Pengaruh Perbandingan Bahan Pengikat terhadap Mutu Sensori dan Kualitas Fisik Luncheon Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

 

The Effect of Binder Ratio on The Sensory Quality and Physical Quality of Long Jawed Mackerel Luncheon (Rastreligger Kanagurta)

 

1)Adellia Utami, 2)Guspri Devi Artanti, 3)Alsuhendra

1,2,3 Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta

 

*Email: 1)[email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]

*Correspondence: 1)Guspri Devi Artanti 2)Alsuhendra

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1366

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat terhadap mutu sensori dan kualitas fisik tingkat keempukan luncheon ikan kembung. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Makanan, Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta. Waktu penelitian dimulai pada Oktober 2023 hingga Februari 2024. Sampel penelitian yang diuji adalah luncheon ikan kembung dengan perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5. Aspek yang dinilai meliputi aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur, yang diujikan kepada 45 orang panelis agak terlatih. Hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji Kruskall Walis menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat yang berbeda antara tepung maizena dan isolat protein kedelai pada luncheon ikan kembung ditinjau dari aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur. Berdasarkan hasil uji hipotesis statistik uji kualitas fisik dengan menggunakan uji Anova diperoleh bahwa terdapat pengaruh perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat terhadap kualitas fisik tingkat keempuk luncheon ikan kembung pada perlakuan 7:3, 6:4, dan 5:5. Pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan yang menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan terdapat perbedaan yang nyata. Kesimpulan pada penelitian ini adalah merekomendasikan luncheon ikan kembung dengan perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 5:5 sebagai perlakuan terbaik.

 

Kata kunci: Luncheon; Ikan Kembung; Bahan Pengikat; Isolat Protein Kedelai; Mutu Sensori; Kualitas Fisik

 

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the impact of varying ratios of cornstarch and soy protein isolate as binding agents on the sensory quality and physical tenderness of long-jawed mackerel luncheon. This study was conducted at the Food Processing Laboratory, Culinary Education Study Program, Faculty of Engineering, State University of Jakarta. The research period spanned from October 2023 to February 2024. The test samples were long-jawed mackerel luncheon with binding agent ratios of cornstarch to soy protein isolate of 7:3, 6:4, and 5:5. The evaluated aspects included color, taste, aroma, and texture, assessed by 45 moderately trained panelists. Hypothesis testing using the Kruskal-Wallis test indicated no significant effect of different binding agent ratios between cornstarch and soy protein isolate on the color, taste, aroma, and texture of the mackerel luncheon. However, statistical hypothesis testing of physical quality using ANOVA revealed that the varying ratios of cornstarch and soy protein isolate as binding agents significantly affected the physical tenderness of the mackerel luncheon in the 7:3, 6:4, and 5:5 treatments. Further testing with Duncan's test showed significant differences in each treatment. The study concludes by recommending the long-jawed mackerel luncheon with a cornstarch and soy protein isolate ratio of 5:5 as the optimal treatment.

 

Keywords: Luncheon; Long-jawed Mackerel; Binder; Soy Protein Isolate, Sensory Quality; Physical Quality

 

 


PENDAHULUAN


Kebutuhan akan makanan dengan sumber protein hewani sangat penting untuk memenuhi gizi seimbang, salah satunya dengan mengonsumsi ikan. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan bahwa konsumsi ikan masyarakat Indonesia pada Oktober 2023 mencapai 56,48 kilogram per kapita, setara dengan rata-rata konsumsi tahun 2022. Meskipun angka ini masih rendah, protein ikan berkontribusi sebesar 54% dari total protein hewani yang dikonsumsi masyarakat, lebih tinggi dibandingkan protein dari daging (27%) dan telur serta susu (19%) (BPS, 2022).

Daging ikan kaya akan gizi karena mengandung berbagai makronutrien dan mikronutrien penting (Damongilala, 2021). Protein dalam ikan merupakan komponen terbesar kedua setelah air, menjadikannya sumber protein hewani potensial (Elavarasan, 2018). Protein ikan mudah dicerna dan mengandung banyak asam amino esensial dan non-esensial yang dibutuhkan tubuh manusia. Beberapa jenis ikan juga mengandung asam lemak omega-3 yang tinggi, menjadikannya sumber lemak yang baik.

Meski memiliki kandungan yang baik bagi tubuh, ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami penurunan mutu dan bersifat mudah busuk (perishable food) sehingga membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat setelah panen. Kerusakan mutu ikan dapat disebabkan oleh mikroba yang berkembang biak tergantung suhu dan lama penyimpanan, serta kerusakan mekanis selama penyimpanan dan pengangkutan (Ariani, 2019). Untuk mencegah kerusakan, ikan dapat diolah menjadi produk olahan yang memiliki masa simpan lebih lama tanpa mengurangi aspek sensori seperti rasa, aroma, dan penampilan (Ambarwati et al., 2012).

Pengolahan ikan tidak hanya mencegah penurunan kualitas tetapi juga meningkatkan konsumsi ikan dengan diversifikasi produk olahan berbasis ikan. Ikan kembung, misalnya, adalah ikan pelagis kecil dengan nilai ekonomi tinggi yang kaya omega-3, protein, dan zat besi, lebih tinggi dibandingkan ikan salmon. Ikan kembung juga lebih terjangkau sehingga cocok sebagai sumber protein harian (Balai Karantina Ikan, 2018).

Pengolahan ikan kembung umumnya hanya digoreng, dipindang, atau dibakar, namun saat ini terdapat variasi olahan ikan kembung, diantaranya oleh Nalendrya et al. (2016) yang memanfaatkan ikan kembung sebagai bahan baku pembuatan sosis sebagai pangan sumber omega-3. Selain itu, dalam penelitian Siswanti & Agnesia (2017), juga menggunakan daging ikan kembung dan tulang ikan kembung untuk membuat camilan stik. Pada penilitian Indraswari et al. (2022), ikan kembung diolah menjadi bakso ikan kembung dengan subtitusi tepung daun kelor. Selain diolah menjadi sosis, camilan stik, ataupun bakso, bentuk olahan yang dapat dibuat dengan ikan kembung sebagai bahan utamanya adalah luncheon.

Luncheon adalah produk daging atau campuran daging yang dihaluskan dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang kemudian dimasak atau disterilisasi (BSN, 2019). Dalam pembuatan luncheon ikan kembung, isolat protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan pengikat untuk meningkatkan tekstur dan nilai gizi. Isolat protein kedelai, dengan kandungan protein minimal 90%, memiliki sifat fungsional yang baik sebagai bahan pengikat dan pengemulsi (Koswara, 2009). Penelitian Astuti et al. (2014) menunjukkan bahwa penambahan isolat protein kedelai pada produk bakso dari surimi ikan swangi menghasilkan nilai stabilitas emulsi lebih tinggi dibandingkan dengan prodruk kontrol yang tidak diberikan tambahan isolat protein kedelai. Selain itu, pada penelitian Yuliarti et al. (2021) penggunaan isolat protein kedelai pada produk sosis ayam terbukti meningkatkan nilai tekstur dan kadar protein.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa isolat protein kedelai dapat dijadikan sebagai bahan pengikat, namun penggunaannya harus dengan jumlah yang tepat. Penggunaan isolat protein kedelai yang terlalu banyak dapat mengakibatkan penurunan nilai tekstur yang dikarenakan air yang terserap ke dalam adonan menjadi leih banyak dan menyebabkan tekstur menjadi rapuh (Astuti et al., 2014). Penelitian ini memiliki tujuan untuk mempelajari jumlah isolat protein kedelai yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat dan menganalisis pengaruh perbandingan bahan pengikat dalam pembuatan luncheon ikan kembung terhadap mutu sensori dan kualitas fisik.


 

METODE

Bahan dan Alat Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan kembung yang diperoleh dari Pasar Tohaga Cibinong, tepung maizena (Maizenaku), isolat protein kedelai dari toko online Para Agro di Bandung, bawang putih, bawang bombai, jahe, gula pasir (Gulaku), bumbu penyedap (Royco sapi), lada bubuk (Ladaku), biji pala bubuk, air, minyak nabati (Sanco), dan bubuk angkak yang diperoleh dari toko herbal online di Jakarta.

����������� Alat yang digunakan meliputi timbangan digital (WeiHeng), food processor (Mitochiba), kompor (Rinnai), steamer (Bima), loyang ukuran 6x6x4 cm. Alat yang digunakan untuk analisis uji fisik adalah LFRA Texture Analyzer.


Rancangan Percobaan


Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode eskperimen, tujuannya adalah untuk mendapatkan formula terbaik dari luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh perbandingan bahan pengikat pada luncheon ikan kembung terhadap mutu sensori dan kualitas fisik luncheon ikan kembung. Penelitian ini diawali dengan percobaan pembuatan luncheon ikan kembung dan menggunakan bahan pengikat tepung maizena dan isolat protein kedelai dengan perbandingan sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5. Setelah didapatkan formula terbaik, kualitas produk ditinjau dengan uji organoleptik meliputi aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur. Pengambilan data uji organoleptik dilakukan dengan memberikan sampel produk kepada 45 panelis agak terlatih, dengan masing-masing sampel dinilai oleh 15 orang panelis.

����������� Rancangan percobaan yang digunakan untuk menilai kualitas fisik tingkat keempukan pada penelitian ini adalah dengan uji Anova, dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat antara tepung maizena dan isolat protein kedelai yang terdiri dari tiga perlakuan, yaitu: P1 (perbandingan bahan pengikat 7:3), P2 (perbandingan bahan pengikat 6:4), dan P3 (perbandingan bahan pengikat 5:5). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga memperoleh sembilan unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Anova dan apabila perlakuan berpengaruh terhadap variabel yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.


Pelaksanaan Penelitian

����������� Penelitian diawali dengan preparasi daging ikan kembung yang akan diolah menjadi luncheon. Ikan kembung yang sudah dicuci bersih kemudian difillet sehingga hanya tersisa bagian daging dan kulit. Kemudian daging ikan kembung dimarinasi di dalam perasan jeruk nipis dan parutan jahe serta bawang putih selama 30 menit. Selama proses marinasi berlangsung, siapkan bahan tambahan lainnya. Bawang putih, bawang bombai, dan jahe yang akan ditambahkan ke dalam adonan terlebih dahulu dicincang halus kemudian ditumis hingga harum. Setelah marinasi selesai, daging ikan kembung dicuci bersih dan dipisahkan dari kulit dan sisa tulang yang masih menempel.

����������� Selanjutnya haluskan daging ikan kembung yang sudah bersih menggunakan food processor selama 2 menit, dilanjutkan dengan memasukan seluruh sisa bahan dan haluskan kembali selama 2 menit. Setelah halus, masukan adonan ke dalam cetakan berukuran 664 cm. Kukus adonan luncheon ikan kembung selama 20 menit dengan suhu 100 oC. Setelah matang, keluarkan luncheon ikan kembung dari dalam cetakan dan dinginkan di suhu ruang. Setelah selesai, kemas luncheon ikan kembung kedalam kemasan plastik lalu divakum menggunakan mesin vakum. Selanjutnya masukan luncheon ikan kembung yang sudah dikemas ke dalam freezer untuk dibekukan.


Analisis Data


Analisis data yang digunakan untuk menilai uji organoleptik mutu sensori adalah uji Kruskal Wallis. �Menurut Kurniawan et al. (2004), uji Kruskal Wallis digunakan untuk membandingkan rata-rata tiga sampel atau lebih yang bersifat bebas satu dengan yang lain. Dalam menarik kesimpulan H�0 diterima atau ditolak menggunakan perbandingan nilai H hasil perhitungan dengan .

����������� Adapun analisis data untuk uji kualitas fisik tingkat keempukan menggunakan uji Anova. Menurut Hildawati et al. (2024), uji Anova adalah pengujian yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dari lebih dari dua kelompok perlakuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara rata-rata kelompok perlakuan tersebut. Jika terdapat perbedaan, perhitungan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Mutiple Range Test (DMRT).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Organoleptik Mutu Sensori


Uji organoleptik dilakukan dengan menguji mutu sensori luncheon ikan kembung ditinjau dari aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur. Berikut merupakan hasil penilaian uji organoleptik mutu sensori:


 

 

Gambar 1 Grafik Nilai Rata-Rata Aspek Mutu Sensori

Keterangan:

Kode Sampel 478: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 7:3

Kode Sampel 513: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 6:4

Kode Sampel 296: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 5:5

 

Analisis Uji Organoleptik Mutu Sensori

a.       Warna


Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar 1 hasil pengujian organoleptik pada aspek warna, luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat menunjukkan perolehan nilai rata-rata tinggi berada pada nilai 6,5 yang berada pada kategori red brick.

Hasil pengujian hipotesis pada aspek warna produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh X hitung = 4,13 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek warna.

Warna pada produk dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk warna bahan utama yang dalam hal ini adalah daging ikan kembung, jenis bahan pengikat yang digunakan, penambahan bahan tambahan makanan seperti bumbu, serta efek dari perlakuan pengolahan lainnya (Putri & Agrippina, 2018). Pada produk luncheon salah satu bahan tambahan yang digunakan sebagai pewarna alami adalah bubuk angkak.

Bubuk angkak adalah beras yang difermentasi menggunakan bakteri monascus purpureusi guna menghasilkan pigmen warna merah gelap. Bubuk angkak merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai pewarna yang memiliki stabilitas pigmen warna yang stabil, walaupun luncheon ikan kembung dengan cara dikukus pada suhu 100 oC selama 20 menit pigmen warna merah bubuk angkak tidak berubah. Pigmen warna merah pada bubuk angkak dapat menurun intensitasnya apabila dipanaskan pada suhu yang tinggi dan durasi pemasanan yang lama, hal tersebut terjadi karena adanya kerusakan pada gugus kromofor pigmen yang ditandai oleh penurunan nilai absorbansi seperti halnya pengaruh suhu, pemanasan dalam waktu relatif lama akan menyebabkan timbulnya energi kinetik semakin besar yang menyebabkan kerusakan gugus kromofor sehingga terjadi pemucatan warna (Nurika, 2021).

Selain karena penggunaan bubuk angkak sebagai pewarna alami, bahan lain yang mempengaruhi warna produk luncheon ikan kembung adalah penggunaan isolat protein sebagai bahan pengikat. Isolat protein kedelai pada dasarnya berwarna putih dan bila dipanaskan akan menghasilkan warna putih transparan. Maka dari itu, penggunaan isolat protein kedelai dapat menyebabkan lucheon ikan kembung mejadi lebih cerah sehingga warna merah yang berasal dari bubu angkak akan lebih terang (Suryaningrum et al., 2020).


b.      Rasa


Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar 1 hasil pengujian organoleptik pada aspek rasa perolehan rata-rata nilai tertinggi berada pada nilai 6,7 yang berada pada kategori gurih, rasa ikan kuat, rasa bumbu agak kuat.

Hasil pengujian hipotesis pada aspek rasa produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh X hitung = 3,81 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek rasa.

Rasa gurih dari luncheon ikan kembung berasal dari daging ikan kembung yang digunakan dan juga dari penggunaan bumbu penyedap. Bumbu penyedap tidak mengandung nutrisi, namun penggunaannya dapat untuk meningkatkan cita rasa pada suatu produk makanan (Khodjaeva et al., 2013). Rasa ikan yang cenderung kuat pada lunheon ikan kembung disebabkan karena penggunaan daging ikan kembung yang dominan dalam produk ini. Ikan kembung memiliki cita rasa yang kuat serta gurih.

Jumlah gramasi bumbu yang digunakan dalam produk ini juga menentukan rasa yang dihasilkan pada produk luncheon ikan kembung. Menurut Gardjito, et al., (2018) penggunaan bumbu pada suatu produk dapat memberikan cita rasa dan nilai fungsional. Pada produk ini penggunaan kombinasi bumbu seperti bawang putih, bawang bombai, dan jahe serta rempah-rempah seperi lada bubuk dan biji pala bubuk dapat menjadi pelengkap dan penyeimbang bagi cita rasa lain, dikarenakan penggunaan ikan juga dapat memberikan rasa asin secara alami (Muchtadi et al., 2010). Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasa yang dihasilkan pada luncheon ikan kembung tidak dipengaruhi oleh perbandingan bahan pengikat. Rasa yang dihasilkan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat banyak dipengaruhi oleh bahan tambahan seperti penyedap rasa dan bumbu.

c.       Aroma


Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar 1 hasil pengujian organoleptik pada aspek aroma dari luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat rata-rata nilai tertinggi yang diperoleh adalah 6,9 yang berada pada kategori aroma ikan agak kuat, aroma bumbu agak kuat.

Hasil pengujian hipotesis pada aspek aroma produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh X hitung = 1,74 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. �Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek aroma.

Aroma adalah faktor penting yang mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen serta menentukan kelezatan suatu produk makanan. Secara umum, konsumen menilai kualitas produk makanan berdasarkan aroma yang dihasilkan (Andira et al., 2022). Salah satu faktor yang menentukan aroma pada suatu produk adalah pemilihan bahan yang digunakan dalam pembuatan suatu produk. Maka dari itu, penting untuk memilih bahan yang akan digunakan, terutama pemilihan pada ikan kembung. Aroma kuat serta amis yang tercium dari ikan dapat berasal dari reaksi enzim yang terurai setelah ikan ditangkap, reaksi mikroba, dan perubahan kimia yang terjadi ketika protein mengalami degradasi (Liu et al., 2024). Maka dari itu, penting untuk memilih dan menggunakan ikan kembung yang segar dan diolah dengan tepat secara higienis sehingga dapat mengurangi amis yang berasal dari ikan kembung serta kualitasnya tetap terjaga (Gumilang et al., 2024).

Penggunaan bumbu dan rempah yang ditambahkan ke dalam adonan dapat mempengaruhi aroma (Astuti et al., 2014). Penggunaan bumbu serta rempah sebagai bahan tambahan dalam pembuatan luncheon ikan kembung dapat meminimalisir aroma kuat yang berasal dari dominasi daging ikan kembung pada produk ini, sehingga aroma ikan yang dihasilkan tidak tercium kuat. Penggunaan isolat protein kedelai sebagai salah satu bahan pengikat juga dapat mempengaruhi aroma pada produk luncheon ikan kembung.

Penggunaan isolat protein kedelai dapat mengikat asam glutamat, salah satu asam amino yang memberikan aroma dan rasa gurih pada daging ikan (Suryaningrum et al., 2020). Sejalan dengan teori tersebut, penggunaan bahan pengikat (tepung maizena dan isolat protein kedelai) dengan perbandingan 5:5 menunjukkan hasil nilai pada aspek aroma dengan rata-rata tertinggi, yaitu 6.9.


d.      Tekstur


Berdasarkan hasil data yang terdapat pada Gambar 1 hasil pengujian organoleptik pada tekstur pada luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat didapatkan hasil rata-rata dengan nilai tertinggi sebesar 6,5 yang berada pada kategori kompak, empuk.

Hasil pengujian hipotesis pada aspek tekstur produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dengan menggunakan uji Kruskal Wallis diperoleh X hitung = 0,02 pada taraf signifikan α = 0,05; sedangkan X tabel pada derajat kepercayaan (df) 3-1 = 2 adalah 5,99. Hasil tersebut menunjukkan X hitung < X tabel, maka H�0 diterima. �Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesis di atas adalah tidak terdapat pengaruh perbandingan bahan pengikat terhadap mutu sensori luncheon ikan kembung pada aspek tekstur.

Tekstur kompak yang dihasilkan pada tiap produk luncheon ikan kembung dengan perlakuan yang berbeda dikarenakan adanya penggunaan isolat protein kedelai sebagai salah satu bahan pengikat. Berdasarkan hasil penelitian (Vatria & Nugroho, 2022) jumlah subtitusi isolat protein kedelai tertinggi menghasilkan nilai stabilitas emulsi pada produk sosis ikan nila yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dengan penggunaan isolat protein kedelai lebih rendah. Hal tersebut disebabkan karena isolat protein kedelai merupakan bahan yang larut dengan protein sehingga menyebabkan proses emulsifikasi lemak secara efektif dan lebih stabil (Putri & Agrippina, 2018). Selain itu, kandungan protein yang tinggi pada isolat protein kedelai berfungsi untuk menahan kandungan air, sehingga akan membentuk jaringan struktur yang kompak selama proses pemasakan luncheon ikan kembung.

Berdasarkan uji hipotesisi menggunakan uji Kruskal Wallis dengan taraf siginifikansi (α = 0,05) dan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada penggunaan perbandingan bahan pengikat terhadap mutu senosir luncheon ikan kembung pada seluruh aspek. �


Hasil Uji Kualitas Fisik Tingkat Keempukan


Analisis tingkat keempukan yang dilakukan pada produk luncheon ikan kembung digunakan untuk menilai kualitas pada aspek tesktur serta untuk mengetahui kekuata produk� terhadap tekanan. Proses pengukuran uji fisik pada produk luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 dilakukan menggunakan alat texture profile analyzer dengan melakukan proses pengulangan sebanyak 3 kali untuk memastikan hasil yang akurat. Berikut merupakan hasil perhitungan uji fisik tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat:

 

 

 

 

 

Tabel 1 Hasil Perhitungan Uji Fisik Tingkat Keempukan Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat

Aspek Penilaian

Ulangan

Perlakuan

P1

P2

P3

Tingkat Keempukan

1

333,5

339

328

2

377

364

373

3

410

402

403,5

Jumlah

1000,5

1114

1215,5

Rata-Rata

333,5�5,5

371,3�6,7

405,2�4,3

 

Keterangan:

Kode Sampel P1: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 7:3

Kode Sampel P2: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 6:4

Kode Sampel P3: Luncheon Ikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat sebesar 5:5

Gambar 2 Grafik Rata-Rata Uji Fisik Tingkat Keempukan

Analisis Uji Fisik Tingkat Keempukan

Uji Anova digunakan untuk menentukan apakah berbagai perlakuan yang diuji mempengaruhi hasil yang diinginkan. Dalam pengujian ini hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :


 

Tabel 2 Hasil Uji Fisik Tingkat Keempukan dengan Uji Anova

SK

DB

JK

KT

F hitung

F tabel

0,05

Perlakuan

2

7712,2

3856,1

124,8

5,1

Galat

6

185,3

30,9

Total

8

7897,5

3887,0

Keterangan :

DB: Derajat Bebas

JK: Jumlah Kuadrat

KT: Kuadrat Tengah����

 

 

Didapatkan hasil dari uji tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat didapati hasil sebagai berikut :

Tabel 3 Hasil Hipotesis Uji Fisik Tingkat Keempukan Luncheon Iikan Kembung dengan Perbandingan Bahan Pengikat

Kriteria Pengujian

F hitung

F tabel

Kesimpulan

Tingkat Keempukan

124,8

5,1

F hitung > F tabel, maka H��0 diterima

Mengacu pada tabel di atas didapatkan hasil F hitung sebesar 5,1 dengan taraf signifikan α = 0,05; Derajat Bebas Perlakuan (DBP) sebesar 2 dan Derajat Bebas Galat (DBG) sebesar 6, sehingga didapatkan hasil F tabel sebesar 124,8. Apabila F hitung > F tabel, dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima.

Pengujian kualitas fisik pada produk luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat meliputi aspek tingkat keempukan. Pada uji tingkat keempukan, rata-rata tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan memperoleh hasil rata-rata 333,5 � 405,2 gf. Hasil analisis uji Anova menunjukkan terdapat pengaruh pada tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perlakuan yang berbeda.

Berdasarkan hasil yang didapatkan pengujian dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perlakuan mana saja yang memiliki perbedaan nyata pada aspek tingkat keempukan. Berikut tabel perhitungan uji Duncan:


Tabel 4 Hasil Uji Fisik Tingkat Keempukan dengan Uji Duncan

P

2

3

Tabel Duncan

(3;6;0,05)

3,46

3,59

Nilai DMRT 5%

11,1

9,2

Tabel 5 Hasil Uji Duncan

Perlakuan

Rata-Rata

Rata-Rata+Nilai DMRT

Simbol

7:3

333,5

344,6

a

6:4

371,3

380,5

b

5:5

405,2

 

c

Berdasarkan hasil uji lanjutan menggunakan uji Duncan, didapatkan hasil bahwa perlakuan perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5 terhadap kualitas fisik tingkat keempukan luncheon ikan kembung memiliki perbedaan yang nyata karena memiliki simbol yang berbeda pada tiap perlakuannya.

Pengujian kualitas fisik pada produk luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat meliputi aspek tingkat keempukan. Pada uji tingkat keempukan, rata-rata tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perbandingan bahan pengikat yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan memperoleh hasil rata-rata 333,5-405,2 gf. Hasil analisis uji Anova menunjukkan terdapat pengaruh pada tingkat keempukan luncheon ikan kembung dengan perlakuan yang berbeda. Luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 5:5 menunjukkan nilai rata-rata tingkat keempukan tertinggi (405,2 gf) dan terdapat penurunan pada perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 6:4 (371,3 gf), serta penurunan nilai rata-rata pada perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3 (333,5 gf).

Mengacu pada hasil uji tersebut, dapat disimpulkan peningkatan jumlah penggunaan isolat protein kedelai sebagai salah satu bahan pengikat dalam penelitian ini dapat menyebabkan peningkatan nilai keempukan pada produk lunchen ikan kembung. Kadar protein yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan menahan air sehingga menurunkan kandungan air bebas (Hendrawan, 2018). Menurut Lenzun et al. (2021), kemampuan protein dalam mengikat air dapat meningkatkan nilai keempukan pada produk pangan.

Selaras dengan hasil penelitian yang didapat, luncheon ikan kembung dengan perlakuan perbandingan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat sebesar 5:5 merupakan produk dengan tingkat keempukan tertinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi penggunaan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat dapat meningkatkan nilai keempukan luncheon ikan kembung.


SIMPULAN

Penelitian mengenai pembuatan luncheon ikan kembung menggunakan tepung maizena dan isolat protein kedelai sebagai bahan pengikat menunjukkan bahwa formula terbaik adalah perlakuan perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3, 6:4, dan 5:5. Penilaian mutu sensori yang dilakukan mencakup aspek warna, rasa, aroma, dan tekstur melalui uji organoleptik, serta penilaian kualitas fisik pada tingkat keempukan. Dari hasil uji organoleptik oleh 45 panelis agak terlatih, ditemukan bahwa perbandingan bahan pengikat sebesar 5:5 memberikan nilai rata-rata tertinggi pada aspek rasa, aroma, dan tekstur, sementara aspek warna terbaik ada pada perbandingan 7:3.

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa pada aspek warna, perbandingan bahan pengikat sebesar 7:3 memperoleh nilai rata-rata tertinggi 4,5 dalam kategori red brick. Pada aspek rasa, perbandingan sebesar 6:4 dan 5:5 mendapatkan nilai tertinggi 4,7 yang menunjukkan kategori gurih, rasa ikan kuat, rasa bumbu agak kuat. Aspek aroma tertinggi ditemukan pada perbandingan sebesar 5:5 dengan nilai rata-rata 4,9, menunjukkan aroma ikan agak kuat, aroma bumbu agak kuat. Pada aspek tekstur, perbandingan sebesar 5:5 juga menunjukkan nilai tertinggi 4,5 dengan kategori kompak dan empuk.

Hasil uji hipotesis menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan dari perbandingan bahan pengikat pada seluruh aspek penilaian sensori. Namun, uji fisik menggunakan uji Anova menunjukkan adanya pengaruh signifikan pada setiap perlakuan perbandingan bahan pengikat, dengan uji lanjutan uji Duncan yang mengkonfirmasi perbedaan nyata antar tiap perlakuan. Kesimpulannya, perbandingan bahan pengikat 5:5 direkomendasikan sebagai perlakuan terbaik berdasarkan uji organoleptik dan uji fisik yang telah dilakukan.

 


 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ambarwati, H., Suryaningsih, L., & Rachmawan, O. (2012). Pengaruh Penggunaan Tepung Aren (Arenga pinnata) Terhadap Sifat Fisik dan Akseptabilitas Rolade Daging Itik. Students E-Journals UNPAD, 1(1).

Andira, A., Sumartini, Hutapea, J., Soleha, S. P., & Amalia, A. R. (2022). Fortifikasi Ikan Kembung (Rastreligger sp) Terhadap Karakteristik dan Nutrisi Mie Basah. Seminar Nasional Teknologi, Sains, Dan Humaniora, 94�103.

Ariani, R. P. (2019). Preservasi Makanan Lokal. PT. RajaGrafindo Persada- Rajawali Pers. https://books.google.co.id/books?id=g6jfEAAAQBAJ

Astuti, R. T., Darmanto, Y. S., & Wijayanti, I. (2014). Pengaruh Penambahan Isolat Protein Kedelai Terhadap Karakteristik Bakso dari Surimi Ikan Swangi (Pricanthus tayenus). Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan , 3(3), 47�54.

[BPS] Badan Pusat Statistik. (2022). Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi.

[BKIPM] Balai Karantina Ikan, Pengendalia Mutu, dan Hasil Perikanan. (2018). Kaya akan Omega-3, Ikan Kembung Alternatif Pengganti Salmon. Kementrian Kelautan Dan Perikanan . https://kkp.go.id/bkipm/artikel/8083-kaya-akan-omega-3-ikan-kembung-alternatif-pengganti-salmon

Damongilala, L. J. (2021). Kandungan Gizi Pangan Ikani (1st ed.). CV, Patra Media Grafindo Bandung.

Elavarasan, K. (2018). Importance of Fish in Human Nutrition. ICAR-Central Institute of Fisheries Technology.

Gardjito, M., Putri, R. G., Dewi, S., & Press, U. G. M. (2018). Profil Struktur, Bumbu, dan Bahan dalam Kuliner Indonesia. Gadjah Mada University Press. https://books.google.co.id/books?id=qYJqDwAAQBAJ

Gumilang, A., Kandriasari, A., & Alsuhendra, A. (2024). The Effect Of The Comparison Of Binders In The Manufacture Of Carp Rolade (Cyprinus Carpio) On The Physical Properties And Consumer Acceptability. Advances In Social Humanities Research, 2(5), 768�783. https://doi.org/10.46799/adv.v2i5.244

Hendrawan, M. S. (2018). The Application of Egg White Powder a Subtitute of Borax in Beef Meatballs. UNIKA Soegijapranata.

Hildawati, H., Suhirman, L., Prisuna, B. F., Husnita, L., Mardikawati, B., Isnaini, S., Wakhyudin, W., Setiawan, H., Hadiyat, Y., & Sroyer, A. M. (2024). Buku Ajar Metodologi Penelitian Kuantitatif & Aplikasi Pengolahan Analisa Data Statistik. PT. Sonpedia Publishing Indonesia. https://books.google.co.id/books?id=_eL8EAAAQBAJ

Indraswari, S., Kurniasari, R., & Fikri, A. M. (2022). Karakteristik Organoleptik Dan Kandungan Gizi Bakso Ikan Kembung Dengan Substitusi Tepung Daun Kelor. Ghidza: Jurnal Gizi Dan Kesehatan, 6(1), 94�104. https://doi.org/10.22487/ghidza.v6i1.504

Khodjaeva, U., Bojnanska, T., Vietoris, V., Sytar, O., & Singh, R. (2013). Food Additives as Important Part of Functional Food. International Research Journal of Biological Sciences, 2(4).

Koswara, S. (2009). Teknologi Pengolahan Kedelai (Teori dan Praktek). EbookPangan.com.

Kurniawan, H., Rusmayadi, G., Achjar, K. A. H., Merliza, P., Suprayitno, D., Subiyantoro, A., Kusumastuti, S. Y., Heirunissa, Nengsih Titin Agustin, Hutabarat, I. M., Nurhayati, & Noorzaman, S. (2004). Buku Ajar Statistika Dasar (Y. Agusdi, Ed.; 1st ed.). PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Liu, L., Zhao, Y., Zeng, M., & Xu, X. (2024). Research progress of fishy odor in aquatic products: From substance identification, formation mechanism, to elimination pathway. Food Research International, 178, 113914. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2023.113914

Muchtadi, T., Syugiyono, & Ayustaningwarno, F. (2010). Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.

Nalendrya, I., Ilmi, I. M. B., & Arini, F. A. (2016). Sosis ikan kembung (Rastrelliger kanagurta L.) sebagai pangan sumber omega 3. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 5(3).

Nurika, I. (2021). Stabilitas Warna Bubuk Pewarna Dari Ekstrak Angkak Terhadap Beberapa Pengaruh  Fisika dan Kimi. Teknologi Pertanian, 3(1), 67�77.

Putri, W. A. M., & Agrippina, F. D. (2018). Pengaruh Substitusi Isolat dan Konsentrat Protein  Kedelai Terhadap Sifat Kimia dan Sensoris Sosis Daging  Ayam . Majalah Teknologi Agro Industri (Tegi), 10(1), 25�32.

Siswanti, S., & Agnesia, P. Y. (2017). Pemanfaatan Daging dan Tulang Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta) dalam Pembuatan Camilan Stik. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 10(1), 41�49.

SNI 8776:2019 Daging Luncheon, Badan Standardisasi Nasional (2019).

Suryaningrum, T. D., Ikasari, D., & Syamdidi. (2020). Nutrion and Sensory Evaluation on Corned Fish from Mackerel Tuna (Euthyuns sp.) Processed with Red Fermented Rice and Nitrite Salt. EDP Sciences, 1�12.

Vatria, B., & Nugroho, T. S. (2022). Karakteristik Mutu Sosis Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Isolat Protein Kedelai sebagai Emulsifier Alami. Manfish Journal, 2(3), 128�135.

Yuliarti, Y., Kanetro, B., & Setiyoko, A. (2021). Pengaruh Penambahan Isolate Soy Protein dan Sodium Tripoliphospat Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Tingkat Kesukaan Sosis Ayam. Repository UMBY, 1�13.

 


 

� 2022 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png

 

======