Framework Manajemen Risiko Pada
Perusahaan Konsultan Politik
Risk Management Framework in Political Consulting Firms
*Correspondence:
Rachmad Risqy Kurniawan
DOI: 10.59141/comserva.v4i6.1380 |
ABSTRAK PT.
XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan politik dan
media. pengelolaan risiko di PT. XYZ masih dilakukan secara manual, dengan
mencatat risiko yang sudah terjadi maupun potensi risiko yang mungkin terjadi
dalam suatu dokumen tanpa panduan yang jelas dan sistematis. Maka tujuan dari
penelitian ini adalah merancang framework (kerangka kerja) manajemen risiko
yang tepat dan sesuai dengan PT. XYZ. Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif-deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode studi
literatur. Framework (kerangka kerja) penerapan manajemen risiko yang diajukan
dalam penelitian ini pada PT. XYZ menggunakan paradigma ISO 31000:2018
dibanding dengan menggunakan COSO ERM 2004 karena kesesuaian dengan kebutuhan
manajemen puncak untuk mengakomodasi aspirasi pemegang saham yakni
meningkatkan valuasi perusahaan. Kata kunci: Framework,
Manajemen Risiko, ISO 31000:2018, COSO ERM 2004 |
|
ABSTRACT PT. XYZ is a company that
operates in the field of political and media consulting services. risk
management at PT. XYZ is still done manually, namely by recording risks that
have occurred and potential risks that may occur in a document without clear
and systematic guidelines. So the aim of this
research is to design a risk management framework that is appropriate and in
accordance with PT. XYZ. The research method used is qualitative- descriptive
with data collection techniques using the literature study method. The risk
management implementation framework proposed in this research at PT. XYZ uses
the ISO 31000:2018 paradigm rather than using COSO ERM 2004 because it is in
line with top management's need to accommodate shareholder aspirations,
namely increasing company valuation. Keywords: Framework, Risk Management, ISO 31000:2018, COSO
ERM 2004 |
PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultan politik
dan media, khususnya untuk membantu dalam
pendampingan dan pemenangan para kandidat yang
mencalonkan diri sebagai
anggota legislatif maupun
kepala daerah. Berdasarkan wawancara, ketika terjadi hambatan
atau risiko dalam
proses bisnis, masalah
tersebut diselesaikan secara
internal oleh para pendiri. Hal ini menunjukkan bahwa PT. XYZ belum memiliki
unit khusus untuk menangani risiko yang mungkin
terjadi, meskipun sebagai perusahaan yang baru
berdiri, ketidakpastian dan risiko cukup tinggi. Divisi SP (Strategic
and Planning), yang bertanggung jawab
kepada pelanggan, perusahaan lain, dan divisi internal, juga memiliki kewajiban
mencapai target. Oleh karena itu, diperlukan framework (kerangka kerja) manajemen risiko
yang sesuai untuk
membantu divisi SP dalam menghadapi ketidakpastian di
masa depan. Kerangka kerja ini akan mendukung divisi SP menjalankan proses
bisnis secara efektif dan efisien
karena dapat mengelola risiko dan ketidakpastian, mengingat banyak
dan beragamnya risiko dan
ketidakpastian yang dihadapi.
Kerangka kerja ini dibuat karena pengelolaan risiko di PT. XYZ masih
dilakukan secara manual, dengan
mencatat risiko yang sudah terjadi maupun potensi risiko yang mungkin terjadi dalam suatu dokumen tanpa
panduan yang jelas dan sistematis. Selain itu,
kesadaran akan penerapan manajemen risiko masih minim. Maka tujuan dari
penilitian ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang kerangka kerja manajemen risiko yang sesuai dalam penerapan manajemen risiko di PT.
XYZ, sehingga menjadi panduan dan pedoman dalam pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang harusnya dibuat dan terlibat
dalam pengelolaan risiko di
PT. XYZ terdiri dari Unit Kerja (UK) direksi sampai sub unit kerja paling bawah, Unit Manajemen Risiko (UMR),
Komite Risiko (KR), dan Komisaris (K) (Yoewono
and Prasetyo 2022).
Berdasarkan latar belakang
ini, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana merancang framework (kerangka
kerja) manajemen risiko yang tepat untuk PT.XYZ. Di Indonesia
standar yang berlaku untuk mengukur penerapan manajemen risiko ada 2 yaitu COSO ERM (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission Enterprise Risk
Management) dan ISO (International
Organization for Standardization) 31000
(Pamungkas
2019). ISO dapat
menjadi pilihan karena berdasarkan survei nasional manajemen risiko diketahui bahwa selama tiga
tahun sejak tahun 2016-2018, ISO 31000 menduduki peringkat pertama sebagai standar risiko yang paling banyak digunakan oleh perusahaan dengan nilai 67,5% diikuti oleh standar COSO ERM 15%
(Yoewono and Prasetyo 2022). Penelitian ini meliputi metode
penelitian yang digunakan, hasil analisis dan pembahasan, serta ditutup dengan kesimpulan.
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah
kualitatif-deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode studi literatur
(Munib and Wulandari
2021). Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai manajemen risiko.
Data sekunder ini digunakan sebagai
pedoman dalam menyusun
framework (kerangka kerja)
manajemen risiko yang tepat
bagi PT. XYZ.
Berdasarkan latar belakang
sebelumnya ada 2 framework
(kerangka kerja) manajemen risiko yang umumnya digunakan di Indonesia maka dalam
penelitian ini akan dibahas dua standar
framework (kerangka kerja) manajemen
risiko tersebut, di mulai dari standar ISO 31000 lalu COSO
ERM.
Standar ISO yang terbaru yaitu ISO 31000:2018 merupakan bentuk
penyederhanaan dari versi ISO
31000:2009. ISO 31000:2018 adalah standar internasional yang diterbitkan oleh The International Organization for Standardization (ISO), yang terdiri
atas tiga elemen:
prinsip (principle), kerangka kerja (framework), dan proses (process) (Agustinus and Artaria 2022).
Melindungi nilai
Adapun tujuan tersebut diwujudkan dengan metode ataupun cara sebagai berikut
yakni: meningkatkan kinerja,
mendorong inovasi, dan mendukung pencapaian sasaran. Manajemen risiko
adalah bagian dari tata kelola
(governance) dan harus terintegrasi di dalam kegiatan
operasional suatu perusahaan ataupun organisasi. Adapun dalam penerapan
manajemen risiko tersebut,
membutuhkan leadership serta komitmen yang tinggi dari top manajemen, serta keterlibatan secara aktif dan penuh kesadaran dari seluruh anggota
organisasi (Agustinus and Artaria 2022).
Menurut International Organization for Standardization (ISO)
2018 (Risk Management Guideline)
proses manajemen risiko adalah proses sistematis implementasi standar (kebijakan), prosedur, dan praktik
sehubungan dengan kegiatan komunikasi dan konsultasi
terkait risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi ataupun perusahaan,
penetapan cakupan, konteks,
dan kriteria risiko,
pelaksanaan penilaian risiko (risk assessment) meliputi:
identifikasi risiko, analisis
risiko, dan evaluasi
risiko, selanjutnya kegiatan
perlakuan risiko (risk treatment), pemantauan dan peninjauan, perekaman, serta tahap pelaporan kepada top manajemen
(pimpinan) (Agustinus and Artaria 2022; Setyaningruma and Maria 2024). Perlakuan risiko (risk treatment) berupa
pemetaan risiko berdasarkan tingkatannya kemudian
langkah pengelolaan risikonya
(Nurhadi, Chumaidiyah, and Andrawina 2023). Adapun langkah-langkahnya
antara lain:
A. Penerimaan Risiko (Accept)
Strategi perlakuan risiko dengan menerima risiko merupakan
suatu strategi untuk menerima risiko,
dan tetap menggunakan sistem serta teknologi informasi dengan diiringi upaya untuk tetap mengontrol risiko yang ada agar berada dalam batas yang dapat ditoleransi.
B. Menghindari Risiko (Avoid)
Menghindari risiko adalah suatu
strategi untuk mencegah terjadinya risiko dengan tidak melakukan kegiatan yang diperkirakan mempunyai risiko yang tidak dapat ditoleransi. Menghindari risiko juga dapat
dilakukan dengan menghilangkan sumber ancaman yang dapat menyebabkan
risiko.
C. Berbagi Risiko (Sharing/Transfer)
Berbagi risiko adalah strategi yang digunakan untuk memindahkan sebagian
dari risiko ke individu,
entitas bisnis, atau organisasi lain. Memindahkan risiko tidak berarti mengurangi tingkat kegawatan risiko, tetapi hanya memindahkan ke pihak lain dan harus disadari bahwa pada akhirnya dampak
risiko tetap pada pemangku risiko utama (principal risk owner).
D. Mitigasi
Risiko (Mitigation)
Mitigasi risiko adalah perlakuan risiko yang bertujuan untuk mengurangi risiko. Bentuk pengurangan risiko ini
dapat berupa pengurangan kemungkinan terjadinya risiko, pengurang (Pribadi
and Ernastuti 2020).
Dalam pengukuran atau peniliaian ISO 31000, prosesnya
juga menggunakan pendekatan Failure Mode and Effects Analysis (FMEA) sebagai metode analisis
penilaian resikonya (Purwanggono and
Margarette 2017; Shirvani et al. 2019). FMEA juga dinilai sebagai
prosedur yang dapat dipercaya dalam menerima seluruh
informasi terkait kemungkinan terjadinya kegagalan hingga
efeknya pada operasi sistem (Waghmare et al.
2017). Sederhananya FMEA ini memprioritaskan mode kegagalan yang telah
diidentifikasi sebelumnya melalui
hasil Risk Priority Number (RPN) (Sawhney et al. 2010). RPN sendiri merupakan
perkalian dari Severity
(S) atau tingkat
keparahan terjadinya kegagalan, Occurance (O) atau kemungkinan terjadinya kegagalan dan Detection (D) atau kemungkinan terdeteksinya kegagalan, dan nilai dari masing-masing Severity,
Occurance dan Detection ditentukan dari skala 1 hingga 10 (Ulfa and Immawan 2021; Pribadi and
Ernastuti 2020).
Adapun framework (kerangka kerja)
manajemen risiko berdasarkan ISO 31000 adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. Framework
Sumber:
(Mabelo 2023; International Organization for
Standardization (ISO) 2018; Lubis et al.
2023; Pangestu and Wijaya 2020)
Setelah melakukan diskusi dengan seksama, maka pimpinan perusahaan memilih metode ISO 31000:2018 sebagai framework
(kerangka kerja) manajemen
risiko di PT. XYZ. Pemilihan ini lebih ditentukan berdasarkan kesesuaian antara
karakteristik perusahaan dalam
merumuskan strategi dengan
pengelolaan risiko.
Setiap kegiatan bisnis selalu akan diliputi oleh ketidakpastian yang dapat menimbulkan adanya risiko pada setiap
kegiatan bisnisnya, sehingga diperlukan adanya
penanganan risiko secara komprehensif dan terintegrasi antara penanganan
satu risiko dan penanganan risiko lainnya. Sebagai
contoh, atas suatu risiko yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi
perusahaan akan berdampak terhadap reputasi perusahaan
dan reputasi perusahaan berdampak terhadap kenaikan harga saham perusahaan di pasar
modal (Soetedjo and Sugianto 2018).
COSO ERM Integrated Framework memberikan panduan kepada perusahaan untuk menentukan sasarannya yang akan dicapai
seperti nampak pada gambar berikut adalah Keterkaitan Sasaran, Komponen ERM, Unit Kerja (Rikaz et
al. 2022).
Gambar 2. Keterkaitan Sasaran,
Komponen ERM, Unit Kerja
Sumber: (Wibowo
2019; COSO 2004; Jayadi, Sarwono,
and Nanda 2022; Ibtida and Pamungkas 2017; Althonayan
2011; Melaku 2023)
Efektivitas ERM suatu organisasi harus dinilai dari empat tujuan ERM
(Pamungkas 2019). Terdapat 4 sasaran utama
yang akan dicapai dalam penerapan COSO ERM Integrated Framework yaitu:
1. Strategis (Strategic) Sasaran strategi ditetapkan untuk memberikan dukungan dalam pelaksanaan dan pencapaian misi perusahaan, sehingga tujuan yang ditetapkan menjadi selaras dengan pelaksanaan operasional yang dijalankan oleh perusahaan.
2. Operasi (Operations) Sasaran operasi diperlukan dalam pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan secara efektif dan efisien, sehingga sumber daya tersebut dapat lebih tepat guna.
3. Pelaporan (Reporting) Sasaran pelaporan adalah dapat dipercayainya laporan yang diterbitkan perusahaan, khususnya untuk kepentingan pelaporan dengan pihak eksternal (stakeholder, shareholder).
4. Kepatuhan (Compliance) Sasaran kepatuhan adalah terpenuhinya ketentuan dan persyaratan hukum dan regulasi yang berlaku, baik ketentuan dan persyaratan dari Pemerintah maupun Daerah (Soetedjo and Sugianto 2018; Rikaz et al. 2022; Rahmadani and Husaini 2017).
COSO ERM intergrated Framework memberi gambaran secara garis besar sebuah pendekatan untuk memahami risiko-risiko
dan mengatasinya. COSO ERM Framework terdiri
dari delapan komponen yang harus ada dan berjalan agar dapat dikatakan sebagai ERM (Indarti,
Apriliyani, and Onasis 2023).
Beberapa elemen ERM Integrated Framework
yang merupakan integrasi
antara delapan komponen pengendalian internal dengan
ERM, yaitu:
1. Lingkungan Internal (Internal Environment)
Manajemen risiko yang dilakukan oleh perusahaan merupakan
suatu bentuk pengelolaan risiko yang terjadi di dalam
lingkungan internal perusahaan. Terdapat berbagai elemen yang mempengaruhi lingkungan internal tersebut termasuk sistem nilai yang
dianut oleh perusahaan, gaya kepemimpinan manajemen, pola penentuan keputusan, dan pola penentuan wewenang dan
tanggung jawab manajemen. Hal ini berdampak terhadap
bentuk tingkat risiko
yang dapat diterima
(risk appetite), tingkat
toleransi risiko, budaya
risiko, dan implementasi ERM.
2. Penetapan tujuan (Objective setting)
Tujuan harus ditetapkan lebih awal sebelum
manajemen perusahaan memutuskan mengidentifikasi risiko-risiko
yang telah ada, sehingga diharapkan risiko-risiko tersebut selanjutnya dapat dimitigasi, sehingga tujuan perusaahaan dapat tercapai. Tujuan perusahaan dapat diidentifikasi ke dalam tujuan
yang sifatnya strategis, operasional, pemenuhan, dan pelaporan. Hal ini dapat memungkinkan manajemen berpusat keempat
aspek tujuan perusahaan tersebut dalam proses
ERM.
3. Identifikasi risiko (Event identification)
Seluruh kejadian baik yang datangnya dari dalam perusahaan (internal) maupun dari luar perusahaan (eksternal) yang berpotensi mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang hendak capai maka harus diidentifikasi berbagai risiko yang dapat timbul. Identifikasi risiko
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melihat
analisa kecenderungan (tren),
analisa atas kejadian
masa lalu (historis), ataupun
dengan analisa proyeksi masa depan.
4. Penilaian risiko (Risk assesment)
Dalam penilaian risiko, perusahaan melakukan penilaian berbagai tingkat dan besarnya risiko yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan. Risiko- risiko tersebut dapat ditentukan berdasarkan kemungkinan keterjadiannya (likelihood) dan dampak yang ditimbulkannya sehingga dapat diperhitungkan mitigasi penyelesaiannya dimulai dari tingkat dan besarnya risiko yang paling tinggi sampai
terendah.
5. Perlakuan risiko (Risk response)
Tahap selanjutnya melakukan
perlakuan risiko yang tepat untuk setiap risiko yang terjadi, menentukan tingkat toleransi risiko tersebut, dan menentukan berbagai alternatif penyelesaian risiko-risiko yang teridentifikasi. Terdapat beberapa perlakuan risiko yang timbul yaitu menghindar,
menerima, mengurangi, dan membagi risiko kepada berbagai pihak. Risk response dari
organisasi dapat berupa: (1)
avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang menyebabkan risiko; (2) reduction, yaitu mengambil langkah- langkah mengurangi likelihood atau impact dari
risiko; (3) sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau sebagian dari risiko dengan pihak lain; (4) acceptance, yaitu menerima
risiko yangterjadi (biasanya risiko yang kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.
6. Aktivitas pengendalian (Control activities)
Dalam aktivitas pengendalian dilakukan penerapan atas kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan yang maksudkan untuk memastikan bahwa risiko-risiko telah diperlakukan secara efektif,
sehingga proses mitigasi terlaksana dengan baik. Tahap selanjutnya menyusun dan mengembangkan sistem pengembangan perusahaan yang terintegrasi.
7. Informasi dan komunikasi (Information and communication)
Informasi yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan diidentifikasi apakah berdampak langsung atau tidak, dikelompokkan ke dalam berbagai jenisnya, dan didistribusikan
atau dikomunikasikan melalui
media komunikasi yang tepat
dengan waktu yang
tepat pula sehingga setiap individu perusahaan dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan lebih baik.
8. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan (Monitoring) Tahap terakhir yaitu melakukan pemantauan atas semua aktivitas pengendalian risiko yang telah dilakukan untuk menjamin bahwa risiko-risiko telah dimitigasi dengan baik. Selain itu, mempertimbangkan juga data-data yang diperoleh baik berupa
data historis, data saat ini, maupun data berupa peramalan masa depan. Data historis
dimaksudkan untuk melacak
kinerja masa lalu terkait pencapai
target, rencana, dan ekspektasinya.
Data saat ini menyajikan informasi tambahan dan data masa depan untuk penyempurnaan analisa informasi. Dari
hasil pemantauan selanjutnya dievaluasi kembali untuk penyempurnaan lebih lanjut kemudian
dikembangkan untuk menghasilkan pelaksanaan sistem organisasi yang lebih baik (Rikaz et al.
2022; Soetedjo and Sugianto 2018)
Dimensi
ketiga kerangka kerja COSO ERM meminta risiko untuk dipertimbangkan pada tingkat organisasi atau unit entitas.
Kerangka kerja COSO ERM menunjukkan empat divisi dalam dimensi kerangka
kerja, yaitu tingkat
entitas, divisi, unit bisnis, dan risiko anak perusahaan. Ini bukan divisi tipe perusahaan yang ditentukan, dan ERM menyarankan bahwa risiko harus
mengikuti dengan cermat bagan organisasi resmi. Risiko COSO ERM harus diidentifikasi dan dikelola di dalam
setiap unit organisasi yang signifikan, termasuk risiko di seluruh entitas
melalui unit bisnis individu.
1. Risiko yang meliputi seluruh organisasi
Berbagai risiko di tingkat unit bisnis harus digabungkan ke risiko tingkat
entitas. Perusahaan harus memikirkan semua
risiko sebagai potensi
yang signifikan. Karena
baik itu risiko besar maupun risiko yang
tampaknya kecil, dapat berdampak pada keseluruhan perusahaan. Risiko di
identifikasi melalui penetapan tujuan diseluruh organisasi dan harus dipertimbangkan diseluruh entitas serta
unit operasi individu. RIsiko unit individu ini harus ditinjau terlebih dahulu untuk dapat mengidentifikasi risko utama yang memiliki kemungkinan akan berdampak pada organisasi secara keseluruhan.
2. Risiko tingkat unit bisnis
Risiko terjadi disemua tingkat perusahaan dan harus dipertimbangkan
disetiap unit organisasi yang signifikan. Tergantung pada kompleksitas perusahaan, tanggungjawab risiko biasanya
dimulai dengan manajemen
tingkat korporat yang secara formal menguraikan risiko utama dan meminta manajemen
di setiap divisi utama untuk mensurveinya. Dengan cara ini, risiko yang signifikan dapat diidentifikasi disemua
tingkatan. Karena konsep
utama seputar COSO ERM adalah
bahwa perusahaan menghadapi berbagai risiko di
semua tingkatan (Nabila et al.
2022).
Saat ini perusahaan XYZ belum menerapkan manajemen resiko. Hal ini
dikarenakan SDM perusahaan
yang belum menjadikan pengelolaan risiko sebagai satu aspek kebutuhan
perusahaan itu sendiri. Dalam konteks manajemen risiko berdasarkan ISO 31000,
divisi SP harus menjalankan
langkah-langkah yang disarankan seperti pembuatan SOP yang jelas, implementasi media sosial dan call center,
serta program pengembangan karyawan merupakan strategi
yang dapat mengurangi risiko operasional dan meningkatkan kesesuaian dengan standar ISO 31000. SOP yang komprehensif membantu
mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko administratif dengan
cara yang terstruktur dan konsisten. Implementasi media sosial dan call center tidak hanya meningkatkan
efisiensi dalam komunikasi dengan pelanggan, tetapi juga membantu
mengelola risiko reputasi
dan meningkatkan respon
terhadap masukan pelanggan
secara cepat. Selain
itu, program referral
karyawan, pelatihan, dan pengembangan kepemimpinan berperan
dalam mengelola risiko terkait sumber daya manusia,
seperti kehilangan bakat dan kurangnya kompetensi. Menerapkan prinsip-prinsip ISO 31000, seperti
identifikasi risiko, analisis,
evaluasi, dan pengendalian, membantu perusahaan dalam
membangun budaya pengelolaan
risiko yang proaktif dan adaptif.
Dengan memastikan kepatuhan terhadap regulasi, seperti pendaftaran sebagai
PKP dan pemantauan pajak secara
teratur, perusahaan dapat mengurangi risiko kepatuhan dan menjaga reputasi perusahaan. Implementasi
proses keputusan terstruktur dan komunikasi yang terbuka
juga mendukung pengambilan keputusan yang informasional dan tepat waktu,
mengurangi risiko pengambilan keputusan yang
tergesa-gesa. Dengan demikian, integrasi prinsip-prinsip
ISO 31000 tidak hanya memperkuat manajemen risiko perusahaan, tetapi juga meningkatkan kemampuan
perusahaan untuk mengidentifikasi peluang baru dan meningkatkan
kinerja keseluruhan. Untuk peneliti selanjutnya dapat menganalisis elemen lain maupun
jenis risiko terbaru yang mungkin ditemukan.
Proses manajemen risiko
yang diajukan dalam
penelitian ini untuk
menjadi framework (kerangka
kerja) penerapan manajemen risiko pada PT. XYZ menggunakan paradigma ISO 31000:2018 dibanding dengan menggunakan
COSO ERM 2004 karena kesesuaian dengan kebutuhan manajemen
puncak untuk mengakomodasi aspirasi pemegang saham yakni meningkatkan valuasi perusahaan. Proses manajemen risiko dilakukan mulai dari menentukan ruang lingkup, konteks
dan kriteria, melakukan
identifikasi, analisis dan menentukan perlakuan apa yang akan dilakukan terhadap
suatu risiko. Ppenerapan manajemen risiko pada perusahaan. Terdapat beberapa langkah
untuk menciptakan framework (kerangka kerja) manajemen risiko
yaitu direksi dan top manajemen
lainnya berkomitmen untuk menciptakan budaya
risiko, sementara untuk middle manajemen berperan untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi karyawan
untuk mengimplementasikan manajemen risiko. PT. XYZ dapat memberikan edukasi kepada para pemangku
kepentingan tentang pentingnya melakukan manajemen risiko dan membuat sharing session, dimana semua karyawan
bisa saling berbagi pengalaman dan pengetahuan
mengenai manajemen risiko.
Agustinus, Prayetno, & Artaria, F. (2022). Analisis implementasi
manajemen risiko berdasarkan SNI ISO 31000:2018 (Studi kasus: Sparepart
personal computer second Jambi). Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, 13(1), 12�19.
Althonayan, A. (2011). Alignment of enterprise
risk management (ERM) with business strategy and information systems. Business,
Computer Science.
COSO.
(2004). Enterprise risk management�Integrated framework. Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission.
Djohanputro, B. (2008). Manajemen risiko korporat. Jakarta: PPM Manajemen.
Hanafi, M. M. (2014). Manajemen risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Hapsari, A. A. (2018). Pengaruh tata kelola perusahaan terhadap manajemen
risiko pada perbankan Indonesia. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis, 1(2).
Ibtida, R., & Pamungkas, B. (2017). The design of risk-based performance
audit program on court fee for Comptroller of Supreme Court of Indonesia. In
6th International Accounting Conference (IAC 2017): The Growth Game Changer:
How Accounting Works in the Digital Era (pp. 1�6). Yogyakarta.
Indarti, I. B. A., & Onasis, D. (2023). Pengungkapan enterprise risk
management (dimensi COSO ERM framework), uji pengaruh eksternal auditor,
komisaris independen, dan komite pemantau risiko pada perbankan di Indonesia. Jurnal Akuntansi Kompetif, 6(2), 1�10.
International
Organization for Standardization (ISO). (2018). ISO 31000:2018 Risk management
� Guidelines (3rd ed.). Geneva, Switzerland: International Organization for
Standardization.
Jayadi,
P., Sarwono, P., & Nanda, M. D. (2022). Pengukuran
kinerja teknologi informasi di Indonesia dalam general control: Literature
review. Jurnal Informatika Merdeka Pasuruan, 7(1), 6�13.
Lubis, F. S., Praditha, V. S., Lubis, M., Safitra, M. F., & Ramadhan,
Y. Z. (2023). IT risk analysis based on risk management using ISO 31000: Case study
registration application at University XYZ November 2023. In The 9th
International Conference on Industrial and Business Engineering (ICIBE 2023)
(pp. 1�6). Beijing, China.
Mabelo, P. B. (2023). Risk management and
project life cycle. PM World Journal, 12(6).
Melaku,
H. M. (2023). Context-based and adaptive cybersecurity risk management
framework. Risks, 11(6), 101.
Munib, A., & Wulandari, F. (2021). Studi literatur: Efektivitas model
kooperatif tipe course review horay dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar.
Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 1(1), 1�10.
Nabila, M., Irwansyah, D., Amalia, E., Tiara, F. H., & Suryati, S. C.
(2022). Perancangan COSO ERM pada layanan administrasi akademik perguruan
tinggi (Studi kasus: Universitas Trilogi). In Proceeding National Conference on
Accounting and Fraud Auditing (Vol. 3, No. 1).
Nurhadi, E., Chumaidiyah,
E., & Andrawina, L. (2023). Penilaian risiko
eksternal (market dan lingkungan) berdasarkan kerangka ISO 31000:2018 yang
terintegrasi ISO 9001:2015. Jurnal INTECH Teknik Industri Universitas Serang
Raya, 9(1), 22�32.
Pamungkas, A. (2019). Pengaruh penerapan enterprise risk management (COSO)
terhadap nilai perusahaan: Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi Maranatha, 11(1), 12�21.
Pangestu, R. P., & Wijaya, A. F. (2020). Analisis manajemen risiko
aplikasi SINTESA pada perpustakaan XYZ. Jurnal Bina Komputer JBK, 2(2).
Pribadi, H. I., & Ernastuti. (2020). Manajemen risiko teknologi
informasi pada penerapan e-recruitment berbasis ISO 31000:2018 dengan FMEA
(Studi kasus PT Pertamina). Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 10(1).
Purwanggono, B., & Margarette, A. (2017).
Risk assessment of underpass infrastructure project based on IS0 31000 and ISO
21500 using fishbone diagram and RFMEA (Project Risk Failure Mode and Effects
Analysis) method. In IOP Conference Series: Materials Science and Engineering
(Vol. 277). 10th International Seminar on Industrial Engineering and Management
"Sustainable Development in Industry and Management," Tanjung Pandan
- Belitung, Indonesia.
Rahmadani, Y. M., & Husaini. (2017).
Enterprise risk management, kompleksitas dan nilai perusahaan manufaktur di Indonesia. Jurnal Fairness, 7(2), 137�150.
Rikaz, S., Ulhaq, A. D., Mulyono, R. H.,
& Suryati, R. C. (2022). Perancangan
COSO enterprise risk management pada perusahaan penerbit dan percetakan (Studi kasus pada CV.Gema
Insani Press). In Proceeding National Conference on
Accounting and Fraud Auditing (Vol. 3, No. 1).
Sawhney,
R., Subburaman, K., Sonntag, C., & Rao, P. R. V.
(2010). A modified FMEA approach to enhance reliability of lean systems.
International Journal of Quality & Reliability Management, 27(7).
Setyaningruma, N. N., & Maria, E.
(2024). Penerapan ISO 31000:2018 untuk manajemen risiko pada
sistem informasi sekolah terpadu. Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi
(JUKANTI), 7(1), 1�10.
Shirvani, F., Scott, W., Kennedy, G., & Campbell, A. P. (2019). Enhancement
of FMEA risk assessment with SysML. Australian
Journal of Multi-Disciplinary Engineering, 15(1).
Soetedjo, S., & Sugianto, A. (2018). Penerapan COSO ERM integrated framework dalam mendukung audit forensik untuk menanggulangi tindakan kecurangan. Journal of
Applied Managerial Accounting, 2(2), 262�274.
Susilo,
L. J., & Kaho, V. R. (2018). Manajemen risiko berbasis ISO 31000:2018: Panduan untuk
risk leaders dan risk practitioners. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Ulfa, A. A., & Immawan,
T. (2021). Analisis manajemen
risiko dengan penerapan ISO
31000 pada proses machining (Studi kasus: Perusahaan
AB). Integrasi Jurnal Ilmiah Teknik Industri, 6(2).
Waghmare,
S. N., Raut, D. N., Bhamare, S. S., & Mahajan, S. K. (2017). Validating
FMEA and TPM constructs for SMEs in India: A structural equation modelling
approach. International Journal of Indian Culture and Business Management,
14(4).
Wibowo,
A. A. (2019). Analisa risiko keselamatan kerja pada eksplorasi minyak.
Jurnal Baut dan Manufaktur, 1(1), 1�10.
Yoewono, J. O., & Prasetyo, A. H. (2022). Rancangan dan proses
manajemen risiko pada PT Surya Selaras Cita. Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan
Bisnis, 6(1), 56�72.