Analisis Soar Strategi
Pemberdayaan Peran Penghulu Dalam Meningkatkan Layanan Masyarakat Pada Kua
Revitalisasi Di Provinsi Aceh
� Analysis of Soar Strategy for Empowering the Role
of Registrars in Improving Community Services at Revitalization Village Heads
in Aceh Province
1)* M. Zubir
�Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Indonesia
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) M.
Zubir
DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1355 |
ABSTRAK Penghulu mempunyai peran penting dalam layanan
masyarakat, bukan hanya layanan pernikahan tetapi juga layanan keagamaan dan
sosial lainnya. Hal ini sebagaimana terdapat pada transformasi layanan pada
revitalisasi KUA. Namun pada kondisi faktual di Provinsi Aceh, sebanyak 79%
penghulu hanya menyelenggarakan layanan pernikahan, belum sampai pada layanan
keagamaan dan sosial lainnya sehingga layanan pada revitalisasi KUA tidak
berjalan optimal karena penghulu tidak mengakomodir kebutuhan masyarakat.
Tujuan dilakukan kajian ini adalah untuk melakukan analisa mengenai upaya
yang dapat dilakukan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh dalam hal
melakukan pengembangan sumber daya manusia penghulu sehingga dapat
menjalankan seluruh tugas pokok dan fungsinya sebagaimana terdapat pada
program revitalisasi KUA. Metodologi yang digunakan pada kajian ini adalah
pendekatan kualitatif, dan data dianalisa dengan menggunakan pendekatan
analisis SOAR. Hasil kajian mengenai pemberdayaan penghulu dilakukan dengan
melakukan telaah atas cascading, target dan evaluasi Renstra dan inovasi
untuk melakukan desain atas layanan revitalisasi KUA khususnya dengan
pengoptimalan tugas penghulu. Kajian ini menggunakan analisis SOAR yakni
dengan mengkombinasikan strategi SA untuk menciptakan desain layanan KUA yang
baru, strategi OA untuk memaksimalkan pengembangan dengan mengoptimalkan
kesempatan, strategi SR yakni memaksimalkan kekuatan untuk meningkatkan public
trust dan strategi OR yang berorintasi pada kesempatan untuk memperoleh
hasil terukur. Kesimpulan: pengembangan peran penghulu harus disesuaikan
dengan aturan dan karakteristik masyarakat Aceh untuk dapat
mengimplementasikan revitalisasi KUA dengan komprehensif. Kata kunci: Peran Penghulu, Meningkatkan, Kualitas,
Pelayanan, Nikah Rujuk |
ABSTRACT
Penghulu
has an important role in community services, not only wedding services but also
other religious and social services. This is similar to the service
transformation in the revitalization of KUA. However, in factual conditions in
Aceh Province, as many as 79% of the penghulu only provide wedding services,
not yet other religious and social services, so that services for the
revitalization of the KUA do not run optimally because the penghulu does not
accommodate the needs of the community. The purpose of this study is to carry
out an analysis of the efforts that can be made by the Regional Office of the
Ministry of Religion of Aceh Province in terms of developing human resources
for headmen so that they can carry out all the main tasks and functions as
contained in the KUA revitalization program. The methodology used in this study
is a qualitative approach, and the data was analyzed using the SOAR analysis
approach. The results of the study regarding the empowerment of the headman
were carried out by reviewing cascading, targets and evaluation of the
Strategic Plan and innovation to design KUA revitalization services, especially
by optimizing the headman's duties. This study uses SOAR analysis, namely by
combining the SA strategy to create a new KUA service design, the OA strategy
to maximize development by optimizing opportunities, the SR strategy, namely
maximizing power to increase public trust and the OR strategy which is oriented
towards opportunities to obtain measurable results. Conclusion: the development
of the role of the penghulu must be adapted to the rules and characteristics of
the Acehnese community to be able to implement the revitalization of the KUA
comprehensively.
Keywords:
The Role of Marriage
Chief, To Increase, Quality, Service, Remarriage
PENDAHULUAN
Kementerian Agama adalah penyelenggara sebagian tugas pemerintah di
bidang keagamaan dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang taat beribadah,
rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin. Salah satu bidang dari tugas
Kementerian Agama tersebut adalah pelayanan nikah dan rujuk, hal ini tertuang
di dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan
Rujuk dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Untuk�� melaksanakan�� kegiatan�
Nikah Rujuk (NR) secara profosional, maka ditetapkanlah peraturan
perundang-undangan tentang pencatatan perkawinan bagi umat Islam oleh Pegawai
Pecatat Nikah (PPN), dan dalam upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)
Nomor: PEM/62/M.PAN/6/2005 dan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara Nomor 20 dan 14 A tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan
Penghulu dan Angka Kredit.
Hal ini memperjelas bahwa penghulu adalah jabatan keahlian dan
perpanjang tangan Kementerian Agama di Kecamatan dalam�� tugas��
pelayanan,��� pengawasan dan
pembinaan keagamaan terutama pelaksanaan pernikahan dan rujuk. Dengan demikian
tugas dan fungsi penghulu dapat diimplementasikan pada Kantor Urusan Agama
(KUA). Kantor Urusan Agama merupakan perpanjangan tangan pemerintah di Kecamatan
segala persoalan- persoalan dihadapi masyarakat tentang kehidupan beragama,
terutama pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019������ dan aturan-aturan pelaksanaannya.
Tugas Penghulu di Kantor Urusan Agama sangat berat dan mulia,
mengakomudir semua persoalan keagamaan pada umumnya, khususnya Nikah dan Rujuk
serta segala persoalan yang terjadi di dalamnya. Hal tersebut sebagaimana dalam
penelitian Ridho (2021) bahwa penghulu berperan bukan hanya
melakukan penyelenggaraan pernikahan tetapi juga berperan dalam pembentukan
keluarga sakinah. Penghulu juga mempunyai peran dalam mengurangi angka
perceraian (Yuliana & Tidore, 2023), dan penyelesaian perkara perceraian
(Hamsa & Teungku Dirundeng Meulaboh, 2021).
Peran penghulu tidak hanya sebatas pada masalah pembangunan keluarga
tetapi juga sampai pada ranah pembangunan moderasi beragama (Susanto, 2019). Berdasarkan pada beberapa peran
penghulu tersebut, maka dapat diketahui bahwa peran penghulu tidak hanya pada
ranah pernikahan dan pembangunan keluarga tetapi juga ranah kehidupan sosial
keagamaan lainnya.
Peran penghulu yang sangat vital, berbanding terbalik dengan
pemberdayaan penghulu yang belum optimal pada KUA di lingkungan Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Aceh. Pada fenomena yang terjadi, peran penghulu
pada KUA di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh belum dapat
dikategorikan optimal karena peran penghulu masih didominasi oleh urusan
pernikahan. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survey pada 200 responden
yakni penghulu yang terdapat pada KUA di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Aceh bahwa sebanyak 162 orang atau 81% hanya melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan urusan pernikahan, sedangkan sisanya sebanyak 21% penghulu
atau 38 orang penghulu menjalankan tugasnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat
pada daerah binaannya yakni melakukan tugas pembinaan atau pendampingan pada
penyelesaian perceraian, pembangunan keluarga sakinah, pencegahan pernikahan
dini dan moderasi beragama serta permasalahan sosial lainnya yang membutuhkan
bantuan penghulu.
Peran penghulu sebagaimana dilaksanakan oleh 21% penghulu tersebut
sejalan dengan pembangunan revitalisasi KUA yang merupakan salah satu program
prioritas nasional. Hal ini sebagaimana dalam kajian yang dilakukan oleh Wibisono (2020) bahwa penghulu mempunyai peran
penting dan strategis dalam hal menjaga hukum agama dan pelayanan masyarakat
dalam kaitannya dengan masalah keagamaan.
Adanya kondisi tersebut maka peran penghulu mempunyai dampak luas baik
pada realisasi program pemerintah, maupun pelayanan masyarakat. Pada Provinsi
Aceh peran penghulu untuk melakukan pelayanan secara komprehensif belum dapat
dilakukan dengan optimal. Hal ini dikarenakan beberapa hal sebagai berikut.
1.
Penghulu tidak direkrut berdasarkan
latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi pekerjaan sebagai
penghulu, sebagai contoh Aparatur Sipil Negara dengan latar belakang pendidikan
keguruan dapat menjadi penghulu.
2.
Tidak adanya pengembangan sumber daya
manusia (SDM) penghulu karena keterbatasan anggaran dan tidak adanya
perencanaan untuk pengembangan SDM penghulu.
3.
Tidak adanya monitoring dan evaluasi
mengenai kompetensi penghulu dalam melaksanakan tugas keagamaan disamping tugas
dalam pelayanan pernikahan.
4.
Tidak meratanya kualitas sumber daya
manusia penghulu. Hal ini terjadi karena kualitas SDM penghulu pada lingkungan
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh sangat plural yakni terdapat
penghulu dengan kualitas tinggi, sedang dan rendah. Adanya kualitas yang tidak
sama berbanding lurus dengan kualitas kinerja penghulu. Jika ingin memperoleh
kualitas sumber daya yang sama maka perlu dilakukan pengembangan sumber daya
manusia penghulu secara terus menerus sesuai dengan perkembangan tuntutan
masyarakat Aceh.
5.
Kurangnya koordinasi antara KUA
dengan stakeholder. Kurangnya koordinasi menyebabkan kurangnya informasi yang
dapat diakses oleh penghulu dalam melakukan layanan masyarakat.� Dengan demikian banyak layanan masyarakat
yang tidak dilakukan oleh penghulu sehingga menyebabkan turunnya kepuasan
masyarakat dalam menggunakan layanan KUA.
6.
Tidak adanya telaah cascading
mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu pada KUA.
Adapun dampak yang ditimbulkan ketika penghulu tidak dapat menjalankan
tugas-tugas secara komprehensif adalah sebagai berikut.
1.
Ketercapaian program revitalisasi KUA
tidak optimal karena revitalisasi KUA mempunyai penambahan layanan KUA bukan
hanya pada pelayanan pendaftaran nikah tetapi juga menjadi sentral informasi
keagamaan bagi masyarakat (Saogi, 2022). Namun dengan kualitas penghulu yang
tidak mempunyai kualifikasi pendidikan dan pengembangan yang sesuai dengan
bidang tugas, maka program revitalisasi KUA tidak dapat dilakukan secara
lengkap.
2.
Menurunnya Tingkat Kepuasan
masyarakat. Layanan masyarakat non pernikahan tidak dilakukan secara optimal,
maka berdampak pada Indeks Kepuasan Masyarakat akan menurun seiring dengan
banyaknya layanan KUA yang tidak terlaksana oleh penghulu.
Realisasi perjanjian kinerja tidak sesuai dengan target karena realisasi
pada revitalisasi KUA merupakan realisasi kualitas pelayanan yang harus
diwujudkan oleh seluruh komponen KUA termasuk penghulu.
Tujuan yang dicapai dari analisis ini adalah untuk melakukan analisa
mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh
dalam hal melakukan pengembangan sumber daya manusia penghulu sehingga dapat
menjalankan seluruh tugas pokok dan fungsinya sebagaimana terdapat pada program
revitalisasi KUA.
METODE
Kajian ini dilakukan
pendekatan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis data yang digunakan
pada kajian ini adalah data� primer dan
sekunder. Data primer yang digunakan adalah observasi, sedangkan data primer
yang digunakan adalah jurnal, hasil dokumentasi dan referensi pendukung kajian.
Kajian ini� dalam hal pengujian keabsahan data� digunakan pendekatan triangulasi sumber.
Data� yang terkumpul� akan dianalisa dengan menggunakan analisis Strength,
Opportunities, Aspirations dan Results (SOAR) (Stavros & Cole, 2013) Analisis SOAR menggunakan
kekuatan dan peluang yang dimiliki oleh organisasi untuk menghasilkan aspirasi
dan hasil dimasa yang akan datang. Sebelumnya, tahapan 5-I perlu dilibatkan
untuk tahapan analisis SOAR (Initiate, Inquiry, Imajinasi, Inovasi dan Inspire
to Implement) sehingga menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar
memperoleh hasil yang baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis SOAR dalam Strategi Pengembangan
Peran Penghulu pada Program Revitalisasi KUA
Untuk�
menentukan strategi pengembangan pada masa yang akan datang, diperlukan
beberapa langkah yang dapat digunakan untuk mengawali dilaksanakannya analisis
SOAR, diantaranya adalah 5-I yakni initiate, inquiry, imagine, innovate
dan inspire to implement. Kelima fase pendekatan tersebut adalah sebagai
berikut.
1.
Initiate
Pada tahap ini, keputusan suatu organisasi
dalam penerapan SOAR digunakan untuk melakukan evaluasi pada masa yang akan
datang. Analisis ini dipilih karena digunakan untuk melakukan identifikasi
faktor internal dan eksternal untuk memperoleh strategi yang baru. Pada konteks
kajian ini, strategi dengan menggunakan analisis SOAR merupakan suatu terobosan
untuk menganalisa potensi dan peluang sehingga dapat menghasilkan output yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.
Inquiry
Inquiry merupakan penyelidikan strategis
terhadap nilai-nilai dan visi misi, kekuatan internal dan eksternal untuk
melakukan identifikasi atas peluang dan aspirasi serta hasil. Peluang yang
terlihat antara lain� faktor sosial
budaya dan� budaya organisasi. Pada
konteks kajian ini, inquiry dilakukan dengan melakukan telaah atas visi misi
Kementerian Agama, faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan peran
penghulu dan berdampak pada KUA revitalisasi.
3.
Imagine
Pada tahap ini dilakukan dengan
mempertimbangkan kombinasi kekuatan dan peluang untuk menciptakan visi bersama
yang selaras dengan aspirasi. Pada konteks pengembangan peran penghulu pada
pelayanan masyarakat, maka peran tersebut perlu diidentifikasi hingga memenuhi
seluruh komponen layanan pada KUA revitalisasi
4.
Innovate
Suatu inisiatif yang diidentifikasi dan
diprioritaskan sehingga dapat menghasilkan proses, sistem, struktur dan budaya
baru sehingga dapat mendukung tujuan. Pada konteks kajian ini, pengembangan
peran penghulu dapat dilakukan pengembangan sesuai dengan karakteristik
masing-masing KUA dan kebutuhan masyarakat.
5.
Inspire to Implement
Energi, komitmen dan rencana taktis untuk
mengimplementasikan rencana strategis baru. Pada konteks kajian ini, komitmen
pemberdayaan penghulu perlu ditingkatkan melalui kontrak kerja penghulu dengan
atasan langsung.
Dengan demikian, untuk menggunakan analisis
SOAR diperlukan identifikasi faktor internal dan eksternal sepertihalnya pada
analisi SWOT. Adapun identifikasi faktor internal dan eksternal adalah sebagai
berikut.
a.
Adanya aturan mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu.
b.
Adanya sumber daya manusia penghulu yang profesional.
c.
Adanya organisasi profesi penghulu.
d.
Adanya pengembangan jabatan� yang
terstruktur.
e.
Adanya� sarana prasarana.
f.
Adanya program kepenghuluan yang mendukung pelaksanaan tugas.
g.
Adanya� target kinerja
a.
Penghulu mempunyai peran strategis pada revitalisasi KUA.
b.
Penghulu kompeten dalam memberikan pembinaan pada masalah keagamaan dan
sosial.
c.
Penghulu menjadi rujukan bagi masyarakat untuk menentukan hukum pada
masalah keagamaan.
d.
Penghulu mempunyai pengetahuan dan kompetensi untuk memberikan bimbingan
pada masyarakat.
e.
Penghulu sebagai tokoh masyarakat.
f.
Penghulu sebagai tokoh agama
Berdasarkan pada� hasil identifikasi tersebut, maka dapat
dilakukan analisa dengan menggunakan matrik SOAR sebagai berikut.
|
Kekuatan (Strength) a.
Adanya aturan mengenai tugas pokok dan fungsi penghulu. b.
Adanya sumber daya manusia penghulu yang profesional. c.
Adanya organisasi profesi penghulu. d.
Adanya pengembangan jabatan�
yang terstruktur. e.
Adanya� sarana prasarana. f.
Adanya program kepenghuluan yang mendukung pelaksanaan tugas. g.
Adanya� target kinerja |
Peluang (Opportunity)
|
Aspirasi (Aspiration) a.
Penghulu mempunyai peran strategis pada revitalisasi KUA. b.
Penghulu kompeten dalam memberikan pembinaan pada masalah keagamaan
dan sosial. c.
Penghulu menjadi rujukan bagi masyarakat untuk menentukan hukum pada
masalah keagamaan. d.
Penghulu mempunyai pengetahuan dan kompetensi untuk memberikan
bimbingan pada masyarakat. e.
Penghulu sebagai tokoh masyarakat. f.
Penghulu sebagai tokoh agama |
Strategi SA
|
Strategi OA
|
Hasil� (Result)
|
Strategi SR
|
Strategi OR
|
Berdasarkan hasil analisis pada matrik� SOAR, maka strategi yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut.
1. Strategi SA
Strategi SA menciptakan suatu strategi yang
menggunakan kekuatan untuk mencapai aspirasi. Dengan demikian pada konteks
kajian ini, strategi SA digunakan untuk memperbaharui desain pelayanan KUA dari
peran penghulu yang semula hanya terbatasi oleh pelayanan pendaftaran nikah dan
rujuk, diperluas menjadi layanan keagamaan dan sosial lainnya dengan adanya
program revitalisasi KUA.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan
strategi SA adalah sebagai berikut.
a. Melakukan telaah atas cascading kinerja
penghulu.
Untuk melakukan identifikasi peran penghulu
secara detail, maka perlu dilakukan telaah atas cascading kinerja
penghulu dari unit atau pegawai tertinggi hingga unit atau pegawai terendah. Cascading
kinerja harus dilakukan penjabaran dengan jelas karena masing-masing pekerjaan
memiliki keterkaitan sebab akibat serta memiliki keterkaitan sinergitas.
Pada konteks peran penghulu pada KUA, penghulu
merupakan jabatan fungsional yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 tentang Jabatan
Fungsional Penghulu dan Angka Kreditnya, bahwa penghulu merupakan pegawai
pencatat nikah atau perkawinan yang mempunyai lingkup, tugas, tanggung jawab
dan wewenang untuk melakukan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk,
pengembangan kepenghuluan dan bimbingan masyarakat Islam.
Pejabat Fungsional Penghulu yang selanjutnya
disebut penghulu adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
untuk melakukan kegiatan pelayanan dan bimbingan nikah atau rujuk, pengembangan
kepenghuluan dan bimbingan masyarakat Islam.�
Penghulu selaku jabatan fungsional bertanggung jawab secara langsung
pada Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Dengan demikian, jika
penghulu tidak dapat menjalankan kinerja dengan baik akan mempengaruhi kinerja
kepala.
Sesuai dengan buku Pedoman Penghulu dijelaskan
tugas pokok penghulu berdasarkan Bab II Pasal 4 Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor:
PER/62/M-PAN/6/2005 tentang Jabatan
Penghulu dan Angka Kreditnya adalah sebagai berikut.
1) Melakukan perencanaan kegiatan kepenghuluan yang
tertuang dalam:
a)
Rencana Kerja Tahunan (RKT).
b)
Rencana Kerja Operasional (RKO).
2) Menerima pendaftaran nikah dan rujuk.
3) Meneliti daftar pemeriksaan nikah/ rujuk.
4) Pengawasan Pencatatan Nikah/Rujuk.
5) Pelaksanaan Pelayanan Nikah/Rujuk.
6) Penasihatan dan Konsultasi Nikah/ Rujuk.
7) Pemantauan pelanggaran ketentuan nikah/rujuk.
8) Membuat laporan peristiwa nikah dan rujuk.
9) Pelayanan fatwa hukum munakahat dan bimbingan
muamalah.
10) Pembinaan keluarga sakinah.
11) Pemantauan��� dan
evaluasi���� kegiatan kepenghuluan.
12) Pengembangan kepenghuluan.
Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa
peran penghulu dalam memberikan pelayanan terutama dalam bidang pelayanan nikah
dan rujuk di Kantor Urusan Agama Kecamatan sangat dibutuhkan mulai dari
pendaftaran sampai pelaksanaan. Selanjutnya, eksistensi penghulu tersebut
dibutuhkan bukan hanya oleh masyarakat yang menggunakan layanan pernikahan
tetapi juga layanan keagamaan dan sosial lainnya.
Peran penghulu yang dapat mengakomodir
kebutuhan masyarakat harus memenuhi 3 (tiga) fungsi yakni sebagai berikut.
1)
Fungsi administrasi
Berdasarkan Instruksi
Menteri Agama RI Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pelaksanaan Reformasi di Lingkungan
Departemen Agama, penghulu agar seoptimal mungkin mengaplikasikan hal-hal yang
tertuang dalam Instruksi Menteri Agama tersebut, di antaranya penghulu mampu
menganalisis kebutuhan yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada
masyarakat, mulai dari pengadaan�
ruangan, penataan ruangan, alat mobiler�
sampai memberikan pelayanan kepada konsumen (masyarakat).
Fungsi pelayanan
nikah/rujuk secara asministrasi adalah agar dapat tercatat dan tersimpan�� dengan��
baik�� dan rapi, mudah di data
secara statistik dan dilaporkan secara berkala serta dipertanggungjawabkan
kapan saja di mana saja.
2)
Fungsi pelayanan
Penghulu diharapkan
mempunyai komitmen yang tinggi untuk senantiasa memberikan pelayanan terbaik
kepada masyarakat dan kepada jajarannya sendiri.
3)
Fungsi intelektual
Menurut peraturan bersama
Menteri Agama dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 20� Tahun 2005��
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Penghulu dan Angka Kreditnya Bab I
Pasal 1 poin 1, Penghulu adalah Pegawai
b.
Melakukan telaah atas target dan realisasi kinerja penghulu.
Target tugas penghulu telah
tercantum dalam Pasal 4 Kepmen PAN Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 yakni 1) melakukan
perencanaan kegiatan kepenghuluan, 2) pengawasan pencatatan nikah rujuk, 3)
pelaksanaan pelayanan nikah rujuk, 4) penasehatan dan konsultasi nikah rujuk,
5) pemantauan pelanggaran ketentuan nikah rujuk, 6) pelayanan fatwa hukum
menakahat dan bimbingan muamalah, 7) pembinaan keluarga sakinah, dan 8)
pemantauan dan evaluasi kegiatan kepenghuluan dan pengembangan kepenghuluan.
Tugas penghulu tersebut
dicantumkan dalam target renstra Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh, yang
diturunkan pada masing-masing penghulu di kabupaten/kota untuk melaksanakan
tugas tersebut. Pada aturan Pasal 4 Kepmen PAN Nomor PER/62/M.PAN/6/2005 dicantumkan
bahwa tugas penghulu tidak hanya melakukan pelayanan pada pendaftaran nikah dan
pelaksanaan nikah tetapi juga tugas lain yang berhubungan dengan ilmu sosial
dan keagamaan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Adapun
contohnya, peran penghulu pada kajian Ibrahim (2020) menjelaskan bahwa penghulu
berperan untuk mempertahankan hak ulayat, sedangkan peran penghulu pada daerah
lain tidak terdapat peran mempertahankan hak ulayat.
c. Melakukan identifikasi atas peran penghulu baik
pada masyarakat maupun kantor.
Identifikasi peran penghulu
pada masyarakat didasarkan pada karakteristik masyarakat, yakni masyarakat
aceh. Masyarakat Aceh yang kental dengan budaya Islam, maka peran penghulu
harus dioptimalkan dalam hal pembinaan dan bimbingan keagamaan masyarakat, seperti
halnya dalam hal pembentukan karakter masyarakat Aceh untuk menghilangkan tahayyul,
bid�ah dan khurafat (Ariga & Nurhakim, 2022). Disisi lain, masyarakat Aceh mempunyai kearifan
lokal yang masih dipertahankan oleh masyarakat, sehingga penghulu perlu
memberikan bimbingan mengenai pemahaman kearifan lokal sehingga tidak
bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam (Darmawati, 2020).
d. Melakukan identifikasi tugas pokok dan fungsi KUA
Revitalisasi.
Revitalisasi KUA sebagaimana
telah diuraian diatas merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang
mempunyai 11 (Sebelas) macam layanan sebagaimana tercantum dalam buku draft
pedoman implementasi revitalisasi KUA dari Dirjen Bimas Islam, tetapi pada
kajian-kajian yang dilakukan terdahulu, peran KUA masih terbatasi dengan
layanan-layanan pernikahan dan pembinaan keluarga sakinah (Leleang et al., 2022) serta informasi pendaftaran nikah (Jamilah dan Isa, 2019), sedangkan layanan lain masih sangat minimalis.
Dengan demikian, diperlukan sosialisasi bagi masyarakat mengenai
layanan-layanan yang ditambahkan pada KUA melalui program revitalisasi KUA
sehingga dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat yang membutuhkan layanan
keagamaan dan sosial.
e. Melakukan telaah atas pedoman implementasi KUA
Revitalisasi
Implementasi revitalisasi KUA
dibutuhkan pedoman sebagai kebijakan yang berlaku pada seluruh KUA yang
terevitalisasi. Namun sampai dengan saat ini buku pedoman tersebut masih
berbentuk draft, sehingga belum dapat dijadikan rujukan.
Untuk menindaklanjuti hal
tersebut, maka layanan pada Revitalisasi KUA merujuk pada arahan dari Direktur
Bina KUA dan Keluarga Sakinah mengenai 5 (ima) hal transformasi dalam
revitalisasi KUA yakni sebagai berikut.
1) Mengubah profil layanan KUA yang bersifat
dokumentasi dan administrasi menjadi berorientasi pada kebutuhan masyarakat
dalam bentuk bimbingan, layanan, konsultasi dan pendampingan persoalan keluarga
dan agama.
2) KUA bersifat aktif dan responsif atas kebutuhan
layanan masyarakat yakni KUA memberikan respon atas kebutuhan layanan di
masyarakat.
3) KUA harus hadir melakukan pendampingan masyarakat
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi masyarakat.
4) Pelayanan KUA harus berorientasi pada hasil.
5) KUA menjadi leading sector dalam pembangunan
keluarga.
Dengan demikian, adanya kelima transformasi
layanan KUA tersebut sejalan dengan draft pedoman revitalisasi KUA yang
menjabarkan 11� (Sebelas) layanan KUA
revitalisasi sebagaimana telah diuraikan diatas.
2. Strategi OA
Strategi OA mempunyai
orientasi pada aspirasi yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membangun
peluang. Dengan demikian, pada kajian ini fungsi dari strategi OA adalah untuk
memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh
khususnya kekuatan dalam pembinaan dan pengembangan penghulu untuk dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk melaksanakan
strategi OA adalah sebagai berikut.
a. Melakukan identifikasi kebutuhan masyarakat dalam
hal layanan KUA
Pemberdayaan KUA harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan
pada transformasi layanan KUA. Adapun cara untuk melakukan identifikasi
kebutuhan adalah dengan menggunakan rujukan yang diperoleh dari kajian lain
atau menggunakan survey pada masyarakat.
b. Melakukan pengembangan SDM penghulu untuk
meningkatkan kualitas layanan.
Pengembangan SDM dilakukan
untuk meningkatkan kualitas layanan. Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yakni pengembangan literasi digital pada pegawai KUA sehubungan
dengan meningkatnya penggunaan teknologi (Ramadhani P & et all, 2021), pemberdayaan dengan diklat dan pembangunan budaya
ASN (Rakhmawanto, 2018) serta pengembangan SDM dilakukan dengan
perencanaan SDM (Muzayyanah Jabani, 2015).
Pengembangan SDM tersebut
ditujukan untuk mneingkatkan kualitas layanan, sebagaimana diungkapkan oleh
Kotler & Keller (2009) bahwa untuk meningkatkan kualitas layanan perlu
peningkatan kualitas SDM
c. Pembangunan KUA revitalisasi dilakukan secara
komprehensif.
Pembangunan KUA secara
komprehensif adalah pembangunan KUA dengan melakukan transformasi layanan,
bukan hanya melakukan perbaikan sarana prasarana. Jika merujuk pada kondisi
faktual yang terjadi di lingkungan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh,
revitalisasi KUA belum dibangun secara komprehensif meliputi sumber daya
manusia dan jenis layanan.
3. Strategi SR
Strategi SR menciptakan
strategi berdasarkan kekuatan untuk memperoleh hasil yang terukur. Pada konteks
kajian ini, fungsi strategi SR adalah untuk meningkatkan public trust
pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, khususnya pada layanan
revitalisasi KUA yang merupakan terobosan pemerintah untuk melakukan
pemberdayaan fungsi KUA.
Kegiatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan
strategi SR adalah sebagai berikut.
a. Melakukan telaah atas profesionalisme penghulu
sesuai dengan jenjang jabatannya
Jenjang jabatan fungsional
penghulu terdiri dari jenjang Penghulu Ahli Pertama, Penghulu Ahli Muda,
Penghulu Ahli Madya dan Penghulu Ahli Utama. Menurut Pasal 1 Ayat (6) Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9
Tahun 2019 mengatur tugas pokok penghulu beserta angka kreditnya dan mengatur
mengenai kenaikan pangkat. Penilaian atas kegiatan kepenghuluan berdasarkan
bukti fisik yang diajukan penghulu sesuai dengan jenjang jabatannya
masing-masing (Rosliana et al., 2019).
Adanya aturan tersebut, maka
dapat diketahui bahwa penghulu mempunyai kompetensi sesuai dengan jenjang
jabatannya, semakin tinggi jabatan penghulu maka semakin tinggi kompetensi
penghulu dalam melakukan pelayanan masyarakat. Untuk menindaklanjuti hal tersebut
maka perlu dilakukan pemetaan penghulu sesuai dengan jenjang jabatan sehingga
dapat digunakan untuk melakukan pemetaan atas pekerjaan yang disesuaikan dengan
jenjang jabatan.
b. Melakukan pengembangan program kepenghuluan yang
disesuaikan dengan layanan revitalisasi KUA
Adanya jenjang jabatan
penghulu sebagaimana pada Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2019 maka penempatan penghulu dioptimalkan
pada KUA yang sudah terevitalisasi sehingga tugas yang ada pada KUA
revitalisasi dapat dijangkau secara keseluruhan oleh penghulu.
Adanya strategi dengan
mengkombinasikan antara kekuatan dan hasil, maka kekuatan yang ada pada potensi
penghulu harus dimaksimalkan untuk memperoleh hasil yang masimal untuk
pembangunan revitalisasi KUA.
4. Strategi OR
Strategi OR merupakan strategi yang berorientasi
pada kesempatan untuk mencapai hasil yang terukur. Dengan demikian, pada
konteks kajian ini fungsi strategi OR adalah untuk memastikan bahwa peran
penghulu dapat diimplementasikan dengan maksimal khususnya pada KUA yang sudah
terevitalisasi.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk strategi OR
adalah sebagai berikut.
a. Melakukan telaah dan evaluasi renstra khususnya
peran KUA revitalisasi
Untuk membangun revitalisasi
KUA, maka dibutuhkan pengoptimalan peran penghulu dengan cara melakukan telaah
dan evaluasi atas renstra. Pada renstra terdapat target dan realisasi mengenai
peran penghulu yang semula hanya terkait pendaftaran nikah dan pernikahan, akan
dikembangkan menjadi penghulu yang tidak hanya berperan pada pelayanan
pernikahan melainkan melakukan pelayanan keagamaan dan sosial.
Pada telaah mengenai evaluasi
penghulu, Laporan Kinerja Tahunan pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh
mendeskripsikan bahwa 21% dari 200 orang penghulu telah melaksanakan tugas
kepenghuluan secara komprehensif.
Untuk meningkatkan peran
penghulu dapat dilakukan pemberdayaan pada 79% penghulu dengan cara melakukan
pemberdayaan SDM penghulu.
b. Melakukan telaah target dan realisasi peran
penghulu
Penentuan target pada
penghulu, harus didahului dengan telaah sasaran startegis yang ada pada Renstra
2020-2024 pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh. Pada sasaran strategi
terdapat indikator yang harus dijelaskan dari definisi operasionalnya sehingga
penghulu akan memahami setiap tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan
adanya definisi operasional tersebut, maka realisasi tugas kepenghuluan dapat
dilakukan dengan lebih mudah.
c. Melakukan evaluasi atas capaian program prioritas
nasional.
Evaluasi capaian program
prioritas nasional khususnya revitalisasi KUA, belum dapat dicapai secara
optimal. Hal ini terbukti dengan sebanyak 79% penghulu masih menjalankan fungsi
penghulu hanya melakukan pelayanan pada urusan pernikahan, dengan demikian perlu
dilakukan peningkatan peran penghulu yang disesuaikan dengan karakteristik
daerah masyarakat Aceh.
Berdasarkan pada hasil analisa
SOAR, maka dapat diketahui bahwa pemberdayaan peran penghulu dapat dilakukan
dengan kombinasi strategi internal dan eksternal yang terdapat pada Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Aceh.
SIMPULAN
Pemberdayaan peran penghulu pada pelayanan KUA dapat
dilakukan secara maksimal bukan hanya diberdayakan untuk melakukan layanan
nikah rujuk tetapi juga layanan sosial dan keagamaan lainnya. Untuk dapat
mengkondisikan peran penghulu tersebut perlu adanya pemahaman cascading
pada penghulu dan atasan langsung penghulu mengenai tugas pokok dan fungsi
penghulu sehingga dapat dilakukan kontrak kerja dengan atasan langsung sesuai
dengan perannya.
Pada konteks KUA revitalisasi, pemberdayaan penghulu
dapat dilakukan dengan menggunakan strategi dengan mengkombinasikan antara strength
dan aspiration (SA) untuk menciptakan suatu desain layanan KUA,
dilanjutkan dengan strategi opportunity dan aspiration (OA) untuk
memaksimalkan pencapaian kesempatan dengan cara melakukan pengembangan.
Strategi selanjutnya adalah kombinasi antara strength dan result
(SR) yakni memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk meningkatkan public
trust dan strategi OR yang berorintasi pada kesempatan untuk memperoleh
hasil terukur.
DAFTAR PUSTAKA
Ariga,
S., & Nurhakim, M. (2022). Peran Dayah Muhammadiyah dalam Pembentukan
Karakter Masyarakat Aceh. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6,
16499�16507.
Darmawati,
D. (2020). Makna Kearifan Lokal Adat Peusijuk Masyarakat Aceh Kecamatan
Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Serambi Konstruktivis, 1(3),
28�34. https://doi.org/10.32672/konstruktivis.v1i3.1774
Hamsa,
A., & Teungku Dirundeng Meulaboh, S. (2021). Peran Penghulu Dalam
Penyelesaian Perkara Perceraian (Studi Kasus Pada KUA Kabupaten Aceh Barat dan
Kabupaten Nagan Raya) T Mairizal. Al Ahkam: Jurnal Online Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 1�8.
Jamilah
dan Isa. (2019). MAQASID : Jurnal Studi Hukum Islam. Jurnal Studi
Hukum Islam, 7(1), 2615�2622.
Leleang,
T. A., Maloko, T. M., Musyahid, A., Amin, M., & Ahmad Ismail, L. O. (2022).
Revitalisasi Peran Kantor Urusan Agama (KUA) dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
di Kabupaten Bone dengan Perspektif Maqāṣid Asy-Syar�ah
Revitalizing the Role of Kantor Urusan Agama (KUA) in Realizing the Sakinah
Family at Bone Regency with Maqāṣid Asy-Sya. Jurnal Bimas Islam,
15(2), 181�202.
Muzayyanah
Jabani. (2015). Pentingnya perencanaan sumber daya anusia. Jurnal Muamalah,
V(1), 1�10.
Rakhmawanto,
A. (2018). MEMBANGUN MODEL PENGEMBANGAN SDM APARATUR PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pusat
Pengkajian Dan Penelitian Kepegawaian BKN, 2(1), 97�121.
Ramadhani
P, H. C., & et alll. (2021). Peran Literasi Digital dalam Upaya Peningkatan
Sumber Daya Manusia pada Era Revolusi Industri 4.0 Helmy. Jurnal
Implementasi, 1(2), 139�145.
Ridho.
(2021). PERAN DAN KONTRIBUSI PENGHULU DALAM MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH (Studi
di KUA Kecamatan Blangkejeren). SINTESA Jurnal Kajian Agama Dan Sosial,
113�135.
Rosliana,
L., Kusumaningrum, M., Hidayah, K., & Arieyasmieta, W. (2019). Strategi
Pemetaan Kompetensi pada Seleksi Calon Penghulu di Lingkungan Kantor Wilayah
Kementerian Agama Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Jurnal Borneo
Administrator, 15(3).
Saogi,
A. (2022). Strategi Revitalisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan Mundu Dan
Kedawung Kabupaten Cirebon. Jurnal Ilmiah Gama Perencana, 1(2),
63�84.
Stavros,
J. M., & Cole, M. L. (2013). OARing towards Positive Transformation and
Change. The ABAC ODI Visions Action Outcome, 1(1).
Susanto,
A. (2019). Peran Kepala KUA dalam Membangun Moderasi Beragama di Kabupaten
Majalengka. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 7(2),
232�245. https://doi.org/10.36052/andragogi.v7i2.92
Wibisono,
Y. (2020). Revitalisasi Peran Strategis Penghulu Dalam Pelayan-. Al-Mabsut:
Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 14(2), 193�205.
Yuliana,
W. I., & Tidore, R. (2023). Peran Penghulu Dalam Mengurangi Angka
Perceraian di Kecamatan Sanana Kabupaten Kepulauan Sula�(Studi Kasus di KUA
Kec. Sanana Kab. Kepulauan Sula). Al-Mizan �, 1, 1�16.