Pemanfaatan Platfrom Media Sosial Dalam Pencegahan Maraknya Human Trafficking Penculikan Anak

 

� Utilization of Social Media Platforms in Preventing the Rise of Human Trafficking and Child Kidnapping

 

1)* Ahmad Faris Kaisan, 2) Akmal Khomaruzaman, 3)Audia Syifa Octaviani, 4) Muhammad Ilyas, 5)Sabar Analisis Zega

Universitas Muhammadiyah Jakarta, Indonesia

 

*Email: 1) [email protected]

*Correspondence: 1) Fadjri Ramadhan

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i2.1350

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Kasus penculikan akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat di Indonesia dan membuat kewaspadaan terhadap para orang tua terutama yang mempunyai anak yang usianya masih kecil. Pentingnya peran orang tua dalam menjaga anaknya itu menjadi salah satu solusi saat menyikapi masalah ini, oleh sebab itu pengedukasian kepada para orang tua dirasa perlu diberikan. Artikel ilmiah ini memiliki tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai edukasi sosialisasi dengan menggunakan platform berupa media sosial mengenai pencegahan terhadap meningkatnya kasus penculikan yang mengarah kepada human trafficking belakangan ini. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan deskriptif analisis, atau dengan kata lain, data yang didapatkan yaitu melalui sumber-sumber berupa berbagai literatur maupun jurnal-jurnal yang berkaitan atau mempunyai hubungan pada masalah yang sedang diselesaikan, serta dari sumber yang didapatkan tersebut disesuaikan dengan topik yang digunakan oleh penulis.

 

Kata kunci: Human Trafficking, Media Sosial, Penculikan, Anak

 

ABSTRACT

Kidnapping cases have recently become a hot topic of conversation in Indonesia and have made parents wary, especially those with young children. The importance of the role of parents in protecting their children is one of the solutions when addressing this problem, therefore education to parents is deemed necessary. This scientific article aims to provide an explanation of socialization education using a platform in the form of social media regarding the prevention of the increasing cases of kidnapping that lead to human trafficking lately. This research uses a literature study method with descriptive analysis, or in other words, the data obtained is through sources in the form of various literature and journals that are related or have a relationship to the problem being solved, and from the sources obtained it is adjusted to the topic used by the author

 

Keywords: Human Trafficking, Social Media, Kidnapping, Child

 

 


PENDAHULUAN

Trafficking anak atau perdagangan anak adalah tindakan perekrutan, transportasi, menyembunyikan atau menerima seorang anak� dengan tujuan eksploitasi baik di indonesia maupun luar negara indonesia yang mana fokusnya pencegahan perdagangan anak adalah protokol untuk pencegahan, pemberantasan dan pemidanaan perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak, sebagai pelengkap Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melawan kejahatan transnasional terorganisir (Prasetia, 2021). Kemudian yang menjadi korban trafficking anak adalah semua anak yang berusia di bawah 18 tahun dan mengalami kegiatan yang meliputi semua kegiatan dari perekrutan,� pemindahan, penampungan, pemasaran, dan pelayanan dengan tujuan eksploitasi� baik seksual maupun bentuk di pekerjakan terburuk lainnya (Priyono, 2020). Fenomena ini merupakan proses yang menjadikan anak sebagai korban, meskipun kegiatan tersebut atas persetujuan dari anak.

Penculikan merupakan sebuah masalah serius yang ada hingga saat ini dan memicu kekhawatiran khususnya orang tua terhadap anaknya, karena biasanya penculikan terjadi terhadap anak kecil saja dan jarang sekali atau belum pernah terjadi kepada orang dewasa (Khodijah, 2019). Dengan begitu, orang tua mempunyai tugas utama dalam menjaga anaknya dengan sebaik mungkin agar terhindar dari terjadinya penculikan. Salah satu masalah lain yang ditimbulkan dengan adanya penculikan ini yaitu Human Trafficking.

Human Trafficking atau perdagangan manusia adalah tindakan bentuk perekrutan, pengiriman orang dan penerimaan orang dengan paksa dengan bertujuan untuk memanfaatkan mereka-meraka yang masuk dalam perekrutan hingga mendapatkan keuntungan dari eksploitasi oleh si pelaku (Fadillah et al., 2022). Menurut ILO (International Labour Organisation), dalam situasi demikian keluarga yang berada di bawah tekanan besar sangat mungkin untuk mempekerjakan anak-anaknya untuk bertahan hidup (Yunardi, 2021).

Perekrutan korban human trafficking sudah tidak lagi terfokus di jalanan atau tempat-tempat umum. Sasaran mereka sekarang adalah dunia online yang banyak diakses oleh calon korban potensial (Herdiana, 2018). Kebanyakan dari calon korban potensial itu adalah anak-anak dan remaja pemilik akun media sosial yang mereka operasikan sendiri. Teknologi yang banyak digunakan sehari-hari oleh remaja meliputi Facebook, Twitter, Instagram, Skype, Face time, Path, dan Line merupakan pintu masuk yang paling mudah untuk merekrut mereka menjadi korban human trafficking. Selain itu melalui media-media tersebut informasi seperti pornografi dan relasi pertemanan buta juga semakin mudah terakses. Kita semua harus mulai menyadari bahwa human trafficking saat ini sudah mulai menggunakan media online dalam merekrut korban. Di sisi lain tentu kita ingin tetap aman dalam menggunakan media online (Mendel & Sharapov, 2014). Bagaimana remaja sekarang bisa sangat beresiko terjaring kasus human trafficking melalui media online?� Sudah menjadi kenyataan bahwa saat ini anak-anak muda tidak hanya menghabiskan lebih banyak waktu untuk online, namun mereka juga berbagi gambar dan informasi tentang kehidupan nyata mereka. Informasi tersebut kemudian dapat digunakan oleh para predator untuk mengukur perilaku, minat dan kebiasaan mereka. Para predator akan menganalisis perilaku mereka, mempelajari kemana mereka pergi, film atau musik apa yang mereka sukai dan siapa saja teman-teman dekat mereka. Informasi tentang kehidupan pribadi mereka yang dikumpulkan oleh para predator ini selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan kontak dan mendapatkan kepercayaan mereka (�MTV Exit�, 2016).

Berdasarkan data komisi perlindungan anak indonesia (KPAI) dan eksploitasi anak sepanjang 2021 terdapat korban 147 korban trafficking jumlah data tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya sebanyak 149 anak pada tahun 2020. Menurut BPS (Badan Pusat Statistika) yang di update pada November 2020 ada 2.303 Kasus penculikan dan pekerja anak pada tahun 2019. Ada contoh kasus yang di kutip dari Merdeka.com Pemilik gudang kembang api di Kosambi, Ada Oknum dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. Oknum tersebut dilaporkan terkait mempekerjakan anak di bawah umur. Kuasa hukum korban kebakaran, Osner Johnson Sianipar mengatakan, laporan itu dilakukan karena pabrik petasan tersebut diduga melanggar pasal 88 Undang-Undang Perlindungan Anak. Inti dalam pasal tersebut yaitu sudah terjadi eksploitasi anak atau mempekerjakan anak di bawah umur.

Dengan dilatar belakangi kesulitan perekonomian di masyarakat kalangan menengah ke bawah di Indonesia, itu menjadikan seseorang bahkan orang tua sendiri yang tidak memiliki pemikiran jernih dapat melakukan tindak kejahatan yang mungkin tidak disadari merugikan banyak pihak. Sebagai contoh dengan mempekerjakan anak di bawah umur dengan paksa, entah itu menjadi pengemis, pengamen, penjual makanan, bahkan dijadikan sebagai budak pemuas. Semestinya orang dewasa yang ideal itu bisa memposisikan dirinya sebagai panutan yang baik dimata anak anak di bawah umur, bukan malah memperkerjakan anak yang belum semestinya untuk di pekerjakan. Maka dari itu permasalahan pada human trafficking ini adalah bagaimana bentuk upaya pencegahan yang dapat dilakukan pemerintah dan apa saja bentuk platfrom media sosial untuk mengedukasi penculikan anak untuk masyarakat luas.

 

METODE

Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu studi kepustakaan, studi kepustakaan merupakan cara atau metode pengumpulan data melalui pengadaan studi penelusuran mengenai buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, serta laporan-laporan yang mempuyai hubungan terhadap persoalan yang sedang diselesaikan (Nazir, 1998) dalam Syafitri dan Nuryono (snilam Syafitri, 2020). Pada metode ini, studi Pustaka diambil berasal dari berbagai jurnal maupun berita yang dianggap relevan dengan topik atau masalah yang diambil.

Adapun sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis, deskriptif analisis merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengubah berbagai materi atau data menjadi bentuk yang lebih mudah untuk dimengerti serta berwujud lebih singkat (Bella Harum Ashari, dkk., 2017: 17-21). Dengan demikian, penjelasan dari data yang diperoleh, kemudian disesuaikan dengan topik yang diambil oleh peneliti.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Herdiana, Chusairi, dan Zein (2018) juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor psikososial penyebab resiko terjadinya human trafficking di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Lamongan.� Hasilnya, faktor-faktor penyebab human trafficking yang teridentifikasi meliputi kemiskinan keluarga, pengetahuan tentang trafficking yang rendah, fungsi keluarga yang kurang mendukung terbentuknya kesejahteraan anggota keluarga, kondisi individu yang kurang wawasan dan tidak memiliki keterampilan kerja, kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak pernah teratasi, pernikahan dini, kenakalan remaja, dan faktor lingkungan yang dinyatakan sebagai kontrol dari masyarakat yang lemah (Fadillah et al., 2022).

Penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (Herdiana, 2018) mengungkapkan bahwa faktor penyebab human trafficking yang teridentifikasi di Kabupaten Kediri Jawa Timur adalah kemiskinan keluarga, pengetahuan tentang trafficking yang rendah, fungsi keluarga yang kurang mendukung terbentuknya kesejahteraan anggota keluarga, serta kondisi individu yang kurang wawasan dan tidak memiliki keterampilan kerja. Sebelumnya, Herdiana, Chusairi, Nur Alfian (Herdiana, 2018) melakukan penelitian di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang untuk mengidentifikasi faktor-faktor psikososial masyarakat di salah satu kecamatan pada kedua kabupaten tersebut yang mengarah pada resiko munculnya kasus human trafficking.� Faktor-faktor penyebab human trafficking yang teridentifikasi adalah kemiskinan keluarga, pengetahuan tentang human trafficking yang rendah, fungsi keluarga yang kurang mendukung terbentuknya kesejahteraan anggota keluarga, kondisi individu yang kurang wawasan dan tidak memiliki keterampilan kerja, dan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang tidak pernah teratasi (Herdiana, 2016).

Hal yang cukup menarik untuk dalam pemabahasan ini adalah bahwa selain faktor umum seperti faktor ekonomi dan pendidikan, penelitian tersebut ternyata juga menunjukkan kekhawatiran masyarakat terhadap adanya kemajuan teknologi terutama penggunaan gadget untuk mengakses media sosial sebagai faktor penyebab human trafficking. Media sosial memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan remaja saat ini. Di desa pun sekarang banyak anak sudah mengerti penggunaan media sosial melalui handphone. Beberapa diantara mereka secara paksa meminta handphone canggih (smartphone) kepada orangtua, agar mampu menggunakan alat komunikasi tersebut tidak sebatas untuk menelpon, namun juga untuk mengakses internet/media sosial. Menurut perwakilan masyarakat, media sosial dan kemajuan teknologi juga dapat berpengaruh menjerumuskan terutama remaja sehingga menjadi korban human trafficking (Herdiana, 2018).

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyatakan bahwa praktik penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak mulai merambah melalui media sosial dengan memanfaatkan Facebook, Twitter dan media sosial lainnya (Simamora, 2012). Kemajuan teknologi melalui penetrasi internet di media sosial tidak bisa dihindari. Keberadaan media sosial mempunyai dampak positif dan negatif. Untuk itu, Menteri mengingatkan agar pemahaman terhadap penggunaan teknologi informasi yang semakin maju harus diimbangi dengan pemahaman moral serta pendidikan yang baik agar terhindar menjadi korban. Meskipun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak belum memiliki data akurat tentang besaran perdagangan anak melalui media sosial namun dapat memprediksi bahwa angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan perdagangan anak secara konvensional. Perdagangan anak secara konvensional dilakukan di daerah-daerah terpencil yang dari segi pendidikan dan ekonomi masih belum cukup baik. Namun demikian perkembangan media sosial yang mulai merambah desa-desa perlu diwaspadai (�Kabar 24�, 2016)

Dampak Penggunaan Media Sosial pada Anak dan Remaja

Untuk mengetahui resiko yang akan didapat anak-anak dan remaja terkait dengan akses mereka terhadap penggunaan media sosial, kiranya tidak terlepas dari bagaimana kita memahami dampak penggunaan media sosial tersebut pada mereka. Gween, O�Keeffe, Pearson, & CCM (2011) mengungkapkan beberapa manfaat yang didapatkan anak dan remaja ketika mereka menggunakan media sosial. Beberapa manfaat yang dimaksud adalah seperti dipaparkan berikut ini.

1)      Sosialisasi dan Komunikasi

Partisipasi dalam media sosial juga menawarkan peluang untuk berbagai kegiatan keterlibatan masyarakat yang lebih luas, seperti kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan amal dan menjadi sukarelawan termasuk kegiatan politik dan filantropi; peningkatan kreativitas dalam pengembangan diri di bidang seni dan musik; pertumbuhan ide dari pembuatan blog, podcast, video, dan situs permainan; memperluas koneksi dengan orang lain dari berbagai latar belakang yang merupakan langkah penting bagi semua remaja sekaligus memberikan kesempatan untuk belajar menghormati dan bertoleransi, serta meningkatkan wawasan mengenai isu-isu pribadi dan global; dan memupuk identitas individu dan keterampilan sosial.

2)      Meningkatkan Peluang Belajar

Siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa menggunakan media sosial untuk terhubung dengan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengerjakan proyek kelompok.� Sebagai contoh, Facebook dan media sosial lainnya memungkinkan siswa untuk berkumpul di luar kelas untuk berkolaborasi dan bertukar pikiran dalam mengerjakan tugas. Beberapa sekolah berhasil menggunakan blog sebagai alat pengajaran yang memiliki manfaat tambahan untuk memperkuat kemampuan bahasa Inggris, ekspresi tertulis dan kreativitas.

3)      Mengakses Informasi tentang Kesehatan

Remaja dapat dengan mudah mengakses informasi online tentang masalah kesehatan mereka.� Banyak sumber daya dengan berbagai topik menarik tentang kesehatan remaja yang tersedia secara online, seperti informasi tentang infeksi menular seksual, mengurangi stres, dan tanda-tanda depresi.

Peran Pemangku Kepentingan Utama

  1. Peran Pemerintah Pusat

1)      Memberikan dukungan moral dan politik terhadap upaya Femerintan untuk menghapuskan perdagangan orang, terutama anak-anak.

2)      Menetapkan kebijakan dan program yang komprehensif, mendorong dan berkelanjutan.

3)      Mengarusutamakan isu-isu perdagangan orang dalam kebijakan pemberantasan sosial dan ekonomi nasional.

4)      Memobilisasi sumber daya dan dana.������

  1. Peran Pemerintah Daerah

1)      Mengembangkan kebijakan lokal untuk menangani masalah perdagangan orang, khususnya anak-anak yang diperdagangkan untuk tujuan prostitusi.

2)      Mengembangkan program aksi untuk pencegahan, pemulangan korban anak dan rehabilitasi serta reintegrasi sosial.

3)      Melaksanakan program aksi yang komprehensif dan berkelanjutan.

4)      Memobilisasi sumber daya dan dana.

  1. Peran Lembaga Legilatif� (DPR/DPRD)

1)      Meratifikasi instrumen internasional untuk menyelaraskan hukum dan kebijakan nasional yang sejalan dengan komitmen internasional.

2)      Menyusun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak, terutama untuk menghapuskan perdagangan anak.

3)      Mengawasi program-program untuk mencegah dan membantu korban perdagangan anak.

4)      Mendorong pemerintah untuk mengarahkan program-program pada aksesibilitas pendidikan bagi semua anak dan intervensi bagi keluarga miskin untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

  1. Peran� Pengusaha dan Organisasi Pengusaha

1)      Menyusun kode etik yang melarang mempekerjakan anak dalam kegiatan yang berkaitan dengan komersialisasi seksual anak.

2)      Melakukan kegiatan pencegahan bagi anggota asosiasi.

3)      Membangun jaringan di tingkat lokal, regional dan nasional untuk mencegah perdagangan anak.

4)      Mengambil tindakan langsung untuk memberikan layanan kepada korban dan anak-anak yang rentan seperti layanan pendidikan, pelatihan keterampilan dan sebagainya

  1. Peran Seketariat Pekerja

1)      Meningkatkan kesadaran di antara anggota dan sesama pekerja.

2)      Memantau perdagangan anak, bekerja sama dengan pemerintah, asosiasi pengusaha dalam memerangi perdagangan anak.

3)      Mengoptimalkan peran diskusi tripartit dan kegiatan kolektif untuk merumuskan program-program untuk memantau situasi perdagangan anak.

4)      Membentuk struktur khusus yang bekerja untuk penghapusan perdagangan anak.

5)      Memberikan bantuan langsung kepada anak korban perdagangan orang dan keluarganya.

  1. Peran Media Massa

1)      Menyebarluaskan informasi tentang masalah perdagangan anak.

2)      Penyebarluasan informasi tentang masalah perdagangan anak.

3)      Penyebarluasan informasi tentang hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan perdagangan anak.

4)      Penyebarluasan informasi tentang kegiatan-kegiatan penghapusan perdagangan anak.

5)      Mendorong terbentuknya jurnalis yang peka terhadap praktik perdagangan orang, khususnya perdagangan anak untuk tujuan prostitusi.

  1. Peran Organisasi Masyarakat

1)      Meningkatkan kesadaran di antara anggota organisasi dan di antara organisasi masyarakat.

2)      Berkolaborasi dengan mitra-mitra kunci untuk memantau kemajuan upaya-upaya memerangi perdagangan anak.

3)      Membentuk struktur khusus seperti focal point atau unit atau komite di dalam organisasi.

4)      Memberikan bantuan langsung kepada korban anak dan keluarganya.

  1. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

1)      Melakukan kegiatan pencegahan perdagangan anak kepada sesama LSM dan pihak-pihak lain.

2)      Melakukan pendampingan langsung kepada anak korban perdagangan orang dan keluarganya.

3)      Membangun jaringan di tingkat lokal, regional dan nasional untuk melindungi korban.

4)      Memantau perkembangan anak korban perdagangan orang dan pelaksanaan program-program untuk memerangi perdagangan orang.

  1. Peran Guru� dan Lembaga Pendidikan

1)      Meningkatkan kesadaran kepada semua pihak tentang pentingnya pendidikan sebagai hak utama anak.����

2)      Berperan sebagai mitra utama dalam upaya penghapusan perdagangan anak.

3)      Memastikan kualitas pendidikan yang diajarkan kepada siswa.

4)      Berkolaborasi dengan pihak lain untuk membuat pendidikan dapat diakses oleh masyarakat dan menjaga kualitasnya.

  1. Peran Anak dan Kelompok Anak

1)      Melakukan penyadaran kelompok sebaya untuk membangun kebersamaan, empati dan solidaritas di antara anak-anak untuk mencegah perdagangan anak.

2)      Menyelenggarakan forum-forum lokal, regional dan nasional untuk mengkampanyekan hak-hak anak dan menumbuhkan jati diri dalam meningkatkan kualitas anak.

Berkolaborasi dengan pihak lain untuk mengadvokasi kebijakan dan program yang peka terhadap penghapusan perdagangan anak.

 

SIMPULAN

Perdagangan manusia adalah kasus yang tidak dapat di hindari oleh setiap negara. Kasus perdagangan manusia sangat sulit untuk dihilangkan melainkan hanya dapat diminimalisir agar tidak terus meningkat. Untuk meminimalisirnya diperlukan peran serta dari berbagai pihak terutama pemerintah. Jika pemerintah berperan aktif dalam memberantas perdagangan manusia serta bekerja sama dengan negara lain, maka selamanya manusia tidak akan menjadi komoditi legal yang bebas diperdagangkan. Maka daari itu kita sebagai pengguna media sosial agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan juga dapat memfilter informasi-informasi yang tidak bermanfaat.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fadillah, A. N., Muammar, M., & Antio, S. (2022). Perdagangan Orang (Human Trafficking): Aspek Kekerasan terhadap Perempuan di Indonesia. SANISA: Jurnal Kreativitas Mahasiswa Hukum, 2(2), 81�91.

 

Herdiana, I. (2016). Gambaran Kontrol Sosial Masyarakat Sebagai Upaya mencegah terjadinya kasus human trafficking.

 

Herdiana, I. (2018). Media Sosial dan Human Trafficking: Sebuah Ulasan. HP Indonesia, Psikologi Dan Teknologi Informasi, 127�144.

 

Khodijah, S. (2019). Komunikasi Interpersonal Orang Tua Kepada Anak Dalam Menghadapi Hoax Penculikan Anak Melalui Whatsapp (Studi Pada Masyarakat Labuhan Dalam, Tanjung Senang, Bandarlampung).

 

Mendel, J., & Sharapov, K. (2014). Human trafficking and online networks: Policy briefing. Central European University.

 

O�Keeffe, G. S., & Clarke-Pearson, K. (2011). The impact of social media on children, adolescents, and families. Pediatrics, 127(4), 800�804.

 

Prasetia, Y. (2021). Perdagangan Perempuan dan Anak Sebagai Kejahatan Transnasional. Yustitia, 7(2), 185�195.

 

Priyono, A. A. (2020). Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja Terhadap kinerja karyawan dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Attadrib: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 3(1), 31�42.

 

Simamora, N. sari. (2012). HUMAN TRAFFICKING: Merambah dari media sosial.

 

snilam Syafitri, E. R. (2020). Studi Kepustakaan Teori Konseling �Dialectical Behavior Therapy.�

 

Yunardi, A. N. (2021). Peran International Organisation for Migration (IOM) dalam Penanganan Human Trafficking Warga Negara Indonesia di Uni Emirat Arab. Jurnal Politikom Indonesiana, 6(2), 1�12.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).