Pengaruh Perbandingan Bahan
Pengikat terhadap Mutu Sensori dan Kualitas Fisik Luncheon Ikan Kembung
(Rastrelliger kanagurta)
The Effect of Binder Ratio on The Sensory
Quality and Physical Quality of Long Jawed Mackerel Luncheon (Rastreligger
Kanagurta)
1)Adellia
Utami, 2)Guspri Devi Artanti, 3)Alsuhendra
1,2,3 Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta
*Email:
1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]
*Correspondence: 1)Guspri
Devi Artanti 2)Alsuhendra
DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1366 |
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis pengaruh perbandingan tepung maizena dan isolat
protein kedelai sebagai bahan pengikat terhadap mutu sensori dan kualitas
fisik tingkat keempukan luncheon ikan kembung. Penelitian ini
dilakukan di Laboratorium Pengolahan Makanan, Program Studi Pendidikan Tata
Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta. Waktu penelitian dimulai
pada Oktober 2023 hingga Februari 2024. Sampel penelitian yang diuji adalah luncheon
ikan kembung dengan perbandingan tepung maizena dan isolat protein
kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5. Aspek yang dinilai
meliputi aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur, yang diujikan kepada 45 orang
panelis agak terlatih. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji Kruskall
Walis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat
yang berbeda antara tepung maizena dan isolat protein kedelai pada luncheon
ikan kembung ditinjau dari aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur.
Berdasarkan hasil uji hipotesis statistik uji kualitas fisik dengan
menggunakan uji Anova diperoleh bahwa terdapat pengaruh perbandingan tepung
maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat terhadap kualitas
fisik tingkat keempuk luncheon ikan kembung pada perlakuan 7:3, 6:4,
dan 5:5. Pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan bahwa pada
setiap perlakuan terdapat perbedaan yang nyata. Kesimpulan pada penelitian
ini adalah merekomendasikan luncheon ikan kembung dengan perbandingan
tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 5:5
sebagai perlakuan terbaik. Kata kunci: Luncheon; Ikan Kembung; Bahan Pengikat; Isolat Protein
Kedelai; Mutu Sensori; Kualitas Fisik |
ABSTRACT
The aim of this research is to
analyze the impact of varying ratios of cornstarch and soy protein isolate as
binding agents on the sensory quality and physical tenderness of long-jawed
mackerel luncheon. This study was conducted at the Food Processing Laboratory,
Culinary Education Study Program, Faculty of Engineering, State University of
Jakarta. The research period spanned from October 2023 to February 2024. The
test samples were long-jawed mackerel luncheon with binding agent ratios of
cornstarch to soy protein isolate of 7:3, 6:4, and 5:5. The evaluated aspects
included color, taste, aroma, and texture, assessed by 45 moderately trained
panelists. Hypothesis testing using the Kruskal-Wallis test indicated no
significant effect of different binding agent ratios between cornstarch and soy
protein isolate on the color, taste, aroma, and texture of the mackerel
luncheon. However, statistical hypothesis testing of physical quality using
ANOVA revealed that the varying ratios of cornstarch and soy protein isolate as
binding agents significantly affected the physical tenderness of the mackerel
luncheon in the 7:3, 6:4, and 5:5 treatments. Further testing with Duncan's
test showed significant differences in each treatment. The study concludes by
recommending the long-jawed mackerel luncheon with a cornstarch and soy protein
isolate ratio of 5:5 as the optimal treatment.
Keywords: Luncheon; Long-jawed Mackerel; Binder; Soy Protein Isolate, Sensory
Quality; Physical Quality
PENDAHULUAN
Kebutuhan akan makanan dengan sumber
protein hewani sangat penting untuk memenuhi gizi seimbang, salah satunya
dengan mengonsumsi ikan. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan
bahwa konsumsi ikan masyarakat Indonesia pada Oktober 2023 mencapai 56,48
kilogram per kapita, setara dengan rata-rata konsumsi tahun 2022. Meskipun
angka ini masih rendah, protein ikan berkontribusi sebesar 54% dari total
protein hewani yang dikonsumsi masyarakat, lebih tinggi dibandingkan protein
dari daging (27%) dan telur serta susu (19%)
Daging ikan kaya akan gizi karena
mengandung berbagai makronutrien dan mikronutrien penting
Meski
memiliki kandungan yang baik bagi tubuh, ikan merupakan bahan pangan yang mudah
mengalami penurunan mutu dan bersifat mudah busuk (perishable food) sehingga membutuhkan penanganan yang
cepat dan tepat setelah panen. Kerusakan mutu ikan dapat disebabkan oleh
mikroba yang berkembang biak tergantung suhu dan lama penyimpanan, serta
kerusakan mekanis selama penyimpanan dan pengangkutan
Pengolahan ikan tidak hanya mencegah
penurunan kualitas tetapi juga meningkatkan konsumsi ikan dengan diversifikasi
produk olahan berbasis ikan. Ikan kembung, misalnya, adalah ikan pelagis kecil
dengan nilai ekonomi tinggi yang kaya omega-3, protein, dan zat besi, lebih
tinggi dibandingkan ikan salmon. Ikan kembung juga lebih terjangkau sehingga
cocok sebagai sumber protein harian
Pengolahan ikan kembung umumnya hanya
digoreng, dipindang, atau dibakar, namun saat ini terdapat variasi olahan ikan
kembung, diantaranya oleh Nalendrya et al.
Luncheon adalah produk daging atau campuran
daging yang dihaluskan dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang kemudian
dimasak atau disterilisasi
Berdasarkan hasil beberapa penelitian
di atas dapat disimpulkan bahwa isolat protein kedelai dapat dijadikan sebagai
bahan pengikat, namun penggunaannya harus dengan jumlah yang tepat. Penggunaan
isolat protein kedelai yang terlalu banyak dapat mengakibatkan penurunan nilai
tekstur yang dikarenakan air yang terserap ke dalam adonan menjadi leih banyak
dan menyebabkan tekstur menjadi rapuh
METODE
Bahan dan
Alat Penelitian
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan kembung yang diperoleh
dari Pasar Tohaga Cibinong, tepung maizena (Maizenaku), isolat protein kedelai
dari toko online Para Agro di Bandung, bawang putih, bawang bombai,
jahe, gula pasir (Gulaku), bumbu penyedap (Royco sapi), lada bubuk (Ladaku),
biji pala bubuk, air, minyak nabati (Sanco), dan bubuk angkak yang diperoleh
dari toko herbal online di Jakarta.
����������� Alat yang digunakan meliputi
timbangan digital (WeiHeng), food processor (Mitochiba), kompor
(Rinnai), steamer (Bima), loyang ukuran 6x6x4 cm. Alat yang digunakan
untuk analisis uji fisik adalah LFRA Texture Analyzer.
Rancangan
Percobaan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
metode eskperimen, tujuannya adalah untuk mendapatkan formula terbaik dari luncheon
ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bahan pengikat pada luncheon
ikan kembung terhadap mutu sensori dan kualitas fisik luncheon ikan
kembung. Penelitian ini diawali dengan percobaan pembuatan luncheon ikan
kembung dan menggunakan bahan pengikat tepung maizena dan isolat protein
kedelai dengan perbandingan sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5. Setelah didapatkan
formula terbaik, kualitas produk ditinjau dengan uji organoleptik meliputi
aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur. Pengambilan data uji organoleptik
dilakukan dengan memberikan sampel produk kepada 45 panelis agak terlatih,
dengan masing-masing sampel dinilai oleh 15 orang panelis.
����������� Rancangan
percobaan yang digunakan untuk menilai kualitas fisik tingkat keempukan pada
penelitian ini adalah dengan uji Anova, dengan perlakuan perbandingan bahan
pengikat antara tepung maizena dan isolat protein kedelai yang terdiri dari tiga
perlakuan, yaitu: P1 (perbandingan bahan pengikat 7:3), P2 (perbandingan bahan
pengikat 6:4), dan P3 (perbandingan bahan pengikat 5:5). Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga memperoleh sembilan unit
percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Anova dan apabila
perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan dengan
uji Duncan.
Pelaksanaan
Penelitian
����������� Penelitian
diawali dengan preparasi daging ikan kembung yang akan diolah menjadi luncheon.
Ikan kembung yang sudah dicuci bersih kemudian difillet sehingga hanya
tersisa bagian daging dan kulit. Kemudian daging ikan kembung dimarinasi di
dalam perasan jeruk nipis dan parutan jahe serta bawang putih selama 30 menit.
Selama proses marinasi berlangsung, siapkan bahan tambahan lainnya. Bawang
putih, bawang bombai, dan jahe yang akan ditambahkan ke dalam adonan terlebih
dahulu dicincang halus kemudian ditumis hingga harum. Setelah marinasi selesai,
daging ikan kembung dicuci bersih dan dipisahkan dari kulit dan sisa tulang
yang masih menempel.
����������� Selanjutnya haluskan
daging ikan kembung yang sudah bersih menggunakan food processor selama
2 menit, dilanjutkan dengan memasukan seluruh sisa bahan dan haluskan kembali
selama 2 menit. Setelah halus, masukan adonan ke dalam cetakan berukuran 664
cm. Kukus adonan luncheon ikan kembung selama 20 menit dengan suhu 100 oC.
Setelah matang, keluarkan luncheon ikan kembung dari dalam cetakan dan
dinginkan di suhu ruang. Setelah selesai, kemas luncheon ikan kembung
kedalam kemasan plastik lalu divakum menggunakan mesin vakum. Selanjutnya
masukan luncheon ikan kembung yang sudah dikemas ke dalam freezer untuk
dibekukan.
Analisis
Data
Analisis data yang
digunakan untuk menilai uji organoleptik mutu sensori adalah uji Kruskal Wallis.
�Menurut Kurniawan
et al.
����������� Adapun analisis data
untuk uji kualitas fisik tingkat keempukan menggunakan uji Anova. Menurut
Hildawati et al.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Organoleptik Mutu Sensori
Uji organoleptik dilakukan dengan menguji
mutu sensori luncheon ikan kembung ditinjau dari aspek warna, rasa,
aroma, dan tekstur. Berikut merupakan hasil penilaian uji organoleptik mutu
sensori:
Gambar 1 Grafik Nilai Rata-Rata Aspek Mutu Sensori
Keterangan:
Kode
Sampel 478: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 7:3
Kode
Sampel 513: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 6:4
Kode
Sampel 296: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 5:5
Analisis Uji Organoleptik Mutu Sensori
a. Warna
Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar
1 hasil
pengujian organoleptik pada aspek warna, luncheon ikan kembung dengan
perbandingan bahan pengikat menunjukkan perolehan nilai rata-rata tinggi berada
pada nilai 6,5 yang berada pada kategori red brick.
Hasil pengujian hipotesis pada
aspek warna produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan
bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis
diperoleh X hitung = 4,13 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X
tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Kesimpulan yang dapat
diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh
perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung
pada aspek warna.
Warna pada produk dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk warna bahan utama yang dalam hal ini
adalah daging ikan kembung, jenis bahan pengikat yang digunakan, penambahan
bahan tambahan makanan seperti bumbu, serta efek dari perlakuan pengolahan
lainnya
Bubuk angkak adalah beras yang
difermentasi menggunakan bakteri monascus purpureusi guna menghasilkan
pigmen warna merah gelap. Bubuk angkak merupakan salah satu bahan alami yang
dapat digunakan sebagai pewarna yang memiliki stabilitas pigmen warna yang
stabil, walaupun luncheon ikan kembung dengan cara dikukus pada suhu 100
oC selama 20 menit pigmen warna merah bubuk angkak tidak berubah.
Pigmen warna merah pada bubuk angkak dapat menurun intensitasnya apabila
dipanaskan pada suhu yang tinggi dan durasi pemasanan yang lama, hal tersebut
terjadi karena adanya kerusakan pada gugus kromofor pigmen yang ditandai oleh
penurunan nilai absorbansi seperti halnya pengaruh suhu, pemanasan dalam waktu
relatif lama akan menyebabkan timbulnya energi kinetik semakin besar yang
menyebabkan kerusakan gugus kromofor sehingga terjadi pemucatan warna
Selain karena
penggunaan bubuk angkak sebagai pewarna alami, bahan lain yang mempengaruhi
warna produk luncheon ikan kembung adalah penggunaan isolat protein
sebagai bahan pengikat. Isolat protein kedelai pada dasarnya berwarna putih dan
bila dipanaskan akan menghasilkan warna putih transparan. Maka dari itu,
penggunaan isolat protein kedelai dapat menyebabkan lucheon ikan kembung
mejadi lebih cerah sehingga warna merah yang berasal dari bubu angkak akan
lebih terang
b. Rasa
Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar
1 hasil
pengujian organoleptik pada aspek rasa perolehan rata-rata nilai tertinggi berada
pada nilai 6,7 yang berada pada kategori gurih, rasa ikan kuat, rasa bumbu agak
kuat.
Hasil pengujian hipotesis pada
aspek rasa produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan
bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis
diperoleh X hitung = 3,81 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X
tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut
menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. Kesimpulan
yang dapat diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh
perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung
pada aspek rasa.
Rasa gurih dari luncheon ikan
kembung berasal dari daging ikan kembung yang digunakan dan juga dari
penggunaan bumbu penyedap. Bumbu penyedap tidak mengandung nutrisi, namun
penggunaannya dapat untuk meningkatkan cita rasa pada suatu produk makanan
Jumlah gramasi bumbu yang
digunakan dalam produk ini juga menentukan rasa yang dihasilkan pada produk luncheon
ikan kembung. Menurut Gardjito, et al.,
c. Aroma
Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar
1 hasil
pengujian organoleptik pada aspek aroma dari luncheon ikan kembung dengan perbandingan
bahan pengikat rata-rata nilai tertinggi yang diperoleh adalah 6,9 yang berada
pada kategori aroma ikan agak kuat, aroma bumbu agak kuat.
Hasil pengujian hipotesis pada
aspek aroma produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan
bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis
diperoleh X hitung = 1,74 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X
tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut
menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. �Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat
terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek aroma.
Aroma adalah faktor penting
yang mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen serta menentukan kelezatan suatu
produk makanan. Secara umum, konsumen menilai kualitas produk makanan
berdasarkan aroma yang dihasilkan
Penggunaan bumbu dan rempah
yang ditambahkan ke dalam adonan dapat mempengaruhi aroma
Penggunaan isolat
protein kedelai dapat mengikat asam glutamat, salah satu asam amino yang
memberikan aroma dan rasa gurih pada daging ikan
d. Tekstur
Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar
1 hasil
pengujian organoleptik pada tekstur pada luncheon ikan kembung dengan perbandingan
bahan pengikat didapatkan hasil rata-rata dengan nilai tertinggi sebesar 6,5
yang berada pada kategori kompak, empuk.
Hasil pengujian hipotesis pada
aspek tekstur produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan
bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis
diperoleh X hitung = 0,02 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X
tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut
menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. �Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat
terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek tekstur.
Tekstur kompak yang dihasilkan
pada tiap produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan yang berbeda
dikarenakan adanya penggunaan isolat protein kedelai sebagai salah satu bahan
pengikat. Berdasarkan hasil penelitian
Berdasarkan uji hipotesisi
menggunakan uji Kruskal Wallis dengan taraf siginifikansi (α = 0,05) dan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh
signifikan pada penggunaan perbandingan bahan pengikat terhadap mutu senosir luncheon
ikan kembung pada seluruh aspek. �
Hasil Uji Kualitas Fisik Tingkat Keempukan
Analisis tingkat keempukan
yang dilakukan pada produk luncheon ikan kembung digunakan untuk menilai
kualitas pada aspek tesktur serta untuk mengetahui kekuata produk� terhadap tekanan. Proses pengukuran uji fisik
pada produk luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat
sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dilakukan menggunakan alat texture profile
analyzer dengan melakukan proses pengulangan sebanyak 3 kali untuk
memastikan hasil yang akurat. Berikut merupakan hasil perhitungan uji fisik
tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat:
Tabel 1 Hasil
Perhitungan Uji Fisik Tingkat Keempukan Luncheon Ikan
Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
Aspek
Penilaian |
Ulangan |
Perlakuan |
||
P1 |
P2 |
P3 |
||
Tingkat
Keempukan |
1 |
333,5 |
339 |
328 |
2 |
377 |
364 |
373 |
|
3 |
410 |
402 |
403,5 |
|
Jumlah |
1000,5 |
1114 |
1215,5 |
|
Rata-Rata |
333,5�5,5 |
371,3�6,7 |
405,2�4,3 |
Keterangan:
Kode
Sampel P1: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 7:3
Kode
Sampel P2: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 6:4
Kode
Sampel P3: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat
sebesar 5:5
Gambar 2 Grafik Rata-Rata Uji Fisik Tingkat
Keempukan
Analisis Uji Fisik Tingkat
Keempukan
Uji Anova digunakan untuk
menentukan apakah berbagai perlakuan yang diuji mempengaruhi hasil yang
diinginkan. Dalam pengujian ini hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Hasil Uji Fisik Tingkat Keempukan dengan
Uji Anova
SK |
DB |
JK |
KT |
F hitung |
F tabel |
0,05 |
|||||
Perlakuan |
2 |
7712,2 |
3856,1 |
124,8 |
5,1 |
Galat |
6 |
185,3 |
30,9 |
||
Total |
8 |
7897,5 |
3887,0 |
Keterangan :
DB: Derajat Bebas
JK: Jumlah Kuadrat
KT: Kuadrat Tengah����
Didapatkan hasil dari uji tingkat keempukan luncheon
ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat didapati hasil sebagai
berikut :
Tabel 3 Hasil Hipotesis Uji
Fisik Tingkat Keempukan Luncheon Iikan Kembung dengan Perbandingan Bahan
Pengikat
Kriteria
Pengujian |
F hitung |
F tabel |
Kesimpulan |
Tingkat
Keempukan |
124,8 |
5,1 |
F hitung > F tabel, maka H��0 diterima |
Mengacu pada
tabel di atas didapatkan hasil F hitung sebesar 5,1 dengan taraf signifikan
α = 0,05; Derajat Bebas Perlakuan (DBP) sebesar 2 dan Derajat Bebas Galat
(DBG) sebesar 6, sehingga didapatkan hasil F tabel sebesar 124,8. Apabila F
hitung > F tabel, dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.
Pengujian kualitas fisik pada produk luncheon
ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat meliputi aspek tingkat
keempukan. Pada uji tingkat keempukan, rata-rata
tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan
pengikat yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan memperoleh hasil rata-rata
333,5 � 405,2 gf. Hasil analisis uji Anova menunjukkan terdapat pengaruh pada
tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perlakuan yang berbeda.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pengujian
dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang
memiliki perbedaan nyata pada aspek tingkat keempukan. Berikut tabel
perhitungan uji Duncan:
Tabel 4 Hasil Uji Fisik Tingkat Keempukan dengan
Uji Duncan
P |
2 |
3 |
Tabel Duncan (3;6;0,05) |
3,46 |
3,59 |
Nilai DMRT 5% |
11,1 |
9,2 |
Tabel 5 Hasil Uji Duncan
Perlakuan |
Rata-Rata |
Rata-Rata+Nilai DMRT |
Simbol |
7:3 |
333,5 |
344,6 |
a |
6:4 |
371,3 |
380,5 |
b |
5:5 |
405,2 |
|
c |
Berdasarkan hasil
uji lanjutan menggunakan uji Duncan, didapatkan hasil bahwa perlakuan
perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat
sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 terhadap kualitas fisik tingkat keempukan luncheon
ikan kembung memiliki perbedaan yang nyata karena memiliki simbol yang
berbeda pada tiap perlakuannya.
Pengujian kualitas fisik pada produk luncheon ikan kembung dengan
perbandingan bahan pengikat meliputi aspek tingkat keempukan. Pada uji tingkat
keempukan, rata-rata tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan
perbandingan bahan pengikat yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan
memperoleh hasil rata-rata 333,5-405,2 gf. Hasil analisis uji Anova menunjukkan
terdapat pengaruh pada tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan
perlakuan yang berbeda. Luncheon ikan kembung dengan perlakuan
perbandingan bahan pengikat sebesar 5:5 menunjukkan nilai rata-rata tingkat
keempukan tertinggi (405,2 gf) dan terdapat penurunan pada perlakuan
perbandingan bahan pengikat sebesar 6:4 (371,3 gf), serta penurunan nilai
rata-rata pada perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3 (333,5 gf).
Mengacu pada hasil uji tersebut, dapat disimpulkan peningkatan jumlah
penggunaan isolat protein kedelai sebagai salah satu bahan pengikat dalam
penelitian ini dapat menyebabkan peningkatan nilai keempukan pada produk lunchen
ikan kembung. Kadar protein yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan
menahan air sehingga menurunkan kandungan air bebas
Selaras dengan hasil penelitian yang didapat, luncheon ikan
kembung dengan perlakuan perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai
sebagai bahan pengikat sebesar 5:5 merupakan produk dengan tingkat keempukan
tertinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penggunaan isolat
protein kedelai sebagai bahan pengikat dapat meningkatkan nilai keempukan luncheon
ikan kembung.
SIMPULAN
Penelitian mengenai pembuatan luncheon ikan kembung menggunakan
tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat menunjukkan
bahwa formula terbaik adalah perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3,
6:4, dan 5:5. Penilaian mutu sensori yang dilakukan mencakup aspek warna, rasa,
aroma, dan tekstur melalui uji organoleptik, serta penilaian kualitas fisik
pada tingkat keempukan. Dari hasil uji organoleptik oleh 45 panelis agak
terlatih, ditemukan bahwa perbandingan bahan pengikat sebesar 5:5 memberikan
nilai rata-rata tertinggi pada aspek rasa, aroma, dan tekstur, sementara aspek
warna terbaik ada pada perbandingan 7:3.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pada aspek warna, perbandingan
bahan pengikat sebesar 7:3 memperoleh nilai rata-rata tertinggi 4,5 dalam
kategori red brick. Pada aspek rasa, perbandingan sebesar 6:4 dan 5:5
mendapatkan nilai tertinggi 4,7 yang menunjukkan kategori gurih, rasa ikan kuat,
rasa bumbu agak kuat. Aspek aroma tertinggi ditemukan pada perbandingan sebesar
5:5 dengan nilai rata-rata 4,9, menunjukkan aroma ikan agak kuat, aroma bumbu
agak kuat. Pada aspek tekstur, perbandingan sebesar 5:5 juga menunjukkan nilai
tertinggi 4,5 dengan kategori kompak dan empuk.
Hasil uji hipotesis menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada
pengaruh signifikan dari perbandingan bahan pengikat pada seluruh aspek
penilaian sensori. Namun, uji fisik menggunakan uji Anova menunjukkan adanya
pengaruh signifikan pada setiap perlakuan perbandingan bahan pengikat, dengan
uji lanjutan uji Duncan yang mengkonfirmasi perbedaan nyata antar tiap
perlakuan. Kesimpulannya, perbandingan bahan pengikat 5:5 direkomendasikan
sebagai perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik dan uji fisik yang telah
dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarwati,
H., Suryaningsih, L., & Rachmawan, O. (2012). Pengaruh Penggunaan Tepung
Aren (Arenga pinnata) Terhadap Sifat Fisik dan Akseptabilitas Rolade Daging
Itik. Students E-Journals UNPAD, 1(1).
Andira,
A., Sumartini, Hutapea, J., Soleha, S. P., & Amalia, A. R. (2022).
Fortifikasi Ikan Kembung (Rastreligger sp) Terhadap Karakteristik dan Nutrisi
Mie Basah. Seminar Nasional Teknologi, Sains, Dan Humaniora, 94�103.
Ariani,
R. P. (2019). Preservasi Makanan Lokal. PT. RajaGrafindo Persada-
Rajawali Pers. https://books.google.co.id/books?id=g6jfEAAAQBAJ
Astuti,
R. T., Darmanto, Y. S., & Wijayanti, I. (2014). Pengaruh Penambahan Isolat
Protein Kedelai Terhadap Karakteristik Bakso dari Surimi Ikan Swangi
(Pricanthus tayenus). Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan ,
3(3), 47�54.
[BPS]
Badan Pusat Statistik. (2022). Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk
Indonesia dan Provinsi.
[BKIPM]
Balai Karantina Ikan, Pengendalia Mutu, dan Hasil Perikanan. (2018). Kaya
akan Omega-3, Ikan Kembung Alternatif Pengganti Salmon. Kementrian
Kelautan Dan Perikanan .
https://kkp.go.id/bkipm/artikel/8083-kaya-akan-omega-3-ikan-kembung-alternatif-pengganti-salmon
Damongilala,
L. J. (2021). Kandungan Gizi Pangan Ikani (1st ed.). CV, Patra Media
Grafindo Bandung.
Elavarasan,
K. (2018). Importance of Fish in Human Nutrition. ICAR-Central
Institute of Fisheries Technology.
Gardjito,
M., Putri, R. G., Dewi, S., & Press, U. G. M. (2018). Profil Struktur,
Bumbu, dan Bahan dalam Kuliner Indonesia. Gadjah Mada University Press.
https://books.google.co.id/books?id=qYJqDwAAQBAJ
Gumilang,
A., Kandriasari, A., & Alsuhendra, A. (2024). The Effect Of The Comparison
Of Binders In The Manufacture Of Carp Rolade (Cyprinus Carpio) On The Physical
Properties And Consumer Acceptability. Advances In Social Humanities
Research, 2(5), 768�783. https://doi.org/10.46799/adv.v2i5.244
Hendrawan,
M. S. (2018). The Application of Egg White Powder a Subtitute of Borax in
Beef Meatballs. UNIKA Soegijapranata.
Hildawati,
H., Suhirman, L., Prisuna, B. F., Husnita, L., Mardikawati, B., Isnaini, S.,
Wakhyudin, W., Setiawan, H., Hadiyat, Y., & Sroyer, A. M. (2024). Buku
Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif & Aplikasi Pengolahan Analisa Data
Statistik. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
https://books.google.co.id/books?id=_eL8EAAAQBAJ
Indraswari,
S., Kurniasari, R., & Fikri, A. M. (2022). Karakteristik Organoleptik Dan
Kandungan Gizi Bakso Ikan Kembung Dengan Substitusi Tepung Daun Kelor. Ghidza:
Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 6(1), 94�104.
https://doi.org/10.22487/ghidza.v6i1.504
Khodjaeva,
U., Bojnanska, T., Vietoris, V., Sytar, O., & Singh, R. (2013). Food
Additives as Important Part of Functional Food. International Research
Journal of Biological Sciences, 2(4).
Koswara,
S. (2009). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek).
EbookPangan.com.
Kurniawan,
H., Rusmayadi, G., Achjar, K. A. H., Merliza, P., Suprayitno, D., Subiyantoro,
A., Kusumastuti, S. Y., Heirunissa, Nengsih Titin Agustin, Hutabarat, I. M.,
Nurhayati, & Noorzaman, S. (2004). Buku Ajar Statistika Dasar (Y.
Agusdi, Ed.; 1st ed.). PT. Sonpedia Publishing Indonesia.
Liu,
L., Zhao, Y., Zeng, M., & Xu, X. (2024). Research progress of fishy odor
in aquatic products: From substance identification, formation mechanism, to
elimination pathway. Food Research International, 178, 113914.
https://doi.org/10.1016/j.foodres.2023.113914
Muchtadi,
T., Syugiyono, & Ayustaningwarno, F. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan.
Nalendrya,
I., Ilmi, I. M. B., & Arini, F. A. (2016). Sosis ikan kembung
(Rastrelliger kanagurta L.) sebagai pangan sumber omega 3. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 5(3).
Nurika,
I. (2021). Stabilitas Warna Bubuk Pewarna Dari Ekstrak Angkak Terhadap
Beberapa Pengaruh Fisika dan Kimi. Teknologi Pertanian, 3(1),
67�77.
Putri,
W. A. M., & Agrippina, F. D. (2018). Pengaruh Substitusi Isolat dan
Konsentrat Protein Kedelai Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Sosis
Daging Ayam . Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi), 10(1),
25�32.
Siswanti,
S., & Agnesia, P. Y. (2017). Pemanfaatan Daging dan Tulang Ikan Kembung
(Rastrelliger kanagurta) dalam Pembuatan Camilan Stik. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian, 10(1), 41�49.
SNI
8776:2019 Daging Luncheon, Badan Standardisasi Nasional (2019).
Suryaningrum,
T. D., Ikasari, D., & Syamdidi. (2020). Nutrion and Sensory Evaluation on
Corned Fish from Mackerel Tuna (Euthyuns sp.) Processed with Red Fermented
Rice and Nitrite Salt. EDP Sciences, 1�12.
Vatria,
B., & Nugroho, T. S. (2022). Karakteristik Mutu Sosis Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai sebagai
Emulsifier Alami. Manfish Journal, 2(3), 128�135.
Yuliarti,
Y., Kanetro, B., & Setiyoko, A. (2021). Pengaruh Penambahan Isolate Soy
Protein dan Sodium Tripoliphospat Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Tingkat
Kesukaan Sosis Ayam. Repository UMBY, 1�13.
|
� 2022 by the authors.
Submitted for possible open access publication under the terms and conditions
of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license
(https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/). |
======