Analisis Soar Strategi Pemberdayaan Peran Penghulu Dalam Meningkatkan Layanan Masyarakat Pada Kua Revitalisasi Di Provinsi Aceh

 

� Analysis of Soar Strategy for Empowering the Role of Registrars in Improving Community Services at Revitalization Village Heads in Aceh Province

 

1)* M. Zubir

�Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Indonesia

 

*Email: 1) [email protected]

*Correspondence: 1) M. Zubir

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1355

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penghulu mempunyai peran penting dalam layanan masyarakat, bukan hanya layanan pernikahan tetapi juga layanan keagamaan dan sosial lainnya. Hal ini sebagaimana terdapat pada transformasi layanan pada revitalisasi KUA. Namun pada kondisi faktual di Provinsi Aceh, sebanyak 79% penghulu hanya menyelenggarakan layanan pernikahan, belum sampai pada layanan keagamaan dan sosial lainnya sehingga layanan pada revitalisasi KUA tidak berjalan optimal karena penghulu tidak mengakomodir kebutuhan masyarakat. Tujuan dilakukan kajian ini adalah untuk melakukan analisa mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh dalam hal melakukan pengembangan sumber daya manusia penghulu sehingga dapat menjalankan seluruh tugas pokok dan fungsinya sebagaimana terdapat pada program revitalisasi KUA. Metodologi yang digunakan pada kajian ini adalah pendekatan kualitatif, dan data dianalisa dengan menggunakan pendekatan analisis SOAR. Hasil kajian mengenai pemberdayaan penghulu dilakukan dengan melakukan telaah atas cascading, target dan evaluasi Renstra dan inovasi untuk melakukan desain atas layanan revitalisasi KUA khususnya dengan pengoptimalan tugas penghulu. Kajian ini menggunakan analisis SOAR yakni dengan mengkombinasikan strategi SA untuk menciptakan desain layanan KUA yang baru, strategi OA untuk memaksimalkan pengembangan dengan mengoptimalkan kesempatan, strategi SR yakni memaksimalkan kekuatan untuk meningkatkan public trust dan strategi OR yang berorintasi pada kesempatan untuk memperoleh hasil terukur. Kesimpulan: pengembangan peran penghulu harus disesuaikan dengan aturan dan karakteristik masyarakat Aceh untuk dapat mengimplementasikan revitalisasi KUA dengan komprehensif.

 

Kata kunci: Peran Penghulu, Meningkatkan, Kualitas, Pelayanan, Nikah Rujuk

 

ABSTRACT

Penghulu has an important role in community services, not only wedding services but also other religious and social services. This is similar to the service transformation in the revitalization of KUA. However, in factual conditions in Aceh Province, as many as 79% of the penghulu only provide wedding services, not yet other religious and social services, so that services for the revitalization of the KUA do not run optimally because the penghulu does not accommodate the needs of the community. The purpose of this study is to carry out an analysis of the efforts that can be made by the Regional Office of the Ministry of Religion of Aceh Province in terms of developing human resources for headmen so that they can carry out all the main tasks and functions as contained in the KUA revitalization program. The methodology used in this study is a qualitative approach, and the data was analyzed using the SOAR analysis approach. The results of the study regarding the empowerment of the headman were carried out by reviewing cascading, targets and evaluation of the Strategic Plan and innovation to design KUA revitalization services, especially by optimizing the headman's duties. This study uses SOAR analysis, namely by combining the SA strategy to create a new KUA service design, the OA strategy to maximize development by optimizing opportunities, the SR strategy, namely maximizing power to increase public trust and the OR strategy which is oriented towards opportunities to obtain measurable results. Conclusion: the development of the role of the penghulu must be adapted to the rules and characteristics of the Acehnese community to be able to implement the revitalization of the KUA comprehensively.

 

Keywords: The Role of Marriage Chief, To Increase, Quality, Service, Remarriage

 

 


PENDAHULUAN

Kementerian Agama adalah penyelenggara sebagian tugas pemerintah di bidang keagamaan dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beribadah, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Salah satu bidang dari tugas Kementerian Agama tersebut adalah pelayanan nikah dan rujuk, hal ini tertuang di dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Untuk�� melaksanakan�� kegiatan� Nikah Rujuk (NR) secara profosional, maka ditetapkanlah peraturan perundang-undangan tentang pencatatan perkawinan bagi umat Islam oleh Pegawai Pecatat Nikah (PPN), dan dalam upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor: PEM/62/M.PAN/6/2005 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20 dan 14 A tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Penghulu dan Angka Kredit.

Hal ini memperjelas bahwa penghulu adalah jabatan keahlian dan perpanjang tangan Kementerian Agama di Kecamatan dalam�� tugas�� pelayanan,��� pengawasan dan pembinaan keagamaan terutama pelaksanaan pernikahan dan rujuk. Dengan demikian tugas dan fungsi penghulu dapat diimplementasikan pada Kantor Urusan Agama (KUA). Kantor Urusan Agama merupakan perpanjangan tangan pemerintah di Kecamatan segala persoalan- persoalan dihadapi masyarakat tentang kehidupan beragama, terutama pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019������ dan aturan-aturan pelaksanaannya.

Tugas Penghulu di Kantor Urusan Agama sangat berat dan mulia, mengakomudir semua persoalan keagamaan pada umumnya, khususnya Nikah dan Rujuk serta segala persoalan yang terjadi di dalamnya. Hal tersebut sebagaimana dalam penelitian Ridho (2021) bahwa penghulu berperan bukan hanya melakukan penyelenggaraan pernikahan tetapi juga berperan dalam pembentukan keluarga sakinah. Penghulu juga mempunyai peran dalam mengurangi angka perceraian (Yuliana & Tidore, 2023), dan penyelesaian perkara perceraian (Hamsa & Teungku Dirundeng Meulaboh, 2021).

Peran penghulu tidak hanya sebatas pada masalah pembangunan keluarga tetapi juga sampai pada ranah pembangunan moderasi beragama (Susanto, 2019). Berdasarkan pada beberapa peran penghulu tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran penghulu tidak hanya pada ranah pernikahan dan pembangunan keluarga tetapi juga ranah kehidupan sosial keagamaan lainnya.

Peran penghulu yang sangat vital, berbanding terbalik dengan pemberdayaan penghulu yang belum optimal pada KUA di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Pada fenomena yang terjadi, peran penghulu pada KUA di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh belum dapat dikategorikan optimal karena peran penghulu masih didominasi oleh urusan pernikahan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survey pada 200 responden yakni penghulu yang terdapat pada KUA di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh bahwa sebanyak 162 orang atau 81% hanya melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan urusan pernikahan, sedangkan sisanya sebanyak 21% penghulu atau 38 orang penghulu menjalankan tugasnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada daerah binaannya yakni melakukan tugas pembinaan atau pendampingan pada penyelesaian perceraian, pembangunan keluarga sakinah, pencegahan pernikahan dini dan moderasi beragama serta permasalahan sosial lainnya yang membutuhkan bantuan penghulu.

Peran penghulu sebagaimana dilaksanakan oleh 21% penghulu tersebut sejalan dengan pembangunan revitalisasi KUA yang merupakan salah satu program prioritas nasional. Hal ini sebagaimana dalam kajian yang dilakukan oleh Wibisono (2020) bahwa penghulu mempunyai peran penting dan strategis dalam hal menjaga hukum agama dan pelayanan masyarakat dalam kaitannya dengan masalah keagamaan.

Adanya kondisi tersebut maka peran penghulu mempunyai dampak luas baik pada realisasi program pemerintah, maupun pelayanan masyarakat. Pada Provinsi Aceh peran penghulu untuk melakukan pelayanan secara komprehensif belum dapat dilakukan dengan optimal. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut.

1.       Penghulu tidak direkrut berdasarkan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi pekerjaan sebagai penghulu, sebagai contoh Aparatur Sipil Negara dengan latar belakang pendidikan keguruan dapat menjadi penghulu.

2.       Tidak adanya pengembangan sumber daya manusia (SDM) penghulu karena keterbatasan anggaran dan tidak adanya perencanaan untuk pengembangan SDM penghulu.

3.       Tidak adanya monitoring dan evaluasi mengenai kompetensi penghulu dalam melaksanakan tugas keagamaan disamping tugas dalam pelayanan pernikahan.

4.       Tidak meratanya kualitas sumber daya manusia penghulu. Hal ini terjadi karena kualitas SDM penghulu pada lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh sangat plural yakni terdapat penghulu dengan kualitas tinggi, sedang dan rendah. Adanya kualitas yang tidak sama berbanding lurus dengan kualitas kinerja penghulu. Jika ingin memperoleh kualitas sumber daya yang sama maka perlu dilakukan pengembangan sumber daya manusia penghulu secara terus menerus sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat Aceh.

5.       Kurangnya koordinasi antara KUA dengan stakeholder. Kurangnya koordinasi menyebabkan kurangnya informasi yang dapat diakses oleh penghulu dalam melakukan layanan masyarakat.� Dengan demikian banyak layanan masyarakat yang tidak dilakukan oleh penghulu sehingga menyebabkan turunnya kepuasan masyarakat dalam menggunakan layanan KUA.

6.       Tidak adanya telaah cascading mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu pada KUA.

Adapun dampak yang ditimbulkan ketika penghulu tidak dapat menjalankan tugas-tugas secara komprehensif adalah sebagai berikut.

1.       Ketercapaian program revitalisasi KUA tidak optimal karena revitalisasi KUA mempunyai penambahan layanan KUA bukan hanya pada pelayanan pendaftaran nikah tetapi juga menjadi sentral informasi keagamaan bagi masyarakat (Saogi, 2022). Namun dengan kualitas penghulu yang tidak mempunyai kualifikasi pendidikan dan pengembangan yang sesuai dengan bidang tugas, maka program revitalisasi KUA tidak dapat dilakukan secara lengkap.

2.       Menurunnya Tingkat Kepuasan masyarakat. Layanan masyarakat non pernikahan tidak dilakukan secara optimal, maka berdampak pada Indeks Kepuasan Masyarakat akan menurun seiring dengan banyaknya layanan KUA yang tidak terlaksana oleh penghulu.

Realisasi perjanjian kinerja tidak sesuai dengan target karena realisasi pada revitalisasi KUA merupakan realisasi kualitas pelayanan yang harus diwujudkan oleh seluruh komponen KUA termasuk penghulu.

Tujuan yang dicapai dari analisis ini adalah untuk melakukan analisa mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh dalam hal melakukan pengembangan sumber daya manusia penghulu sehingga dapat menjalankan seluruh tugas pokok dan fungsinya sebagaimana terdapat pada program revitalisasi KUA.

 

METODE

Kajian ini dilakukan pendekatan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan pada kajian ini adalah data� primer dan sekunder. Data primer yang digunakan adalah observasi, sedangkan data primer yang digunakan adalah jurnal, hasil dokumentasi dan referensi pendukung kajian.

Kajian ini� dalam hal pengujian keabsahan data� digunakan pendekatan triangulasi sumber. Data� yang terkumpul� akan dianalisa dengan menggunakan analisis Strength, Opportunities, Aspirations dan Results (SOAR) (Stavros & Cole, 2013) Analisis SOAR menggunakan kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh organisasi untuk menghasilkan aspirasi dan hasil dimasa yang akan datang. Sebelumnya, tahapan 5-I perlu dilibatkan untuk tahapan analisis SOAR (Initiate, Inquiry, Imajinasi, Inovasi dan Inspire to Implement) sehingga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar memperoleh hasil yang baik.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis SOAR dalam Strategi Pengembangan Peran Penghulu pada Program Revitalisasi KUA

Untuk� menentukan strategi pengembangan pada masa yang akan datang, diperlukan beberapa langkah yang dapat digunakan untuk mengawali dilaksanakannya analisis SOAR, diantaranya adalah 5-I yakni initiate, inquiry, imagine, innovate dan inspire to implement. Kelima fase pendekatan tersebut adalah sebagai berikut.

1.       Initiate

Pada tahap ini, keputusan suatu organisasi dalam penerapan SOAR digunakan untuk melakukan evaluasi pada masa yang akan datang. Analisis ini dipilih karena digunakan untuk melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal untuk memperoleh strategi yang baru. Pada konteks kajian ini, strategi dengan menggunakan analisis SOAR merupakan suatu terobosan untuk menganalisa potensi dan peluang sehingga dapat menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2.       Inquiry

Inquiry merupakan penyelidikan strategis terhadap nilai-nilai dan visi misi, kekuatan internal dan eksternal untuk melakukan identifikasi atas peluang dan aspirasi serta hasil. Peluang yang terlihat antara lain� faktor sosial budaya dan� budaya organisasi. Pada konteks kajian ini, inquiry dilakukan dengan melakukan telaah atas visi misi Kementerian Agama, faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan peran penghulu dan berdampak pada KUA revitalisasi.

3.       Imagine

Pada tahap ini dilakukan dengan mempertimbangkan kombinasi kekuatan dan peluang untuk menciptakan visi bersama yang selaras dengan aspirasi. Pada konteks pengembangan peran penghulu pada pelayanan masyarakat, maka peran tersebut perlu diidentifikasi hingga memenuhi seluruh komponen layanan pada KUA revitalisasi

4.       Innovate

Suatu inisiatif yang diidentifikasi dan diprioritaskan sehingga dapat menghasilkan proses, sistem, struktur dan budaya baru sehingga dapat mendukung tujuan. Pada konteks kajian ini, pengembangan peran penghulu dapat dilakukan pengembangan sesuai dengan karakteristik masing-masing KUA dan kebutuhan masyarakat.

5.       Inspire to Implement

Energi, komitmen dan rencana taktis untuk mengimplementasikan rencana strategis baru. Pada konteks kajian ini, komitmen pemberdayaan penghulu perlu ditingkatkan melalui kontrak kerja penghulu dengan atasan langsung.

Dengan demikian, untuk menggunakan analisis SOAR diperlukan identifikasi faktor internal dan eksternal sepertihalnya pada analisi SWOT. Adapun identifikasi faktor internal dan eksternal adalah sebagai berikut.

 

  1. Kekuatan (Strength)

a.       Adanya aturan mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu.

b.       Adanya sumber daya manusia penghulu yang profesional.

c.       Adanya organisasi profesi penghulu.

d.       Adanya pengembangan jabatan� yang terstruktur.

e.       Adanya� sarana prasarana.

f.        Adanya program kepenghuluan yang mendukung pelaksanaan tugas.

g.       Adanya� target kinerja

  1. Peluang (Opportunity)
  1. Meningkatkan pembangunan program revitalisasi KUA secara komprehensif.
  2. Peningkatan kualitas layanan.
  3. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh layanan.
  4. Peningkatan kepuasan masyarakat pada layanan KUA
  5. Meningkatkan kinerja penghulu.
  6. Program pemberdayaan KUA dapat ditingkatkan
  1. Aspirasi (Aspiration)

a.       Penghulu mempunyai peran strategis pada revitalisasi KUA.

b.       Penghulu kompeten dalam memberikan pembinaan pada masalah keagamaan dan sosial.

c.       Penghulu menjadi rujukan bagi masyarakat untuk menentukan hukum pada masalah keagamaan.

d.       Penghulu mempunyai pengetahuan dan kompetensi untuk memberikan bimbingan pada masyarakat.

e.       Penghulu sebagai tokoh masyarakat.

f.        Penghulu sebagai tokoh agama

 

 

 

  1. Hasil (Result)
  1. Terwujudnya� revitalisasi KUA.
  2. Terwujudnya realisasi kinerja sesuai dengan target pada Renstra.
  3. Terwujudnya� kepuasan layanan masyarakat.
  4. Terwujudnya� program prioritas nasional.
  5. Meningkatnya kinerja penghulu.

Berdasarkan pada� hasil identifikasi tersebut, maka dapat dilakukan analisa dengan menggunakan matrik SOAR sebagai berikut.

 

Text Box: External Text Box: Internal

Kekuatan (Strength)

a.       Adanya aturan mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu.

b.       Adanya sumber daya manusia penghulu yang profesional.

c.       Adanya organisasi profesi penghulu.

d.       Adanya pengembangan jabatan� yang terstruktur.

e.       Adanya� sarana prasarana.

f.        Adanya program kepenghuluan yang mendukung pelaksanaan tugas.

g.       Adanya� target kinerja

Peluang (Opportunity)

  1. Meningkatkan pembangunan program revitalisasi KUA secara komprehensif.
  2. Peningkatan kualitas layanan.
  3. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh layanan.
  4. Peningkatan kepuasan masyarakat pada layanan KUA
  5. Meningkatkan kinerja penghulu.
  6. Program pemberdayaan KUA dapat ditingkatkan

 

Aspirasi (Aspiration)

a.       Penghulu mempunyai peran strategis pada revitalisasi KUA.

b.       Penghulu kompeten dalam memberikan pembinaan pada masalah keagamaan dan sosial.

c.       Penghulu menjadi rujukan bagi masyarakat untuk menentukan hukum pada masalah keagamaan.

d.       Penghulu mempunyai pengetahuan dan kompetensi untuk memberikan bimbingan pada masyarakat.

e.       Penghulu sebagai tokoh masyarakat.

f.        Penghulu sebagai tokoh agama

 

Strategi SA

  1. Melakukan telaah atas cascading kinerja penghulu.
  2. Melakukan telaah atas target dan realisasi kinerja penghulu.
  3. Melakukan identifikasi atas peran penghulu baik pada masyarakat maupun kantor.
  4. Melakukan identifikasi tugas pokok dan fungsi KUA Revitalisasi.
  5. Melakukan telaah atas pedoman implementasi KUA Revitalisasi

 

Strategi OA

  1. Melakukan identifikasi kebutuhan masyarakat dalam hal layanan KUA
  2. Melakukan pengembangan SDM penghulu untuk meningkatkan kualitas layanan.
  3. Pembangunan KUA revitalisasi dikakan secara komprehensif

Hasil� (Result)

  1. Terwujudnya� revitalisasi KUA.
  2. Terwujudnya realisasi kinerja sesuai dengan target pada Renstra.
  3. Terwujudnya� kepuasan layanan masyarakat.
  4. Terwujudnya� program prioritas nasional.
  5. Meningkatnya kinerja penghulu.

 

Strategi SR

  1. Melakukan telaah atas profesionalisme penghulu sesuai dengan jenjang jabatannya.
  2. Melakukan pengembangan program kepenghuluan yang disesuaikan dengan layanan revitalisasi KUA

 

Strategi OR

  1. Melakukan telaah dan evaluasi renstra khususnya peran KUA revitalisasi
  2. Melakukan telaah target dan realisasi peran penghulu
  3. Melakukan evaluasi atas capaian program prioritas nasional

 

 

Berdasarkan hasil analisis pada matrik� SOAR, maka strategi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.

1.       Strategi SA

Strategi SA menciptakan suatu strategi yang menggunakan kekuatan untuk mencapai aspirasi. Dengan demikian pada konteks kajian ini, strategi SA digunakan untuk memperbaharui desain pelayanan KUA dari peran penghulu yang semula hanya terbatasi oleh pelayanan pendaftaran nikah dan rujuk, diperluas menjadi layanan keagamaan dan sosial lainnya dengan adanya program revitalisasi KUA.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan strategi SA adalah sebagai berikut.

a.       Melakukan telaah atas cascading kinerja penghulu.

Untuk melakukan identifikasi peran penghulu secara detail, maka perlu dilakukan telaah atas cascading kinerja penghulu dari unit atau pegawai tertinggi hingga unit atau pegawai terendah. Cascading kinerja harus dilakukan penjabaran dengan jelas karena masing-masing pekerjaan memiliki keterkaitan sebab akibat serta memiliki keterkaitan sinergitas.

Pada konteks peran penghulu pada KUA, penghulu merupakan jabatan fungsional yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, bahwa penghulu merupakan pegawai pencatat nikah atau perkawinan yang mempunyai lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan dan bimbingan masyarakat Islam.

Pejabat Fungsional Penghulu yang selanjutnya disebut penghulu adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan kepenghuluan dan bimbingan masyarakat Islam.� Penghulu selaku jabatan fungsional bertanggung jawab secara langsung pada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Dengan demikian, jika penghulu tidak dapat menjalankan kinerja dengan baik akan mempengaruhi kinerja kepala.

Sesuai dengan buku Pedoman Penghulu dijelaskan tugas pokok penghulu berdasarkan Bab II Pasal 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/62/M-PAN/6/2005 tentang Jabatan Penghulu dan Angka Kreditnya adalah sebagai berikut.

1)       Melakukan perencanaan kegiatan kepenghuluan yang tertuang dalam:

a)       Rencana Kerja Tahunan (RKT).

b)      Rencana Kerja Operasional (RKO).

2)      Menerima pendaftaran nikah dan rujuk.

3)      Meneliti daftar pemeriksaan nikah/ rujuk.

4)      Pengawasan Pencatatan Nikah/Rujuk.

5)       Pelaksanaan Pelayanan Nikah/Rujuk.

6)      Penasihatan dan Konsultasi Nikah/ Rujuk.

7)       Pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk.

8)      Membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk.

9)      Pelayanan fatwa hukum munakahat dan bimbingan muamalah.

10)   Pembinaan keluarga sakinah.

11)    Pemantauan��� dan evaluasi���� kegiatan kepenghuluan.

12)   Pengembangan kepenghuluan.

Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa peran penghulu dalam memberikan pelayanan terutama dalam bidang pelayanan nikah dan rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan sangat dibutuhkan mulai dari pendaftaran sampai pelaksanaan. Selanjutnya, eksistensi penghulu tersebut dibutuhkan bukan hanya oleh masyarakat yang menggunakan layanan pernikahan tetapi juga layanan keagamaan dan sosial lainnya.

Peran penghulu yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat harus memenuhi 3 (tiga) fungsi yakni sebagai berikut.

1)      Fungsi administrasi

Berdasarkan Instruksi Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pelaksanaan Reformasi di Lingkungan Departemen Agama, penghulu agar seoptimal mungkin mengaplikasikan hal-hal yang tertuang dalam Instruksi Menteri Agama tersebut, di antaranya penghulu mampu menganalisis kebutuhan yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat, mulai dari pengadaan� ruangan, penataan ruangan, alat mobiler� sampai memberikan pelayanan kepada konsumen (masyarakat).

Fungsi pelayanan nikah/rujuk secara asministrasi adalah agar dapat tercatat dan tersimpan�� dengan�� baik�� dan rapi, mudah di data secara statistik dan dilaporkan secara berkala serta dipertanggungjawabkan kapan saja di mana saja.

2)      Fungsi pelayanan

Penghulu diharapkan mempunyai komitmen yang tinggi untuk senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan kepada jajarannya sendiri.

3)      Fungsi intelektual

Menurut peraturan bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20� Tahun 2005�� tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Penghulu dan Angka Kreditnya Bab I Pasal 1 poin 1, Penghulu adalah Pegawai

 

b.       Melakukan telaah atas target dan realisasi kinerja penghulu.

Target tugas penghulu telah tercantum dalam Pasal 4 Kepmen PAN Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 yakni 1) melakukan perencanaan kegiatan kepenghuluan, 2) pengawasan pencatatan nikah rujuk, 3) pelaksanaan pelayanan nikah rujuk, 4) penasehatan dan konsultasi nikah rujuk, 5) pemantauan pelanggaran ketentuan nikah rujuk, 6) pelayanan fatwa hukum menakahat dan bimbingan muamalah, 7) pembinaan keluarga sakinah, dan 8) pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.

Tugas penghulu tersebut dicantumkan dalam target renstra Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, yang diturunkan pada masing-masing penghulu di kabupaten/kota untuk melaksanakan tugas tersebut. Pada aturan Pasal 4 Kepmen PAN Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 dicantumkan bahwa tugas penghulu tidak hanya melakukan pelayanan pada pendaftaran nikah dan pelaksanaan nikah tetapi juga tugas lain yang berhubungan dengan ilmu sosial dan keagamaan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Adapun contohnya, peran penghulu pada kajian Ibrahim (2020) menjelaskan bahwa penghulu berperan untuk mempertahankan hak ulayat, sedangkan peran penghulu pada daerah lain tidak terdapat peran mempertahankan hak ulayat.

c.       Melakukan identifikasi atas peran penghulu baik pada masyarakat maupun kantor.

Identifikasi peran penghulu pada masyarakat didasarkan pada karakteristik masyarakat, yakni masyarakat aceh. Masyarakat Aceh yang kental dengan budaya Islam, maka peran penghulu harus dioptimalkan dalam hal pembinaan dan bimbingan keagamaan masyarakat, seperti halnya dalam hal pembentukan karakter masyarakat Aceh untuk menghilangkan tahayyul, bid�ah dan khurafat (Ariga & Nurhakim, 2022). Disisi lain, masyarakat Aceh mempunyai kearifan lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat, sehingga penghulu perlu memberikan bimbingan mengenai pemahaman kearifan lokal sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam (Darmawati, 2020).

d.       Melakukan identifikasi tugas pokok dan fungsi KUA Revitalisasi.

Revitalisasi KUA sebagaimana telah diuraian diatas merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang mempunyai 11 (Sebelas) macam layanan sebagaimana tercantum dalam buku draft pedoman implementasi revitalisasi KUA dari Dirjen Bimas Islam, tetapi pada kajian-kajian yang dilakukan terdahulu, peran KUA masih terbatasi dengan layanan-layanan pernikahan dan pembinaan keluarga sakinah (Leleang et al., 2022) serta informasi pendaftaran nikah (Jamilah dan Isa, 2019), sedangkan layanan lain masih sangat minimalis. Dengan demikian, diperlukan sosialisasi bagi masyarakat mengenai layanan-layanan yang ditambahkan pada KUA melalui program revitalisasi KUA sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat yang membutuhkan layanan keagamaan dan sosial.

e.       Melakukan telaah atas pedoman implementasi KUA Revitalisasi

Implementasi revitalisasi KUA dibutuhkan pedoman sebagai kebijakan yang berlaku pada seluruh KUA yang terevitalisasi. Namun sampai dengan saat ini buku pedoman tersebut masih berbentuk draft, sehingga belum dapat dijadikan rujukan.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, maka layanan pada Revitalisasi KUA merujuk pada arahan dari Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah mengenai 5 (ima) hal transformasi dalam revitalisasi KUA yakni sebagai berikut.

1)      Mengubah profil layanan KUA yang bersifat dokumentasi dan administrasi menjadi berorientasi pada kebutuhan masyarakat dalam bentuk bimbingan, layanan, konsultasi dan pendampingan persoalan keluarga dan agama.

2)      KUA bersifat aktif dan responsif atas kebutuhan layanan masyarakat yakni KUA memberikan respon atas kebutuhan layanan di masyarakat.

3)      KUA harus hadir melakukan pendampingan masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat.

4)      Pelayanan KUA harus berorientasi pada hasil.

5)      KUA menjadi leading sector dalam pembangunan keluarga.

Dengan demikian, adanya kelima transformasi layanan KUA tersebut sejalan dengan draft pedoman revitalisasi KUA yang menjabarkan 11� (Sebelas) layanan KUA revitalisasi sebagaimana telah diuraikan diatas.

2.    Strategi OA

Strategi OA mempunyai orientasi pada aspirasi yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membangun peluang. Dengan demikian, pada kajian ini fungsi dari strategi OA adalah untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh khususnya kekuatan dalam pembinaan dan pengembangan penghulu untuk dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk melaksanakan strategi OA adalah sebagai berikut.

 

a.       Melakukan identifikasi kebutuhan masyarakat dalam hal layanan KUA

Pemberdayaan KUA harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan pada transformasi layanan KUA. Adapun cara untuk melakukan identifikasi kebutuhan adalah dengan menggunakan rujukan yang diperoleh dari kajian lain atau menggunakan survey pada masyarakat.

b.       Melakukan pengembangan SDM penghulu untuk meningkatkan kualitas layanan.

Pengembangan SDM dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan berbagai cara, yakni pengembangan literasi digital pada pegawai KUA sehubungan dengan meningkatnya penggunaan teknologi (Ramadhani P & et all, 2021), pemberdayaan dengan diklat dan pembangunan budaya ASN (Rakhmawanto, 2018) serta pengembangan SDM dilakukan dengan perencanaan SDM (Muzayyanah Jabani, 2015).

Pengembangan SDM tersebut ditujukan untuk mneingkatkan kualitas layanan, sebagaimana diungkapkan oleh Kotler & Keller (2009) bahwa untuk meningkatkan kualitas layanan perlu peningkatan kualitas SDM

c.       Pembangunan KUA revitalisasi dilakukan secara komprehensif.

Pembangunan KUA secara komprehensif adalah pembangunan KUA dengan melakukan transformasi layanan, bukan hanya melakukan perbaikan sarana prasarana. Jika merujuk pada kondisi faktual yang terjadi di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, revitalisasi KUA belum dibangun secara komprehensif meliputi sumber daya manusia dan jenis layanan.

3.       Strategi SR

Strategi SR menciptakan strategi berdasarkan kekuatan untuk memperoleh hasil yang terukur. Pada konteks kajian ini, fungsi strategi SR adalah untuk meningkatkan public trust pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, khususnya pada layanan revitalisasi KUA yang merupakan terobosan pemerintah untuk melakukan pemberdayaan fungsi KUA.

Kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan strategi SR adalah sebagai berikut.

a.       Melakukan telaah atas profesionalisme penghulu sesuai dengan jenjang jabatannya

Jenjang jabatan fungsional penghulu terdiri dari jenjang Penghulu Ahli Pertama, Penghulu Ahli Muda, Penghulu Ahli Madya dan Penghulu Ahli Utama. Menurut Pasal 1 Ayat (6) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 mengatur tugas pokok penghulu beserta angka kreditnya dan mengatur mengenai kenaikan pangkat. Penilaian atas kegiatan kepenghuluan berdasarkan bukti fisik yang diajukan penghulu sesuai dengan jenjang jabatannya masing-masing (Rosliana et al., 2019).

Adanya aturan tersebut, maka dapat diketahui bahwa penghulu mempunyai kompetensi sesuai dengan jenjang jabatannya, semakin tinggi jabatan penghulu maka semakin tinggi kompetensi penghulu dalam melakukan pelayanan masyarakat. Untuk menindaklanjuti hal tersebut maka perlu dilakukan pemetaan penghulu sesuai dengan jenjang jabatan sehingga dapat digunakan untuk melakukan pemetaan atas pekerjaan yang disesuaikan dengan jenjang jabatan.

b.       Melakukan pengembangan program kepenghuluan yang disesuaikan dengan layanan revitalisasi KUA

Adanya jenjang jabatan penghulu sebagaimana pada Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 maka penempatan penghulu dioptimalkan pada KUA yang sudah terevitalisasi sehingga tugas yang ada pada KUA revitalisasi dapat dijangkau secara keseluruhan oleh penghulu.

Adanya strategi dengan mengkombinasikan antara kekuatan dan hasil, maka kekuatan yang ada pada potensi penghulu harus dimaksimalkan untuk memperoleh hasil yang masimal untuk pembangunan revitalisasi KUA.

4.       Strategi OR

Strategi OR merupakan strategi yang berorientasi pada kesempatan untuk mencapai hasil yang terukur. Dengan demikian, pada konteks kajian ini fungsi strategi OR adalah untuk memastikan bahwa peran penghulu dapat diimplementasikan dengan maksimal khususnya pada KUA yang sudah terevitalisasi.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk strategi OR adalah sebagai berikut.

a.       Melakukan telaah dan evaluasi renstra khususnya peran KUA revitalisasi

Untuk membangun revitalisasi KUA, maka dibutuhkan pengoptimalan peran penghulu dengan cara melakukan telaah dan evaluasi atas renstra. Pada renstra terdapat target dan realisasi mengenai peran penghulu yang semula hanya terkait pendaftaran nikah dan pernikahan, akan dikembangkan menjadi penghulu yang tidak hanya berperan pada pelayanan pernikahan melainkan melakukan pelayanan keagamaan dan sosial.

Pada telaah mengenai evaluasi penghulu, Laporan Kinerja Tahunan pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh mendeskripsikan bahwa 21% dari 200 orang penghulu telah melaksanakan tugas kepenghuluan secara komprehensif.

Untuk meningkatkan peran penghulu dapat dilakukan pemberdayaan pada 79% penghulu dengan cara melakukan pemberdayaan SDM penghulu.

b.       Melakukan telaah target dan realisasi peran penghulu

Penentuan target pada penghulu, harus didahului dengan telaah sasaran startegis yang ada pada Renstra 2020-2024 pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Pada sasaran strategi terdapat indikator yang harus dijelaskan dari definisi operasionalnya sehingga penghulu akan memahami setiap tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan adanya definisi operasional tersebut, maka realisasi tugas kepenghuluan dapat dilakukan dengan lebih mudah.

c.       Melakukan evaluasi atas capaian program prioritas nasional.

Evaluasi capaian program prioritas nasional khususnya revitalisasi KUA, belum dapat dicapai secara optimal. Hal ini terbukti dengan sebanyak 79% penghulu masih menjalankan fungsi penghulu hanya melakukan pelayanan pada urusan pernikahan, dengan demikian perlu dilakukan peningkatan peran penghulu yang disesuaikan dengan karakteristik daerah masyarakat Aceh.

Berdasarkan pada hasil analisa SOAR, maka dapat diketahui bahwa pemberdayaan peran penghulu dapat dilakukan dengan kombinasi strategi internal dan eksternal yang terdapat pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh.

 

SIMPULAN

Pemberdayaan peran penghulu pada pelayanan KUA dapat dilakukan secara maksimal bukan hanya diberdayakan untuk melakukan layanan nikah rujuk tetapi juga layanan sosial dan keagamaan lainnya. Untuk dapat mengkondisikan peran penghulu tersebut perlu adanya pemahaman cascading pada penghulu dan atasan langsung penghulu mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu sehingga dapat dilakukan kontrak kerja dengan atasan langsung sesuai dengan perannya.

Pada konteks KUA revitalisasi, pemberdayaan penghulu dapat dilakukan dengan menggunakan strategi dengan mengkombinasikan antara strength dan aspiration (SA) untuk menciptakan suatu desain layanan KUA, dilanjutkan dengan strategi opportunity dan aspiration (OA) untuk memaksimalkan pencapaian kesempatan dengan cara melakukan pengembangan. Strategi selanjutnya adalah kombinasi antara strength dan result (SR) yakni memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk meningkatkan public trust dan strategi OR yang berorintasi pada kesempatan untuk memperoleh hasil terukur.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ariga, S., & Nurhakim, M. (2022). Peran Dayah Muhammadiyah dalam Pembentukan Karakter Masyarakat Aceh. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6, 16499�16507.

 

Darmawati, D. (2020). Makna Kearifan Lokal Adat Peusijuk Masyarakat Aceh Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Serambi Konstruktivis, 1(3), 28�34. https://doi.org/10.32672/konstruktivis.v1i3.1774

 

Hamsa, A., & Teungku Dirundeng Meulaboh, S. (2021). Peran Penghulu Dalam Penyelesaian Perkara Perceraian (Studi Kasus Pada KUA Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Nagan Raya) T Mairizal. Al Ahkam: Jurnal Online Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 1�8.

 

Jamilah dan Isa. (2019). MAQASID : Jurnal Studi Hukum Islam. Jurnal Studi Hukum Islam, 7(1), 2615�2622.

 

Leleang, T. A., Maloko, T. M., Musyahid, A., Amin, M., & Ahmad Ismail, L. O. (2022). Revitalisasi Peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah di Kabupaten Bone dengan Perspektif Maqāṣid Asy-Syar�ah Revitalizing the Role of Kantor Urusan Agama (KUA) in Realizing the Sakinah Family at Bone Regency with Maqāṣid Asy-Sya. Jurnal Bimas Islam, 15(2), 181�202.

 

Muzayyanah Jabani. (2015). Pentingnya perencanaan sumber daya anusia. Jurnal Muamalah, V(1), 1�10.

 

Rakhmawanto, A. (2018). MEMBANGUN MODEL PENGEMBANGAN SDM APARATUR PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pusat Pengkajian Dan Penelitian Kepegawaian BKN, 2(1), 97�121.

 

Ramadhani P, H. C., & et alll. (2021). Peran Literasi Digital dalam Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia pada Era Revolusi Industri 4.0 Helmy. Jurnal Implementasi, 1(2), 139�145.

 

Ridho. (2021). PERAN DAN KONTRIBUSI PENGHULU DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH (Studi di KUA Kecamatan Blangkejeren). SINTESA Jurnal Kajian Agama Dan Sosial, 113�135.

 

Rosliana, L., Kusumaningrum, M., Hidayah, K., & Arieyasmieta, W. (2019). Strategi Pemetaan Kompetensi pada Seleksi Calon Penghulu di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Jurnal Borneo Administrator, 15(3).

 

Saogi, A. (2022). Strategi Revitalisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Mundu Dan Kedawung Kabupaten Cirebon. Jurnal Ilmiah Gama Perencana, 1(2), 63�84.

 

Stavros, J. M., & Cole, M. L. (2013). OARing towards Positive Transformation and Change. The ABAC ODI Visions Action Outcome, 1(1).

 

Susanto, A. (2019). Peran Kepala KUA dalam Membangun Moderasi Beragama di Kabupaten Majalengka. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 7(2), 232�245. https://doi.org/10.36052/andragogi.v7i2.92

 

Wibisono, Y. (2020). Revitalisasi Peran Strategis Penghulu Dalam Pelayan-. Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 14(2), 193�205.

 

Yuliana, W. I., & Tidore, R. (2023). Peran Penghulu Dalam Mengurangi Angka Perceraian di Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula�(Studi Kasus di KUA Kec. Sanana Kab. Kepulauan Sula). Al-Mizan �, 1, 1�16.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).