Pelindungan Hukum Pengguna Aplikasi Shopee Terkait Fitur Pay Later Berdasarkan Hukum Positif di Indonesia

 

Legal Protection of Shopee Application Users Regarding The Pay Later Feature Based on Indonesia�s Positive Law

 

1)Astriani Ayu Pramesti, 2) Danrivanto Budhijanto, 3)Tasya Safiranita

1,2,3 Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Indonesia

 

*Email: 1) [email protected], 2)[email protected], 3)[email protected]

*Correspondence: 1) [email protected]

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1364

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Transformasi digital yang masif telah memberikan pengaruh terhadap berbagai bidang termasuk ekonomi. Berkembangnya fitur Pay Later sebagai metode pembayaran berbentuk pinjaman online secara instan memberikan kemudahan bagi Pengguna dalam melakukan transaksi pada e-commerce termasuk Shopee. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya tidak sedikit menimbulkan dampak negatif yaitu pelanggaran terhadap data pribadi Pengguna. Maka dari ini, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji posisi hukum para pihak pengguna aplikasi Shopee terkait fitur Pay Later dan bagaimana regulasi terkait pelindungan data pribadi pengguna aplikasi Shopee di Indonesia. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan analisis data kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam penggunaan fitur Pay Later menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan konsumen terdapat keterlibatan tiga pihak yaitu Pengguna akun, Platform penyedia layanan, dan Fintech serta regulasi terkait Pelindungan Data Pribadi saat ini secara regulatif telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi dan dasar pemrosesan data pribadi milik Shopee sudah sesuai dengan regulasi yang berlaku hanya saja terdapat kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh Pengendali Data Pribadi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pelindungan terhadap data pribadi Pengguna aplikasi Shopee terkait Fitur Pay Later.

 

Kata kunci: Transformasi Digital; Pay Later; Data Pribadi.

 

ABSTRACT

Massive digital transformation has had an impact on various fields including the economy. The development of the Pay Later feature as a payment method in the form of instant online loans makes it easy for users to carry out transactions on e-commerce including Shopee. However, in its implementation there are quite a few negative impacts, namely violations of Users' personal data. Therefore, this research aims to examine the legal position of Shopee application users regarding the Pay Later feature and what regulations are related to protecting the personal data of Shopee application users in Indonesia. This research was conducted using a normative juridical approach and qualitative data analysis. The research results show that in using the Pay Later feature according to Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, there is involvement of three parties, namely account users, service provider platforms, and Fintech and regulations related to Personal Data Protection are currently regulated in law. Number 2022 concerning Personal Data Protection and the basis for Shopee's processing of personal data is in accordance with applicable regulations, however there are obligations that are not carried out by the Personal Data Controller. This research is expected to provide an understanding regarding the protection of personal data of Shopee application users regarding the Pay Later feature.

 

Keywords: Digital Transformation;Pay Later;Personal Data.

 

 


PENDAHULUAN

Pesatnya perkembangan sistem teknologi informasi dan telekomunikasi memberikan pengaruh pada berbagai aspek kehidupan manusia termasuk ekonomi dan hukum. Perkembangan sistem teknologi informasi dan telekomunikasi yang semakin canggih memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan pekerjaan. Seiring dengan berkembangnya inovasi dan kemajuan dalam sistem teknologi telah mendorong masyarakat untuk beralih ke sistem yang lebih praktis.. Peradaban manusia berkembang dan memasuki era revolusi 5.0 yang identik dengan peralihan sistem dan teknologi yang terus hidup berdampingan dengan manusia. Revolusi Industri 5.0 memiliki karakter yang penekanannya lebih tertuju pada peran manusia sebagai pusat peradaban yang memanfaatkan teknologi digital sebagai alat pranata kehidupan dalam berbagai bidang (Ramli & Ramli, T.S., 2022).

Jagat Cyer yang kian berkembang cepat dan masif berkat teknologi digital memberikan banyak kemudahan bagi manusia dalam melakukan pekerjaan seperti penyelenggaraan electronic commerce (selanjutnya disebut e-commerce) dalam sektor perdagangan. Dengan adanya e-commerce memberikan kemudahan bagi konsumen untuk melakukan transaksi jual-beli sebab jarak tidak lagi menjadi suatu penghalang dalam dunia bisnis, sehingga antara pelaku usaha dan konsumen tidak harus bertemu secara langsung dalam proses jual-beli sehingga transaksi menjadi lebih praktis, efektif, dan efisien (Pratiwi et.al., 2020). Peralihan sistem yang lebih praktis dari physical ke digital menunjukan Indonesia telah memasuki pembangunan ekonomi global yang didasarkan pada inovasi, komunikasi, dan teknologi. Hal tersebut menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kreatif dan indovatif dengan berbasis ekonomi digital yang mendukung RevolusiIndustri 5.0 (Ramli & Ramli, T.S., 2022).

Transformasi digital merupakan sebuah proses dimana teknologi biasanya diterapkan untuk menciptakan atau memodifikasi proses bisnis, budaya, dan pengalaman pelanggan untuk memenuhi kebutuhan bisnis di era digital (Ramli, T.S. et.al., 2022). Transformasi digital diawali oleh proses digitalisasi yang lahir karena fasilitasi konektivitas yang menghubungkan orang dengan orang dan orang dengan benda dan mesin-mesin tanpa terhambat oleh ruang dan waktu (Ramli & Ramli, T.S., 2022). Hal tersebut menjadikan pertukaran data dan informasi begitu cepat menembus ruang dan teritorial menjadikan semakin mudahnya data pribadi milik seseorang digunakan, dipindahtangankan, dan disalahgunakan secara tidak bertanggungjawab tanpa adanya kontrol dari pemilik data. Teori hukum tranformatif memandang hukum tidak hanya berfungsi untuk menjaga ketertiban, kepastian, dan keadilan, tetapi juga dapat berperan sebagai infrastruktur transformasi layaknya teknologi sebagai akselelator tranformasi di Indonesia dalam menghadapi persaingan global dan perubahan sosial budaya yang menjadi bordeless atau tidak terhalang wilayah sebagai akibat dari transformasi digital. (Ramli & Ramli, T.S., 2022).

Suatu perusahan yang berbasis teknologi informasi tak terkecuali industri jasa telekomuikasi seharusnya menjalankan strategi bisnis dengan dasar pelindungan data (Ramli, T.S., 2022). Data dapat diartikan sebagai representasi dari informasi, fakta-fakta, konsep-konsep, dan pengetahuan yang dikumpulkan dan telah atau akan diproses melalui sistem komputer atau jaringan komputer, yang kemudian disimpan dalam memori digital di perangkat keras (basis data, komputer, cloud) (Budhijanto, 2023). Todd menyebutkan bahwa pengumpulan data telah menjadi hal yang penting dalam proses bisnis, sehingga data merupakan aset penting dan berharga bagi suatu perusahaan yang sering menjadi objek kejahatan (Simbolon & Junowo, 2022). Oleh sebab itu suatu perusahaan harus memiliki data security yang baik untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan data pribadi milik konsumennya.

Shopee merupakan perusahaan Singapura dan dan telah memperluas jangkauannya ke berbagai negara di Asia termasuk juga Indonesia. Shopee sebagai wadah perdagangan elektronik yang mengikuti perkembangan teknologi berusaha menyediakan berbagai fitur pembayaran guna memberikan kemudahan penjualan dan pembelian dalam aplikasi shopee. Beberapa fitur pembayaran yang disediakan oleh Shopee yaitu pembayaran melalui transfer bank, bayar tunai di Mitra/Agen, bayar tunai kepada kurir atau dikenal dengan sistem Cash On Delivery (COD), pembayaran kartu kredit/debit, Shopee Pay, dan Shopee Pay Later.

Shopee Pay Later merupakan hasil kerja sama antara Shopee sebagai perusahaan belanja online dengan PT. Commerce Finance sebagai perusahaan pembiayaan berbasis peer to peer lending yang diawasi langsung oleh OJK. Sistem dari Shopee Pay Later sendiri serupa dengan kartu kredit, karena mengharuskan debitur atau pengguna aplikasi Shopee untuk mengisi data diri atau data pribadi. Selain melengkapi data diri, terdapat syarat dan ketentuan dalam perjanjian yang mencakup persyaratan pendaftaram, batas penggunaan Pay Later, biaya yang harus dibayarkan, serta denda yang dikenakan apabila Penggna menglami masalah saat menggunakan Shopee Pay Later (Anggraini, et.al., 2022). Adanya fitur Shopee Pay Later memberikan kemudahan dalam berbelanja dengan menyediakan fitur pembayaran �beli sekarang bayar nanti� sehingga pengguna yang belum memiliki uang untuk berbelanja dapat menggunakan fitur tersebut dengan kata lain melakukan transaksi barang tanpa harus membayarnya terlebih dahulu. Fitur Shopee Pay later ini sejatinya menunjukan semakin mudahnya akses transaksi elektronik dalam e-commerce, Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat 3 masalah pokok yang perlu diperhatikan yaitu kepercayaan, privasi, dan masalah keamanan (Ramli, T.S. et.al., 2022).

Kebocoran data (data leak) merupakan sebuah pengungkapan informasi yang bersifat rahasia baik disengaja (intentional threats) maupun tidak sengaja (inadvertent treats) kepada pihak yang tidak berwenang (Cheng, L et.al., 2017). Dengan kata lain kebocoran data mengacu pada situasi dimana data sensitif atau data pribadi milik seseorang secara sengaja atau tidak sengaja terekspos atau diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Kebocoran data juga dapat terjadi disebabkan oleh keamanan data yang buruk atau kelalaian dari pengguna itu sendiri. Maraknya kasus kebocoran data pribadi dapat disebabkan ilmu pengertahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi seperti internet, telah mendorong masyarakat luas untuk mencapai tujuan hidupnya dalam waktu singkat, baik secara legal maupun ilegal, dengan menghalalkan segala cara yang mereka anggap perlu untuk mendapatkan keuntungan (Ramli, T.S. et.al., 2022)

Terjadinya kebocoran data pribadi seperti nama, Nomor Induk Keluarga (NIK), nomor telepon, alamat email menunjukkan lemahnya proteksi terhadap data pribadi. Seperti yang terjadi pada konsumen dengan username @bebekpacking yang diteror oleh Debt Collector yang mengaku dari pihak Shopee Pay Later dan mendapat Whatsapp resmi dari Shopee yang berisi tagihan terhadap pinjaman Shopee Pay Later dengan total tagihan Rp.156.833,00 akan tetapi beliau tidak pernah mengaktifkan fitur Pay Later pada aplikasi Shopee Miliknya. Karena merasa tidak pernahmengaktifkan dan menggunakan fitur Shopee Pay later dan merasa terganggu oleh teror telepon korban kemudian mengecek nomor telepon Debt Collector melalui aplikasi get contact dan mendapatkan informasi nomor telepon tersebut tersimpan dalam kontak banyak orang sebagai nomor telepon penipu. Korban langsung menghubungi Customer Service pihak Shopee untuk melaporkan peristiwa tersebut. Dalam menangangi permasalahan ini, respons serta tanggungjawab dari pihak Shopee sangat mengecewakan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh korban. Korban merasa dirugikan secara materil dan immateriil karena hilangnya kerahasiaan dan kendali penuh atas data pribadi miliknya. Oleh sebab itu, penelitian ini akan melakukan analisis terkait pelindungan hukum pengguna aplikasi Shopee terkait fitur Pay Later ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

 

METODE

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum doktrinal yang dapat diartikan sebagai penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder (Soekanto & Pamudji, 2007). Fokus penelitian yang dilakukan berpusat pada regulasi Pelindungan Data Pribadi Bagi Pengguna Aplikais Shopee, utamanya ditinjau dari bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan konsumen, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, bahan hukum sekunder yaitu buku-buku serta jurnal ilmiah, dan bahan hukum tersier berupa artikel ilmiah. Kemudian akan dihubungkan dengan teori-teori hukum yang ada yang diteliti secara sistematis. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian virtual. Penelitian kepustakaan mengacu kepada pengumpulan data dengan cara membaca dan meneliti serta menyimpulkan dari berbagai sumber pustaka bahan hukum primer dan sekunder. Penelitian Virtual dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dan fakta hukum dari berbagai sumber dalam media virtual. Adapun analis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan mengaitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, teoi hukum yang relavan, informasi, dan fakta hukum yang kemudian disajikan dalam bentuk deskripsitif sehingga diharapkan dapat memberikan penjelasan secara detail mengenai Pelindungan Data Pribadi Bagi pengguna Aplikasi Shopee.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Posisi Hukum Pengguna Aplikasi Shopee Terkait Fitur Pay Later Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Posisi hukum yang ada didalam layanan Shopee Pay Later memunculkan keterlibatan 3 (tiga) pihak, yaitu :

1.       Pengguna akun, yaitu pemilik akun Shopee yaitu mereka yang berminat untuk memberi barang atau jasa pada aplikasi.

2.       Platform aplikasi penyedia layanan Pay Later, dalam hal ini aplikasi Shopee yaitu sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan elektronik yang menawarkan berbagai macam barang atau jasa.

3.       Fintech, dalam hal ini PT. Commerce Finance berperan sebagai perusahaan pembiayaan atau penyedia pemberi pinjaman yang bekerjasama dengan perusahaan aplikasi dalam hal ini Shopee.

Apabila dilihat dari posisi hukum para pihak terdapat hubungan hukum yaitu Shopee sebagai penyelenggara pinjam meminjam uang berbasis teknologi dan PT Commerce Finance sebagai pemberi pinjaman uang berbasis teknologi. Keduanya terikat dalam suatu ikatan hubungan hukum yang terdapat dalam perjanjian penyelenggaraan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dalam hal ini fitur Shopee Pay Later. Transaksi kredit yang terjadi antara PT. Commerce Finance selaku pengelola ShopeePay dengan konsumen diperantarai oleh PT. Lentera Dana Nusantara. Dalam transaksi tersebut, PT. Lentera Dana Nusantara bertindak sebagai penyelenggara perjanjian kredit antara PT. Commerce Finance dan konsumen. PT. Lentera Dana Nusantara tidak secara langsung terlibat dalam perjanjian kredit, melainkan hanya sebagai penyelenggara yang menyediakan dan mengoperasikan Shopee Pay Latertersebut. Melalui kuasa yang diberikan oleh PT. Commerce Finance,PT. Lentera Dana Nusantara menyalurkan dana kepada konsumen. Akan tetapi, perjanjian pinjam meminjam yang terjadi tetap atas nama PT. Commerce Finance dengan konsumen. (Firadaus & Suriatmadja, 2023).

Hubungan keperdataan antara PT. Commerce Finance dengan pengguna Shopee Pay Later timbul akibat hukum perjanjian dalam sistem Shopee Pay Later. Dalam hal ini perjanjian yang digunakan merupakan perjanjian elektronik yang dikenal dengan sistem Peer to Peer Lending atau (P2P) lending. P2P Lending merupakan penyelengaraan layanan jasa keuangan yang menyediakan layanan pinjam meminjam melalui perjanjian kreditdengan mata uang secara langsung melalui sistem elektronik dengan mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.

Mengacu pada Pasal 1 ayat 2Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan konsumen (selanjutnya disebut UUPK) Konsumen merupakan setiap orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat, yang digunakan untuk kepeluan pribadi, keluarga, ataupun orang lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dalam kasus sengketa konsumen yang telah dijelaskan sebelumnya korban dengan username @bebekpacking merupakan konsumen yang menggunakan jasa di aplikasi Shopee. Beliau juga merupakan konsumen akhir. Konsumen akhir merupakan konsumen yang menggunakan dan/atau memanfaatkan prodk baik barang/jasa yang paling akhir dari sebuah produk.

Korban dengan username @bebekpacking sebagai konsumen memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UUPK. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a konsumen konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Akan tetapi pada kejadian yang menimpan korban tidak mendapatkan hak tersebut, melainkan ia merupakan pengguna aplikasi Shopee yang akun atau fitur Shopee Pay Later disalahgunakan oleh pihak yang mengaku sebagai pihak dari Shopee. Korban dibuat tidak nyaman dan aman karena beliau secara tiba-tiba mendapat whatsapp resmi dari pihak shopee dan korban ditelepon oleh debt collector yang mengaku dari pihak Shopee dan melakukan penagihan terhadap tagihan Shopee Pay Later. Selain itu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf d dan g konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat serta keluhannya atas barang dan/jatau jasa yang digunakan serta diperlakukan atau dilayani dengan benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Akan tetapi hak tidak sepenuhnya didapatkan oleh korban. Korban menghubungi pihak Shopee untuk menyampaikan keluhannya atas ketidaknyaman terhadap telepon dari debt collector yang mengaku dari pihak shopee dan tagihan terhadap Shopee Pay Later yang ditujukan kepada korban melalui akun twitter dan Customer Service (CS) akan tetapi keluhannya tersebut tidak sepenuhnya didengar dan diproses oleh pihak Shopee juga tidak dipelakukan atau dilayani secara benar oleh Pihak Shopee.

Selanjutnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf h konsumen memiliki hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian dalam hal ini korban dirugikan atas tagihan Shopee Pay Later yang ditujukan kepadanya sebesar Rp.156.833,00 (seratus lima puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah). Selain itu korban juga dirugikan atas bocornya data pribadi milik korban berupa nomor telepon pribadi. Bocornya data pribadi kepada pihak yang tidak bertanggungjawab dapat menimbulkan kerugian. Kerugian ini dapat mencakup kerugian finansial, kerugian akibat hilangnya kerahasiaan data pribadim atau kerugian lainnya yang timbul akibat bocornya data pribadi milik konsumen.

Selain membahas persoalan yang berikatan dengan konsumen sebagaimana diatur dalamPasal 1 ayat 3 UUPK menyatakan bahwa Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Shopee merupakan pelaku usaha yang menyediakan aplikasi penyedia layanan PayLater. Shopee sebagai pelaku usaha memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan 7 UUPK.

Dalam kasus apabila dikaitkan dengan Pasal 7 huruf a dan c yang mengatur bahwa pelaku usaha memiliki kewajiban untuk bertikid baik ddan memperlakukan konsumen secara jujur dan tidak diskriminatif dalam melakukan kegiatan usahanya. Berdasarkan kasus Shopee tidak memenuhi kewajiban untuk bertitikad baik, hal ini dapat dilihat dari kurangnya sistem keamanan terhadap data pribadi berupa nomor telepon pribadi milik konsumen yang bocor atau dapat diakses oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Selain itu Pasal Pasal 19 UUPK mengatur bahwa pelaku usaha wajib bertanggungjawab serta memberikan ganti rugi atas kerugian yang alami oleh konsumen yang diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan. Berdasarkan kasus a quo korban dirugikan dengan tagihan Shopee Pay Later sebesar Rp.156.833,00 (seratus lima puluh enam ribu delapan ratus tiga puluh tiga rupiah) yang tidak pernah dikehendaki oleh korban. Selain itu korban juga dirugikan atas kebocoran data pribadi miliknya berupa kebocoran nomor telepon milik korban.

����������� Apabila dikaitkan dengan prinsip tanggung jawab dalam hal ini pelaku usaha telah lalai dalam menjaga data Konsumen sehingga dapat disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggungjawab. Tanggung jawab pelaku usaha berdasarkan unsur kesalahan atau yang biasa disebut dengan negligence. Perilaku negligence adalah kegiatan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Negligence dimaksud dengan adanya perbuatan yang kurang hati-hati ataupun tidak teliti. Kelalaian pelaku usaha yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanyaa hak konsumen untuk mengajukan ganti rugi kepada pelaku usaha.

����������� Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Shopee selaku pelaku usaha belum menjalankan kewajibannya sebagai pelaku usaha belum maksimal, terutama dalam memberikan jaminan keamanan data pribadi. Shopee selaku penyelenggara perdagangan transasksi elektronik dalam menyikapi permasalahan yang terjadi pada korban kebocoran data pribadi pada fitur Shopee Pay Later terkesan lepas tangan dan tidak memberikan solusi sehingga kurangnya itikad baik dan pertanggungjawaban Platform Shopee terhadap masalah konsumen.

 

Pelindungan Hukum Bagi Pengguna Aplikasi Shopee Terkait fitur Pay Later Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

Pelindungan hukum dalam bahasa Inggris diartikan sebagai Protection. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pelindungan memiliki arti yang sama dengan proteksi, yaitu proses atau aksi memperlindungi sesuatu atau seseorang. Secara linguistik, pelindungan mencakup beberapa hal yaitu aksi melindungi, pihak yang melakukan pelindungan, dan metode yang dilakukan dlaam pelindungan. Oleh sebab itu, pelindungan dapat diartikan sebagai tindakan melindungi yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk subjek tertentu dan menggunakan metode tertentu (Samin, 2023).

Pelindungan hukum menjadi penting sebab hukum sebagai sarana untuk mengakomodasi kepentingan dan hak konsumen secara komprehensif. Pelindungan hukum ini merupakan upaya yang diberikan oleh penegak hukum untuk memberikan dan menciptakan rasa aman. Pelindungan hukum perlu diberikan kepada korban karena hukum di Indonesia menempatkan korban sebagai pihak yang paling terdampak. Hal ini disebabkan korban tidak hanya idak hanya mengalami kerugian materiil, fisik, dan psikologis akibat kejahatan yang menimpanya, tetapi juga sering kali korban harus menanggung penderitaan tambahan karena dianggap hanya sebagai alat untuk mencapai kepastian hukum. Misalnya, mereka harus mengingat kembali, menjelaskan, bahkan merenungkan kembali kejadian yang menimpa mereka untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan, maupun saat di persidangan. (Samin, 2023).

Perkembangan teknologi yang masif di masa mendatang senantiasa akan berimplikasi negatif terhadap timbulnya ancaman keamanan terhadap privasi seseorang. Pelindungan privasi atas data pribadi merupakan hak yang dilindungi secara konstitusional diatur dalam Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam pasal tersebut tidak secara eksplisit menjelaskan mengenai pelindungan privasi atas data pribadi, akan tetapi frasa �pelindungan diri pribadi� dapat dikaitkan atau menjadi dasar pelindungan privasi atas data pribadi. Secara khusus saat ini telah ada regulasi yang mengatur mengenai pelindungan privasi atas data pribadi yang tertuang Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (selanjutnya disebut UU PDP). UU PDP merupakan perwujudan dari konsep hukum sebagai infrastruktur transformasi. Diterbitkannya UU PDP didasarkan pada adanya kebutuhan untuk melindungi dan menjaga keamanan data pribadi dalam era digital yang semakin berkembang. Selain itu Progresitivas UU PDP adalah untuk melindungi masyarakat dan negara dari berbagai gangguan peretasan, penyalahgunaan, pelanggaran, dankejahatan berbasis data pribadi, baik yang dilakukan didalam maupun diluar negeri. Hal tersebut sesuai dengan teori hukum transformatif yang menempatkan hukum selain berfungsi untuk terpeliharanya ketertiban, keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, tetapi juga berperan sebagai infrastruktur transformasi pada berbagai bidang yang tidaklagi terbatas oleh teritorial.

Perlindungan data pribadi pada dasarnya merupakan aturan yang menetapkan standar perlindungan data pribadi secara umum, baik itu data yang diproses sebagian atau sepenuhnya secara elektronik. Setiap sektor dapat menerapkan standar perlindungan data pribadi sesuai dengan karakteristik sektor yang bersangkutan. Dengan kata lain Pengaturan data pribadi ini bertujuan untuk melindungi serta menjamin hak dasar warga negara terkait dengan perlindungan privasi, memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan dari korporasi, badan publik, organisasi internasional, dan pemerintah, mendorong pertumbuhan ekonomi digital serta industri teknologi informasi dan komunikasi, dan mendukung peningkatan daya saing industri di dalam negeri (Priliasari, 2023).

Pasal 1 angka 4 UU PDP memberikan definisi Pengendali Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan data pribadi. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 UU PDP memberikan definisi Prosesor Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam melakukan meprosesan data pribadi atas nama Pengendali Data Pribadi. Shopee sebagai Pengendali Data Pribadi harus melaksanakan kewajiban sebagaimana diatur secara eksplisit dalam Bab IV UU PDP pada Pasal 20-50.

Kewajiban Pengendali Data Pribadi salah satunya tercantum dalam Pasal 20 UU PDP terdapat pengaturan yang mengharuskan persetujuan yang sah secara eksplisit daripengguna selaku subjek data pribadi, disertai dengan tujuan pemrosesan data yang dimaksud. UU PDP mewajibkan Pengendali Data Pribadi untuk melakukan pemrosesan data secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, dan transparan sesuai dengan tujuan pemrosesan data pribadi tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip kesepakatan atau Concent yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (11) GDPR. Berdasarkan prinsip kesepakatan keinginan subjek data diberikan secara bebas tanpa paksaan termasuk dalam memberikan persetujuan terhadap pemrosesan data pribadi miliknya

Hal ini sejalan juga dengan konsep data pribadi sebagai hak milik yang mengatur bahwa individu memiliki kendali sepenuhnya atas data pribadi mereka, temasuk hak untuk mengizinkan atau menolak penggunaan dan pengungkapan data tersebut oleh pihak lain. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa data pribadi yang dimaksud hanya dimiliki secara penuh oleh setiap individu tidak dapat dilakukan pemrosesan apapun, kecuali telah memperoleh persetujuan yang sahdari pengguna yang bersangkutan, sehingga data pribadi konsumen yang dikumpulkan akan selalu terjaga keamanan dan kerahasiaaanya selama belum melewati persetujuan yang sah. Dengan demikian pemilik data akan dapat mengetahui tindakan apapun yang dilakukan terhadap atau untuk data pribadi miliknya.

Dalam kasus sengketa konsumen yang telah diuraikan sebelumnya yang mengalami kebocoran data pribadi terkait fitur Pay Later pada akun miliknya menunjukan bahwa korban tidak memberikan persetujuan yang sah atas data pribadi miliknya dalam penggunaan fitur Pay Later pada aplikasi Shopee. Korban tidak pernah mengaktivasi fitur Pay Later dalam aplikasi Shopee miliknya tetapi beliau hanya teregistrasi sebagai pengguna aplikasi Shopee. Dengan teregistrasinya beliau dalam aplikasi Shopee dapat diartikan bahwa Shopee telah memiliki data pribadi milik korban yang dikumpulkan ketika korban melakukan registrasi pembuatan akun Shopee. Shopee dinilai tidak mengidahkan ketentuan tersebut sebab selain Shopee tidak mendapatkan persetujuan yang sah dari korban terhadap penggunaan fitur Pay Later, Shopee juga tidak memproses data sesuai dengan tujuan awal pendaftaran akun Shopee.

Sebagai bentuk pelindungan terhadap data pribadi Pengguna UU PDP juga berdasarkan pasal 53 Jo. 54 U PDP mewajibkan Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi wajib menunjuk pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi Pelindungan Data Pribadi yang dikenal sebagai DPO. Shopee dalaam kebijakan privasinya telah menujukan adanya peran DPO dalam perusahaannya yaitu dengan memberikan kebebasan bagi Pengguna untuk mencabut atau membatalkan persetujuan yang sah atas data pribadi miliknya sehingga segala pemrosesan data milik pengguna akan dihentikan.

Selanjutnya dalam Pasal 35 UU PDP menjelaskan Pengendali Data Pribadi wajib melindungi dan memastikan keamanan data pribadi yang diprosesnya, dengan melakukan penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional untuk melindungi data pribadi dari gangguan pemrosesan yang betentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan penentuan tingkat keamanan data pribadi dengan memperhatikan sifat dan risiko dari data pribadi yang harus dilindungi dalam pemrosesan. Dalam hal memastikan keamanan data pribadi Pengguna Shopee dalam kebijakan privasinya menyebutkan bahwaShopee menerapkan berbagai tindakan keamanan serta berkomitmen untuk menjaga kerasahasiaan data pribadi milik Pengguna dalam sistemnya. Data Pribadi pengguna disimpan di dalam jaringan yang aman dan hanya dapat diakses oleh sejumlah kecil karyawan yang memiliki hak akses khusus ke sistem tersebut. Kendati demikian, pihak Shopee tidak dapat memberikan jaminan atau kemanan yang mutlak dan tidak dapat dihindari. Berdasarkan hal tersebut Shopee dalam hal ini selaku Pengendali Data Pribadi telah berupaya untuk menjamin keamanan data pribadi konsumen yang dikumpulkannya dengan cara yang andal, aman, dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 35 UU PDP.

Masifnya perkembangan transaksi online dapat dilihat dari efektivitas serta keunggulan platform digital dalam hal tingkat kecepaatan dan kepraktisan prosedurnya. Kontrak baku digital saat ini banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan termasuk Shopee. Kontrak baku Pelindungan Data Pribadi antara Pengendali Data Pribadi dengan Subjek Data Pribadi merupakan dasar perikatan yang melindungi hak-hak Para Pihak. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 UU PDP yang mengatur bahwa Subjek Data Pribadi memiliki hak untuk mendapatkan Informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum,tujuan pengumpulan dan penggunaan Data Pribadi, serta tanggung jawab pihak yang meminta Data Pribadi. Oleh sebab itu Untuk melindungi hak-hak Para Pihak hubungan antara Pengendali Data Pribadi dengan Subjek Data Pribadi sudah seharusnya secara jelas diatur dalam sebuah kontrak. Namun, saat ini banyak kontrak baku yangsulit dipahami oleh Pengguna, sehingga sebaiknya kontak baku disusun dengan memulai dari penggunaan terminologi yang jelas untuk menghindari salah pengertian mengenai definisi dan cakupan, serta harus menegaskan apakah data akan digunakan dalam skala nasional atau global. Selain itu, kontrak baku juga harus mencakup klausul penyelesaian sengketa (Ramli, 2023).

Selanjutnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 36,37, dan 38 UU PDP memberi kewajiban kepada pengendali data pribadi untuk menjaga kerahasiaan data pribadi, melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi yang berada dibawah kendalinya, serta melindungi data pribadi dari pemrosesan yang tidak sah. Selain itu tercantum dalam Pasal 39 UU PDP yang secara garis besar mejelaskan kewajiban kepada pengendali data pribadi untuk mencegah data pribadi diakses secara tidak sah melalui pencegahan menggunakan sistem keamanan elektronik secara andal, aman, dan bertanggung jawab. Guna menjamin data pribadi terlindungi dengan baik, UU PDP juga dalam Pasal 43-45 mewajibkan penghapusan serta pemusnahan data pribadi apabila sudah tidak diperlukan, setelah habis masa retensinya, dan wajib memberitahukan penghapusan dan/atau pemusnahan data pribadi kepada pemilik data pribadi. Dalam hal terjadinya kegagalan atau kebocoran data pribadi berdasarkan Pasal 46 UU PDP Shopee wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam kepada Pengguna dan Lembaga. Pemberitahuan tersebut memuat data pribadi yang terungkap, kapan, dan bagaimana data tersebut terungkap serta upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya data pribadi tersebut.

Shopee dalam kontrak bakunya telah berusaha melaksanakan segala ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Shopee dalam kebijakan privasinya menjelaskan bahwa Dalam menjalankan bisnisnya Shopee mungkin perlu menggunakan, memproses, mengungkapkan, dan/atau mentransfer data pribadi Pengguna kepada penyedia layanan pihak ketiga, agen, afiliasi, atau perusahaan terkait kami, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mungkin berlokasi di Indonesia atau di luar Indonesia dan akan melakukan pengolahan data pribadi Pengguna atas nama Shopee atau pihak lainnya untuk tujuan-tujuan yang telah disebutkan sebelumnya.

Berdasarkan kasus dapat dikatakan bahwa Shopee memberikan atau mengungkapkan informasi yang dikumpulkan dari Pengguna kepada Pihak Luar dalam hal ini PT. Commerce Finance untuk tujuan penggunaan fitur Shopee Pay Later. Sehingga Shopee harus bertanggung jawab atas data pribadi milik Pengguna yang telah diungkapkan kepada pihak pengguna baik termasuk dalam kegagalan dalam pelindungan data pribadi Pengguna. Hal ini sejalan dengan prinsip akuntabilitas yang diatur dalam GDPR yang mengatur bahwa prinsip akuntabilitas menghendaki perusahaan untuk bertanggung jawab terkait segala tindakan yang dilakukan terhadap data privasi dan bagaimana perushaan mematuhi prinsip-prinsip lainnya. Dengan demikian Shopee bertanggung jawab atas tindakan pengungkapan informasi Pengguna kepada Pihak Ketiga tersebut.

Kebocoran data pribadi merupakan salah satu bentuk kegagalan dalam pelindungan data pribadi. Terjadinya kebocoran data pribadi dalam sebuah platform digital, tidak hanya mengganggu privasi pengguna, tetapi juga menunjukkan kegagalan dalam menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data pribadi. Ini mencakup pelanggaran keamanan yang disengaja maupun tidak, yang dapat mengkibatkan pada perusakan, kehilangan, perubahan, pengungkapan, ataupun akses yang tidak sah terhadap data pribadi. Kebocoran data pribadi yang dikelola oleh suatu perusahaan sudah seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut, baik kebocoran tersebut terjadi atau dilakukan oleh pihak ketiga ataupun dengan sengaja dibocorkan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU PDP yang mengatur asas pelindungan data pribadi salah satunya yaitu asas kehati-hatian yang bertujuan untuk memelihara keamanan dan melindungi data pribadi Pengguna. Kewajiban kehati-hatian merupakan asas mendasar dalam pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan transaksi elektronik. Dalam kasus tersebut terindikasi karena adanya kelalaian atau kegagalan dalam upaya pelindungan data pribadi pada aplikasi Shopee. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya keharusan bagi pihak Shopee untuk menjaga dan melindungi data pribadi milik konsumen yang tidak dilaksanakan dengan baik sehingga data pribadi milik korban dapat dengan mudah bocor kepada pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian Shopee dapat dikatakan tidak berhati-hati dalam melakukan pemrosesan data pribadi milik korban.

Adanya kebocoran data pribadi tentunya menimbulkan kerugian bagi korban, dalam kasus korban dirugikan dengan bocornya data pribadi milik korban berupa nomor telepon yang bersifat privasi, munculnya tagihan sejumlah uang terhadap korban dapat dikategorikan sebagai kerugian material. Disamping itu timbul juga kerugian immaterial berupaterlebih korban merasa terganggu oleh masuknya teror telepon nomor tidak dikenal dalam hal ini debt collector yang mengaku dari pihak shopee kepada korban.Pada kenyataannya, semakin bersifat privasi data yang bocor, akansemakin menjadi target bagi tindakan kriminal yang dilakukan oleh para pihak yang tidak bertanggungjawab. Berdasarkan hal tersebut sebagaiaman diatur dalam Pasal 12 ayat 1 UU PDP Selain sanksi administratif, korban juga berhak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi secara perdata, baik untuk kerugian material maupun immaterial atas dasar tindakan melawan hukum yang disebabkan oleh pengaksesan data pribadi yang tidak sah yaitu tidak terpenuhinya syarat persetujuan yang sah atas pengaksesan data pribadi Pengguna.

Dalam hal kebocoran data pribadi berdasarkan Pasal 58 ayat 1 UU PDP Pengguna sebagai korban kebocoran data pribadi dapat melaporkan ke lembaga khusus yang menyelenggarakan pelindungan data pribadi yang ditetapkan oleh presiden. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang LDPPD ini memiliki kewenangan untuk menerima aduan, laporan, pemeriksaan, serta penelurusan atas dugaan terjadinya pelanggaran Pelindungan Data Pribadi. Setelah menerima laporan LPPD berwenang untuk memanggil dan menghadirkan setiap orang dan/atau badan publik untuk meminta keterangan, data, informasi, serta dokumen yang berkaitan dengan Pelanggaran Data Pribadi.LPPDP ini berperan penting dalam keberlangsungan UU PDP. Akan tetapi sampai dengan saat ini pemerintah masih dalam proses penyusunan regulasi turunan yang dalam muatan materinya membahas mengenai LPPDP tersebut. Sehingga korban keboran data pribadi belum sepenuhnya mendapat pelindungan hukum melalui laporan kepada LPPD.

Kemudian dalam hal terjadinya sengketa penyalahgunaan data pribadi, UU PDP mengenai penyelesaian sengketa Pelindungan Data Pribadi yang diatur dalam Pasal 64 UU PDP yaitu dapat dilakukan melalui arbitrase, pengadilan, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

 

SIMPULAN

����������� Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga ketelibatan posisi hukum dalam layanan Pay Later pada aplikasi Shopee yaitu : Pengguna akun (konsumen atau pengguna aplikasi), Platform penyedia layanan Pay Later (aplikasi Shopee), dan Fintech dalam (PT. Commerce Finance). Dalam kasus kebocoran data pribadi, apabila mengacu pada UUPK Pasal 4 UUPK terdapat hak-hak konsumen yang tidak terpenuhi oleh Shopee sebagai Pelaku Usaha. Selain itu Pelaku Usaha juga berdasarkan Pasal 7 UUPK belum melaksanakan kewajibannya dengan baik serta tidak mengidahkan asas keamanan dan keselamatan konsumen yang sangat erat kaitannya dengan jaminan kerahasiaan data.

����������� Perlindungan hukum yang didapatkan oleh pengguna aplikasi Shopee terkait fitur Pay Later terhadap kebocoran data yang dialaminya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Dengan diaturnya kewajiban dan sanksi bagi Pengendali Data Pribadi menunjukkan pelindungan hukum terhadap data pribadi Pengguna. Dalam upaya memberikan pelindungan hukum UU PDP juga mengamanatkan untuk pembentukan Lembaga Pelaksana Pelindungan Data Pribadi (LLPDP) dan penunjukan Pejabat Petugas Pelindungan Data Pribadi (PPDP). Dengan adanya UU PDP tersebut Pengguna dapat melakukan berbagai tindakan hukum untuk melindungi keamanan dan kerahasiaan data pribadi miliknya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Budhijanto, D. (2023), Hukum Pelindungan Data Pribadi di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.

 

Ramli, T.S. (2022), Hak Cipta Dalam Media Over The Top, Bandung: Refika Aditama.

 

Ramli, A.M., & Ramli, T.S. (2022), Hukum Sebagai Infrastruktur Transformasi Indonesia, Regulasi dan Kebijakan Digital, Bandung: Refika Aditama.

 

Soekanto, S., & Pamudji, S. (2007), Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta: Rajawali Press.

 

Ramli, T.S., Ramli, A.M., Permata, R.R., Ramadanyanti, E., Fauzi, R. (2022), Artificial intelligence as object of intellectual property in Indonesian law, The Journal of World Intelectual Property Wiley.

 

Putri, A. P. Y., Miru, A., Maskun (2020), Praktik Penyalahgunaan Fitur Kredit (Paylater) oleh Pihak Ketiga melalui Aplikasi Belanja Online, Jurnal Amanna Gappa, Volume. 28 Nomor.2.

 

Ramli, T.S., Ramli, A.M., Permata, R.R., Ramadanyanti, E., Fauzi, R. (2020), Aspek Hukum Platform E-Commerce Dalam Era Transformasi Digital�, Jurnal Studi Komunikasi dan Media, Volume 24, Nomor. 2.

 

Anggaraini, S.P., Iskandar H. (2022), Pelindungan Hukum Konsumen Dalam Pembayaran Menggunakan Sistem Paylater, Pleno Jure Jurnal Ilmu Hukum, Volume 11, Nomor 1.

 

Cheng, L., Liu, F., & Yao, D. (2017),Enterprise data breach: causes, challenges, prevention, and future directions, Wiley Interdisciplinary Reviews: Data Mining and Knowledge Discovery.

 

Simbolon, V. A., Junowo, V. (2022), Comparative Review of Personal Data Protection Policy in Indonesia and The European Union General Data Protection Regulation, Publik Jurnal Ilmu Administrasi, Volume 11, Nomor 2.

 

Samin, H. H. (2023), Perlindungan Hukum Terhadap Kebocoran Data Pirbadi Oleh Pengendali Data Melalui Pendekatan Hukum Progresif�, Jurnal Sains Student Research, Vo1ume 1, Nomor 2.

 

Priliasari, E. (2023), Perlindungan Data Pribadi Konsumen Dalam Transaksi E-Commerce Menurut Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal RechtsVinding, Volume 12 Nomor 2.

 

Firadaus, R.A., & Suriaatmadja, T. T. (2023), Perjanjian Kredit Secara Online dengan Fitur Paylater Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Indonesia, Volume 3 Nomor 1.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).