Implementasi Pembelajaran
Al-Qur�an Braille dalam Proses Membaca dan Menghafal pada Anak Disabilitas
Netra di Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman Semarang
� Implementation of Braille Quran Learning in the
Reading and Memorizing Process for Blind Children at the Aisyah Luqman Disabled
Tahfidz House in Semarang
1)* Risqi Falah Amelia, 2)
Qonita Sanal Barqiy, 3) Sri Mulyani Oktaviana, 4) Fathudin
5)Hibban Irma Masfia, 6) Zulfa Fahmy
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia
*Email: [email protected]1,[email protected]2, [email protected]3, [email protected] 4[email protected]5[email protected]6
*Correspondence: 1) Risqi Falah Amelia
DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1360 |
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
implementasi pembelajaran Al-Qur'an braille dalam proses membaca dan
menghafal bagi anak-anak disabilitas netra di Rumah Tahfidz Difabel Aisyah
Luqman Semarang. Anak-anak disabilitas netra seringkali menghadapi tantangan
dalam mengakses pendidikan agama, termasuk mempelajari Al-Qur'an sebagai
pedoman hidup bagi umat Muslim. Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman berupaya
mewujudkan kesetaraan akses dengan menyediakan metode pembelajaran Al-Qur'an
braille yang disesuaikan dengan kebutuhan anak-anak disabilitas netra.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi
dokumentasi. Partisipan dalam penelitian ini meliputi anak-anak disabilitas
netra, guru, pendamping awas, dan pengelola Rumah Tahfidz Difabel Aisyah
Luqman.Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pembelajaran Al-Qur'an
braille di Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman melibatkan metode khusus
seperti penggunaan Al-Qur'an braille, alat bantu belajar taktil, serta
pendekatan auditori dalam menghafal, serta metode ceramah. Keberhasilan
implementasi didukung oleh faktor-faktor seperti penyediaan sarana dan
prasarana yang memadai, peran guru dan pendamping awas yang terlatih,
motivasi diri anak, dukungan orang tua, dan aspirasi masyarakat yang
inklusif.Penelitian ini berkontribusi dalam memberikan wawasan tentang
praktik baik dalam implementasi pembelajaran Al-Qur'an braille untuk
anak-anak disabilitas netra, serta faktor-faktor pendukung yang perlu
diperhatikan. Temuan dari penelitian ini dapat menjadi acuan bagi lembaga
pendidikan lain dalam mewujudkan akses pendidikan agama yang inklusif bagi
anak-anak disabilitas netra. Kata kunci: Al-Qur'an braille, disabilitas netra,
pembelajaran inklusif |
ABSTRACT
This study aims to
study the implementation of Braille Quran learning in the reading and
memorization process for children with net disabilities at the Tahfidz Difabel Aisyah Luqman
Semarang. Net disabled children often face challenges in accessing religious
education, including studying the Quran as a guideline of life for Muslims. The
Tahfidz Difabel Aisyah
Luqman is trying to equality of access by providing Braille learning methods
that are tailored to the needs of children with net disabilities. The research
uses a descriptive qualitative approach with data collection techniques through
observations, in-depth interviews, and documentation studies. Participants in
the study included net disabled children, teachers, guards, and the
administrator of the Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman.The results of the study show that the
implementation of Braille Al-Qur'an learning at the TahFidz
difabel Aisha Luqmann House involves special methods
such as the use of Al- Qur'an braille, tactile learning aids, as well as auditorial
approaches in memorizing, and lecture methods. The success of the
implementation is supported by factors such as the provision of adequate
facilities and supplies, the role of trained teachers and supervisors, the
child's self-motivation, the support of parents, and the aspirations of an
inclusive community. The findings of this study could serve as a benchmark for
other educational institutions in achieving inclusive access to religious
education for children with net disabilities.
Keywords:
Al-Qur'an braille, net
disability, inclusive learning
PENDAHULUAN
Implementasi pembelajaran Al-Qur�an Braille�
dalam proses pembelajaran membaca dan menghafal pada anak� disabilitas netra di Rumah Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman Semarang Penelitian ini membahas mengenai keterbatasan
disabilitas netra dalam melihat dan hambatannya dalam belajar Al-Qur�an.
Keterbatasan ini� mengacu pada suatu
kondisi di mana penglihatan tidak lagi dapat diandalkan sehingga penyandang
disabilitas netra bergantung pada fungsi indera lainnya seperti pendengaran,
peraba, dan perasa. Adanya gangguan penglihatan ini menyebabkan timbulnya
kesulitan dalam melakukan aktivitas dan tugas sehari-hari yang berkaitan dengan
proses melihat dan mengakses informasi (Amrullah, 2022). Dengan permasalahan
yang dihadapi disabilitas netra ini maka mulai dikembangkan suatu hal baru yang
disebut dengan huruf Braille, yakni huruf timbul yang cara membacanya
dengan diraba.
Braille pertama kali diperkenalkan oleh �Louis BrailleI�, seorang Perancis
yang mempunyai masalah pada penglihatannya. Louis Braille menemukan sistem
penulisan yang menggunakan titik timbul untuk mewakili huruf dan angka pada
abad ke-19. Sistem ini dikenal sebagai kode Braille dan terdiri dari enam
titik. Sistem penulisan Braille pertama kali digunakan dan diperkenalkan di L�Institution Nationale des Jeunes Aveugles,
Paris sebagai bagian dari pendidikan tunanetra. Braille sendiri merupakan salah
satu alternatif tulisan taktil bagi disabilitas netra dan digunakan dengan
mengenali karakter dengan menyentuh area yang ditinggikan. Teks Braille sangat
membantu anak dalam menerima informasi di luar pendengaran dan indranya.
Kendala yang dihadapi anak disabilitas netra menunjukkan bahwa mereka
mempunyai kebutuhan yang lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya. Oleh
karena itu, diperlukan tenaga yang berpengalaman untuk membantu memperoleh
informasi, termasuk mempelajari Braille. Sekolah luar biasa merupakan lembaga
formal yang mengajarkan ilmu-ilmu�
pengetahuan kepada anak berkebutuhan khusus dan mengenalkan abjad
Braille pada anak disabilitas netra. Namun yang masih menjadi kendala adalah
minimnya perhatian yang tertuang bagi anak-anak disabilitas netra khususnya
yang beragama Islam untuk mempelajari cara membaca Al-Qur�an, yang berarti
mereka juga butuh huruf Braille hijaiyyah untuk membantu mereka belajar
membaca Al-Qur�an.
Pembelajaran Al-Quran merupakan hal yang sulit bagi penyandang tunanetra,
sehingga diperlukan alat bantu pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
penyandang tunanetra. Alat ini dirancang khusus bagi penyandang tunanetra untuk
memudahkan membaca dan menulis Al-Qur'an. Meski medianya bermacam-macam, namun
pendekatan dalam mendidik anak tunanetra hampir sama dengan anak normal. Namun
telah diadaptasi agar anak tunanetra dapat memahaminya melalui indera peraba
dan pendengaran. Forum lembaga pendidikan Al-Quran biasanya menggunakan
media� visual untuk memberikan materi
pembelajaran kepada siswa. Contoh media dasar pembelajaran yang digunakan
adalah buku iqro'. Buku iqro' biasanya digunakan oleh anak-anak yang dapat melihat,
namun tersedia juga untuk anak-anak tunanetra dalam bentuk braille
untuk� membaca buku tersebut. Penggunaan
metode iqro' dan materi iqro' Braille dalam pembelajaran Alquran efektif dan
juga dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa serta meningkatkan hasil
belajar siswa (Hindatulatifah, 2018).
Berdasarkan paparan dari pengasuh rumah tahfidz, mengajarkan Al-Qur'an
Braille kepada anak disabilitas netra bukanlah tugas yang mudah. Seorang
pendidik perlu secara rutin melatih dan memberikan panduan khusus kepada setiap
anak disabilitas netra, serta memahami metode atau teknik yang efektif dalam
membantu mereka membaca Al-Qur'an dengan huruf Braille. Jadi untuk bisa ke
tahap membaca Al-Qur�an anak disabilitas netra terlebih dahulu belajar dasarnya
yaitu di iqro� Braille, di Iqra� Braille anak disabilitas netra bisa
membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk satu jilid, maka dari itu sangat
dibutuhkan upaya ketekunan guru yang membutuhkan waktu lama dalam mempersiapkan
dan memantu mengajar Iqro� Braille.
Yang menjadi persoalan adalah orangtua anak disabilitas netra yang sadar
dan butuh akan guru mengaji untuk anaknya biasanya akan meminta guru anaknya di
Sekolah Luar Biasa yang dalam konteks formal juga menjadi guru informal dalam
hal mengaji karena minimnya layanan tempat belajar qur�an bagi anak disabilitas
netra. Selain itu pada praktek lapangan, guru Sekolah Luar Biasa populasinya
sangat terbatas. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh (Tiwan, 2021) Kekurangan
jumlah tenaga pendidik merupakan permasalahan yang harus segera diatasi oleh
pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah. Pemerintah memiliki peran penting
dalam upaya meningkatkan ketersediaan tenaga pendidik, mengingat program wajib
belajar yang sedang dijalankan. Adanya sistem wajib belajar ini membuat jumlah
peserta didik semakin meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu diperlukan
keseimbangan yang memadai antara jumlah peserta didik dan tenaga pendidik untuk
memenuhi kebutuhan.
Dalam membimbing para siswa terutama kepada anak yang memiliki keistimewaan
yang dibawa oleh dirinya, karena pada dasarnya�
pendidikan tidak hanya memberikan peluang kepada seseorang untuk
mencapai posisi, kekayaan, kekuasaan, atau penghargaan, tetapi juga membuka
jalan bagi kesuksesan pribadi yang berkelanjutan. Dari hal tersebut perlu
perhatian besar bagi anak disabilitas netra dalam belajar membaca Al-Qur�an,
situasi ini sangat disesalkan jika tidak ditindaklanjuti bagi anak disabilitas
netra karena pada dasarnya belajar membaca dan menghafal Al-Qur�an seharusnya
dimulai sejak dini. Dalam hal membaca dan menghafal al quran bagi seorang
disabilitas netra dukungan dari keluarga merupakan poin penting agar mereka
dapat lancar dalam membaca dan menghafal Al-Qur�an Braille.
Pada dasarnya Al-Qur�an merupakan pedoman hidup bagi setiap muslim yang
wajib diimani, dibaca, dipelajari, dan dipahami maknanya. Al-Quran merupakan
kitab yang berisi petunjuk dan pesan bagi seluruh umat manusia baik dalam
urusan internal maupun eksternal yaitu berkaitan dengan keyakinan, kepribadian
dan watak, kehidupan sosial, hingga sejarah (Muarif, n.d.). Al-Qur'an
merupakan sumber dari segala sumber rujukan untuk memahami permasalah
kehidupan, termasuk masalah yang berkaitan dengan pendidikan pendidikan (Suryadi, 2022). Al-Quran
sebagai wahyu dari Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw untuk
disampaikan pada umatnya sebagai� fondasi
dalam berperilaku sehari-hari dan pembentukan karakter bagi setiap muslim. Dan
juga membaca Al-Quran merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki, hal
tersebut berlaku bagi semua umat Islam tak terkecuali pun anak dengan
disabilitas netra. Oleh karena itu dibutuhkan metode-metode khusus yang bisa
diberikan bagi penyandang disabilitas netra sehingga dapat menunjang kemampuan
mereka dalam membaca dan mempelajari Al-Qur�an.�
Disebutkan juga bahwa anak-anak penyandang disabilitas sama seperti orang
normal pada umumnya yang membutuhkan pengetahuan dari berbagai hal, terutama di
bidang kerohanian yang aspek-aspek di dalamnya menjadi dasar dan landasan bagi
mereka dalam menjalani kehidupan. Ajaran Islam juga menegaskan bahwa semua
manusia memiliki kesamaan derajat, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan
mereka kepada Allah SWT. Prinsip ini selaras dengan sistem pendidikan di
Indonesia. Dalam hal menghafal Al-Qur'an, setiap orang memiliki kemampuan yang
berbeda-beda, hal ini berlaku juga bagi anak berkebutuhan khusus yang memiliki
kekurangan tertentu. Oleh karena itu, mereka membutuhkan perhatian khusus
perihal metode dan cara dalam mempelajari Al-Qur'an. Akan tetapi dalam penerapannya
ada perbedaan jauh dibanding dengan orang normal, mereka yang memiliki
keterbatasan membutuhkan hal-hal khusus yang lebih besar pula dalam proses
belajarnya, oleh itu disabilitas netra membutuhkan alat bantu membaca dan
menulis yang biasa disebut dengan Braille.
Adapun dalam aspek islami Al-Qur�an Braille menjadi suatu hal yang penting
untuk menunjang dan membantu disabilitas netra dalam membaca dan menghafal
al-Qur�an. Al-Qur'an Braille merujuk pada penggabungan dua kata, yaitu
al-Qur'an dan Braille. Penulisan Al-Qur�an Braille pertama kali di Indonesia
pada tahun 1959 oleh H. Abdullah Yatim, hingga pada tahun 1999 Al-Quran Braille
ditulis menggunakan sistem komputer oleh Yayasan Raudlatul Mukfufin
Jakarta.� Strategi membaca dan menulis
Arab� digunakan untuk membantu penyandang
disabilitas netra dalam membaca Al-Quran dengan menggunakan huruf huruf
Braille.Hal ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus dan� metode yang tepat serta sesuai sehingga dapat
mengoptimalkan proses belajar bagi anak penyandang disabilitas netra yaitu
lewat indra pendengar dan perabanya. Al-Qur�an Braille merupakan salah satu
media yang biasa digunakan oleh penyandang disabilitas dalam membaca dan
menghafal Al Qur�an sendiri. Menurut (bin Mohd Sarif, 2024) Al-Quran
Braille pertama di Indonesia merupakan terbitan dari Yordania pada tahun 1952
yang dikirimkan oleh Prof. Dr. Mahmud Syaltut. Beliau menandatangani sampul
Al-Quran tersebut dengan tanggal tahun 1956. Menurut catatan Ahmad Jaeni pada
tahun 2015, perkembangan Al-Quran Braille di Indonesia dimulai pada tahun 1954
ketika Lembaga Penerbitan dan Perpustakaan Braille Indonesia (LPPBI) menerima
kiriman Al-Quran Braille dari UNESCO. Pada saat itu, LPPBI yang berkedudukan di
Bandung di bawah naungan Departemen Sosial merupakan satu-satunya lembaga
penerbitan dan perpustakaan Braille di Indonesia.Dengan adanya Al-Qur�an
Braille ini menjadi sebuah harapan dan kemajuan bagi para disabilitas netra,
dari yang sebelumnya proses belajar Al-Qur�an hanya lewat metode mendengar
(Auditori) dari orang lain berkembang dengan mereka bisa membaca dan
menulisnya. Sehingga secara tidak langsung membantu disabilitas netra khususnya
yang beragama islam dalam berkembang seperti orang normal dalam membaca
Al-Qur�an.
Meskipun demikian, dalam proses belajarnya sangat membutuhkan waktu lebih
dan sangat dibutuhkan pendidik yang dapat mendampingi dan dengan sabar
mengajari anak disabilitas netra. Disisi lain para orang tua penyandang
disabilitas netra rata-rata cenderung bergantung pada guru anaknya di SLB
(Sekolah Luar Biasa) yang mana dalam realitanya masih banyak orang� yang kurang mengerti akan hal itu, sedangkan
guru-guru di sekolah luar biasa memiliki populasi pengajar yang sedikit. Oleh
itu sebenarnya dibutuhkan orang yang memiliki kesadaran dan keinginan untuk
memahami huruf Braille sehingga dapat membantu mendampingi penyandang
disabilitas netra dalam proses belajar dan membaca Al-Qur�an yang mana dalam
menjadi pengajar ataupun pendamping belajar bagi para disabilitas netra tidak
hanya orang-orang tertentu yang telah mendalami pendidikan luar biasa akan
tetapi semua orang bisa menjadi pengawas dalam proses belajar anak penyandang
disabilitas netra dengan� penerapan dan
pemahaman terkait dasar-dasar tentang hal yang dibutuhkan bagi penyandang
disabilitas netra, seperti membersamai dan mengawasi dalam proses belajar anak
disabilitas netra yang bisa dilakukan oleh semua orang. Bagaimanapun anak
disabilitas netra, sebagai hamba Tuhan, mempunyai hak dan tanggung jawab untuk
mempelajari kitab suci agamanya.
�Adapun tahap awal mengamalkan
al-Qur'an adalah membaca al Qur'an tersebut. Karena membaca merupakan salah
satu komunikasi mendasar yang sangat penting bagi setiap individu. Melalui
membaca seseorang dapat memperluas pengetahuan, memperoleh pemahaman, serta
mengembangkan intelektual. Dalam konteks ini membaca tidak selalu menggunakan
indra penglihatan, karena pada tuna netra mereka bisa membaca dengan
menggunakan tangan mereka dengan cara meraba huruf braille. Untuk menguasai
keterampilan membaca penyandang disabilitas netra memerlukan beberapa aspek
penting, antara lain perkembangan bahasa lisan, persepsi pendengaran,
perkembangan fungsi motorik dan sentuhan, tingkat perkembangan sosial dan
emosional, serta motivasi untuk belajar. Dengan kemampuan membaca dan
mempelajari al-Qur�an maka minat dalam membaca dan menghafalkannya juga kian
meningkat. Menurut (Bejo, 2016) Pembelajaran
Al-Quran bagi disabilitas netra harus memiliki pendekatan dan metode tersendiri
karena disabilitas netra tidak dapat memperoleh informasi dengan indra
penglihatan dan hanya menerima informasi lewat auditori dan indra peraba. Bagi
disabilitas netra mereka dapat mengetahui dan mempelajari Al-Qur�an lewat
beberapa cara selain dengan membaca lewat tulisan braille, akan tetapi ada
banyak sekali metode yang dapat menunjang para disabilitas netra dalam mencapai
pemahaman akan isi Al-Qur�an seperti dengan metode ceramah, metode diskusi,
metode drill, Auditori lewat murottal, dan lain sebagainya.
Dalam proses pembelajaran membaca Al-Quran bagi anak disabilitas netra,
teknik penyampaian materi yang digunakan adalah metode imitasi atau peniruan.
Guru akan memberikan contoh dengan membacakan materi, kemudian siswa diminta
untuk menirukan bacaan tersebut secara berulang-ulang. Pendekatan yang
diterapkan adalah semi privat, di mana peserta didik dikelompokkan berdasarkan
tingkat kemampuan mereka. Pada awalnya, materi diajarkan secara bersama-sama
kepada kelompok tersebut. Setelah itu, setiap siswa akan dibimbing dan dituntun
secara individual untuk mempraktikkan materi yang telah diajarkan. Dengan
demikian, masing-masing siswa akan mendapatkan perhatian dan bimbingan khusus
sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhannya.Dimana dari sekian banyak
metode yang digunakan untuk menunjang pengetahuan para disabilitas netra
seperti orang lain pada umumnya dan seberapa efektif penggunaan metode tersebut
dalam proses perkembangan belajar bagi penyandang disabilitas netra. Bukan
hanya dari segi metode akan tetapi peran dari dukungan sosial bagi perkembangan
pembelajaran pada disabilitas sangat penting, seperti peran dari keluarga dan
lingkungan yang mendukung dalam mendorong anak disabilitas netra untuk bisa
melangkah lebih maju. Dukungan orangtua sangat penting bagi penyandang
disabilitas netra .Dengan dukungan orangtua, mereka memiliki kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan di yayasan khusus penyandang tunanetra.
Dukungan orangtua sangat dibutuhkan terutama ketika anak disabilitas netra
memasuki masa remaja. Masa remaja yang dialami oleh penyandang tunanetra tidak
berbeda dengan remaja pada umumnya. Oleh karena itu, dukungan orangtua sangat
diperlukan untuk mendampingi mereka melewati fase perkembangan tersebut.
Bagi anak disabilitas netra yang memeluk agama Islam, mereka juga berhak
dan berkewajiban untuk mempelajari, mengkaji, serta mengamalkan isi kandungan
Al-Quran sebagai kitab suci mereka. Langkah awal dalam mengamalkan Al-Quran
adalah dengan mempelajari cara membacanya. Oleh karena itu, pelajaran pertama
yang diberikan kepada siswa yang baru memulai pengajaran baca-tulis Al-Quran
adalah pengenalan huruf-huruf hijaiyah. Pengenalan huruf hijaiyah menjadi dasar
penting sebelum mempelajari tahapan-tahapan selanjutnya dalam membaca Al-Quran
dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah yang berlaku. setelah dapat memahami
huruf hijaiyyah pembelajaran selanjutnya dialihkan ke tingkatan lebih tinggi
seperti pengenalan bunyi huruf dan cara membacanya.� Rata-rata, dibutuhkan waktu sekitar tiga
hingga enam bulan bagi mereka untuk menguasai konsep dasar aksara Hijaiyah dan
mampu beralih menggunakan Al-Quran Braille, karena dibutuhkan waktu tahap yang
cukup lama untuk bisa membantu mereka dalam mengetahui konsep membaca Al-Qur'an.
Pembelajaran Al-Qur'an bagi
anak penyandang disabilitas netra memerlukan pendekatan khusus karena keterbatasan
mereka dalam menerima informasi visual. Mereka hanya dapat
memahami informasi melalui indera pendengaran (suara atau bunyi) dan indera peraba. Mushaf Al-Qur'an yang dicetak dengan tinta hitam
di atas kertas putih tidak dapat
diakses oleh anak-anak dengan disabilitas netra karena mereka
hanya akan merasakan permukaan kertas yang halus tanpa adanya informasi
lain. Oleh karena itu, pembelajaran Al-Qur'an bagi mereka membutuhkan
mushaf khusus yang ditulis dalam huruf
Arab Braille, sehingga mereka
dapat membaca dan memahami isi Al-Qur'an melalui indera peraba
Pembelajaran Al-Quran bagi
anak penyandang disabilitas penglihatan (netra) memiliki kekhususan tersendiri. Mereka mempelajari membaca Al-Quran menggunakan huruf Arab Braille yang dapat diraba dengan jari-jari
tangan. Namun, terkadang mereka mengalami kesulitan dalam mengenali huruf yang tertulis karena tulisannya tidak timbul, sehingga
sulit untuk diraba. Aspek penting
yang perlu ditingkatkan dalam pembelajaran Al-Quran bagi mereka adalah
kelancaran membaca Al-Quran
dengan tajwid (aturan pembacaan) yang benar. Selain itu, dibutuhkan metode pembelajaran Al-Quran yang
efektif dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka, serta fasilitas seperti mushaf Al-Quran dalam huruf Braille yang dapat diraba dengan
mudah. Hal ini sangat penting untuk membantu
mereka dalam mempelajari dan memahami isi kandungan Al-Quran secara optimal.
Berdasarkan uraian yang telah dibahas di atas penluisan ini tertarik untuk
mengetahui dan mengkaji terkait apa saja metode dan materi yang digunakan dalam
penerapan membaca dan menghafal Al-Qur�an pada anak disabilitas netra Rumah
Tahfidz Difabel Aisyah Luqman Semarang. Adapun tujuan penulisan dari pembahasan
ini adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan metode serta materi yang
diterapkan dalam proses hafalan Al-Qur'an bagi anak disabilitas netra di Rumah
Tahfidz Difabel Aisyah Luqman Semarang dan juga menganalisis terkait tantangan
yang muncul dalam penerapan metode hafalan Al-Qur'an pada anak disabilitas
netra, khususnya di lingkungan Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman Semarang.
Dengan demikian, dengan demikian penulisan ini dapat memberikan wawasan dan
solusi yang efektif dalam mengatasi tantangan tersebut guna meningkatkan
efektivitas pembelajaran Al-Qur'an bagi anak disabilitas netra.
Pembelajaran Al-Qur'an Braille merupakan sebuah metode yang memungkinkan
penyandang disabilitas� untuk mempelajari
dan memahami isi kandungan Al-Qur'an. Metode ini memanfaatkan sistem tulisan
Braille yang terdiri dari titik-titik timbul yang dapat dibaca dengan cara
meraba menggunakan ujung jari. Al-Qur'an Braille bagi disabilitas netra
disajikan dalam bentuk buku atau mushaf khusus yang dicetak dengan menggunakan
kombinasi titik-titik timbul yang mewakili huruf-huruf Arab. Pembelajaran
Al-Qur'an Braille tidak hanya berfokus pada kemampuan membaca, tetapi juga
melibatkan aspek-aspek lain seperti hafalan, pemahaman makna, dan penerapan
nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an. Pembelajaran Al-quran braille bagi
disabilitas netra juga memerlukan pendekatan khusus yang berbeda dengan
pembelajaran secara konvesional. Menurut (Mokhtar et al., 2018), beliau
menekankan kepentingan penggunaan kaedah pengajaran yang beragam seperti metode
auditori, kinestetik, dan visual (melalui sentuhan) untuk membantu pelajar
tunanetra memahami dan menguasai bacaan Al-Quran Braille dengan lebih
berkesan.Guru� perlu� memahami�
dan� memiliki keterampilan dalam
menguasai kode-kode Braille tersebut agar tidak terjadi kekeliruan pada kodenya
karena� setiap� huruf�
tersebut� mempunyai kode-kode
Braille yang tersendiri.
Metode yang digunakan pada anak berkebutuhan khusus tunanetra pada dasarnya
memiliki kesamaan dengan anak-anak normal pada umumnya. Yang membedakannya
yaitu adanya modifikasi pada pelaksanaan pembelajarannya, sehingga anak ABK
tunanetra dapat mengikuti proses pembelajaran yang bisa diikuti oleh mereka
dengan indra perabaan maupun pendengaran (Handoyo, 2022). Menurut (Yaacob, 2004), pelajar yang
mengalami masalah penglihatan cenderung kurang memahami hukum tajwid karena
sering keliru dengan huruf-huruf yang memiliki susunan titik-titik yang hampir
sama.
Membaca dan menghafal Al-Qur'an merupakan aktivitas yang sangat penting
dalam kehidupan seorang Muslim. Bagi anak-anak disabilitas netra, proses ini
membutuhkan metode dan media khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
Salah satu media yang digunakan adalah Al-Qur'an Braille, yang memungkinkan
anak-anak disabilitas netra untuk membaca dan menghafal Al-Qur'an melalui
sistem tulisan timbul yang dapat diraba. Menurut (Amrulloh & Najaah, 2022) Al-Qur'an
Braille merupakan solusi yang tepat bagi anak-anak disabilitas netra untuk
dapat membaca dan memahami isi kandungan Al-Qur'an secara mandiri. Sistem
Braille memungkinkan mereka untuk meraba huruf-huruf timbul yang mewakili
huruf-huruf Arab, sehingga mereka dapat membaca dan menghafal ayat-ayat
Al-Qur'an dengan baik. Namun, proses membaca dan menghafal Al-Qur'an Braille
membutuhkan keterampilan dan latihan khusus agar dapat dilakukan dengan
efektif.
Dalam proses membaca Al-Qur'an Braille, anak-anak disabilitas netra perlu
dibekali dengan pengetahuan tentang sistem Braille dan cara membacanya. Membaca
Braiile memerlukan teknik yang berbeda di mana pembaca harus menggunakan indera
peraba untuk memahami setiap huruf, kata, dan kalimat yang tertulis dalam
bentuk titik-titik timbul. sehingga diperlukan pelatihan agar dapat menguasai
teknik membaca Al-Qur'an Braille dengan baik. Sedangkan dalam proses menghafal
Al-Qur'an Braille, diperlukan metode dan strategi yang tepat. Salah satu metode
yang efektif adalah metode talaqqi, di mana anak-anak disabilitas netra
menghafal Al-Qur'an dengan bimbingan seorang guru atau instruktur yang terlatih
(Safitri, 2022). Metode ini
memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan umpan balik dan koreksi langsung dari
guru, sehingga mereka dapat memperbaiki hafalan mereka dengan tepat. Penggunaan
media pendukung seperti rekaman suara atau aplikasi pembelajaran Al-Qur'an
Braille juga dapat membantu proses menghafal anak-anak disabilitas netra.
Sebagaimana dijelaskan oleh (Zami, 2020).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman, Semarang. Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada bagaimana
cara efektif yang dapat digunakan untuk membantu anak disabilitas netra dalam
proses membaca dan menghafalkan Al-Qur�an. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi pustaka. Observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah�
observasi� partisipan dimana
observer mengikuti proses pembelajaran membaca dan menghafal anak disabilitas
netra dengan turun langsung ke lapangan untuk ikut berkontribusi dalam proses
mengajar. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
tidak terstruktur bersama pengasuh rumah tahfidz Aisyah Luqman dan beberapa
anak yang ikut serta dalam proses pembelajaran dan juga dalam penelitian ini,
penulis menggunakan buku-buku dan literatur lainnya sebagai objek utama dalam
mencari teori.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdirinya Rumah Tahfidz Aisyah Luqman dilatar
belakangi oleh kesadaran pengasuh yang sadar akan pentingnya pendidikan
keagamaan yang wajib dikuasai sebagai pedoman dalam kehidupan oleh semua orang
termasuk orang-orang yang dilahirkan dengan keistimewaan yang dimiliki, salah
satunya bagi penyandang disabilitas netra. Mereka� juga punya hak untuk� mempelajari ilmu pengetahun namun dalam
kenyataannya akses dalam mereka belajar belum tersedia secara maksimal, seperti
kurangnya tenaga pengajar yang bisa mendampingi anak belajar khususnya dalam
hal keagamaan seperti mengaji. Anak disabilitas netra membutuhkan pembelajaran
khusus untuk bisa membaca huruf hijaiyah namun dalam prosesnya membutuhkan
bimbingan khusus yang mungkin jarang diberikan dalam pembelajaran di sekolah
mereka belajar. Sehingga lewat hadirnya Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman
diharapkan menjadi wadah bagi penyandang disabilitas untuk bisa mempelajari
Al-Qur�an dan� memperoleh ilmu keagamaan
sebagaimana mestinya lewat bimbingan dan metode khusus yang dapat membantu
mereka berkembang sebagaimana anak normal lainya.
Rumah Tahfidz untuk Difabel Aisyah Luqman
Seamarang memiliki visi menjadikan tempat ini sebagai pusat pembelajaran
Al-Qur'an yang ramah dan inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya
anak-anak disabilitas netra dalam menyediakan lingkungan belajar yang kondusif
dan fasilitas yang memadai, sehingga anak-anak difabel dapat mengakses
pendidikan Al-Qur'an dengan mudah dan nyaman. Dalam mewujudkan visi tersebut,
Rumah Tahfidz untuk Difabel memiliki beberapa misi seperti, pertama,
menciptakan suasana belajar yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak
difabel dalam mempelajari Al-Qur'an.Kedua, mengembangkan metode pembelajaran
Al-Qur'an yang inovatif dan disesuaikan dengan kebutuhan khusus anak-anak
difabel, terutama bagi mereka yang memiliki disabilitas netra. Ketiga,
menyediakan sarana dan prasarana yang ramah difabel, seperti Al-Qur'an Braille,
media pembelajaran interaktif, dan alat bantu lainnya, untuk memfasilitasi
proses belajar anak-anak difabel. Keempat, meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (guru dan tenaga pendidik) melalui pelatihan khusus agar mampu
memberikan pendampingan yang optimal bagi anak-anak difabel.
Tujuan berdirinya Rumah Tahfidz untuk Difabel
adalah untuk memberikan kesempatan belajar yang sama bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, khususnya anak-anak dengan disabilitas netra, untuk
mempelajari Al-Qur'an dan ajaran agama Islam sebagaimana anak-anak normal
lainnya karena hal yang mendasar bagi umat manusia khususnya umat muslim adalah
mempelajari agama untuk dijadikan sebagai pedoman hidup di tiap langkah
kehidupan. Melalui Rumah Tahfidz ini, segala upaya disusun untuk menciptakan
lingkungan belajar yang ramah dan inklusif, di mana anak-anak disabilitas netra
dapat memperoleh akses yang mudah dan nyaman dalam mempelajari Al-Qur'an dan
ajaran agama Islam.Dengan adanya Rumah Tahfidz ini, anak-anak disabilitas netra
dapat memperoleh bekal yang kuat dalam hal agama dan spiritual. Mereka dapat
mempelajari Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sumber kekuatan dalam
menghadapi tantangan yang mungkin dihadapi akibat kondisi disabilitas mereka.
Dengan demikian, mereka dapat tumbuh menjadi insan yang beriman, berakhlak
mulia, dan mampu berkontribusi positif bagi masyarakat. Rumah Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman memperhatikan bahwa kebutuhan khusus anak-anak disabilitas netra
memerlukan fasilitas dan sarana prasarana yang khusus pula. Sehingga di tempat
ini telah menyediakan berbagai fasilitas yang ramah dan aksesibel bagi mereka
dalam mempelajari Al-Qur'an dan ajaran agama Islam. Salah satu fasilitas utama
yang disediakan adalah Al-Qur'an Braille. Mushaf Al-Qur'an ini dicetak dengan
huruf-huruf Braille, sehingga anak-anak disabilitas netra dapat membacanya
dengan cara meraba huruf-huruf timbul tersebut. Selain itu, kami juga
menyediakan alat bantu belajar lainnya seperti reglet (alat untuk menulis
Braille) dan stylus (pena khusus untuk menulis Braille). Untuk menunjang proses
pembelajaran yang lebih interaktif disediakan pula pembelajaran berbasis suara
dan sentuhan seperti seperti mic dan sound system untuk keperluan pembelajaran.
Rumah Tahfidz disabel Aisyah dirancang sedemikian rupa agar aman dan nyaman
bagi anak-anak disabilitas netra seperti tangga yang dilengkapi dengan pagar
dan rel pegangan di tembok untuk dapat membantu mereka bernavigasi dengan
mudah. Selain itu, perabotan seperti meja dan peralatan lain diatur sesuai
dengan kebutuhan khusus mereka. Dengan fasilitas dan sarana prasarana yang
lengkap di Rumah Tahfidz Difabel ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif dan inklusif bagi anak-anak disabilitas netra. Sehingga
mereka dapat mengakses pendidikan Al-Qur'an dengan mudah, nyaman, dan optimal
sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Metode Pembelajaran Al-Qur'an Braille
a. Huruf Braille dalam
Al-Qur�an
Al-Qur�an merupakan kalam
Tuhan yang terdiri atas ayat-ayat di dalamnya. Ayat-ayat dalam Al-Qur�an
tersusun dari beberapa kata yang mana setiap kata terdiri dari beberapa huruf,
maka itu untuk dapat membaca Al-Qur�an hal pertama yang harus dikuasai adalah
penguasaan huruf-huruf hijaiyah. Orang pada umumnya yang tidak memiliki batasan
melihat maka dapat hafal huruf hijaiyyah dengan melihat atau menghafalkan
bentuk tiap huruf� dan melafalkannya,
begitu pula penyandang disabilitas netra belajar mengetahui huruf hijaiyyah.
Namun pastinya dengan cara yang berbeda�
yaitu dengan mengenali titik-titik timbul yang tiap hurufnya berbeda dan
belajar melafalkannya. Selain huruf, harakat-harakat atau tanda lain dalam
bacaan Al-Qur�an pun ada huruf braille nya. Tentu, dengan adanya huruf
hijaiyyah braille ini diharap mampu�
membantu anak disabilitas netra untuk membaca dengan mudah salah satunya
dengan adanya beberapa huruf yang disamakan dengan alfabet braille seperti
contoh huruf ta pada hijaiyyah disamakan letak titiknya dengan huruf t di
alfabet, huruf ba pada� hijaiyyah
disamakan dengan huruf b di alfabet, dan begitu pula huruf lainnya. Hal ini
sangat membantu anak-anak di Rumah Tahfidz karena anak-anak anak di sekolah
telah belajar huruf alfabet, sehingga adanya beberapa kemiripan antara braille
alfabet dan braille hijaiyah tidak menambah kebingungan mereka dengan adanya
perbedaan titik timbul tapi dengan pelafalan yang sama.
b. Teknik atau Metode
Membaca dan Menghafal Al-Qur�an Braille
Metode dalam belajar Al-Qur�an yang digunakan
bagi anak disabilitas netra di Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman yaitu:
1)
Metode Membaca
Sebelum menuju ke jenjang Al-Qur�an, anak
disabilitas netra terlebih dulu diajarkan bagaimana mengenal huruf hijaiyyah
menggunakan metode Qira�ati yang dipelopori oleh KH. As�ad Humam yang telah
disalin menjadi qira�ati model Braille, terdiri dari I-VI jenjang tingkatannya.
Perjalanan belajar membaca Al-Qur'an dimulai dengan Iqro' I yang memperkenalkan
huruf-huruf hijaiyah, tanda harakat fathah, dan cara penyebutan huruf
(makhorijul huruf). Setelah menguasai dasar-dasar ini, langkah selanjutnya
adalah Iqro' II yang mengajarkan tentang tanda panjang pada huruf-huruf
tertentu.Memasuki Iqro' III, pelajaran meluas dengan pengenalan tanda harakat
kasrah, dhammah, dan sukun. Ini menjadi tantangan baru bagi para pelajar untuk
memahami perbedaan cara membaca setiap huruf sesuai dengan harakat yang
menyertainya.Pada Iqro' IV, pengenalan tanda baca tanwin dan pembedaan
huruf-huruf yang hamper sama bacaannya namun berbeda pelafalannya menjadi fokus
utama. Ketelitian dan kecermatan sangat diperlukan dalam tahap ini. Memasuki
Iqro' V, pelajaran semakin mendalam dengan pengenalan tanda baca waqaf, tanda
harakat tasydid, dan mulai menekuni bacaan-bacaan sesuai dengan kaidah tajwid.
Ini merupakan persiapan penting sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.lalu
tingkatan akhir pada Iqro' VI, para pelajar dilatih untuk melancarkan bacaan
sesuai dengan kaidah tajwid yang telah dipelajari sebelumnya. Ini menjadi tahap
akhir sebelum mereka siap untuk memulai pembelajaran Al-Qur'an secara utuh.
Setelah berhasil menyelesaikan sampai Iqro� VI
barulah anak didik dapat secara langsung melanjutkan ke Al-Qur�an. Pada jenjang
ini Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman menggunakan Al-Qur�an versi Utsmani
yang telah berbentuk braille. Al-Qur�an yang terdiri dari 30 juz umumnya dapat
langsung menjadi satu dalam satu mushaf, namun�
dalam braille setiap juz memiliki satu mushaf atau� cetakannya sendiri. Ini terjadi karena 1 juz
cetakan braille tebalnya bisa sama dengan 1 mushaf Al-Qur�an yang sudah memuat
30 juz.
2)
Metode Menghafal
Metode menghafal yang digunakan lebih merujuk
pada indera pendengar atau auditori. Anak-anak disabilitas netra memiliki kotak
mp3 berisi murottal surat-surat Al-Qur�an, mereka akan memutar surat yang akan
mereka hafal dan mulai didengarkan berulang kali, lalu mulai mengikuti membaca,
dan menghafalkannya. Adapun proses menghafal Al-Qur�an di Rumah Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman dimulai dari surat-surat pendek juz 30 mulai an-Nas sampai
an-Naba� dan lanjut ke surat-surat penting seperti surat yasin, al-Waqi�ah,
ar-Rahman,� al-Mulk, dan lanjut menghafal
Al-Qur�an bagi yang berkeinginan. Cara yang digunakan anak-anak dalam
menghafalkan adalah�� selalu mendengarkan
mp3 di waktu senggang, setelah sholat, dan sebelum tidur. Mengikuti tiap ayat
yang didengar sampai hafal dan terus mengulangi ayat atau surat yang sedang
dihafal sampai dirasa sudah mampu dan lanjut ke ayat atau surat setelahnya,
begitupun seterusnya. Nantinya anak-anak akan menyetorkan hafalannya tiap kali
selesai dari proses membaca Al-Qur�an, setelah melafalkan hafalannya ke guru
anak akan lanjut ke hafalan selanjutnya jika menurut guru sudah benar-benar
hafal dan akan mengulang jika masih ada kesalahan.
3)
Metode Ceramah
Metode ceramah digunakan untuk membangun
semangat anak disabilitas netra dalam belajar Al-Qur�an. Metode ini dilakukan
oleh ustadz-ustadzah ataupun pendamping awas sebelum proses belajar membaca
Qiroati ataupun Al-Qur�an, anak diberi dorongan-dorongan islami, kisah-kisah
orang dalam belajar Al-Qur�an, disebutkan dalil-dalil yang bersangkutan, dan
bahkan ceramah mengenai fikih dan syariat.
c. Guru dalam mengajar Al-Qur�an Braille
Terdapat dua guru yang dapat mengajar anak
disabilitas netra, yakni guru tunanetra dan pendamping awas.Yang dimaksudkan
guru Tunanetra disini adalah guru-guru yang sama memiliki batasan dalam
penglihatan, mereka telah menguasai hijaiyyah braille, sudah ahli dalam
mengajar dan mahir dalam membaca Qur�an Braille sehingga dalam proses
mengajarnya ketika anak sedang meraba hijaiyah braille dan melafalkannya guru
tunanetra akan melakukan hal yang sama pula dengan meraba hijaiyyah braille
mengikuti sampai mana kalimat yang dilafalkan anak dan akan mengingatkan jika
anak salah dalam melafalkan ataupun salah dalam menunjuk huruf berikutnya. Lalu
ada Pendamping awas, pendamping awas merupakan istilah bagi pengajar yang cukup
berperan sebagai penyimak atau informan bagi penyandang tunanetra ketika mereka
belajar membaca Al-Qur�an,� dengan adanya
pendamping awas penyandang tunanetra dapat lebih leluasa untuk mencoba serta
mengenal fasilitas-fasilitas yang terdapat di lingkungannya.
Adapun bagi pengajar awas bisa dilakukan oleh
semua orang yang yang mau ikut berperan sebagai tenaga pengajar dalam membantu
para disabilitas netra belajar membaca, menghafal dan memahami isi Al-Qur�an
dan tidak perlu adanya ijazah khusus untuk bisa menjadi pendamping awas, cukup
dengan bisa membaca dan menyimak ketika proses pembelajaran berlangsung, karena
sejatinya semua orang bisa menjadi pendamping awas setelah mempelajari teknik
untuk mendampingi kegiatan tunanetra dalam belajar memahami Al-Qur�an. Dalam
proses penelitian ketika observasi di Rumah Tahfidz, peneliti berkesempatan
menjadi pendamping awas. Sebelum menjadi pendamping awas, peneliti
diperkenalkan dan diajarkan tentang teknik dasar dalam mempelajari Qur�an
Braille. Hal ini bertujuan agar pendamping awas mengerti apa saja yang harus
dilakukan dalam menghadapi tuna netra pada pembelajaran Qur�an Braille.
d. Tahap Pelaksanaan dan
Evaluasi dalam Membaca Al-Qur�an Braille
Tahap pelaksanaan belajar membaca dan menghafal
Al-Qur�an Braille di Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman terdiri dari tahap
pra-belajar Al-Qur�an dan tahap saat belajar Al-Qur�an. Tahap pra-belajar
meliputi makan bersama, wudhu, sholat berjamaah, dan berdzikir. Tahap ketika
belajar berlangsung bersamaan dengan tahap evaluasi, anak menyiapkan buku Iqro�
braille ataupun Al-Qur�an braille sesuai tingkatannya, menghadap ke guru,
mengingat dan membuka halaman yang akan dia baca, memulai membaca Al-Qur�an. Ketika
membaca Al-Qur�an apabila anak salah dalam mengucap maka guru atau pendamping
akan langsung meminta untuk mengulang kembali dan mengingat titik timbul itu
tadi bacaan yang benarnya apa. Setelah membaca Al-Qur�an anak menyetorkan
hafalan Al-Qur�an ke guru, pun sama jika ada ayat yang salah atau lupa maka
anak akan langsung diminta mengulang. Dalam membaca Al-Qur�an anak baru bisa
lanjut ke halaman Al-Qur�an berikutnya jika sudah benar tidak ada banyak
kesalahan, begitu pula dalam menghafal anak tidak akan pindah hafalan ke surat
berikutnya sampai ia benar-benar lancar saat membaca surat yang ia hafalkan.
e. Faktor Keberhasilan
Belajar Al-Qur�an Braille
Keberhasilan proses belajar membaca dan
menghafal Al-Qur�an anak disabilitas tidak hanya berdasarkan kemampuan
menguasai huruf hijaiyyah braille, namun juga didukung oleh faktor lain seperti
adanya kegiatan yang mendukung, motivasi dari diri anak, dukungan orang tua,
dan adanya aspirasi masyarakat.
1.
Kegiatan yang mendukung
Selain dari segi belajar mempelajari Al-Qur�an,
Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman membimbing peserta didiknya untuk bisa
belajar mandiri secara optimal walaupun dengan keterbatasan yang mereka miliki
lewat kegiatan dan prasarana yang memadai untuk para disabilitas netra
melakukan aktivitas yang tidak bisa mereka lakukan jika berada di luar Rumah
Tahfidz. Disana pengasuh berupaya mengasah bakat terpendam para tuna netra yang
terhalang keterbatasannya. Karena jika sudah berada di luar sana banyak orang yang
membatasi ruang gerak tunanetra karena beranggapan bahwa mereka belum bisa
mandiri.
2.
Motivasi diri anak
Dalam mengikuti kegiatan mempelajari Al-Qur�an,
tentunya yang sangat penting adalah motivasi diri dari anak-anak tersebut.
Dalam meningkatkan motivasi diri pada anak-anak, Rumah Tahfidz Difabel Aisyah
Luqman memberikan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif dengan fasilitas
yang memadai. Dalam Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman anak-anak disana
diberikan rasa kasih sayang, serta keakraban dari para tenaga ajar dan pemilik
Rumah Tahfidz kepada mereka menciptakan rasa nyaman dan memotivasi mereka dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran Al-Qur�an. Pengasuh sendiri selalu memberikan
motivasi lewat ceramah yang sering dilakukan setelah sholat berjamaah.
3.
Dukungan orang tua
Tidak hanya dari semangat dan motivasi yang ada
pada diri anak disabilitas netra sendiri, dukungan orang tua sangat
mempengaruhi proses belajar Al-Qur�an pada anak. Berdasarkan observasi yang
telah dilakukan diketahui bahwa anak yang memiliki dukungan dari orang tua
tingkatan membacanya lebih cepat sehingga tidak membutuhkan waktu terlalu lama
untuk sampai pada Iqra� bagian akhir dan lanjut ke Al-Qur�an, begitu pula pada
tingkat hafalannya dimana anak yang memiliki dukungan orangtua dapat lebih
banyak dalam menghafal surat-surat dan lancar saat menyetorkan hafalannya.
Berdasarkan penjelasan pengasuh Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman, baru ada 2
anak yang sudah dapat menghafal di tingkatan Al-Qur�an, itu pun dapat terjadi
karena keluarganya juga tidak segan-segan untuk terus mendukung dan mengerahkan
dirinya langsung dalam mempelajari huruf hijaiyyah Braille sehingga bisa
menjadi pengajar awas ketika di rumah, dengan tujuan� membantu anak disabilitas netra untuk tetap
dapat membaca dan menghafal Al-Qur�an yang awalnya hanya di jam belajar yang
telah diberikan oleh pengasuh Rumah Tahfidz yakni seminggu 2 kali menjadi dapat
belajar Al-Qur�an kapanpun dan dimanapun tanpa ada batasan ruang dan waktu.
4.
Aspirasi Masyarakat
Aspirasi oleh masyarakat pada anak disabilitas
netra untuk dapat belajar membaca ataupun menghafal Al-Qur�an menjadi faktor
yang sangat membantu, karena terkadang anak-anak disabilitas merasa menjadi
orang yang dibedakan dan dipandang sebelah mata pada masyarakat. Dengan adanya
aspirasi ini maka anak-anak disabilitas akan merasa diterima, merasa sama, dan
merasa didukung dalam proses belajar. Beberapa aspirasi terkait itu dapat
berupa 1)Memberikan akses pendidikan Al-Qur'an yang inklusif bagi anak disabilitas
netra, sehingga mereka dapat mempelajari kitab suci dengan mudah melalui huruf
braille. 2) Mendorong tumbuhnya rasa percaya diri dan kesetaraan bagi anak
tunanetra dalam mendalami agama Islam melalui pembelajaran Al-Qur'an Braille.
3) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penyediaan fasilitas dan
sumber daya yang aksesibel untuk penyandang disabilitas, termasuk Al-Qur'an
braille
Tantangan dan Kendala dalam Pembelajaran Al-Qur'an
Braille
Guru dan anak tunanetra memiliki persepsi yang
sama terkait penggunaan metode pembelajaran yang berfokus pada pengembangan
kemampuan membaca dan menulis Braille secara fungsional sesuai dengan kebutuhan
individual anak (Rudiyati, 2010). Artinya, keterampilan membaca dan menulis Braille
diajarkan dengan materi yang relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari anak tunanetra. Faktanya, metode pembelajaran yang digunakan guru
untuk meningkatkan minat membaca dan menulis Braille masih terbatas pada
ceramah, diskusi, tanya jawab, serta latihan karena mempertimbangkan kemampuan
anak tunanetra yang cenderung verbal untuk mengembangkan kemampuan berpikir (Setyawati, 2021). Hal serupa juga dialami di Rumah Tahfidz Difabel
Aisyah Luqman yang menghadapi tantangan dalam proses pembelajarannya. Kendala
utama yang dihadapi adalah minimnya tenaga pendidik yang memahami iqra braille,
yang disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengetahuan
tentang Al-Quran Braille.
Aspek yang paling berpengaruh dalam penguasaan
membaca dan menulis Braille pada anak tunanetra adalah kapasitas kognitif untuk
memahami persepsi taktual serta keterampilan motorik. Selain itu, usia anak
tunanetra juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan metode pembelajaran agar
hasil keterampilan membaca dan menulis Braille dapat optimal (Martiniello &
Wittich, 2022). Penelitian (Lee et al., 2021) menemukan bahwa pendekatan yang paling banyak
digunakan dalam pembelajaran Braille adalah pendekatan behavioristik dengan
kerangka sistematis yang menguraikan elemen, komponen, dan unit. Guru memiliki
peran krusial dalam mengelola pembelajaran Braille secara kolaboratif dengan
menggunakan pendekatan konstruktivistik sosial. Setiap aspek dalam membaca dan
menulis Braille saling mendukung, sehingga diperlukan landasan teori
pembelajaran yang mendukung setiap unsur kemampuan tersebut
Selain kendala dalam pembelajaran, terdapat juga
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses pembelajaran, seperti: tidak
boleh ada perubahan mendadak, posisi guru harus statis dengan murid, tingkat
kesilauan cahaya harus sesuai, dan medan penglihatan yang berbeda-beda pada
setiap murid tunanetra. Atas kendala tersebutlah pembelajaran Qur�an Braille
yang menjadikan murid dan guru mengalami kesulitan.
Proses Implementasi Pembelajaran Al-Qur'an Braille
Implementasi pembelajaran Al-Qur�an Braille
membutuhkan kerjasama antara guru, orangtua, dan para pengurus di tempat mereka
belajar. Implementasi pembelajaran Al-Qur�an Braille bertujuan untuk memberikan
kesempatan yang sama bagi para siswa tunanetra dalam mengakses pendidikan
agama, memenuhi kebutuhan spiritual mereka, mengembangkan potensi diri mereka,
serta meningkatkan kemandirian mereka dalam masyarakat. Proses implementasi
dimulai dengan penyiapan berbagai alat pendukung untuk proses belajar seperti
penyediaan Al-Qur�an dalam format braille dan ruangan serta fasilitas yang
memadai. Menurut (Mohd Nor, 2015) guru yang mengajar Al-Quran Braille harus
menguasai keterampilan membaca dan menulis Braille dengan baik, serta memahami
metode pengajaran yang sesuai untuk pelajar tunanetra, seperti penggunaan media
audio-taktil dan penjelasan deskriptif. Kemudian guru-guru yang terlatih dalam
mengajarkan� serta pendamping awas yang
harus dilatih terlebih dahulu agar setidaknya memiliki keterampilan membaca
huruf braille, serta keterampilan mengajar yang efektif untuk anak-anak tunanetra.
Selama proses pembelajaran evaluasi dan penilaian terhadap kemajuan harus
dilakukan sehingga dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan keterampilan
mereka lebih baik lagi. Dukungan dari lingkungan juga sangat berpengaruh dalam
proses pengimplementasiaan pembelajaran Al-Qur�an Braille.
Proses implementasi pembelajaran Al-Quran
Braille melibatkan berbagai tahapan dan aspek penting yang harus diperhatikan.
Pertama, tersedianya mushaf Al-Quran Braille yang memadai menjadi syarat utama.
Mushaf ini dicetak dengan menggunakan huruf Braille yang dapat diraba oleh
siswa tunanetra. Selanjutnya, dibutuhkan tenaga pengajar atau ustadz/ustadzah
yang terampil dalam membaca dan mengajarkan Al-Quran Braille. Mereka harus
menguasai huruf Braille dan metode pembelajaran yang efektif bagi siswa tunanetra.
Dalam proses pembelajaran, pendekatan individual sangat penting untuk
memastikan setiap siswa mendapatkan perhatian dan bimbingan yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya. Metode pembelajaran yang digunakan umumnya
melibatkan peniruan dan pengulangan, di mana guru membacakan ayat atau surat
lalu siswa menirukan bacaan tersebut secara berulang-ulang. Penggunaan media
pembelajaran taktil seperti papan Braille juga dapat membantu siswa dalam
memahami dan melatih pembacaan huruf Braille. Selain aspek teknis, faktor
motivasi dan dukungan dari lingkungan terdekat siswa juga berperan penting.
Orang tua dan keluarga perlu memberikan dukungan dan dorongan agar siswa tetap
semangat dalam mempelajari Al-Quran Braille. Suasana belajar yang kondusif dan
aksesibel juga harus diciptakan agar siswa tunanetra merasa nyaman dan
terfasilitasi selama proses pembelajaran. Keberhasilan implementasi
pembelajaran Al-Quran Braille membutuhkan kerjasama dan sinergi dari berbagai
pihak, termasuk lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat. Dukungan dalam
bentuk penyediaan fasilitas, pelatihan guru, serta penyebaran informasi dan
kesadaran tentang pentingnya pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas
menjadi faktor pendukung yang tidak kalah penting.
SIMPULAN
Mempelajari Al-Quran merupakan tantangan tersendiri bagi
anak disabilitas netra karena keterbatasannya mengakses teks tertulis secara
visual. Namun, setiap individu berhak mendapatkan akses setara dalam
mempelajari ajaran agama, termasuk anak disabilitas netra. Untuk memfasilitasi
mereka, dikembangkan huruf braille sebagai alternatif tulisan taktil yang dapat
dibaca melalui indera peraba. Penguasaan huruf braille menjadi kunci utama bagi
anak disabilitas netra dalam mempelajari Al-Quran. Keberhasilan proses belajar
tidak hanya bergantung pada penguasaan huruf braille, tetapi juga didukung oleh
faktor-faktor lain seperti kegiatan pendukung, motivasi diri, dukungan orang
tua, dan aspirasi masyarakat yang inklusif. Rumah Tahfidz Difabel Aisyah Luqman
telah menerapkan metode pembelajaran Al-Quran yang disesuaikan dengan kebutuhan
anak disabilitas netra, didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, serta
peran guru dan pendamping awas yang terlatih. Motivasi kuat dari dalam diri
anak, dukungan penuh orang tua, dan aspirasi masyarakat yang inklusif menjadi
faktor penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan memacu
semangat anak disabilitas netra untuk terus belajar dan mengembangkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Amrulloh,
M., & Najaah, L. S. (2022). Abba Braille (Alat Bantu Belajar Dan Membaca
Braille) Sebagai Inovasi Alat Bantu Untuk Belajar Dan Membaca Huruf Braille
Secara Mandiri. Inisiasi, 115�120.
Bejo,
B. (2016). PENERAPAN METODE IQRO�BRAILLE DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA HURUF
ALQUR�AN BAGI SISWA TUNANETRA ISLAM PADA SEKOLAH LUAR BIASA DI KABUPATEN KULON
PROGO. WIDIA ORTODIDAKTIKA, 5(1), 93�109.
bin
Mohd Sarif, M. A. (2024). Pembelajaran Al-Qur�an Braille Bagi Pelajar
Sekolah Kebangsaan Pendidikan Khas Princess Elizabeth Di Johor. UIN
Ar-Raniry Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.
Handoyo,
R. R. (2022). Analisis Teori Belajar dalam Metode Pembelajaran Membaca Braille
pada Anak Tunanetra. Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 5(1),
60�70.
Hindatulatifah,
H. (2018). Peningkatan Minat Dan Prestasi Belajar Al-Qur�an Dengan Metode Dan
Bahan Ajar Iqro�Braille Pada Siswa Kelas Iii Sdlb�A Yeketunis Yogyakarta. Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 14(2), 203�232.
Lee,
A. Q. N. A., Hock, K. E., & Hosshan, H. (2021). Essentials of Pre-Braille
skills in Braille learning: A literature review. Jurnal Pendidikan Bitara
UPSI, 14(2), 76�86.
Martiniello,
N., & Wittich, W. (2022). The association between tactile, motor and
cognitive capacities and braille reading performance: a scoping review of
primary evidence to advance research on braille and aging. Disability and
Rehabilitation, 44(11), 2515�2536.
Mohd
Nor, N. (2015). Pengajaran Al-Quran Braille di Sekolah Pendidikan Khas Masalah
Penglihatan. Jurnal Pendidikan Khas, 1(1), 18�32.
Mokhtar,
M. M., Yaakub, R., & Amzah, F. (2018). Cabaran Guru Bahasa Melayu Dalam
Usaha Menerapkan Kemahiran Berfikir Aras Tinggi (KBAT) Dalam Pembelajaran dan
Pemudahcaraan (PDPC) Penulisan Karangan Argumentatif: The Challenge of Malay
Language Teacher in The Effort To Inculcate Higher Thinking Skills (KBAT) in
Learning And Facilitating (PDPC) of Argumentative Essay Writing. ATTARBAWIY:
Malaysian Online Journal of Education, 2(2), 7�14.
Muarif,
S. (n.d.). Sekolah Luar Biasa (SLB-A) Taman Pendidikan dan Asuhan (TPA)
Jember Tahun Pelajaran 2017/2018. Pendidikan bagi kehidupan umat manusia
merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Dalam menempuh
pendidikan tidak memandang.
Rudiyati,
S. (2010). Pembelajaran Membaca dan Menulis Braille Permulaan pada Anak
Tunanetra. Jassi Anakku, 10(1), 57�65.
Safitri,
R. (2022). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Dismenore pada
Remaja Putri Kelas XI IPA Di SMAN 1 Rantau. Universitas Islam Kalimantan
MAB.
Setyawati,
N. R. (2021). Peran Guru Dalam Menumbuhkan Minat Membaca Dan Menulis Braille
Pada Siswa Tunanetra. RISDA: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 5(2),
149�180.
Suryadi,
R. A. (2022). Al-Qur�an Sebagai Sumber Pendidikan Islam. Taklim: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 20(2), 93.
Tiwan,
R. (2021). Analisis Tenaga Pendidik Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Paedagogia
Maospati. Eduscotech, 2(1), 10�23.
Yaacob,
R. (2004). al-Quran braille, kaedah penerbitan dan sumbangannya kepada
golongan cacat penglihatan: kajian di Persatuan Orang-Orang Cacat Penglihatan
Islam Malaysia (PERTIS). Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Jabatan
Pengajian Islam, Universiti Malaya �.
Zami,
M. A. (2020). Kajian Terhadap Ragam Metode Membaca Al-Quran dan Menghafal
Al-Quran. Jurnal Pendidikan Guru, 1(1).