Pengaruh Ekspor dan Cadangan Devisa Terhadap Utang Luar Negeri di Indonesia

 

� The Influence of Exports and Foreign Exchange Reserves on Foreign Debt in Indonesia

 

1)* Rubiah Rubiatul Adawiyah 2)Karuniana Dianta A.S 3Saparuddin Mukthar

1,2,3 Universitas Negeri Jakarta, Indonesia.

 

*Email: 1) [email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]

*Correspondence: 1) Rubiah Rubiatul Adawiyah

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1398

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Semua negara memerlukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah keterbatasan modal, terutama di negara-negara berkembang. Untuk mengatasi keterbatasan modal ini, dibutuhkan dana dari sumber penerimaan dalam negeri maupun luar negeri. Pembangunan ekonomi di negara berkembang yang didanai oleh pinjaman luar negeri sering kali berakhir dalam jebakan utang (debt trap). Utang luar negeri yang tidak terkendali dapat menyebabkan negara tersebut terperangkap dalam utang, yang akhirnya memperlambat proses pembangunan. Sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara utang luar negeri dengan ekspor dan cadangan devisa di Indonesia. Adapun variabel yang digunakan yaitu ekspor dan cadangan devisa sebagai variabel eksogen serta utang luar negeri sebagai variabel endogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terhadap hubungan kausalitas variabel. Variabel ekspor dan cadangan devisa tidak berpengaruh dalam jangka pendek, namun berpengaruh signifikan dalam jangka panjang. Selain itu, berdasarkan grafik IRF, respon utang luar negeri terhadap shock ekspor dan cadangan devisa bernilai negatif. Sedangkan, hasil VD eskpor dan cadangan devisa dapat memberikan kontribusi terhadap utang luar negeri. Pemerintah perlu memiliki manajemen yang baik dalam penggunaan utang luar negeri dan mempunyai pertimbangan yang baik ketika mengambil pinjaman luar negeri ditahun berikutnya.

 

Kata kunci: Utang Luar Negeri, Ekspor, Cadangan Devisa, VECM

 

ABSTRACT

All countries need development to catch up. One of the problems often faced in economic development is limited capital, especially in developing countries. To overcome this limited capital, funds are needed from domestic and foreign sources. Economic development in developing countries funded by foreign loans often ends in a debt trap. Uncontrolled foreign debt can cause the country to be trapped in debt, which ultimately slows down the development process. So this study was conducted to determine whether there is a relationship between foreign debt and exports and foreign exchange reserves in Indonesia. The variables used are exports and foreign exchange reserves as exogenous variables and foreign debt as an endogenous variable. The results of the study indicate that there is a causal relationship between variables. Export and foreign exchange reserves variables have no effect in the short term, but have a significant effect in the long term. In addition, based on the IRF graph, the response of foreign debt to export shocks and foreign exchange reserves is negative. Meanwhile, the results of VD exports and foreign exchange reserves can contribute to foreign debt. The government needs to have good management in the use of foreign debt and have good considerations when taking foreign loans in the following year.

 

Keywords: External Debt, Exports, Foreign Exchange Reserves, VECM

 


PENDAHULUAN

Semua negara memerlukan pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya di bidang ekonomi. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah keterbatasan modal, terutama di negara-negara berkembang. Ini menjadi hambatan besar bagi negara dalam melaksanakan pembangunan. Untuk mengatasi keterbatasan modal ini, dibutuhkan dana dari sumber penerimaan dalam negeri maupun luar negeri.

Yudiatmaja (2012) menyatakan bahwa mayoritas negara berkembang bergantung pada bantuan luar negeri untuk mendukung pembangunan ekonomi, baik melalui pinjaman maupun hibah. Menurut Cyrillus dalam penelitian Batubara & Saskara (2015) pembangunan ekonomi di negara berkembang yang didanai oleh pinjaman luar negeri sering kali berakhir dalam jebakan utang (debt trap). Utang luar negeri yang tidak terkendali dapat menyebabkan negara tersebut terperangkap dalam utang, yang akhirnya memperlambat proses pembangunan.

Todaro (1985) dalam Yudiatmaja (Yudiatmaja, 2012) mendukung penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sumber pembangunan ekonomi melalui dua argumen utama: keterbatasan devisa dan pertumbuhan serta tabungan. Argumen keterbatasan devisa menyatakan bahwa pinjaman luar negeri diperlukan untuk membiayai impor barang modal dan barang setengah jadi. Sementara itu, argumen pertumbuhan dan tabungan menjelaskan bahwa meskipun tabungan domestik meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jumlahnya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan investasi. Oleh karena itu, pinjaman luar negeri diperlukan untuk mengurangi kesenjangan antara tabungan domestik dan investasi (Yudiatmaja, 2012). Teori Harrod-Domar juga mendukung argumen ini, menyatakan bahwa investasi memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Ketika tabungan domestik terbatas, kesenjangan antara tabungan dan investasi dapat diisi melalui pinjaman luar negeri (Awan et al., 2011).

Utang luar negeri jangka pendek sangat bermanfaat untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat tingginya pengeluaran rutin dan biaya pembangunan. Namun, dalam jangka panjang, utang luar negeri menjadi beban bagi Indonesia karena menambah kewajiban pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang meningkat setiap tahunnya, bahkan seringkali ditutupi dengan utang baru (Atmadja, 2000).

Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi tergantung pada luar negeri dan kurang terdorong untuk meningkatkan pendapatan domestik. Selain itu, ketergantungan Indonesia pada utang luar negeri membuka peluang bagi kekuatan pendukung neoliberalisme internasional untuk masuk secara besar-besaran ke Indonesia (Sayekti, 2015).

 

Gambar 1. Pertumbuhan Utang Luar Negeri Terhadap GDP

Sumber : CEIC Data

Berdasarkan tren dari tahun 2010-2022 pada Gambar 1.1, rasio utang terhadap PDB cenderung meningkat. Kenaikan signifikan mulai terjadi pada tahun 2015 dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 36 persen, sementara pada tahun 2010 hanya 25,3 persen. Rasio utang terhadap PDB mencapai puncaknya pada tahun 2020 sebesar 39,9 persen. Meskipun pemerintah telah mulai mengendalikan peningkatan rasio ini untuk menjaga keberlanjutan fiskal, tetap diperlukan kewaspadaan terhadap potensi kenaikan utang yang dapat mempengaruhi risiko kerentanan fiskal jangka panjang.

Namun, pada tahun 2021 dan 2022, utang luar negeri menunjukkan tren penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa seri Surat Berharga Negara (SBN) yang jatuh tempo dan pelunasan sebagian pokok pinjaman. Selain itu, tingginya volatilitas di pasar keuangan global membuat investor asing menarik dananya dari pasar obligasi. Meskipun demikian, situasi ini belum bisa dianggap sepenuhnya positif karena Indonesia masih berpotensi menghadapi berbagai gejolak ekonomi di masa depan.

Perekonomian Indonesia masih rentan dan tidak stabil dari waktu ke waktu, sehingga sulit mempertahankan kestabilan ekonomi dari pengaruh internal dan eksternal. Salah satu dampak ketidakmampuan ekonomi Indonesia mengatasi tekanan eksternal adalah peningkatan pengeluaran pemerintah, yang menyebabkan defisit pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kekuatan APBN tidak sebanding dengan kemampuan pemerintah dalam membayar utang yang terus meningkat. Kapasitas suatu negara dalam melunasi utang luar negeri sangat terkait dengan fluktuasi perdagangan internasional. Tambunan (2003:371-372) dalam Saputra et al. (2018) menyatakan bahwa salah satu penyebab tingginya utang luar negeri adalah defisit perdagangan yang tinggi. Rendahnya nilai ekspor dan tingginya nilai impor berkontribusi pada peningkatan beban utang luar negeri, sehingga melemahkan kemampuan negara untuk melunasi utang luar negeri dalam jangka panjang. Berikut adalah perkembangan ekspor Indonesia.

 

Gambar 2. Pertumbuhan Nilai Ekspor Tahun 2012-2023

Sumber: Diolah oleh penulis, 2024

Pada grafik di atas, pertumbuhan ekspor cenderung mengalami fluktuasi. Penurunan nilai ekspor pada rentang tahun 2012 � 2016 mengindikasikan bahwa permintaan pasar utama ekspor melemah dan pasar ekspor masih terbatas (Kementerian Perdagangan, 2016). Sementara itu, pada rentang tahun 2016 � 2021 mengalami fluktuasi hingga pada tahun 2022 ekspor tumbuh cukup baik, sehingga dapat mendukung target pencapaian pertumbuhan ekonomi. Namun, pemerintah perlu berhati-hati terhadap potensi penurunan permintaan ekspor dan terus berusaha memperluas pangsa pasar ekspor di masa mendatang.

Cadangan devisa adalah posisi bersih aset luar negeri milik pemerintah dan bank devisa yang harus disimpan untuk perdagangan internasional. Negara mendapatkan cadangan devisa melalui perdagangan internasional (Kurniawan & Bendesa, 2002). Cadangan devisa yang memadai dapat menjamin stabilitas moneter dan makroekonomi negara. Devisa ini diperlukan untuk membiayai impor dan membayar utang luar negeri.

 

Gambar 3. Perkembangan Cadangan Devisa di Indonesia

Sumber : Diolah oleh penulis, 2024

Berdasarkan grafik diatas dalam rentang tahun 2012 � 2022, posisi cadangan devisa berfluktuasi dengan trend yang cenderung meningkat. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Jika cadangan devisa semakin tergerus berakibat pada utang luar negeri yang semakin meningkat. Cadangan devisa berdampak negatif terhadap utang luar negeri suatu negara (Batubara & Saskara, 2015)

Penelitian terdahulu mengenai utang luar negeri telah menggunakan berbagai macam variabel independent. Namun, terdapat hasil yang berbeda-beda. Pada variabel ekspor, penelitian yang dilakukan oleh Chisti & Shabir (2019) dan Syukri (2020) mengungkapkan bahwa ekspor tidak signifikan terhadap utang luar negeri. Sedangkan Sadim (2022) dan Acuviarta dkk (2021) mengungkapkan bahwa ekspor berpengaruh positif dan siginifikan terhadap utang luar negeri. Berdasarkan perbedaan hasil antar penelitian dan memodifikasi penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang �Pengaruh Ekspor dan Cadangan Devisa Terhadap Utang Luar Negeri Di Indonesia�.

 

Teori Three Gaps Model

Pemerintah memutuskan untuk mengambil utang luar negeri sebagai salah satu cara mendanai proyek pembangunan. Keputusan ini diambil untuk mengatasi tiga defisit yang dihadapi negara: kesenjangan antara tabungan dan investasi, defisit anggaran pemerintah, dan defisit transaksi berjalan. Ketiga defisit ini saling terkait dalam konteks pendapatan nasional, yang dijelaskan melalui penerapan teori three gaps model, yang membentuk kerangka teoretis untuk memahami keterkaitan tersebut (Zhang & Ruan, 2013).

Sisi Pengeluaran :

Y = C + I + G + (X-M)������� �������������...(2.1)

Sisi Pendapatan

Y = C + S + T�������������������� ...�������������.(2.2)

Jika kedua sisi identitas pendapatan nasional digabung maka diperoleh:

(M-X) = (I-S) + (G-T)�� �������������������.(2.3)

Dimana , (M-X) = Defisit transaksi berjalan

����������� ���� (I-S) = Kesenjangan tabungan-investasi

����������� ���� (G-T)���������� = Defisit anggaran pemerintah

Keterkaitan antara kebutuhan utang luar negeri dan tiga deficit tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan identitas necara pembayaran, yaitu (Zhang & Ruan, 2013):

Dt = (M-X)t + DSt � NFIt +Rt � NOIt������� �������...(2.4)

Dimana, Dt����� = Utang pada tahun t

����������� (M-X)t = Defisit transaksi berjalan pada tahun t

����������� DSt����� = Pembayaran beban utang (cicilan pokok dan bunga) pada tahun t

����������� NFIt���� = Arus masuk bersih modal swasta pada tahun t

����������� Rt�������� = Cadangan Internasional otoritas moneter tahun t

����������� NOIt��� = Arus masuk bersih modal jangan pendek

Persamaan (2.4) menggambarkan bahwa utang luar negeri dimanfaatkan untuk mendanai sejumlah keperluan, termasuk defisit dalam transaksi berjalan, pembayaran beban utang, peningkatan cadangan devisa, pemenuhan kebutuhan modal, dan pengaturan arus modal jangka pendek. Fokus pada utang luar negeri digunakan untuk meningkatkan cadangan devisa.

 

Teori Perdagangan Internasional (International Trade Theory)

Teori Perdagangan Internasional menyediakan kerangka kerja yang penting untuk memahami bagaimana ekspor dapat mempengaruhi utang luar negeri suatu negara. Dengan mengkhususkan diri dalam barang-barang di mana mereka memiliki keuntungan komparatif, negara dapat meningkatkan pendapatan ekspor mereka, yang dapat digunakan untuk membayar utang luar negeri dan meningkatkan stabilitas ekonomi. Diversifikasi ekspor dan manajemen risiko valuta asing juga merupakan faktor penting yang membantu negara dalam mengelola hubungan antara ekspor dan utang luar negeri.

 

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan analisis regresi menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) dengan menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh Lembaga pengumpul data serta dipublikasikan kepada masyarakat sebagai pengguna data. Populasi dalam penelitian ini merupakan data utang luar negeri, ekspor, dan cadangan devisa di Indonesia. Sampel yang digunakan merupakan data dari populasi yang dibatasi dalam data triwulan tahun 2012-2023, sehingga banyaknya sampel data sebesar 46 triwulan. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank Indonesia (SEKI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Teknik analisis pada penelitian ini adalah Vector Error Correction Model (VECM). VECM pertama kali dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek dan jangka panjang dalam data time series. VECM merupakan analisis Vector Auto Regression (VAR) yang dirancang untuk digunakan pada data yang tidak stationer yang diketahui memiliki hubungan kointegrasi, dengan kata lain VECM dapat dikatakan bentuk VAR yang terestriksi (Hubarat, 2017)

Tahapan analisis VECM ialah sebagai berikut:

  1. Langkah awal dalam melakukan estimasi data yaitu uji stasionearitas data menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).
  2. Setelah lolos uji stasionearitas, dilanjutkan uji lag optimum menggunakan beberapa kriteria seperti, HannanQuinn Criterion (HQ), Schwarz Information Criteria (SIC), dan Akaike Information Criteria (AIC).
  3. Jika lag optimum sudah ditentukan maka dilajutkan uji stabilitas data yang berguna meningkatkan validitas dari hasil estimasi VECM dan menghindari IRF yang memiliki sifat lancung. Dikatakan stabil jika nilai modulus tidak lebih dari 1.
  4. Tahap selanjutnya yaitu uji kointegrasi menggunakan Johansen Cointegration Test. apabilia terdapat kointegrasi maka mengindikasi bahwa model terbaik merupakan VECM.
  5. Setelah menemukan model terbaik ialah vecm. Langkah selanjutnya yaitu uji kausalitas menggunakan uji klausalitas granger untuk melihat hubungan klausalitas antar variabel.
  6. Teknik analisis dilanjutkan dengan estimasi model VECM, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis hasil dari Impulse Response Function (IRF), untuk mengetahui respon atas shocks yang terjadi pada variabel eksogen sehingga dapat terlihat pengaruhnya terhadap variabel endogen dan Variance Decomposition untuk melihat besarnya kontribusi pengaruh masing-masing variabel.

Pada umumnya, model VECM dengan panjang lag p-1 dapat diformulasikan sebagai berikut (Hubarat, 2017).

𝑦𝑡 = 𝛼𝑒𝑡−1 +𝛽1𝑦𝑡−1 +𝛽2𝑦𝑡−2 ++𝛽𝑝𝑦𝑡𝑝+1 + εt

dimana:

𝑦𝑡 = vektor turunan pertama variabel dependen

𝑦𝑡-1 = vektor turunan pertama variabel dependen dengan lag ke-1

εt-1 = error yang diperoleh dari persamaan regresi antara Y dan X pada lag ke-1 dan disebut juga ECT (Error Correction Term)

εt = vektor residual

𝛼= matriks koefisien kointegrasi

𝛽t = matriks koefisien variabel dependen ke-i, dimana 𝑖 = 1,2,�,p

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Stasioneritas

Uji stasioneritas bertujuan guna menunjukkan stasioneritas data menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji ADF di awali pada tingkat level. Jika tingkat level menghasilkan data tak stasioner, harus diuji kembali menggunakan uji terhadap tingkat diferensi pertama dan diferensi kedua. Penelitian ini menggunakan tingkat kesalahan adalah 5%.

 

Tabel 1. Hasil Uji ADFPada Tingkat Level

Variabel

Probabilitas

Keterangan

Utang Luar Negeri (ULN)

0.0641

Tidak Stasioner

Ekspor (EKS)

0.8803

Tidak Stasioner

Cadangan Devisa (CD)

0.8455

Tidak Stasioner

Berdasarkan uji ADF pada tingkat data level diketahui bahwa variabel tingkat utang luar negeri memiliki nilai probabilitas 0.0641 > 0.05, artinya Ho diterima dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat utang luar negeri tidak stasioner di tingkat level. Variabel tingkat ekspor memiliki nilai probabilitas 0.8803> 0.05, artinya Ho diterima dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat ekspor tidak stasioner di tingkat level. Variabel tingkat cadangan devisa memiliki nilai probabilitas 0.8455> 0.05, artinya Ho diterima dan H1 tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat cadangan tidak stasioner di tingkat level.

Dengan demikian, semua variabel di atas tidak stasioner untuk tingkat data level sehingga dibutuhkan diferensi data untuk tingkat first difference agar menghasilkan data stasioner.

 

Tabel 2. Hasil Uji ADF Pada Tingkat First Difference

Variabel

Probabilitas

Keterangan

Utang Luar Negeri (ULN)

0.0003

Stasioner

Ekspor (EKS)

0.0000

Stasioner

Cadangan Devisa (CD)

0.0001

Stasioner

 

Berdasarkan uji ADF pada tingkat data first difference diketahui bahwa variabel tingkat utang luar negeri memiliki nilai probabilitas 0.0003 < 0.05, artinya H1 diterima dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat utang luar negeri stasioner untuk tingkat data first difference. Selanjutnya, variabel tingkat ekspor memiliki nilai probabilitas 0.0000 < 0.05, artinya H1 diterima dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat ekspor stasioner untuk tingkat data first difference. Kemudian, variabel tingkat cadangan devisa memiliki nilai probabilitas 0.0001 < 0.05, artinya H1 diterima dan Ho tidak diterima memiliki arti bahwa data tingkat cadangan devisa stasioner untuk tingkat data first difference. Dengan demikian, seluruh variabel di atas stasioner untuk tingkat data first difference sehingga dapat memenuhi persyaratan stasioneritas.

 

Uji Lag Optimum

Uji lag optimum dengan cara menetapkan lag yang mempunyai nilai statistic kriteria paling kecil. Pendekatan kriteria statistic menggunakan HannanQuinn Criterion (HQ), Schwarz Information Criteria (SIC), dan Akaike Information Criteria (AIC). Berikut adalah hasil uji lag optimum dari lag 1 sampai dengan lag 3.

 

Tabel 2. Hasil Uji Lag Optimum

 

 

 

 

 Lag

AIC

SC

HQ

 

 

 

 

 

 

 

 

0

 -11.93477*

 -11.81312*

 -11.88966*

1

-11.86137

-11.37478

-11.68092

2

-11.66079

-10.80925

-11.34500

3

-11.55580

-10.33931

-11.10467

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan uji lag optimum dengan pendekatan AIC, SC, dan HQ diperoleh lag maksimal sejumlah nol. Selain itu, kriteria informasi jenis lain terdapat di dalam lampiran. Namun, berdasarkan penelitian sebelumnya dari Usman et. al (2022) variabel yang dianalisis memerlukan lag lebih dari 0, maka dianjurkan untuk memasukkan lag yang kecil seperti lag 1 untuk melihat apakah data signifikan dan stabil dalam hasil analisis. Pada uji berikutnya, seperti uji kausalitas granger dan estimasi VECM lag yang digunakan sebesar satu.

 

Uji Stabilitas

Uji stabilitas bertujuan guna meningkatkan validitas dari hasil estimasi VECM dan menjauhi IRF yang memiliki sifat lancung palsu. Model dinyatakan stabil jika memiliki modulus tidak lebih dari satu serta seluruh akarnya di posisi dalam satu circle.

 

Tabel 4. Hasil Uji Stabilitas

Modulus

0.505404

0.233045

0.031709

Dapat diketahui bahwa modulus tidak lebih dari satu serta seluruh root dan fungsi nominal di posisi dalam satu circle sehingga dapat diartikan penggunaan model telah stabil dari lag 1. Maka, uji stabilitas memiliki arti hasil uji impulse response function dan variance decomposition merupakan benar.

 

Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi bertujuan guna melihat variabel non stasioner terkointegrasi atau tidak dan mendeteksi keseimbangan long term. Uji ini menggunakan Johansen Cointegration Test.

 

Tabel 5. Hasil Uji Kointegrasi Johansen

Hypothesized

No. of CE(s)

Trace

Statistic

0.05

Critical Value

Prob.**

None *

46.32162

29.79707

0.0003

At most 1 *

23.53108

15.49471

0.0025

At most 2 *

7.517568

3.841465

0.0061

Dengan demikian, menggunakan alfa kesalahan 5% menunjukkan terdapat 3 variabel berhubungan kointegrasi sebab Critical Value < Trace Statistic. Maka, diperoleh kesimpulan bahwa variabel memiliki kointegrasi artinya variabel memiliki hubungan antara jangka pendek dengan jangka panjangnya. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa model terbaik merupakan Vector Error Correction Model (VECM).

 

Uji Klausalitas Granger

Uji kausalitas guna mengetahui apakah antar variabel memiliki hubungan kausalitas satu arah atau dua arah. Uji kausalitas ini dilakukan dengan membandingkan taraf kesalahan dengan nilai probabilitasnya.

Tabel 6. Hasil Uji Klausalitas Granger

Hipotesis Klausal

F-Statistic

Prob.

 

 

 

 

 

 

 EKS does not Granger Cause ULN

 6.04843

0.0179

 ULN does not Granger Cause EKS

 4.94840

0.0313

 

 

 

 

 

 

 CD does not Granger Cause ULN

 4.51569

0.0392

 ULN does not Granger Cause CD

 7.45436

0.0091

 

 

 

 

 

 

 CD does not Granger Cause EKS

 7.75449

0.0079

 EKS does not Granger Cause CD

 0.40189

0.5294

Berdasarkan uji kausalitas granger di atas disimpulkan bahwa menurut statistic, EKS berpengaruh terhadap ULN sebab nilai probabilitasnya 0.0179 < 0.05. sedangkan ULN berpengaruh terhadap EKS sebab nilai probabilitasnya 0.0313 < 0.05 sehingga antara EKS dan ULN terdapat hubungan dua arah. Selanjutnya, menurut statistic, CD berpengaruh terhadap ULN sebab nilai probabilitasnya 0.0392 < 0.05. sedangkan ULN berpengaruh terhadap CD sebab nilai probabilitasnya 0.0091 < 0.05 sehingga antara CD dan ULN terdapat hubungan dua arah. Kemudian, menurut statistic, CD berpengaruh terhadap EKS sebab nilai probabilitasnya 0.0079 < 0.05. Namun, EKS tidak berpengaruh terhadap CD sebab nilai probabilitasnya 0.5294 > 0.05 sehingga antara EKS dan ULN terdapat hubungan satu arah (undirectional causality).

 

Estimasi Model VECM

Teknik analisis dilanjutkan dengan estimasi model VECM. Berikut adalah estimasi model VECM.

Tabel 7. Hasil Estimasi Model VECM

Jangka Panjang

Variabel

Koefisien

t-statistic

 

 

LOG(ULN(-1))

1.000000

 

 

 

LOG(EKS(-1))

 0.372511

2.95857

 

 

LOG(CD(-1))

-1.970326

-7.98121

 

 

C

 2.587707

 

 

 

Variabel endogen

Variabel eksogen

Koefisien

t-statistic

Probabilitas

Adj. squared

ULN

D(LOG(ULN(-1)))

 0.453487

2.73061

0.0073

 0.089230

EKS

-

-

-

-

-0.023781

CD

CointEq1

D(LOG(CD(-1)))

0.165562

0.413918

3.05445

2.62660

0.0028

0.0097

0.172923

Berdasarkan� hasil estimasi VECM pada lampiran ---, diperoleh bahwa persamaan VECM adalah:

Log(ULN) =  2.587707 + Log(ULN(-1)) + 0.372511Log(EKS(-1)) � 1.970326Log(CD(-1)) +

Secara statistik, variabel endogen mendapat pengaruh dari variabel eksogen. Hal tersebut ditunjukkan dengan melakukan perbandingan antara t-statistuc dengan t-tabel dengan α = 5%, maka df = 45 dengan nilai t-tabel sebesar 2.0141. Model VECM di atas merupakan implikasi dari hasil esto,aso VECM dalam persamaan linear yang menjelaskan bahwa dalam jangka panjang, hasil VECM menunjukkan bahwa nilai koefisien 0.372 dan t-statistic EKS 2.958 > 2,0141. Maka, Ha1 diterima berarti EKS berpengaruh positif dan signifikan terhadap ULN. Penjelasannya adalah pada jangka panjang setiap kenaikan 1% ekspor, menaikkan utang luar negeri sebesar 0.372%. selain itu, dalam jangka panjang, hasil VECM menunjukkan bahwa nilai koefisien -1.970 dan t-statistic CD -7.981 > 2.0141. Maka, Ha1 diterima berarti CD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ULN. Penjelasannya adalah pada jangka panjang setiap kenaikan 1% ekspor, menurunkan utang luar negeri sebesar 1.97%.

Pada hasil estimasi dalam jangka pendek dengan asumsi variabel endogennya adalah utang luar negeri (ULN) disimpulkan bahwa pergerakan utang luar negeri sekarang tidak dipengaruhi oleh tingkat ekspor dan cadangan devisa pada triwulan sebelunya ditunjukkan dengan nilai probabilitas yang tidak signifikan pada tingkat utang luar negeri dengan lag satu. Namun, pergerakan utang luar negeri sekarang dipengaruhi oleh dirinya sendiri pada lag ke-1 ditunjukkan dengan nilai t hitung 2.730 > 2.0141 dan nilai probabilitasnya 0.0073 < 0.05 berarti siginifikan dengan tingkat signifikansi 5% dengan koefisien 0.413. Maka, disimpulkan bahwa ULN berpengaruh positif dan signifikan terhadap dirinya sendiri. Penjelasannya adalah setiap kenaikan 1% utang luar negeri satu triwulan sebelumnya akan menaikkan utang luar negeri saat ini sebesar 0.413%.

Kemudian, pada hasil estimasi jangka pendek berasumsi variabel endogen yakni EKS, pergerakan EKS sekarang tidak disebabkan oleh variabel eksogen lain di dalam model penelitian. Semestara itu, hasil estimasi VECM dalam jangka pendek dengan asumsi variabel endogen yakni cadangan devisa (CD) disimpulkan bahwa variabel kointegrasi pada persamaan memiliki nilai t-statistic sebesar 3.054 > 2.0141 dan nilai probabilitas 0.0028 < 0.05 berarti signifikan dengan taraf kesalahan 5%. Maka, disimpulkan bahwa terjadi kointegrasi pada variabel endogen cadangan devisa (CD) sehingga cadangan devisa memiliki hubungan antara jangka pendek dengan jangka panjang.

Selain itu juga, pergerakan cadangan devisa sekarang dipengaruhi oleh dirinya sendiri pada lag ke-1 ditunjukkan dengan nilai t hitung 2.626 > 2.0141 dan nilai probabilitas 0.0097 < 0.05 berarti signifikan dengan taraf kesalahan 5% berkoefisien 0.413. Maka, disimpulkan bahwa SBP berpengaruh positif dan signifikan terhadap dirinya sendiri. Penjelasannya adalah setiap peningkatan 1% suku bunga pinjaman satu triwulan sebelumnya meningkatkan suku bunga pinjaman saat ini sebesar 0.413%.

 

Impulse Response Function (IRF)

Impulse Response Function (IRF) bermanfaat untuk mengetahui respon atas shocks yang terjadi pada variabel eksogen sehingga dapat terlihat pengaruhnya terhadap variabel endogen sampai dengan periode ke depan. Berlandaskan tujuan penelitian, uji IRF dilakukan dengan menganggap bahwa variabel endogen yang digunakan adalah tngkat utang luar negeri (ULN) sedangkan variabel eksogennya adalah tingkat utang luar negeri (ULN) itu sendiri, ekspor (EKS), dan cadangan devisa (CD).

Gambar 4. Hasil Pengujian IRF Hingga Periode Ke-12

 

Berdasarkan grafik IRF di atas, respon variabel tingkat utang luar negeri akibat adanya shocks dari dirinya sendiri memperlihatkan respon positif sejak periode kesatu sampai dengan periode keduabelas. Respon tingkat utang luar negeri akibat shocks dirinya sendiri mengalami kecenderung meningkat namun tidak signifikan. Oleh karena itu, jika terdapat shocks sejumlah satu standar deviasi pada tingkat utang luar negeri, maka tingkat utang luar negeri akan bereaksi positif dan mengakibatkan kenaikan terhadap tingkat utang luar negeri itu sendiri. Respon tertinggi terletak di periode kelima sejumlah 0.0227.

Kemudian, Respon variabel tingkat utang luar negeri karena guncangan pada ekspor memperlihatkan kecenderungan respon negatif serta fluktuatif. Pada periode pertama, tidak ada respon dari tingkat utang luar negeri karena nilai respon sebesar 0.000 selanjutnya pada periode kedua hingga keempat tingkat utang luar negeri merespon posistif terhadap shocks dari cadangan devisa. Kemudian, sejak periode kelima sampai dengan kesedelapan, respon tingkat utang luar negeri merespon negatif namun menurun sampai -0.000280 lalu periode kesembilan hingga keduabelas tingkat utang luar negeri meningkat terhadap shocks dari nilai ekspor. Oleh karena itu, dimulai dari periode kedua, jika terjadinya shocks sejumlah satu standar deviasi pada nilai ekspor maka tingkat utang luar negeri akan merespon negatif.

Selanjutnya, respon variabel tingkat utang luar negeri karena guncangan pada cadangan devisa memperlihatkan kecenderungan respon negatif serta fluktuatif. Pada periode pertama, tidak ada respon dari tingkat utang luar negeri karena nilai respon sebesar 0.000 selanjutnya pada periode kedua hingga keenam tingkat utang luar negeri merespon negatif terhadap shocks dari cadangan devisa. Kemudian, sejak periode ketujuh sampai dengan keduabelas, respon tingkat utang luar negeri meningkat sampai -0.005293 terhadap shocks dari nilai cadangan devisa sampai ke titik stabil. Oleh karena itu, dimulai dari periode kedua, jika terjadinya shocks sejumlah satu standar deviasi pada nilai cadangan devisa maka tingkat utang luar negeri akan merespon negatif.

 

Variance Decomposition (VD)

Tabel 8. Hasil Variance Decomposition

 Period

S.E.

LOG(ULN)

LOG(EKS)

LOG(CD)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 1

 0.014602

 100.0000

 0.000000

 0.000000

 2

 0.024750

 99.30163

 0.010907

 0.687466

 3

 0.033146

 98.03156

 0.009564

 1.958880

 4

 0.040345

 96.82167

 0.006468

 3.171867

 5

 0.046708

 95.98178

 0.005868

 4.012351

 6

 0.052452

 95.51682

 0.006905

 4.476274

 7

 0.057710

 95.30802

 0.008125

 4.683855

 8

 0.062571

 95.23665

 0.008918

 4.754436

 9

 0.067099

 95.22376

 0.009279

 4.766959

 10

 0.071344

 95.22774

 0.009380

 4.762880

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil uji variance decomposition menunjukkan periode pertama, utang luar negeri hanya disebabkan oleh utang luar negeri itu sendiri karena variabel eksogen lain tidak membagikan kontribusi untuk utang luar negeri. Kemudian pada periode kedua sampai dengan periode kesepuluh, cadangan devisa adalah variabel paling menonjol membagikan kontribusi untuk utang luar negeri. Berlandaskan frekuensi kemunculan diketahui bahwa cadangan devisa adalah variabel dominan dalam membagikan kontribusi untuk utang luar negeri, disusul oleh ekspor. Ditambah lagi, pada periode terakhir, utang luar negeri dapat didefinisikan oleh variabel eksogen lain sebesar 4,8% dengan pembagian komposisi sebesar 0.009% untuk ekspor dan 4.76% untuk cadangan devisa. Dengan demikian, perubahan tingkat utang luar negeri lebih banyak dipengaruhi oleh cadangan devisa dan disusul oleh ekspor.

 

SIMPULAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekspor terhadap utang luar negeri dan mengetahui pengaruh nilai tukar terhadap utang luar negeri. Berdasarkan hasil penelitian, maka menghasilkan sejumlah kesimpulan yaitu pada jangka pendek, ekspor tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat utang luar negeri (ULN) karena kebijakan yang mendukung ekspor dan peningkatan kapasitas produksi sering kali memerlukan waktu untuk diimplementasikan dan mulai menunjukkan hasil. Pembayaran dari ekspor sering kali tidak langsung diterima karena melibatkan proses pengiriman, pembayaran, dan penerimaan yang dapat memakan waktu. Akibatnya, arus kas dari ekspor tidak langsung tersedia untuk membayar utang luar negeri. Studi oleh Ugbaka et al. (2022) menemukan bahwa dalam jangka pendek, dampak ekspor dan utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria adalah tidak signifikan, menunjukkan bahwa arus kas dari ekspor mungkin perlu waktu yang lebih lama untuk mempengaruhi kemampuan pembayaran utang luar negeri.

Pada jangka panjang, eskpor memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat utang luar negeri. Senada dengan penelitian sebelumnya, Sadim (Sadim, 2022) yang menyatakan bahwa ekspor berpengaruh positif dan signifikan terhadap ULN.� Fluktuasi harga komoditas dan kondisi ekonomi global dapat mempengaruhi hubungan antara ekspor dan utang luar negeri. Jika harga komoditas yang diekspor turun drastis, pendapatan ekspor mungkin tidak cukup untuk menutupi utang luar negeri yang telah diambil untuk meningkatkan produksi. Sedangkan berdasarkan analisis IRF dan VD, apabila terjadi shock pada eskpor, maka akan direspon negatif oleh tingkat utang luar negeri. Selain itu, perubahan ekspor kurang efektif dalam memaparkan variasi perubahan tingkat utang luar negeri. Artinya, apabila terjadi pertambahan eskpor tidak lagi dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi tingkat ULN karena beban pembayaran utang beserta bunganya telah meningkat drastic dan semakin besar setiap tahunya dikarenakan penggunaanya untuk mengatasi guncangan ekonomi (Mahardika et al., 2019).

Kemudian, pada jangka pendek, cadangan devisa juga tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap tingkat utang luar negeri karena cadangan devisa tidak bisa langsung dialokasikan untuk membayar utang tanpa melewati proses perencanaan yang matang. Oleh karena itu, dampaknya terhadap posisi utang luar negeri baru akan terlihat dalam jangka menengah hingga panjang. Selanjutnya, pada jangka panjang, cadangan devisa memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat utang luar negeri. Hal ini didukung oleh penelitian Kasmianti et. al (2022) Cadangan devisa yang tinggi memungkinkan negara untuk membayar utang luar negeri dengan lebih mudah. Ketika negara menggunakan cadangan devisanya untuk membayar utang, jumlah utang luar negeri berkurang. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, peningkatan cadangan devisa dapat berkorelasi dengan penurunan utang luar negeri. Sedangkan berdasarkan analisis IRF dan VD, apabila terjadi shock pada cadangan devisa, maka akan direspon negatif oleh tingkat utang luar negeri. Selain itu, perubahan cadangan devisa cukup efektif dalam memaparkan variasi perubahan tingkat utang luar negeri. Namun, berdasarkan hasil VD variabel ekspor dan cadangan devisa hanya dapat menjelaskan varibel utang luar negeri sebesar 4,8% yang artinya terdapat faktor atau variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh lebih terhadap peningkatan utang luar negeri. Pemerintah perlu memiliki manajemen yang baik dalam penggunaan utang luar negeri dan mempunyai pertimbangan yang baik ketika mengambil pinjaman luar negeri ditahun-tahun berikutnya. Pemerintah perlu menghadirkan suatu kebijakan untuk menghindari ketergantungan utang luar negeri dalam mengatasi kurangnya APBN dengan memaksimalkan penerimaan pajak karena selama ini dikatakan belum maksimal dibandingkan potensi pajak yang dimiliki. Penelitian selajutnya diharapkan dapat memasukkan variabel makroekonomi yang lain seperti defisit APBN agar dapat lebih menjelaskan pengaruh terhadap utang luar negeri dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Acuviarta, Priadana, S., & Zyad, M. T. Al. (2021). Menakar Peran Utang Luar Negeri Terhadap Kinerja Ekonomi Makro Negara Berkembang. Jurnal Riset Ilmu Ekonomi, 1(2), 89�97.

 

Atmadja, A. S. (2000). Utang Luar Negeri Pemerintah Indonesia : Puslit.Petra.Ac.Id, 2(1), 83�94.

 

Awan, A., Asghar, N., & Rehman, H. ur. (2011). THE IMPACT OF EXCHANGE RATE, FISCAL DEFICIT AND TERMS OF TRADE ON EXTERNAL DEBT OF PAKISTAN: A Cointegration and Causality Analysis. Australian Journal of Business and Management Research, 01(03), 10�24. https://doi.org/10.52283/nswrca.ajbmr.20110103a02

 

Batubara, D. M. H., & Saskara, I. (2015). Analisis Hubungan Ekspor , Impor , PDB , Causality And Co-Integration Analysis Between Exports , Imports ,. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 8(1), 46�55.

 

Chisti, K. A., & Shabir, T. (2019). Impact of External Debt on Various Macro Economic Variables : Indian Evidence. 25(4), 1�16. https://doi.org/10.9734/JEMT/2019/v25i430199

 

Kasmianti, Fitriyani, & Miksalmina. (2022). THE EFFECT OF FOREIGN EXCHANGE RESERVES , EXCHANGE RATES AND LIBOR INTEREST RATE ON FOREIGN DEBT. 9(1), 89�103.

 

Kementerian Perdagangan. (2016). Kinerja Ekspor Indonesia 2016. Warta Ekspor, 94, 1�20.

 

Kurniawan, K. E., & Bendesa, I. K. G. (2002). Pengaruh Produksi Karet, Kurs Dollar Amerika Serikat, dan Ekspor Karet Terhadap Cadangan Devisa Indonesia Periode 1995-2012. 311�319.

 

Mahardika, N. A., Ruscitasari, Z., & Mutia, G. R. (2019). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi yang mempengaruhi Profitabilitas. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 2(2), 40�57.

 

Sadim, V. F. (2022). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Utang Luar Negeri di Indonesia. Jurnal Indonesia Sosial Sains, 3(1), 57�68. https://doi.org/10.36418/jiss.v3i1.512

 

Saputra, D., Aimon, H., & Adry, M. R. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Utang Luar Negeri Di Indonesia. Gender and Development, 120(1), 0�22.

 

Sayekti, N. W. (2015). Kebijakan Indonesia atas Utang Luar Negeri dari Lembaga Keuangan Global. Info Singkat (Ekonomi Dan Kebijakan Publik), VII(08), 13�16.

 

Syukri, A. U. (2020). THE RELATIONSHIP BETWEEN GROSS DOMESTIC PRODUCT WITH INTERNATIONAL BALANCE OF PAYMENT : EMPIRICAL EVIDENCE. 5(2), 103�119.

 

Ugbaka, M. A., Abuh-Amasi, S. A., & Ndome, J. N. (2022). Rising External Debt and Diminishing Exports: Concurrent Constraints to Economic Progress in Nigeria. International Journal of Economics and Financial Issues, 12(4), 13�18. https://doi.org/10.32479/ijefi.13261

 

Usman, M., Loves, L., Russel, E., Ansori, M., Warsono, W., Widiarti, W., & Wamiliana, W. (2022). Analysis of Some Energy and Economics Variables by Using VECMX Model in Indonesia. International Journal of Energy Economics and Policy, 12(2), 91�102. https://doi.org/10.32479/ijeep.11897

 

Yudiatmaja, W. E. (2012). Jebakan utang luar negeri bagi beban perekonomian dan pembangunan Indonesia. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik Dan Pembangunan, 3(1), 453�562.

 

Zhang, H., & Ruan, J. (2013). Adjustment of Economic Structure in China-A Perspective on Three-Gap Analysis. Journal of Cambridge Studies, 8(1), 97�115.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).