Pelindungan Hukum Terhadap
Hak Ekonomi Pencipta Karya
Tulis di Media Sosial Atas Penggunaan Tanpa Izin Berdasarkan
Hukum Positif Indonesia
Legal
Protection of Economic Rights for Content Creators of Written Works on Social
Media Against Unauthorized Use Based on Indonesian Positive Law�
1)Nabilla Syafa Azzahra, 2)Ranti Fauza Mayana, 3)Rika
Ratna Permata
1,2,3 Universitas Padjadjaran, Indonesia
*Email: 1) [email protected], 2) [email protected],
3) [email protected]
*Correspondence: 1) Nabilla Syafa
Azzahra
DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1359 |
ABSTRAK Hak
Ekonomi adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dan dilindungi
oleh Undang-Undang No. 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta. Kemudahan
akses dalam era digital memudahkan terjadinya pelanggaran hak cipta terhadap suatu ciptaan, khusus dalam penelitian ini yaitu karya tulis
di media sosial yang berpotensi
melanggar hak ekonomi Pencipta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelindungan hukum atas hak
ekonomi Pencipta serta menemukan tindakan hukum yang dapat dilakukan untuk mengatasi pelanggaran Hak
Ekonomi Pencipta berdasarkan
perspektif hukum positif Indonesia. Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan yuridis normatif melalui spesifikasi deskriptif analisis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil bahwa Hak
Ekonomi Pencipta karya tulis di media sosial mendapatkan pelindungan preventif maupun represif sesuai dalam UU Hak Cipta dan UU ITE. Selain itu
tindakan hukum yang dapat diterapkan oleh Pencipta yang dilanggar Hak Ekonominya yakni dapat melakukan pelaporan dan permohonan penutupan konten kepada pihak yang berwenang, selain itu dapat juga melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (1) UU Hak Cipta. Kata kunci: Hak Cipta; Hak Ekonomi; Karya Tulis; Media Sosial, Era Digital |
ABSTRACT
Economic rights
are one of the exclusive rights for creators or copyright holders and receive protective
under Law No. 28 of 2014 on Copyright. However, the ease of access in the
digital era facilitates the occurrence of violations against the use of written
works, specifically in this study namely written works on social media that
potentially infringing on the economic rights owned by the creator. This
research aims to analyze the legal protection of creator�s economic rights and
to identify legal actions that can be taken to address violations of creator�s
economic rights from the perspective of Indonesian positive law. This research
employed a normative juridical approach through the descriptive analysis
specification. Based on the result of this research, it is shown that the legal
protection of the economic rights for creators of written works on social media
can be carried out with both preventive and repressive protection in accordance
with the Copyright Law and the ITE Law. Legal actions that can be taken by
creators whose economic rights have been violated include reporting and
requesting content takedown to the authorized party, or through alternative
dispute resolution, arbitration, or court as regulated in Article 95 Paragraph
(1) of the Copyright Law
Keywords:
Copyright;
Economic Rights; Written Works; Social Media; Digital Era
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi yang begitu pesat menunjukkan adanya pergeseran ke arah transformasi digital dari suatu proses analog. Seiring
dengan berjalannya waktu, era Industri turut mengalami suatu perkembangan yang mendorong terjadinya revolusi industri 4.0. Hal tersebut mengakibatkan berbagai aktivitas terdisrupsi secara digital (A. M. Ramli & Cipta, 2018). Hal tersebut ditunjukkan
dengan banyaknya pemanfaatan teknologi informasi yang mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Kehadiran teknologi yang berkembang semakin pesat yang juga telah memberikan manfaat serta mempermudah masyarakat secara luas dalam beraktivitas
memberikan implikasi hadir dan lahirnya Hukum Teknologi, Informasi, dan Komunikasi
(Cyber Law) yang berasal
dari rezim hukum lain seperti Hukum Kekayaan Intelektual (KI) yang
juga sifatnya multi disiplin
(T. S. Ramli et al., 2020).
Hak Kekayaan Intelektual
merupakan suatu hak yang timbul dari hasil olah pikir atau kreativitas
manusia yang menghasilkan suatu ciptaan di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan yang memiliki manfaat ekonomi (Sinaga, 2020). Hak Kekayaan Intelektual
merupakan suatu bentuk kompensasi dan dorongan bagi pihak
yang menghasilkan karya teknologi. Dalam hal ini yang tentunya cukup menguntungkan masyarakat.
Perkembangan dari kekayaan intelektual
telah melahirkan berbagai cabang yang termasuk dalam ranah kekayaan intelektual, salah satunya yaitu Hak Cipta. Suatu hasil karya cipta dihasilkan
oleh hasil karya pikir dan akal budi manusia
untuk melahirkan suatu yang
dinamakan sebagai Hak Cipta
(Pradita et al., 2024). Definisi dari Hak
Cipta terdapat dalam Pasal
1 Angka 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta yaitu hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi
pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak eksklusif dalam
Hak Cipta mencakup dua hak yaitu hak moral dan hak ekonomi. Hak moral merupakan suatu hak yang timbul sebagai akibat dari adanya keharusan
bagi setiap orang untuk menghargai karya cipta milik orang lain, oleh karena itu seseorang
tidak dapat dengan bebas mengambil
atau mengubah karya cipta milik
seseorang menjadi atas namanya (Supramono, 2010). Sedangkan di sisi
lain, hak ekonomi merupakan suatu hak eksklusif yang dimiliki oleh Pencipta atau pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas karya
ciptanya. Dengan adanya hak ekonomi
yang dimiliki, seorang pencipta dapat melakukan eksploitasi terhadap karya ciptaannya dengan sedemikian rupa untuk memperoleh suatu keuntungan ekonomi (Sitorus, 2016).
Pada saat ini, platform digital seperti
Twitter, Spotify, YouTube, dan Noice merupakan
wadah yang saat ini banyak digunakan
masyarakat untuk mengunggah
kreativitas mereka agar dapat dinikmati oleh khalayak ramai (Pratiwi, n.d.). Hak cipta yang ada
dalam platform
digital tersebut biasanya berupa karya tulis,
foto, lagu, dan sejenisnya. Dalam membuat konten, para content
creator berlomba-lomba agar kontennya
mendapatkan perhatian dari para pengguna media sosial. Hal tersebut berpengaruh terhadap jumlah viewers,
subscribers, dan followers dari media sosialnya yang dapat menghasilkan AdSense sebagai
sumber pendapatan content creator tersebut
(Abbas, n.d.).
X (Twitter) yang digunakan sebagai
media hiburan, menyebabkan platform tersebut
semakin digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat. Beberapa content creator memanfaatkan
X sebagai salah satu wadah untuk menonjolkan keterampilan menulis mereka yang dituangkan dalam bentuk cerita
fiksi. Berbagai genre cerita fiksi banyak
ditulis dalam bentuk thread
yang menarik minat para pengguna media sosial X, salah satu yang popular yaitu cerita-cerita fiksi bergenre horor. Banyaknya pengguna yang membaca thread horor tersebut membawa dampak positif bagi penulisnya,
yakni meningkatnya jumlah viewers,
subscribers, dan followers terhadap akunnya sehingga membuka peluang terjadinya monetisasi konten dan peluang kerja sama lainnya yang bernilai ekonomis. Oleh karena penulisan konten cerita-cerita horor tersebut sudah menghasilkan nilai ekonomi bagi
para penulisnya, maka pihak lain tidak dapat menggunakan atau memanfaatkan karya cipta tersebut
tanpa izin Penulisnya.
Salah satu contoh peristiwa yang menarik yaitu terdapat Podcaster dalam
platform digital seperti
Noice, Youtube, dan Spotify yang membacakan
kembali cerita horor yang sebelumnya telah diunggah di X (Twitter) tanpa izin dari
Penulisnya.
Sebagaimana diketahui dengan adanya suatu perwujudan
nyata pada karya cipta, hak cipta
pun turut melekat pada karya cipta tersebut.
Konten dari podcast tersebut
memuat mengenai keseluruhan cerita yang telah ditulis oleh Penulis cerita horor tersebut dalam platform digital yang lain dan telah
menghasilkan hak ekonomi bagi Penulisnya.
Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan permasalahan dikarenakan podcaster tersebut
belum mendapatkan izin dari Penulisnya untuk membacakan ataupun menggunakan cerita horor tersebut menjadi sebuah konten dalam podcast miliknya. Permasalahan
tersebut tentunya berkaitan dengan hak ekonomi dari
Penulis cerita horor tersebut, terlebih seorang podcaster dapat
menerima royalti atau keuntungan ekonomi dari pengunggahan
podcast yang memuat konten cerita horor tersebut
ke dalam platform-platform
digital.
Berdasarkan permasalahan dari fenomena tersebut, maka menarik perhatian
penulis untuk mengkaji mengenai pelindungan hak ekonomi Penulis
konten cerita horor yang diunggah dalam media sosial X (Twitter) yang dibacakan
atau digunakan tanpa izin oleh pihak lain dalam podcast di sebuah
platform digital ditinjau dari
perspektif hak cipta dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan berdasarkan
perspektif cyberlaw
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta untuk menganalisa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Penulis sebagai Pencipta untuk mengatasi pelanggaran terhadap ciptaan miliknya.
METODE
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif merupakan suatu pendekatan penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
kepustakaan atau data sekunder sebagai bahan penelitian yang utama (Soekanto & Mamudji, 2014). Penelitian mengenai pelindungan hak ekonomi penulis ini akan menganalisis
dan mengkaji data berupa hukum positif, teori hukum, serta
kaidah hukum yang berhubungan dengan hukum hak cipta,
sebagai kaidah yang menjadi patokan perilaku manusia dalam kehidupan. Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif analitis. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisa dan menjelaskan fakta yang terjadi di masyarakat secara akurat, faktual, dan juga sistematis dengan mempertimbangkan data dan peraturan yang berlaku juga memperhatikan teori hukum dan pelaksanaan hukum positif yang berhubungan dengan permasalahan di atas. Bahan hukum primer pada penelitian ini yaitu Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak
Cipta dan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Serta bahan hukum sekunder yang berupa buku, hasil penelitian, karya tulis ilmiah, jurnal/artikel hukum, website, dan
bahan hukum tersier berupa kamus hukum Black�s Law
Dictionary. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penulisan penelitian ini adalah studi kepustakaan
yang bersifat teoretis dengan membaca, mempelajari literature serta peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan objek penelitian ini. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode yuridis kualitatif dengan
mengacu pada hukum positif yang ada dan relevan untuk dikaitkan dengan permasalahan, lalu dianalisis dengan tujuan akhir
untuk menarik suatu kesimpulan yang sesuai dengan jawaban dari identifikasi masalah yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hak Ekonomi Pencipta Konten Karya Tulis di Media
Sosial Terhadap Penggunaannya
Dalam Podcast yang Dilakukan Tanpa
Izin Oleh Pihak Lain Berdasarkan UUHC dan UU ITE
����������� Hak
ekonomi merupakan salah satu bentuk hak
eksklusif yang terdapat dalam Hak Cipta dan merupakan hak yang dijamin penerapannya terhadap subjek hak cipta.
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Hak ekonomi adalah suatu hak
yang dimiliki oleh pencipta
atau pemegang hak cipta yang bertujuan untuk memperoleh suatu manfaat ekonomi
atas hasil ciptaannya, dimana manfaat ekonomi tersebut dapat dinikmati oleh pencipta atau pemegang
hak cipta tersebut. Hak ekonomi yang diperoleh oleh pencipta merupakan suatu imbalan yang didapatkan dari pemanfaatan suatu ciptaannya yang menghasilkan nilai ekonomi bagi pencipta
atau pemegang hak cipta.
Teori yang digunakan
dalam penelitian ini berkaitan pelindungan
hak cipta khususnya pelindungan hak ekonomi pencipta
merupakan beberapa teori dari Robert C. Sherwood yaitu risk theory, incentive theory, recovery
theory, dan economic growth stimulus theory. Risk theory merupakan teori
pelindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang dilakukan menimbang adanya ancaman risiko atas terjadinya pelanggaran terhadap karya-karya intelektual tersebut. Incentive theory merupakan
teori pemberian insentif kepaa Pencipta untuk mengapresiasi usaha Pencipta dalah menghasilkan sebuah karya intelektual.
Recovery theory merupakan teori
yang menyatakan pemberian imbalan bagi Pencipta
yang telah mengeluarkan waktu, biaya dan tenaga dalam proses menghasilkan suatu karya intelektual. Economic
growth stimulus theory merupakan teori mengenai pelindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual yang dapat berguna terhadap
alat pembangunan ekonomi.
����������� Implementasi keempat teori yang dicetuskan oleh Robert C. Sherwood dapat
dilihat dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Dalam hal ini terdapat dalam Undang-undang Hak Cipta 2014 secara
khusus dalam Pasal 8, Pasal
9 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-undang Hak Cipta.
Penerapan hak ekonomi yang telah diatur dalam Undang-undang
Hak Cipta memiliki peran
yang penting bagi pencipta, terutama terhadap terjadinya pelanggaran atas ciptaan. Salah satu bentuk pelanggaran hak cipta yang dibahas dalam penelitian
ini, yakni suatu pelanggaran atas karya tulis
di media sosial yang digunakan
dalam podcast dan diunggah
ke platform-platform digital secara tanpa izin dari
penulis karya tulis tersebut sebagai seorang pencipta yang berhak atas ciptaannya.
Pasal 1 angka 2 Undang-undang Hak Cipta 2014, menjelaskan
bahwa pencipta merupakan satu orang ataupun sekelompok orang yang secara independent ataupun kolektif menciptakan suatu ciptaan, dimana ciptaan tersebut mengandung suatu unsur yang memiliki muatan personal atau unik. Berdasarkan
hal tersebut, dalam kasus ini
penulis sebagai seorang pencipta atas ciptaan karya
tulis digital berhak untuk mendapatkan suatu pelindungan hak cipta atas karya
tulis tersebut secara otomatis ketika karya tulis
tersebut diciptakan. Terhadap usaha penulis dalam menciptakan
karyanya, penulis mendapatkan pelindungan hak cipta yang bersifat eksklusif yang salah satunya terdiri dari hak ekonomi.
Hak ekonomi tersebut merupakan hak yang dimiliki penulis untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Selain itu, hak ekonomi
memberikan hak khusus bagi penulis
untuk mengumumkan ciptaan, mengkomunikasikan ciptaan ataupun melakukan pengadaptasian atau pentransformasian suatu ciptaan tersebut dan memberikan izin kepada pihak lain untuk melakukan hal-hal tersebut.
Hak ekonomi atas karya tulis
digital berkaitan dengan suatu penggunaan secara komersial terhadap ciptaan. Penggunaan secara komersial tersebut memiliki hubungan dengan pelindungan hak ekonomi penulis
sebagai pencipta konten karya tulis
digital. Dalam hal ini, pelindungan hukum terhadap hak ekonomi
pencipta dapat dilihat berdasarkan UUHC dan UU
ITE. Dalam menciptakan suatu
karya cipta terdapat beberapa faktor yang membangun minat dan perhatian masyarakat sebagai penikmat ciptaan, salah satunya merupakan faktor media promosi. Platform
digital sebagai media promosi
atas suatu ciptaan memberikan kemudahan dan keunikan wujud bagi para pengguna platform digital untuk menikmati
suatu ciptaan, salah satunya yaitu karya
tulis yang diunggah dalam platform digital tersebut.
Faktor tersebut pada dasarnya
dapat menjadi pendongkrak atas nilai ekonomi ciptaan
tersebut. Terhadap ciptaan digital yang menghasilkan
manfaat ekonomi bagi penciptanya diperlukan suatu pelindungan hukum atas hak ekonomi
pencipta tersebut.
Philipus M Hadjon menjelaskan bahwa pelindungan hukum dibagi menjadi dua bentuk yakni pelindungan
preventif dan pelindungan represif (P. M. Hadjon, 2005). Pelindungan preventif merupakan suatu pelindungan yang diberikan oleh pemerintah dan bertujuan untuk pencegahan sebelum terjadinya suatu tindakan pelanggaran. Sementara itu, pelindungan represif merupakan suatu bentuk pelindungan yang diberikan setelah adanya norma-norma hukum yang dilanggar ataupun setelah seseorang merasa bahwa haknya
telah dilanggar.
Bentuk pelindungan preventif dalam UUHC yakni diaturnya mengenai hak-hak eksklusif yang melekat pada diri pencipta terhadap
ciptaan miliknya. Pelindungan preventif dalam hal ini
diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya suatu tindak pelanggaran terhadap karya cipta, dalam hal
ini berupa pelindungan Hak Ekonomi Pencipta.
Pelindungan preventif terhadap konten karya tulis yang diunggah dalam platform digital
X (Twitter) yakni dengan adanya aturan yang melindungi hak-hak yang melekat pada diri pencipta untuk melakukan hak ekonominya sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UUHC.
�Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam�� Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
a. penerbitan Ciptaan;
b. penggandaan Ciptaan
dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d.pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan
atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
������ i. Penyewaan Ciptaan.
Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut,
pencipta atau pemegang hak cipta
merupakan suatu pihak yang berhak untuk melakukan berbagai tindakan seperti penerbitan, penggandaan, penerjemahan, pengadaptasian, pentransformasian, pendistribusian,
pertunjukan, pengumuman, komunikasi dan penyewaan terhadap hasil ciptaannya. Pihak lain tidak diperbolehkan melakukan tindakan-tindakan tersebut kecuali telah mendapatkan
izin dari pencipta atau pemegang
hak cipta yang berhak atas ciptaan
tersebut.
Berkaitan dengan kasus dalam penelitian
ini, dimana karya tulis berupa
cerita horor yang diunggah dalam bentuk thread di platform media sosial X (Twitter) yang digunakan
oleh pihak lain dengan cara mengadaptasinya menjadi sebuah konten podcast secara tanpa izin penulisnya
dan diunggah ke dalam berbagai platform digital dengan
tujuan komersial. Dimana dalam hal ini,
perbuatan pengadaptasian cerita horor menjadi
podcast harus mendapatkan
izin dari penulisnya. Pasal 9 ayat (2) UUHC
mengatur mengenai regulasi tersebut yaitu �setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta.�
Sebagaimana yang diketahui, bahwa berdasarkan UUHC seorang pencipta berhak atas manfaat
ekonomi atas ciptaan yang dihasilkannya.
Manfaat ekonomi tersebut dapat berupa keuntungan
atas sejumlah uang yang diperoleh dari penggunaan ciptaan secara pribadi ataupun oleh pihak lain atas izin pencipta
tersebut. Pencipta dapat memberikan izin kepada pihak
lain untuk melaksanakan hak
ekonomi atas suatu ciptaannya dengan memberikan izin tertulis atau
lisensi.
X (Twitter) telah mencantumkan persyaratan layanan yang berupa perjanjian dalam bentuk ketentuan-ketentuan dalam menggunakan layanan X (Twitter). Salah satu ketentuan yang diatur yakni mengenai hak atas konten
dan lisensi. Persyaratan layanan tersebut mengatur salah satunya mengenai pengguna X (Twitter) selain pemilik konten dan Perusahaan penyedia X
(Twitter) tidak diperbolehkan
untuk menggunakan konten
yang tersedia di X (Twitter) secara
bebas, apabila dalam hal ini
tidak mendapatkan izin dari pemilik
konten sebagai seorang pencipta ataupun dari perusahaan
penyedia X (Twitter) yang berperan
sebagai pemegang hak cipta. Maka dari itu, selain
pencipta atau pemegang hak cipta
atas konten karya tulis yang diunggah dalam bentuk thread di X (Twitter) tidak
dapat melaksanakan suatu bentuk hak
ekonomi yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) apabila dalam hal ini
tidak memiliki izin dari pencipta
atau pemegang hak cipta. Sebagaimana
hal tersebut sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) UUHC yang menyatakan �pihak yang melaksanakan hak ekonomi harus
mendapatkan izin pencipta atau pemegang
hak cipta� dan Pasal 9 ayat (3) UUHC yang menyatakan �setiap orang yang tanpa izin pencipta atau
pemegang hak cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan secara komersial ciptaan�.
Berdasarkan hal tersebut, jika ada yang mengadaptasi atau mengalihwujudkan sebuah cerita horor
menjadi podcast tanpa
izin dari penciptanya hal tersebut jelas bertentang dengan hukum. Dimana dalam hal ini penulis
cerita horor sebagai seorang pencipta telah mendapatkan pelindungan hak ekonomi atas
ciptaannya sesuai dengan ketentuan UUHC yang berlaku.
Hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak
cipta dimaksudkan untuk mengeksploitasi karya ciptaannya dalam ini yaitu karya
tulis berbentuk cerita horor. Pemanfaatan
hak ekonomi tersebut dapat dilihat dari dikomersialkannya
hasil ciptaan tersebut kepada publik, yang kemudia memberikan keuntungan materil kepada pencipta atau pemegang hak
cipta atas komersialisasi tersebut. Hal tersebut berlaku sama dengan pemberian izin oleh pencipta atau pemegang hak
cipta kepada pihak lain yang menggunakan ciptaannya dengan tujuan memperoleh keuntungan atau tujuan komersil. Jadi sudah sewajarnya pencipta atau pemegang hak
cipta mendapatkan keuntungan dari karya tersebut (Supramono, 2010).
Tujuan pihak yang mengadaptasi
suatu karya cipta bermacam-macam, tujuan yang paling utama sehingga diatur secara hukum yakni
tujuan ekonomi. Maka dari itu, pembahasan
mengenai perbuatan pengadaptasian suatu karya cipta tersebut
memiliki kaitan yang erat dengan penggunaan
wajar (fair use). Dalam Pasal 43 huruf d UUHC dijelaskan bahwa perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta meliputi
pembuatan dan penyebarluasan
konten hak cipta dengan menggunakan
media teknologi informasi
dan komunikasi yang bersifat
tidak komersial atau Pencipta tersebut
menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut (Utama et al., 2021).
Dalam kasus yang diangkat di penelitian ini, podcaster tersebut menggunakan karya tulis yang diunggah di media sosial secara tanpa
izin dari penciptanya dan mengadaptasi menjadi suatu podcast lalu diunggah ke platform digital
dengan tujuan komersial tidak memenuhi kriteria perbuatan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta menurut
UUHC (Christin et al.,
2021). Dengan diunggahnya karya adaptasi berupa podcast tersebut ke dalam platform digital
lainnya yang memiliki muatan monetisasi karena terdapat adsense dan sejenisnya
telah membuktikan bahwa perbuatan tersebut memiliki tujuan komersial dan tidak dibenarkan oleh UUHC (Cipta, n.d.).
Pelindungan represif dalam UUHC dimaksudkan untuk diberikan setelah terjadinya suatu pelanggaran atas ciptaan milik pencipta
(Arika &
Disemadi, 2022). Bentuk pelindungan represif juga diberikan dengan tujuan untuk menemukan suatu penyelesaian yang dapat mempertahankan hak-hak eksklusif milik pencipta. Dalam aturan UUHC, terhadap suatu tindakan pelanggaran ciptaan yang memberikan kerugian kepada pencipta dapat dihentikan dengan memberikan sanksi baik pidana
atau perdata terhadap pihak yang melanggar. UUHC mengatur bahwa terhadap pihak-pihak yang merasa telah dilanggaar haknya dan dirugikan atas tindakan tersebut,
maka dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi melalui Pengadilan Niaga ataupun non litigasi atau yang dapat disebut dengan
alternatif penyelesaian sengketa (Dewantari &
Sadnyini, 2023).
Platform digital dapat diartikan sebagai suatu sistem elektronik
yang dapat digunakan untuk melaksanakan transaksi elektronik untuk kegiatan usaha seperti kepemilikan
barang, jasa, dan/atau layanan lainnya
dengan media perangkat elektronik, internet, dan/atau sistem dalam bentuk
elektronik lainnya (Utama et al., 2021). Kasus yang diangkat
dalam penelitian ini terjadi dalam
platform digital, maka dalam
hal ini UU ITE merupakan payung hukum yang tepat untuk melindungi hak cipta dalam dunia digital.
���������� Pasal
1 Angka 4 UU ITE menjelaskan bahwa
Dokumen Elektronik merupakan setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, ataupun disimpan dalam bentuk analog, digital, elektro magnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem
Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, symbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Berdasarkan ketentuan dalam UU ITE tersebut, suatu konten karya
tulis digital termasuk kedalam Dokumen Elektronik.
���������� Dalam
hal ini, UU ITE mengakui adanya suatu pelindungan terhadap kekayaan intelektual. Dimana disebutkan dalam Pasal 25 UU ITE bahwa
�� �Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi suatu karya
intelektual, situs internet, dan karya
intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.�
���������� UU
ITE pada dasarnya mengatur mengenai penggunaan informasi serta transaksi elektronik atau teknologi informasi secara umum. Banyaknya macam ciptaan yang diunggah dalam platform digital
menyebabkan UU ITE berkaitan
erat dengan Hak Cipta baik secara langsung
maupun tidak langsung.
���������� Dalam
ketentuan UU ITE terkait dengan pelindungan hak ekonomi pencipta
terhadap suatu pelanggaran atas ciptaannya melalui platform digital,
pada dasarnya tetap merujuk kepada ketentuan-ketentuan dalam UUHC karena dalam hal
ini UU ITE sendiri belum mengatur lebih lanjut dan rinci mengenai hak ekonomi
pencipta atas suatu ciptaan. Namun dalam hal
ini tetap dapat memberlakukan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU ITE ketika ciptaan tersebut berupa informasi elektronik ataupun dokumen elektronik yang diunggah ke dalam sistem elektronik.
���������� Kasus
dimana terjadinya penggunaan karya tulis milik seorang
pencipta yang sebelumnya telah diunggah terlebih dahulu ke dalam media sosial, dimana dalam hal
ini karya tulis tersebut diadaptasi menjadi suatu podcast tanpa izin dari penciptanya.
Dalam hal ini UU ITE memberikan pelindungan secara khusus tercantum
dalam Pasal 32 ayat (1) UU
ITE yang mengatur mengenai larangan bagi setiap
orang yang dengan sengaja
dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
milik orang lain atau milik publik. Ketentuan
yang diatur dalam pasal tersebut melarang mengubah dan memindahkan suatu dokumen elektronik dimana dalam hal
ini merupakan ciptaan karya tulis
tersebut tanpa persetujuan dari Pencipta atau Pemegang
Hak Cipta.
���������� Selanjutnya pelindungan lainnya diatur dalam Pasal 32 ayat (2) UU ITE dimana setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apapun memindahkan
atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada sistem elektronik
orang lain yang tidak berhak.
Berdasarkan pasal tersebut maka tindakan
mengadaptasi karya tulis ke platform lainnya tanpa izin dari
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta merupakan tindakan yang dilarang oleh UU
ITE.
Tindakan hukum
yang dapat diterapkan Pencipta terhadap Pihak yang Menggunakan Karyanya Tanpa Izin Berdasarkan UUHC dan UU ITE
Mudahnya akses terhadap
karya cipta dalam era digital mengakibatkan mudahnya terjadi pelanggaran terhadap ciptaan tersebut. Potensi pelanggaran yang terjadi dapat menyebabkan
hak moral dan hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang
hak cipta tidak dapat dimanfaatkan
secara optimal. Hal tersebut
dapat terjadi terhadap ciptaan dalam berbagai bidang terutama bidang sastra. Hasil karya tulis yang menjadi mudah diakses dapat
digunakan oleh pihak lain dengan tidak sesuai
peruntukannya.
Seseorang yang dapat terbukti dengan memenuhi syarat sebagai seorang pencipta, berhak atas suatu pelindungan
atas hak cipta terutama ketika terjadi tindakan pelanggaran terhadap hak-hak eksklusif yang dimilikinya sebagai seorang pencipta. Maka berdasarkan hal tersebut, seseorang
yang telah menghasilkan karya cipta harus
memenuhi syarat-syarat sebagai pencipta yang telah diatur dalam
Pasal 31 UUHC untuk dapat memperoleh
suatu pelindungan atas hak eksklusif
yang diberikan terhadap pencipta. Ketika seseorang tidak dapat memenuhi
syarat-syarat sebagai pencipta sebagaimana telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan,
maka UUHC tidak dapat memberikan pelindungan terhadapnya dan pihak tersebut tidak dapat melakukan
tindakan hukum apabila telah terjadi
pelanggaran terhadap ciptaannya.
Apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap karya cipta, dalam kasus
ini yakni terhadap konten karya tulis yang diunggah dalam platform digital
X (Twitter) dapat memperoleh
berbagai macam bentuk pelindungan hukum seperti yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kasus pelanggaran
terhadap karya tulis digital lebih menitikberatkan pada pelanggaran terhadap hak ekonomi.
Tujuan dari pelanggaran hak cipta tersebut
yaitu untuk memperoleh suatu keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, hal tersebut
berkaitan dengan perolehan manfaat ekonomi yang seharusnya didapatkan oleh pencipta atau pemegang hak
cipta. Atas hal tersebut, pemanfaatan hak ekonomi tidak
dapat dilakukan oleh pihak lain sebelum mendapatkan izin dari pencipta atau
pemegang hak cipta sebagaimana diatur dalam UUHC.
Ketentuan mengenai hak ekonomi yang diatur dalam Pasal 9 UUHC, menegaskan mengenai tindakan-tindakan yang dilindungi
haknya dalam UUHC. Pemberlakuan ketentuan tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam memberikan suatu pelindungan terhadap hak ekonomi
pencipta atau pemegang hak cipta
melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi dalam penelitian
ini, terkait ditemukannya indikasi-indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh podcaster-podcaster
yang secara tanpa izin menggunakan ciptaan milik orang lain secara komersial. Terkait dengan hal tersebut, pencipta
dapat melakukan tindakan hukum dengan melaporkan tindakan pelanggaran tersebut agar dilakukan penutupan konten Hak Cipta yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pelaporan atas tindakan pelanggaran
Hak Cipta tersebut dapat disampaikan kepada Menteri yang melaksanakan urusan pemerintah dalam bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Pasal 56 ayat (1)
UUHC menjelaskan bahwa tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yakni menutup konten,
dan/atau hak akses pengguna yang melanggar Hak Cipta dan/atau Hak terkait dalam sistem
elektronik dan menjadikan layanan sistem elektronik tersebut menjadi tidak dapat
diakses. Dalam hal ini, tindakan penutupan
konten Hak Cipta mencakup
dua hal yang meliputi pemblokiran konten atau situs penyedia jasa layanan konten
dan kedua berupa pemblokiran akses pengguna terhadap situs tertentu melalui pemblokiran internet protocol address atau sejenisnya. Tindakan tegas yang dimohonkan oleh pencipta kepada pemerintah tersebut dapat berlaku efektif
ketika dilakukan secara konsisten dan akan berguna untuk meminimalisir terjadinya tindakan serupa dan menguburkan niat pihak lainnya yang berupaya melakukan tindakan pelanggaran menggunakan ciptaan secara komersial tanpa memperoleh izin dari penciptanya.
Bentuk tindakan hukum yang dapat dilakukan pencipta selain melaporkan tindakan pelanggaran untuk mendapatkan pengawasan dan penutupan konten, yaitu dengan melakukan
tindakan represif sebagai salah satu bentuk tindakan hukum. Tindakan represif yang dapat dilakukan terhadap pelanggaran hak ekonomi seorang
pencipta karya tulis digital yang telah menimbulkan kerugian bagi pencipta itu
sendiri yakni dengan melakukan pengajuan gugatan.
Dalam penelitian ini dapat dilihat
bahwa pencipta dapat mengajukan gugatan ketika diketahui bahwa telah terjadinya suatu bentuk pelanggaran
berupa pemanfaatan konten karya tulisnya
ke dalam suatu podcast (adaptasi) secara tanpa izin pencipta
dengan melalui sistem elektronik berupa platform-platform digital. Pelanggaran tersebut tentu menimbulkan beberapa kerugian yang dirasakan langsung oleh pencipta khususnya dari segi hak
ekonomi, karena muatan podcast tersebut telah dikomersialisasikan. Dengan adanya bukti
kerugian-kerugian atas hak ekonomi tersebut,
pencipta berhak untuk memperoleh ganti rugi dengan mengajukan
gugatan tersebut.
Penyelesaian sengketa dengan melalui pengajuan gugatan tersebut dapat dilakukan oleh pencipta apabila telah menempuh
upaya mediasi terlebih dahulu dan tidak menemukan kesepakatan untuk berdamai antara pencipta dengan pihak yang melanggar ciptaannya. Pengadilan yang berwenang untuk mengadili sengketa terkait Hak Cipta tersebut yakni Pengadilan Niaga. Pengajuan gugatan ke Pengadilan Niaga dilakukan dengan tujuan untuk dapat dikenakannya sanksi baik pidana
penjara ataupun pidana denda terhadap
pelaku pelanggaran terkait. Dalam hal ini, tujuan tersebut
juga untuk pemenuhan hak
yang dimiliki oleh pencipta
yakni untuk memperoleh ganti rugi dari
pelaku yang melanggar ciptaannya karena telah merugikan hak ekonomi yang dimiliki pencipta.
Dikenakannya sanksi pidana telah diatur
dalam ketentuan pidana pada Pasal 113 ayat (2) Undang-undang Hak Cipta, yakni:
�Setiap Orang yang dengan tanpa hak/dan
atau tanpa izin Pencipta atau
Pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00�
Berdasarkan hal tersebut, dimana dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta huruf d dijelaskan mengenai tindakan pengadaptasian merupakan suatu hak ekonomi yang dimiliki oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Maka tindakan adaptasi yang dilakukan oleh podcaster tanpa
izin dari pencipta dapat dikenai sanksi pidana tersebut.
Bentuk tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta tersebut dapat juga dilakukan melalui sarana hukum perdata.
Bahkan dalam hal ini, pencipta
atau pemegang hak cipta yang haknya telah dilanggar
dapat meminta pelindungan baik menggunakan sarana hukum pidana dan perdata dengan sekaligus. Karena berdasarkan
Pasal 105 UUHC, hak untuk mengajukan
gugatan keperdataan atas pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak terkait tidak mengurangi hak pencipta dan/atau pemilik Hak Terkait untuk melakukan penuntutan secara pidana. Tindakan hukum yang
paling baik dilakukan adalah� dengan melakukan tuntutan pidana dengan juga meminta ganti rugi
sebagaimana diatur dalam Pasal 96 ayat (2) UUHC
SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang ada di bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelindungan hukum atas Hak Ekonomi Pencipta konten karya tulis
di media sosial terhadap penggunaannya dalam podcast
yang dilakukan tanpa izin oleh pihak lain tersebut dapat dilakukan dengan pelindungan yang bersifat preventif maupun bersifat represif yang telah diatur dalam
UU Hak Cipta dan UU ITE. Pelindungan yang bersifat preventif berupa adanya aturan yang melindungi hak-hak yang melekat pada diri pencipta untuk melakukan hak ekonominya sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU Hak
Cipta dan pencantuman sanksi
dalam UU Hak Cipta dan UU ITE. Selanjutnya
pelindungan represif diberikan setelah terjadinya suatu pelanggaran atas ciptaan milik pencipta,
yang kemudian dapat diselesaikan baik melalui jalur litigasi
maupun non-litigasi. Kedua bentuk pelindungan
hukum terhadap hak ekonomi Pencipta
konten karya tulis di media sosial belum mampu memberikan pelindungan secara maksimal agar tidak terjadi pelanggaran
khususnya dalam dunia
digital.
Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Pencipta konten karya tulis
di media sosial terhadap pihak yang menggunakan karyanya secara tanpa izin dalam
sebuah podcast dapat dilakukan pelaporan dan permohonan penutupan konten kepada pihak
yang berwenang. Selain itu dapat juga melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 95 ayat (1) UUHC dan
yg paling baik adalah dengan melakukan tuntutan pidana dengan juga meminta ganti rugi sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 96 ayat (2) UUHC.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
A. S. (n.d.). Analisis Kedudukan Hukum Meminta Gift di Aplikasi TikTok
Perspektif Hukum Fikih (Studi Pada Konten: Mandi Lumpur �Ngemis Gaya Baru�).
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Arika,
D., & Disemadi, H. S. (2022). Perlindungan Pencipta Atas Pembajakan Novel
Di Marketplace. Jurnal Yustisiabel, 6(2), 182�206.
Christin,
M., Obadyah, A. B., & Ali, D. S. F. (2021). Transmedia Storytelling.
Syiah Kuala University Press.
Cipta,
H. (n.d.). Hak Cipta Pada Penulis.
Dewantari,
S. S. M., & Sadnyini, I. A. (2023). Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap
Karya Sinematografi Yang Penyebarannya Secara Illegal Pada Grup Chat Telegram
Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Indonesia. Media Bina Ilmiah, 17(11),
2773�2784.
Pradita,
P. A., Damian, E., & Safiranita, T. (2024). Pelindungan Hak Ekonomi
Terhadap Pencipta Sinematografi Digital: Studi Perbandingan Hukum Hak Cipta
Indonesia dan Jerman. Jurnal Hukum Dan Sosial Politik, 2(1),
16�35.
Pratiwi,
E. (n.d.). Strategi Komunikasi Podcast# Andacurhat Dalam Menjaga Eksistensi
Popularitas Di Spotify (Studi Kasus Konten Spesial Ramadhan 1444 H).
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif �.
Ramli,
A. M., & Cipta, H. (2018). Disrupsi Digital Ekonomi Kreatif, Bandung: PT.
Alumni.
Ramli,
T. S., Ramli, A. M., Permata, R. R., Wahyuningsih, T., & Mutiara, D.
(2020). Aspek Hukum Atas Konten Hak Cipta Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jurnal Legislasi
Indonesia, 17(1), 65.
Sinaga,
N. A. (2020). Pentingnya Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Bagi
Pembangunan Ekonomi Indonesia. Jurnal Hukum Sasana, 6(2),
144�165.
Sitorus,
A. U. (2016). Hak cipta dan perpustakaan. IQRA: Jurnal Perpustakaan Dan
Informasi, 9(2), 252�267.
Soekanto,
S., & Mamudji, S. (2014). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
cet. 16. Rajawali Pers, Jakarta.
Supramono,
G. (2010). Hak cipta dan aspek-aspek hukumnya. Jakarta: Rineka Cipta.
Utama,
Y., Permata, R. R., & Mayana, R. F. (2021). Pelindungan Merek Berbasis
Tingkat Daya Pembeda Ditinjau Dari Doktrin Dilusi Merek Di Indonesia. Acta
Diurnal Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 5(1), 139�153.