu, dimulai dari periode
kedua, jika terjadinya shocks sejumlah
satu standar deviasi pada nilai cadangan devisa maka tingkat utang luar negeri akan merespon negatif.
Variance Decomposition (VD)
Tabel 8. Hasil Variance Decomposition
Period |
S.E. |
LOG(ULN) |
LOG(EKS) |
LOG(CD) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1 |
0.014602 |
100.0000 |
0.000000 |
0.000000 |
2 |
0.024750 |
99.30163 |
0.010907 |
0.687466 |
3 |
0.033146 |
98.03156 |
0.009564 |
1.958880 |
4 |
0.040345 |
96.82167 |
0.006468 |
3.171867 |
5 |
0.046708 |
95.98178 |
0.005868 |
4.012351 |
6 |
0.052452 |
95.51682 |
0.006905 |
4.476274 |
7 |
0.057710 |
95.30802 |
0.008125 |
4.683855 |
8 |
0.062571 |
95.23665 |
0.008918 |
4.754436 |
9 |
0.067099 |
95.22376 |
0.009279 |
4.766959 |
10 |
0.071344 |
95.22774 |
0.009380 |
4.762880 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan hasil uji variance
decomposition menunjukkan periode
pertama, utang luar negeri
hanya disebabkan oleh
utang luar negeri itu sendiri karena variabel eksogen lain tidak membagikan kontribusi untuk utang luar negeri. Kemudian pada periode kedua sampai dengan periode kesepuluh, cadangan devisa adalah variabel paling menonjol membagikan kontribusi untuk utang luar negeri. Berlandaskan frekuensi kemunculan diketahui bahwa cadangan devisa adalah variabel dominan dalam membagikan kontribusi untuk utang luar negeri, disusul oleh ekspor. Ditambah lagi, pada periode terakhir, utang luar negeri dapat didefinisikan oleh variabel eksogen lain sebesar 4,8% dengan pembagian komposisi sebesar 0.009% untuk ekspor dan 4.76% untuk cadangan devisa. Dengan demikian, perubahan tingkat utang luar negeri lebih banyak dipengaruhi
oleh cadangan devisa dan disusul oleh ekspor.
SIMPULAN
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekspor terhadap utang luar negeri dan mengetahui pengaruh nilai tukar terhadap utang luar negeri. Berdasarkan hasil penelitian, maka menghasilkan sejumlah kesimpulan yaitu pada jangka pendek, ekspor
tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat utang luar negeri (ULN) karena kebijakan yang mendukung ekspor dan peningkatan kapasitas produksi sering kali memerlukan waktu untuk diimplementasikan
dan mulai menunjukkan hasil. Pembayaran dari ekspor sering
kali tidak langsung diterima karena melibatkan proses pengiriman, pembayaran, dan penerimaan yang dapat memakan waktu. Akibatnya, arus kas dari ekspor tidak langsung
tersedia untuk membayar utang luar negeri.
Studi oleh Ugbaka et al. (2022) menemukan
bahwa dalam jangka pendek, dampak ekspor dan utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria adalah tidak signifikan,
menunjukkan bahwa arus kas dari ekspor mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk mempengaruhi kemampuan pembayaran utang luar negeri.
Pada jangka panjang, eskpor memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat utang luar negeri.
Senada dengan penelitian sebelumnya, Sadim (Sadim, 2022) yang menyatakan bahwa ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap ULN.� Fluktuasi harga komoditas dan kondisi ekonomi global dapat mempengaruhi hubungan antara ekspor dan utang luar negeri. Jika harga komoditas yang diekspor turun drastis, pendapatan ekspor mungkin tidak cukup untuk menutupi
utang luar negeri yang telah
diambil untuk meningkatkan produksi. Sedangkan berdasarkan analisis IRF dan VD, apabila terjadi shock pada eskpor,
maka akan direspon negatif oleh tingkat utang luar negeri.
Selain itu, perubahan ekspor kurang efektif dalam memaparkan variasi perubahan tingkat utang luar negeri. Artinya, apabila terjadi pertambahan eskpor tidak lagi dapat
memberikan kontribusi yang
signifikan dalam mempengaruhi tingkat ULN karena beban pembayaran
utang beserta bunganya telah meningkat drastic dan semakin besar setiap tahunya dikarenakan penggunaanya untuk mengatasi guncangan ekonomi (Mahardika et al.,
2019).
Kemudian, pada jangka pendek, cadangan devisa juga tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat utang luar negeri karena cadangan devisa tidak bisa
langsung dialokasikan untuk membayar utang tanpa melewati proses perencanaan yang matang. Oleh karena itu, dampaknya
terhadap posisi utang luar negeri baru akan terlihat dalam jangka menengah
hingga panjang. Selanjutnya, pada jangka panjang, cadangan devisa memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat utang luar negeri. Hal ini didukung oleh penelitian Kasmianti et. al (2022) Cadangan devisa yang tinggi memungkinkan negara untuk membayar utang luar negeri dengan lebih mudah.
Ketika negara menggunakan cadangan
devisanya untuk membayar utang, jumlah utang luar negeri berkurang. Oleh karena itu, dalam
jangka panjang, peningkatan cadangan devisa dapat berkorelasi
dengan penurunan utang luar negeri. Sedangkan berdasarkan analisis IRF dan VD,
apabila terjadi shock
pada cadangan devisa, maka akan direspon
negatif oleh tingkat utang
luar negeri. Selain itu, perubahan cadangan devisa cukup efektif
dalam memaparkan variasi perubahan tingkat utang luar negeri. Namun, berdasarkan hasil VD variabel ekspor dan cadangan devisa hanya dapat
menjelaskan varibel utang luar negeri sebesar 4,8% yang artinya terdapat faktor atau variabel-variabel
lain yang memiliki pengaruh
lebih terhadap peningkatan utang luar negeri. Pemerintah perlu memiliki manajemen yang baik dalam penggunaan
utang luar negeri dan mempunyai
pertimbangan yang baik ketika mengambil pinjaman luar negeri ditahun-tahun berikutnya. Pemerintah perlu menghadirkan suatu kebijakan untuk menghindari ketergantungan utang
luar negeri dalam mengatasi kurangnya APBN dengan memaksimalkan penerimaan pajak karena selama ini dikatakan belum maksimal dibandingkan potensi pajak yang dimiliki. Penelitian selajutnya diharapkan dapat memasukkan variabel makroekonomi yang lain seperti defisit APBN agar dapat lebih menjelaskan pengaruh terhadap utang luar negeri dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Acuviarta,
Priadana, S., & Zyad, M. T. Al. (2021). Menakar Peran Utang Luar Negeri
Terhadap Kinerja Ekonomi Makro Negara Berkembang. Jurnal Riset Ilmu Ekonomi,
1(2), 89�97.
Atmadja,
A. S. (2000). Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Puslit.Petra.Ac.Id,
2(1), 83�94.
Awan,
A., Asghar, N., & Rehman, H. ur. (2011). THE IMPACT OF EXCHANGE RATE,
FISCAL DEFICIT AND TERMS OF TRADE ON EXTERNAL DEBT OF PAKISTAN: A Cointegration
and Causality Analysis. Australian Journal of Business and Management
Research, 01(03), 10�24.
https://doi.org/10.52283/nswrca.ajbmr.20110103a02
Batubara,
D. M. H., & Saskara, I. (2015). Analisis Hubungan Ekspor , Impor , PDB ,
Causality And Co-Integration Analysis Between Exports , Imports ,. Jurnal
Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1), 46�55.
Chisti,
K. A., & Shabir, T. (2019). Impact of External Debt on Various Macro
Economic Variables : Indian Evidence. 25(4), 1�16.
https://doi.org/10.9734/JEMT/2019/v25i430199
Kasmianti,
Fitriyani, & Miksalmina. (2022). THE EFFECT OF FOREIGN EXCHANGE RESERVES
, EXCHANGE RATES AND LIBOR INTEREST RATE ON FOREIGN DEBT. 9(1),
89�103.
Kementerian
Perdagangan. (2016). Kinerja Ekspor Indonesia 2016. Warta Ekspor, 94,
1�20.
Kurniawan,
K. E., & Bendesa, I. K. G. (2002). Pengaruh Produksi Karet, Kurs Dollar
Amerika Serikat, dan Ekspor Karet Terhadap Cadangan Devisa Indonesia Periode
1995-2012. 311�319.
Mahardika,
N. A., Ruscitasari, Z., & Mutia, G. R. (2019). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi yang mempengaruhi Profitabilitas. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan,
2(2), 40�57.
Sadim,
V. F. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Utang Luar Negeri di
Indonesia. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 3(1), 57�68.
https://doi.org/10.36418/jiss.v3i1.512
Saputra,
D., Aimon, H., & Adry, M. R. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Utang Luar Negeri Di Indonesia. Gender and Development, 120(1),
0�22.
Sayekti,
N. W. (2015). Kebijakan Indonesia atas Utang Luar Negeri dari Lembaga Keuangan
Global. Info Singkat (Ekonomi Dan Kebijakan Publik), VII(08),
13�16.
Syukri,
A. U. (2020). THE RELATIONSHIP BETWEEN GROSS DOMESTIC PRODUCT WITH
INTERNATIONAL BALANCE OF PAYMENT : EMPIRICAL EVIDENCE. 5(2),
103�119.
Ugbaka,
M. A., Abuh-Amasi, S. A., & Ndome, J. N. (2022). Rising External Debt and
Diminishing Exports: Concurrent Constraints to Economic Progress in Nigeria. International
Journal of Economics and Financial Issues, 12(4), 13�18.
https://doi.org/10.32479/ijefi.13261
Usman,
M., Loves, L., Russel, E., Ansori, M., Warsono, W., Widiarti, W., &
Wamiliana, W. (2022). Analysis of Some Energy and Economics Variables by Using
VECMX Model in Indonesia. International Journal of Energy Economics and
Policy, 12(2), 91�102. https://doi.org/10.32479/ijeep.11897
Yudiatmaja,
W. E. (2012). Jebakan utang luar negeri bagi beban perekonomian dan pembangunan
Indonesia. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan Pembangunan, 3(1),
453�562.
Zhang,
H., & Ruan, J. (2013). Adjustment of Economic Structure in China-A
Perspective on Three-Gap Analysis. Journal of Cambridge Studies, 8(1),
97�115.