Interpretasi Digital Substraction
Angiography pada Stroke Hemoragik
� Interpretation of Digital Subtraction Angiography
in Hemorrhagic Stroke
1)* Lusye Diana Jacob
Universitas Kristen Krida Wacana, Indonesia.
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) Lusye Diana Jacob
DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1354 |
ABSTRAK Stroke hemoragik (SH) mewakili sekitar 10-20%
dari keseluruhan kasus stroke. Kondisi ini disebabkan oleh perdarahan dari
pembuluh darah yang menyuplai otak. SH diklasifikasikan menjadi dua subtipe
utama yaitu intracerebral hemorrhage (ICH) dan subarachnoid
hemorrhage (SAH), dengan laju insidensi 41.81 dan 14.46 per 100.000
penduduk, secara berurutan. Hingga saat ini, digital substraction
angiography (DSA) masih merupakan baku emas teknik pencitraan yang
digunakan untuk mendiagnosis dan mengonfirmasi lesi abnormal pada vasa darah
dalam berbagai situasi. Namun, penggunaannya lebih umum dilaporkan pada kasus
stroke non-hemoragik (SNH) dibandingkan SH Kata kunci: Digital Subtraction Angiography, Stroke hemoragik,
ulasan artikel |
ABSTRACT
Hemorrhagic stroke
(HS) represents about 10-20% of all stroke cases. This condition is caused by
bleeding from the blood vessels supplying the brain. SH is classified into two
main subtypes, namely intracerebral hemorrhage (ICH) and subarachnoid
hemorrhage (SAH), with incidence rates of 41.81 and 14.46 per 100,000
population, respectively. Until now, digital subtraction angiography (DSA) is
still the gold standard imaging technique used to diagnose and confirm abnormal
lesions in blood vessels in various situations. However, its use is more
commonly reported in cases of non-hemorrhagic stroke (SNH) compared to SH
Keywords:
Digital
Subtraction Angiography, Hemorrhagic Stroke, review article
PENDAHULUAN
Insidensi dan prevalensi stroke di seluruh dunia terus mengalami peningkatan dengan berkembangkan teknologi diagnostik.(Widyasari
et al., 2023) World Health
Organization (WHO) mendeskripsikan stroke sebagai tanda klinis
yang berkembang dengan cepat berupa gangguan
fokal, gangguan global pada
fungsi kortikal yang berlangsung selama > 24 jam atau menyebabkan mortalitas tanpa sebab yang jelas selain yang berasal dari vaskuler. Stroke merupakan penyebab disabilitas ketiga paling umum.(Jain
et al., 2023) Insidensi
stroke dilaporkan lebih tinggi pada negara-negara berpendapatan
menengah-tinggi dibandingkan
negara-negara berpendapatan tinggi.(Widyasari
et al., 2023) Menurut
WHO, sekitar 15 juta penduduk menderita stroke setiap tahunnya.(Jain
et al., 2023) Di Indonesia, insidensi dan prevalensi stroke
yang dilaporkan adalah
293.33 dan 2,097.22 per 100.000 penduduk, secara berurutan.(Widyasari
et al., 2023)
Secara global, stroke hemoragik (SH) mewakili sekitar 10-20% dari keseluruhan kasus stroke.(Jain
et al., 2023; Lim et al., 2024; Monta�o et al., 2021) SH disebabkan oleh perdarahan dari pembuluh darah yang menyuplai otak, dimana hipertensi intrakranial merupakan faktor risiko paling umum.(Jain
et al., 2023; Tini et al., 2023) Intracerebral hemorrhage (ICH) merupakan
tipe SH yang paling utama.(Monta�o
et al., 2021) ICH non-traumatik merupakan subkelompok stroke akut yang berpotensi mengancam nyawa dengan manifestasi
bervariasi, seperti
hematoma intraparenkim primer, intraventricular
hemorrhage (IVH), dan subarachnoid hemorrhage (SAH).(Lim
et al., 2024; Monta�o et al., 2021) Laju insidensi ICH dan SAH adalah 41.81 dan 14.46 per 100.000 penduduk,
secara berurutan.(Lim
et al., 2024)
Pemeriksaan pencitraan tingkat
lanjut seperti digital substraction angiography (DSA) serebral
dapat menyediakan gambaran vaskularisasi pembuluh darah otak manusia secara
jelas serta menyediakan gambaran status hemodinamik, aliran darah, dan sirkulasi kolateral pembuluh darah otak dalam
waktu yang sebenarnya.(Tini
et al., 2023) DSA merupakan
teknik pencitraan yang digunakan untuk mendiagnosis dan mengonfirmasi lesi abnormal pada
vasa darah dalam berbagai situasi seperti aneurisme, stenosis vasa serebral, fistula arteriovenosa, malformasi, dan lainnya. Teknik tersebut merupakan baku emas modalitas
pencitraan untuk penilaian patologi vaskuler intrakranial dan dapat digunakan untuk perencanaan penanganan pada pasien dengan kecurigaan kelainan vaskuler yang mendasari.(Nam
et al., 2022) Pada ulasan
artikel ini, akan dibahas lebih
lanjut mengenai penggunaan DSA pada kasus SH.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif
untuk mengevaluasi insidensi dan prevalensi stroke hemoragik di Indonesia dan
peran Digital Subtraction Angiography (DSA) sebagai modalitas pencitraan
diagnostik. Data dikumpulkan dari berbagai studi dan laporan kesehatan yang
relevan, termasuk statistik insidensi stroke dari World Health Organization
(WHO) dan data nasional tentang prevalensi stroke. Analisis dilakukan dengan
membandingkan insidensi stroke hemoragik di negara berpendapatan menengah-tinggi
dengan negara berpendapatan tinggi, serta mengkaji penggunaan DSA dalam
mendiagnosis penyebab makrovaskuler stroke hemoragik seperti aneurisma dan
malformasi arteriovenosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DSA tetap menjadi
standar emas dalam penilaian patologi vaskuler intrakranial dan memiliki peran
signifikan dalam diagnosis dan perencanaan penanganan stroke hemoragik.
Kesimpulan dari penelitian ini menegaskan pentingnya DSA dalam mendeteksi
kelainan vaskuler yang mendasari stroke hemoragik dan perlunya strategi
pencegahan yang lebih baik untuk mengurangi insidensi stroke di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
PRINSIP DAN TEKNIK PENGGUNAAN DSA
����������� Prinsip dasar pencitraan digital
substraction angiography (DSA) adalah penggunaan foton sinar-X yang dipancarkan dari tabung sinar katoda
sepanjang lintasan melalui pasien, dengan fokus pada area anatomi yang diinginkan.(Kramer, 2020; Pratiwi, 2022) Beberapa foton sinar-X diserap, tersebar ke luar, dan terus berjalan sepanjang jalur linier hingga mengenai detektor. Gambar tersebut kemudian direkam secara radiografi melalui pemantauan video. Oleh karena pembuluh darah di dalam tubuh memiliki kepadatan yang sama dengan jaringan lunak di sekitarnya, pembuluh darah yang diperiksa selama pencitraan radiografi harus diisi dengan zat
kontras radiopak agar dapat divisualisasikan. Kontras intravaskuler tersebut dapat diinjeksikan langsung secara intravena melalui pembuluh darah yang diperiksa setelah kateterisasi selektif. Gambar-gambar yang diperoleh kemudian dapat ditingkatkan kembali dengan digital
subtraction, yang menyorot pembuluh
darah yang dipenuhi kontras sambil menghilangkan gambaran struktur anatomi di belakangnya.(Kramer, 2020)
����������� Proses untuk memperoleh gambaran DSA melibatkan beberapa tahapan. Suatu set gambar secara otomatis
diperoleh dan disimpan melalui sistem penyimpanan terkomputerisasi ke dalam salah satu dari dua memori digital. Gambar ini diperoleh dan disimpan sebelum pengiriman kontras ke area yang diperiksa. Setelah gambar tersebut (mask image)
diperoleh, gambar berikutnya yang didapatkan setelah datangnya kontras ditempatkan ke dalam memori digital kedua. Gambar-gambar ini disebut sebagai
gambar kontras. Gambar
topeng (mask image) mengalami digital
subtraction dari gambar
kontras berikutnya yang diperoleh setelah adanya kontras (Gambar 1).(Kramer, 2020) Dalam proses ini, gambaran
DSA akan menunjukkan pembuluh darah yang hanya terisi kontras,
tanpa struktur latar belakang seperti tulang dan jaringan lunak lainnya, dan dapat divisualisasikan secara real-time
(waktu yang sebenarnya).
Gambar-gambar tersebut kemudian dapat disimpan secara online atau diputar ulang
secara real-time.(Kramer, 2020; Pratiwi, 2022)
Langkah awal yang terbaik
adalah mendapatkan gambar pramuka (scout image)
atau gambar �spot� fluoroskopik dari area yang diinginkan sebelum injeksi kontras untuk memastikan bahwa area yang diinginkan termasuk dalam angiogram. Pertimbangan lainnya dalam memperoleh
gambar angiografi adalah frame rate. Pemilihan
frame rate yang sesuai bergantung
pada kecepatan aliran darah melalui area yang diinginkan. Aturan praktisnya adalah mempertimbangkan frame rate yang lebih
tinggi saat mencitrakan area anatomi dengan laju aliran
dan pergerakan darah yang lebih tinggi. Oleh karena gambar DSA berbentuk 2-Dimensi (2D), maka
dua atau lebih proyeksi oblique biasanya diperlukan untuk menampilkan lesi. Pedoman saat
ini merekomendasikan pengambilan gambar oblique dengan sudut 30o atau lebih pada salah satu lateratitas untuk menampilkan lesi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya lesi yang terlewatkan atau salah diinterpretasikan apabila hanya dalam satu
proyeksi.(Kramer, 2020; Reder et al., 2023;
Rindler et al., 2020)
PERAN DSA PADA STROKE HEMORAGIK
Pedoman American Heart Association (AHA)/American Stroke Association (ASA)
tahun 2022 merekomendasikan
penggunaan DSA sebagai alat diagnostik pada stroke hemoragik (SH) untuk mengeksklusi
malformasi vaskuler intrakranial dan penyebab makrovaskuler.(Greenberg et al., 2022) Peranan DSA sebagai
modalitas diagnostik SH ditunjukkan pada sebagian besar kasus intracerebral
hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).(Rindler et al., 2020; Vella et al.,
2020) ICH primer menyumbang sekitar
70-80% dari keseluruhan
ICH; namun, mayoritas
(40-60%) disebabkan oleh ruptur
arteri-arteri kecil penetrasi yang mengalami kelainan berupa kelemahan oleh hipertensi jangka panjang. Hal ini menyebabkan arteriopati hipertensif yang mengarah pada hiperplasia tunika media pada dinding vasa.
Di sisi lain, ICH sekunder disebabkan oleh berbagai patologi struktural dan fisiologis. Lesi serebrovaskuler
yang mencakup arteriovenous malformations (AVMs),
malformasi kavernosa, dan aneurisma, menyumbang sekitar 10-20% kasus ICH. Etiologi lain yang kurang umum meliputi neoplasma,
penggunaan alkohol, penggunaan obat-obatan simpatomimetik, koagulopati, aneurisma mikotik, penyakit moyamoya, vaskulitis,
fistula arteriovenosa, dan konversi
hemoragik dari stroke iskemik.(Rindler et al., 2020)
DSA merupakan standar
emas modalitas diagnostik sebelum perkembangan modalitas lain tingkat lanjut seperti computed tomography angiography (CTA) untuk mendeteksi penyebab makrovaskuler ICH. Selain dapat mendeteksi kelainan struktural vaskuler yang jelas (arterio-venous malformation [AVM], aneurisma), DSA memiliki keuntungan dibandingkan CTA dalam hal resolusi
waktu untuk mengkarakterisasi
arah dan laju aliran darah pada sirkulasi kranial. Hal ini menyebabkan deteksi pirau arterio-venosa dalam fistula arterio-venosa dural yang mungkin terlewatkan pada CTA.(Rindler et al., 2020) Studi retrospektif oleh Altenbernd et al. (2022)
mengdeskripsikan penggunaan
CTA dan DSA dalam mengidentifikasi
penyebab ICH lobaris. DSA mendeteksi penyebab makrovaskuler perdarahan pada 33%
pasien, yang meliputi AVM
(15%), aneurisma (7%), vaskulitis
(3%), dan fistula (6%). DSA masih menjadi
standar emas modalitas diagnostik untuk mendeteksi penyebab makrovaskuler pada ICH.(Altenbernd et al., 2022)
DSA juga merupakan baku
emas dalam penilaian tingkat keparahan vasospasme serebral dan dampaknya terhadap perfusi selanjutnya pada kasus SAH. Kriteria yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis vasospasme berat adalah penurunan kaliber vasa > 50%, sedang apabila di antara 25-50%, dan ringan apabila < 25% dari vasa-vasa intrakranial yang berbeda.(Merkel et al., 2022) Pada kasus SAH dengan
temuan CTA yang negatif,
DSA dapat mengidentifikasi lesi kausatif pada 4-15% dan
hasil diagnostik pada DSA ulangan
berkisar antara 4-16%. Hal ini didemonstrasikan pada studi oleh Catapano et al. (2020), dimana DSA mengidentifikasi lesi kausatif pada 4% pasien dengan SAH non-traumatik CTA negatif, tetapi hanya pada pasien dengan SAH non-traumatik difusa. Mayoritas lesi yang terdeteksi adalah aneurisma atipikal dan ditemukan pada angiogram yang tertunda.(Catapano et al., 2020) Studi lainnya oleh Tamdogan
et al. (2020) meneliti penggunaan
DSA dan CTA daklam mendeteksi
SAH pada 20 pasien. Hasil yang diperoleh
melalui pencitraan CTA dikonfirmasi dengan gambaran DSA, dimana hal ini menunjukkan
bahwa keduanya dapat diimplementasikan pada
setting klinis untuk deteksi
SAH.(Tamdogan & Turkoz, 2020)
����������� �
INTERPRETASI DSA PADA STROKE HEMORAGIK
Dalam diagnosis patologi vaskuler
pada DSA, diperlukan pemahaman
dasar mengenai komposisi dinding pembuluh darah serta manifestasi klinis yang terkait dengan perubahan aliran darah. Lapisan-lapisan
histologis dinding pembuluh darah adalah tunika intima, tunika media, dan tunika
adventitia. Tunika intima merupakan
lapisan yang paling dalam
dan antarmuka dengan darah. Lapisan ini terdiri dari
sel-sel endotel yang aktif secara hormonal dan melepaskan prostaglandin serta platelet-activating
factors paska paparan terhadap stress. Tunika intima akan berproliferasi dan membentuk lapisan di sekitar badan asing yang ditemui. Proses ini merupakan dasar hiperplasia neointima, yang terjadi
ketika sel-sel endotel membentuk lapisan sepanjang stent intravaskuler. Tunika media merupakan lapisan muskularis dalam yang terdiri sel-sel otot polos dinamik yang berkontraksi ketika sistolik dan relaksasi ketika diastolik. Kemampuan dinamik tersebut diperlukan dalam mempertahankan tekanan yang adekuat terhadap perfusi jaringan dan organ akhir. Tunika media secara signifikan lebih tebal pada arteri dibandingkan vena dan menyumbang banyak perbedaan di antara kedua pembuluh
darah tersebut. Tunika adventitia merupakan lapisan yang paling luar, dengan jaringan ikat tipis yang antarmuka dengan tunika media muskularis dan jaringan sekitarnya.(Kramer, 2020)
Manifestasi angiografik dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu penurunan aliran maju, hilangnya
integritas dinding pembuluh darah, peningkatan aliran maju, dan peningkatan aliran retrograde.(Kramer, 2020) Interpretasi gambaran
angiografi tidak hanya mengidentifikasi temuan morfologis, tetapi juga mengidentifikasi kejadian dimana aliran dapat meningkat,
menurun, atau terbalik. Perhatian yang besar terhadap detail saat menelusuri kerangka angiografi individu untuk mengidentifikasi perubahan aliran dan kelainan morfologi sangat penting untuk menegakkan
diagnosis yang tepat dan memandu
keputusan mengenai pengobatan selanjutnya.(Kramer, 2020) Salah satu algoritma
diagnosis penyebab makrovaskuler
sebagai etiologi ICH sekunder non-traumatik menggunakan intra-arterial DSA (IADSA) telah diusulkan oleh Wilson et
al. (2017) (Gambar 2).(Wilson et al., 2017)
Patologis vaskuler yang menyebabkan
peningkatan aliran maju mencakup AVM dan arteriovenous
fistule (AVF).(Kramer, 2020) AVM merupakan salah satu
penyebab ICH sekunder yang telah didokumentasikan.(Gamblin et al., 2021; Rindler et al.,
2020) AVM serebral dapat menyebabkan perubahan aliran darah pada otak secara signifikan
melalui mekanisme-mekanisme
seperti steal phenomenon atau
iskemia, efek volume atau kompresi, perdarahan, hipertensi vena, atau trombosis,(Alzate et al., 2023) AVM secara tradisional
dikenali sebagai lesi kongenital aliran tinggi dengan
hubungan langsung antara pembuluh darah arteri dan vena tanpa intervensi kapiler. Tanda angiografi klasik untuk AVM dan AVF adalah �early
draining vein�. AVMs akan memiliki
suatu �nidus� yang sebaiknya
ditargetkan untuk emboloterapi.
Nodus tersebut dapat bervariasi dalam hal jumlah dan hubungannya antara arteri feeding (atau arteri-arteri) dan draining vein (atau vena-vena) tanpa kapiler yang saling berhubungan.(Alzate et al., 2023; Gamblin et al.,
2021; Rindler et al., 2020)�
�����������
Aneurisma intrakranial (Gambar 4) merupakan
kelainan serebrovaskuler
yang disebabkan oleh dilatasi
atau ballooning arteri
karotis interna. Kondisi ini dapat sewaktu-waktu
mengalami ruptur yang menyebabkan SAH, sehingga menyebabkan sequelae neurologis
berat dan fatalitas yang tinggi.(Duan et al., 2019; Sulayman et al.,
2016) Aneurisma dapat diklasifikasikan menjadi �true�
atau �false� berdasarkan
apakah ketiga dinding vasa intak (true
aneurysm) atau jika
salah satu atau lebih
mengalami kelainan/robekan (false
aneurysm atau pseudoaneurysm [PSA]).(Kramer, 2020)
True aneurysm biasanya tampak pada pembuluh darah berukuran besar hingga sedang dan biasanya disebabkan oleh melemahnya atau penipisan tunika media. True
aneurysm digambarkan secara
angiografi sebagai pembesaran halus pada arteri asli sekitar
1,5 kali ukuran normal. True aneurysm tidak memerlukan pengobatan segera atau darurat kecuali
mengalami ruptur atau berhubungan dengan tromboemboli distal. Namun, true aneurysm memerlukan
pengawasan karena risiko rupturnya meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran dan perbaikan selektif mungkin diperlukan tergantung pada ukuran aneurisma dan wilayah pembuluh darahnya.(Duan et al., 2019; Kramer, 2020) PSA terjadi ketika terdapat gangguan lokal pada satu atau lebih lapisan
dinding vasa. PSA umumnya memiliki tampakan ireguler, eksentrik, atau terlobulasi. Kondisi ini umum
pada kejadian trauma, inflamasi
fokal yang menyevabkan degradasi lapisan vaskuler, atau ruptur dari true aneurysm. PSA
dapat dibedakan dari true aneurysm secara angiografi sebab true aneurysm
akan menunjukkan kontur halus dan kalsifikasi intima. Di lain sisi,
PSA biasanya berkaitan dengan dengan hematoma sekitar apabila lapisan dinding vasa awalnya mengalami gangguan dan/atauy jaringan ikat sekitar gagal menampung darah intravaskuler.(Duan et al., 2019; Kramer, 2020)
SIMPULAN
DSA masih merupakan standar emas modalitas
pencitraan pada kasus SH
non-traumatik untuk mengidentifikasi
penyebab makrovaskuler. Interpretasi DSA pada SH memerlukan
pemahaman mengenai komposisi dinding pembuluh darah untuk deteksi kelainan morfologis dan manifestasi klinis berupa perubahan
aliran darah sesuai dengan etiologi.
Etiologi SH non-traumatik
yang paling umum teridentifikasi
pada gambaran DSA meliputi malformasi arteriovenosa, fistula
arteriovenosa, dan aneurisma.
DAFTAR PUSTAKA
Altenbernd, J.
C., Fischer, S., Scharbrodt, W., Schimrigk, S., Eyding, J., Nordmeyer, H.,
Wohlert, C., D�rner, N., Li, Y., Wrede, K., Pierscianek, D., K�hrmann, M.,
Frank, B., Forsting, M., & Deuschl, C. (2022). CT and DSA for evaluation of
spontaneous intracerebral lobar bleedings. Frontiers in Neurology, 13,
1�6. https://doi.org/10.3389/fneur.2022.956888
Alzate, J. D.,
Berger, A., Bernstein, K., Mullen, R., Qu, T., Silverman, J. S., Shapiro, M.,
Nelson, P. K., Raz, E., Jafar, J. J., Riina, H. A., & Kondziolka, D.
(2023). Preoperative flow analysis of arteriovenous malformations and
obliteration response after stereotactic radiosurgery. Journal of
Neurosurgery, 138(4), 944�954.
https://doi.org/10.3171/2022.7.JNS221008
Catapano, J. S.,
Lang, M. J., Koester, S. W., Wang, D. J., Didomenico, J. D., Fredrickson, V.
L., Cole, T. S., Lee, J., Lawton, M. T., Ducruet, A. F., & Albuquerque, F.
C. (2020). Digital subtraction cerebral angiography after negative computed
tomography angiography findings in non-traumatic subarachnoid hemorrhage. Journal
of NeuroInterventional Surgery, 12(5), 526�530.
https://doi.org/10.1136/neurintsurg-2019-015375
Duan, H., Huang,
Y., Liu, L., Dai, H., Chen, L., & Zhou, L. (2019). Automatic detection on
intracranial aneurysm from digital subtraction angiography with cascade
convolutional neural networks. BioMedical Engineering Online, 18(1),
1�18. https://doi.org/10.1186/s12938-019-0726-2
Gamblin, A.,
Nguyen, S., Fredrickson, V., Grandhi, R., & Couldwell, W. T. (2021).
Cerebral Arteriovenous Malformation Deep Draining Veins Not Observed on
Preoperative Angiography Identified on Postoperative Angiography. Cureus,
13(7), 1�7. https://doi.org/10.7759/cureus.16410
Greenberg, S. M.,
Ziai, W. C., Cordonnier, C., Dowlatshahi, D., Francis, B., Goldstein, J. N.,
Hemphill, J. C., Johnson, R., Keigher, K. M., Mack, W. J., Mocco, J., Newton,
E. J., Ruff, I. M., Sansing, L. H., Schulman, S., Selim, M. H., Sheth, K. N.,
Sprigg, N., & Sunnerhagen, K. S. (2022). 2022 Guideline for the Management
of Patients With Spontaneous Intracerebral Hemorrhage: A Guideline From the
American Heart Association/American Stroke Association. In Stroke (Vol.
53, Issue 7). https://doi.org/10.1161/STR.0000000000000407
Jain, M., Gupta,
S., Rijhwani, P., Pahadia, M. R., Agarwal, P., Sarna, M., Garg, S., & Suri,
K. (2023). Prevalence of Hemorrhagic Stroke Subtypes, Etiological Causes and
Its Association with Various Stroke Related Risk Factors: An Observational
Study. Journal of Mahatma Gandhi University of Medical Sciences and
Technology, 7(3), 78�83.
https://doi.org/10.5005/jp-journals-10057-0217
Kramer, C. M.
(2020). Imaging in Peripheral Arterial Disease. In Springer Nature
Switzerland AG. https://doi.org/10.1007/978-3-030-24596-2
Lim, M. J. R.,
Zheng, H., Zhang, Z., Sia, C. H., Tan, B. Y. Q., Hock Ong, M. E., Nga, V. D.
W., Yeo, T. T., & Ho, A. F. W. (2024). Trends in hemorrhagic stroke
incidence and mortality in a National Stroke Registry of a multi-ethnic Asian
population. European Stroke Journal, 9(1), 189�199.
https://doi.org/10.1177/23969873231202392
Merkel, H.,
Lindner, D., Gaber, K., Ziganshyna, S., Jentzsch, J., Mucha, S., Gerhards, T.,
Sari, S., Stock, A., Vothel, F., Falter, L., Qu�schling, U., Hoffmann, K. T.,
Meixensberger, J., Halama, D., & Richter, C. (2022). Standardized
Classification of Cerebral Vasospasm after Subarachnoid Hemorrhage by Digital
Subtraction Angiography. Journal of Clinical Medicine, 11(7).
https://doi.org/10.3390/jcm11072011
Monta�o, A.,
Hanley, D. F., & Hemphill, J. C. (2021). Hemorrhagic stroke. In Handbook
of Clinical Neurology (1st ed., Vol. 176). Elsevier B.V.
https://doi.org/10.1016/B978-0-444-64034-5.00019-5
Nam, H. H., Jang,
D. K., & Cho, B. R. (2022). Complications and risk factors after digital
subtraction angiography: 1-year single-center study. Journal of
Cerebrovascular and Endovascular Neurosurgery, 24(4), 335�340.
https://doi.org/10.7461/jcen.2022.E2022.05.001
Pratiwi, A. K. N.
P. (2022). Kontroversi Terapi DSA Pada Gangguan Vaskuler Otak. Journal of
Innovation Research and Knowledge, 1(11), 1491�1496.
Reder, S. R.,
L�ckerath, S., Neulen, A., Beiser, K. U., Grauhan, N. F., Othman, A. E.,
Brockmann, M. A., Brockmann, C., & Kronfeld, A. (2023). DSA-Based 2D
Perfusion Measurements in Delayed Cerebral Ischemia to Estimate the Clinical
Outcome in Patients with Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage: A Technical
Feasibility Study. Journal of Clinical Medicine, 12(12).
https://doi.org/10.3390/jcm12124135
Rindler, R. S.,
Allen, J. W., Barrow, J. W., Pradilla, G., & Barrow, D. L. (2020).
Neuroimaging of Intracerebral Hemorrhage. Neurosurgery, 86(5),
E414�E423. https://doi.org/10.1093/neuros/nyaa029
Sulayman, N.,
Al-Mawaldi, M., & Kanafani, Q. (2016). Semi-automatic detection and
segmentation algorithm of saccular aneurysms in 2D cerebral DSA images. Egyptian
Journal of Radiology and Nuclear Medicine, 47(3), 859�865.
https://doi.org/10.1016/j.ejrnm.2016.03.016
Tamdogan, T.,
& Turkoz, D. (2020). Comparison of Computerized Tomographic Angiography
(CTA) and Digital Subtraction Angiography (DSA) in patients with subarachnoid
hemorrhage: A retrospective analysis. Annals of Medical Research, 27(12),
3212. https://doi.org/10.5455/annalsmedres.2020.06.606
Tini, K.,
Tedyanto, E. H., Andaka, D., Pramana, N. A. K., & Widyadharma, I. P. E.
(2023). Digital subtraction angiography findings of stroke in young adult
population: a multi-center record-based study. Egyptian Journal of
Neurology, Psychiatry and Neurosurgery, 59(1), 1�5.
https://doi.org/10.1186/s41983-023-00774-9
Vella, M.,
Alexander, M. D., Mabray, M. C., Cooke, D. L., Amans, M. R., Glastonbury, C.
M., Kim, H., Wilson, M. W., Langston, D. E., Conrad, M. B., & Hetts, S. W.
(2020). Comparison of MRI, MRA, and DSA for detection of cerebral arteriovenous
malformations in hereditary hemorrhagic telangiectasia. American Journal of
Neuroradiology, 41(5), 969�975. https://doi.org/10.3174/AJNR.A6549
Widyasari, V.,
Rahman, F. F., & Ningrum, V. (2023). The Incidence and Prevalence of Stroke
by Cause in Indonesia based on Global Burden of Disease Study 2019. In Proceedings
of the 3rd International Conference on Cardiovascular Diseases (ICCvD 2021)
(Vol. 1). Atlantis Press International BV.
https://doi.org/10.2991/978-94-6463-048-0
Wilson, D.,
Ogungbemi, A., Ambler, G., Jones, I., Werring, D. J., & J�ger, H. R.
(2017). Developing an algorithm to identify patients with intracerebral
haemorrhage secondary to a macrovascular cause. European Stroke Journal,
2(4), 369�376. https://doi.org/10.1177/2396987317732874