Teori Islam Tentang Perilaku Konsumen dan Endorsement
� Islamic Theory of Consumer Behavior and
Endorsements
1)* Raihanah Luthfi
1 universitas islam indonesia.
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) Raihanah Luthfi
DOI: 10.59141/comserva.v4i1.1344 |
ABSTRAK Perkembangan teknologi informasi yang pesat
telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk strategi pemasaran.
Salah satu strategi yang berkembang adalah pemasaran daring, khususnya
melalui endorsement oleh selebriti di media sosial seperti Instagram dan
TikTok. Strategi ini dianggap efektif karena memanfaatkan popularitas tokoh
terkenal untuk meningkatkan daya tarik produk di kalangan konsumen. Namun,
dalam konteks negara-negara muslim, perilaku konsumen dipengaruhi oleh
nilai-nilai agama Islam yang mengatur kegiatan ekonomi melalui fikih
muamalah. Konsumen muslim cenderung memperhatikan komitmen agama, yang
mempengaruhi sikap dan keputusan pembelian mereka, terutama terkait dengan
kehalalan produk dan proses pemasaran yang etis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalitas perilaku
konsumen muslim terhadap iklan daring yang dilakukan oleh selebriti. Dengan
memahami perbedaan perilaku ini, perusahaan dapat menyusun strategi pemasaran
yang lebih efektif dan sesuai dengan nilai-nilai Islam, menghindari unsur
riba, gharar, maysir, dan ihtikar dalam setiap tahap promosi dan transaksi. Kata kunci: Nilai-Nilai Islam, Perilaku Konsumen, Endorsement |
ABSTRACT
The rapid development
of information technology has influenced various aspects of life, including
marketing strategies. One strategy that is developing is online marketing,
especially through endorsements by celebrities on social media such as
Instagram and TikTok. This strategy is considered effective because it takes
advantage of the popularity of famous figures to increase the product's appeal
among consumers. However, in the context of Muslim countries, consumer behavior
is influenced by Islamic religious values which regulate economic
activities through muamalah fiqh.
Muslim consumers tend to pay attention to religious commitments, which
influence their attitudes and purchasing decisions, especially related to halal
products and ethical marketing processes. This research aims to explore the
factors that influence the rationality of Muslim consumer behavior towards
online advertising carried out by celebrities. By understanding these
differences in behavior, companies can develop marketing strategies that are
more effective and in accordance with Islamic values, avoiding the elements of
usury, gharar, maysir, and ihtikar in every stage of promotions and transactions.
Keywords:
Islamic
Values, Consumer Behavior, Endorsement
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi secara signifikan dan meluas pada saat
ini telah memberikan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat. Hal ini juga
berdampak terhadap strategi pemasaran yang dituntut untuk berkembang selaras
dengan perkembangan kemajuan tekonologi guna menghadapi kedinamisan dalam
persaingan dilingkungan bisnis (Tiasto, 2020). Periklanan
menjadi salah satu bagian dari strategi pemasaran yang berperan sebagai alat
komunikasi yang digunakan oleh pemasar dengan harapan tersampaikannya pesan
yang ditawarkan suatu produk kepada calon �konsumen (Saparso & Lestari, 2009).
Dewasa ini strategi yang kerap diterapkan ialah
strategi pemasaran secara daring seperti strategi endorsement (Sentoso et al., 2023). Strategi endorsement merupakan sebuah strategi
komunikasi pemasaran yang alat pendukungnya melibatkan tokoh terkenal dan di
anggap berpengaruh seperti aktor, artis, politikus dan sebagainya untuk
meningkatkan ketertarikan masyarakat terhadap produk yang ditawarkan melalui media
sosial yang digunakan oleh tokoh-tokoh tersebut atau media sosial produk itu
sendiri (UTAMI, 2014). Media
sosial yang kerap digunakan ialah Instagram, Tiktok dan sebagainya.
�Endorsement dilakukan
dengan cara membagikan video atau foto menggunakan produk yang ingin dipasarakan
melalui media sosial yang mereka gunakan. Strategi ini dianggap memiliki
tingkat efektivitas yang tinggi mengingat tingginya penggunaan sosial media
pada saat ini.
�Sehingga ttidak heran jika
perusahaan menghabiskan sejumlah besar uang setiap tahun untuk kontrak dukungan
selebriti (endorsement) berdasarkan
keyakinan bahwa selebriti adalah juru bicara yang efektif untuk produk atau
merek mereka (Addo, 2016).
Menurut (Kotler, 1997) tema dari
sebuah iklan adalah daya tarik. Pengiklan memanfaatkan daya tarik iklan sebagai
sarana untuk membeli dan menjual produk mereka. Untuk membuat calon konsumen
menerima pesan target, pengiklan harus menempatkan beberapa kekuatan pendorong
ke dalam pesan. Kekuatan pendorong ini adalah daya Tarik. Setiap daya tarik
iklan merupakan daya tarik yang membangkitkan keinginan konsumen. Pengiklan
memanfaatkan daya tarik iklan sebagai sarana untuk membeli dan menjual produk
mereka. Daya tarik iklan dirancang sedemikian rupa untuk menghadirkan citra
positif dari produk atau layanan kepada pelanggan yang menggunakan produk atau
layanan tersebut. Daya Tarik iklan mentransfer pesan untuk memengaruhi
keputusan pada pembelian. Orang membeli produk ketika mereka merasa nyaman dan
percaya diri dengan belanja mereka dan merasionalisasikan keputusan pembelian
mereka berdasarkan fakta sambil membuat keputusan berdasarkan pada perasaan.
Namun, di negara-negara muslim, terdapat perbedaan perilaku terkait
dengan pembelian produk yang dapat mengubah daya tarik yang digunakan untuk
memotivasi konsumen untuk membeli. Segmen konsumen muslim merupakan segmen
terbesar yang teridentifikasi selama ini. Segmen ini diperkirakan terdiri dari
1,5-1,8 miliar konsumen. Kemudian 60 persen populasi penduduk negara yang
mayoritas beragama Islam berusia di bawah 30 tahun (Pew Forum, 2011).
Diramalkan bahwa populasi muslim akan meningkat dari 1,6 miliar pada tahun 2010
menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030, atau dari 23,4 menjadi 26,4 persen dari
total penduduk dunia (Kettani, 2019). Statistik
ini akan menarik jika dilihat dari perkembangan bisnis berbasis internet
perspektif di mana kaum muda diperhitungkan sebagai pengguna utama media. Iran,
sebagai salah satu negara dengan peringkat tertinggi dalam menggunakan internet
di satu sisi, dan dengan hampir 80 juta orang di mana 40 persennya adalah kaum
muda, dianggap sebagai tempat yang tepat untuk mempelajari permasalahan
berbasis internet.
Dalam Islam, agama bukanlah budaya tetapi merupakan cara hidup yang
dapat membentuk�� seperangkat�� perilaku��
disebut�� �Islam��� (Bowen,��
1998).�� Kegiatan perdagangan atau
jual beli diperkenalkan dalam Islam melalui fikih muamalah. Fikih muamalah
merupakan peraturan Islam yang berhubungan dengan hukum-hukum perniagaan dan
menjadi kerangka kerja yang berlaku dalam ekonomi Islam. Keterkaitan antara
ekonomi Islam dan fikih muamalah ibarat tata Bahasa dan kecakapan penggunaan
bahasa. Sehingga kegiatan ekonomi Islam tidak dapat terpisahkan dengan fikih
muamalah yang berperan sebagai suatu panduan kegiatan (Nawawi & Naufal, 2012). Komitmen
agama juga memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat dengan membentuk
keyakinan mereka, pengetahuan, dan sikap (fam et al, 2004). Tidak diragukan
lagi, komitmen dan keyakinan agama mempengaruhi sikap orang terhadap konsumsi
(Jamal dan Goode, 2003). Dalam hal ini, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memastikan faktor-faktor yang mempengaruhi rasionalitas perilaku konsumen
muslim terhadap iklan secara daring yang diberikan oleh selebriti (endorsement) di kalangan pelanggan
Muslim.
METODE
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif
untuk mengeksplorasi pengaruh endorsement selebriti terhadap perilaku konsumen Muslim di Indonesia. Data dikumpulkan
melalui wawancara mendalam dengan 30 partisipan Muslim yang dipilih secara purposive sampling, serta observasi partisipatif terhadap interaksi mereka dengan iklan
selebriti di media sosial.
Studi ini juga menganalisis
konten iklan untuk menilai kesesuaiannya
dengan nilai-nilai Islam. Validitas penelitian diperkuat melalui triangulasi data dari berbagai sumber, dan reliabilitas dicapai dengan melibatkan beberapa peneliti dalam analisis data. Pendekatan ini bertujuan untuk memahami bagaimana endorsement selebriti mempengaruhi keputusan konsumen Muslim dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip syariah dalam konteks pemasaran modern.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian tentang konsumen
muslim, pengusaha muslim, pembuatan merek dan kegiatan bisnis di kalangan umat
Islam adalah objek belakangan ini banyak diminati oleh universitas dan
orang-orang yang bekerja di bidang bisnis di seluruh dunia (Wilson dan
Hollensen dikutip dalam (Hanafizadeh,
2012). Hal ini karena peningkatan ekonomi,
kekuatan politik dan budaya umat Islam di negara-negara di mana mayoritas atau
minoritas penduduknya beragama Islam. Hal ini juga karena munculnya klasifikasi
moderat baru dari konsumen Muslim yang mencoba menyeimbangkan antara
nilai-nilai Islami dan barang-barang yang disajikan menurut moralitas konsumsi
global (Hanafizadeh,
2012) Karena ada perbedaan yang signifikan antara
lingkungan luring dan daring, efektivitas daya tarik iklan di lingkungan daring
harus dievaluasi kembali. Tidak seperti iklan luring, iklan daring dapat
didistribusikan efektif dalam beberapa bentuk, seperti teks, gambar , suara,
animasi atau video. Selain itu, game dan hiburan online dapat dengan mudah
diintegrasikan dengan iklan (Behboudi et
al., 2012). Mengenai perbedaan waktu yang dibutuhkan
oleh suatu media untuk mencapai 50 juta penonton, internet hanya menghabiskan
empat tahun untuk mencapai jumlah
pengguna ini dibandingkan
dengan 38 dan 13 tahun yang diambil, masing-masing, oleh radio dan TV (Behboudi et
al., 2012).
Endorsement
Endorsement (dukungan) selebriti adalah strategi yang paling banyak digunakan
menggunakan selebriti sebagai alat promosi. Dukungan dapat membuat selebriti
memberikan pendapat, menjadi juru bicara untuk suatu produk atau hanya
dikaitkan dengan suatu produk (McCracken, 1989). Selebriti adalah kepribadian
terkenal yang menikmati pengakuan publik oleh sebagian besar sekelompok orang
tertentu (Schlecht, 2003). Karena peran seorang komunikator sangat krusial
dalam periklanan, penting bagi pengiklan untuk memilih komunikator yang baik
yang mampu mempengaruhi persepsi konsumen dan mengubah sikap mereka terhadap
perusahaan dan produk dan layanan mereka. Selebriti dianggap lebih efektif
daripada endorser lainnya, seperti sebagai ahli profesional, manajer perusahaan
atau konsumen biasa (Friedman dan Friedman, 1979). Selebriti umumnya dipandang
oleh konsumen sebagai sumber kredibel informasi tentang produk atau perusahaan
yang mereka dukung (Goldsmith et al., 2000). Kredibilitas merupakan faktor
penting yang harus dipertimbangkan dalam endorsement
selebriti, pesan akan semakin kuat dan efektif ketika kredibilitas endorser
semakin tinggi (Sternthal et al., 1978).
Efektivitas endorsement (dukungan) selebriti
Dalam mengembangkan skala
untuk mengukur efektivitas dukungan selebriti, literatur mengeksplorasi
efektivitas dukungan selebriti umumnya menggunakan dua dasar: model sumber
sebagai yang paling penting dalam konteks selebriti: (1) model kredibilitas
sumber yang dikembangkan oleh Hovland et al., (1953) yang mengasumsikan bahwa
keberhasilan pesan dalam konteks pemasaran didasarkan pada persepsi keahlian
dan kepercayaan dari endorser; dan
(2) model daya tarik sumber McGuire, (1985) yang mencakup kriteria tersebut
sebagai kesamaan, keakraban dan kesukaan yang dapat digeneralisasikan sebagai
daya tarik. Akibatnya, jika konsumen menganggap endorser selebriti mirip dengan mereka dan mereka akrab dengan dan
menyukai selebritas, mereka akan cenderung menganggap selebritas itu lebih
menarik.
Akan tetapi terkadang
pengiklan membuat iklan yang menarik perhatian: �iklan ini mungkin menarik
perhatian, tapi itu jenis perhatian yang salah� (Wells et al., 2008, hlm. 60).
Hal ini juga terjadi pada proses promosi yang terkadang dalam prosesny.
melanggar beberapa
norma-norma atau nilai di suatu masyarakat. Belum lama ini terjadi suatu
strategi pemasaran yang dilakukan oleh holywings yakni sebuah unit usaha
yang bergerak dalam bidang food and beverage di Indonesia yang dianggap telah
melanggar norma-norma dan nilai yang berlaku di Indonesia. Mereka melakukan
suatu kegiatan promosi dimana mendapatkan gratis minuman keras setiap hari kamis
apabila pengunjung tersebut untuk laki-laki Bernama �Muhammad� dan untuk
permpuan bernama �Maria�. Dengan penggunaan nama yang dianggap mempermainkan
entitas kepercayaan beberapa kelompok masyarakat di Indonesia sehingga hal ini
berlanjut ke pengadilan. Sehingga kegiatan promosi tidak bisa dilakukan sebatas
untuk menyampaikan pesan dan mencari perhatian saja tetapi juga perlu
diperhatikan nilai- nilai dari pesan yang ingin disampaikan.
Dalam Islam
kegiatan pemasaran tidak dilarang selagi bertujuan memberikan informasi atau
pesan mengenai produk untuk calon kunsumen serta dalam kegiatan tersebut
memperhatikan nilai-nilai Islam, seperti tidak melakukan yang dilarang ataupun
mempromosikan barang atau jasa yang dilarang dalam Islam (Samad, 2008). Hal ini
juga berlaku pada strategi pemasaran endorsement dimana dalam prosesnya
seorang endorser harus melaksanakannya sesuai dengan syariat, seperti menjauhi
beberapa larangan dalam Islam. Dalam kegiatan transaksi terdapat beberapa hal
yang dilarang dalam Islam, menurut (Kholis &
Mu�allim, 2018) hal-hal ini antara lain
:
A.
Riba, timbul karena adanya pengambilan tambahan dari modal atau harta
pokok yang dilakukan secara batil. Terdapat beberapa unsur-unsur riba antara
lain :
(1) Terdapat tambahan dari
jumlah pokok pinjaman (2) Penentuan tambahan tersebut berhubungan dengan unsur
pertimbangan jangka waktu (3) Persetujuan terhadap syarat tambahan itu
ditentukan Ketika kontrak pinjaman dilakukan atau terlebih dahulu. Hal ini
berdasrkan oleh beberapa ayat Alquran, antara lain
: �Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)� (Q.S. Al-Rum (30): 39). �Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan� (Q.S. Ali
�Imran (3): 130)
A.
Gharar, secara etimologis adalah sinonim dengan situasi bahaya, risiko,
penipuan dan ketidak jelasan. Dalam jual beli gharar diilustrasikan dengan
menjual ikan di lautan atau burung yang terbang di udara. Gharar juga bermakna
suatu perbuatan penipuan dan memberikan pendapat dengan kebatilan atau
kebohongan yang berlawanan dengan kebenaran. terdapat beberapa hadis yang
menyebutkan keharaman transaksi yang mengandung gharar, antara lain : Abu
Hurairah Radliyallaahu �anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu �alaihi wa Sallam
melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli gharar (yang belum
jelas harga, barang, waktu dan tempatnya). (HR Muslim). Dari Ibnu Mas�ud
Radliyallaahu �anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu �alaihi wa Sallam
bersabda: �Janganlah membeli ikan dalam air karena ia tidak jelas.� (HR Ahmad).
Menurut Syeikh Mustafa Al-Zarqa�(1967) ,gharar dibagi menjadi dua bentuk,
yaitu: (a) Gharar Qauli yaitu penipuan yang dilakukan oleh penjual mengenai
harga melalui perkataan dan (b) Gharar Fi�li yaitu penipuan yang dilakukan oleh
penjual mengenai sifat barang melalui perbuatan.
B.
Maysir, pada makna literalnya yang sering dipersamkan dengan qimar
dan mukhatara yang bermakna perjudian atau spekulasi. Maysir secara jelas
disebutkan keharamannya dalam Alquran (Q.S. al-Ma�idah (5): 90).
C.
Ihtikar, secara terminologis merupakan kegiatan menaikkan harga suatu
barang yang mengakibatkan kemudaratan pada manusia dengan cara membeli barang
kebutuhan manusia seperti makanan atau lainnya secara masal agar barang
tersebut menjadi langka.
Sehingga jika
penjelasan diatas dikaitkan dengan kegiatan endorsement selebriti maka
terdapat beberapa hal yang perlu mereka perhatikan, antara lain :
a. Barang atau jasa yang
hendak mereka beri dukungan atau endorsment haruslah barang yang tidak
mengandung riba, hal ini diperhatikan dari proses pembuatan hingga sampai
ditangan pembeli Dalam penyampaian pesan atau dalam proses promosi endorser harus
menjelaskan produk tersebut secara jelas dan rinci agar terjauh dari unsur
gharar dan tidak boleh melebih lebihkan prosuk atau jasa tersebut. Pesan yang
disampaikan haruslah sesuai dengan kenyataan dan kebenaran.
b. Barang atau jasa yang
dipromosikan juga haruslah barang yang halal bukan merupakan barang yang
dilarang dalam Islam. Sehingga promosi barang seperti minuman keras, perjudian,
prostitusi dan yang lain yang jelas dilarang dalam Islam tidak diperkenankan.
Asumsi rasionalitas perilaku konsumen Islami
Menurut (Khan, 2014) terdapat beberapa asumsi rasionalitas perilaku konsumen Islami antara
lain :
-
Konsumen akan mengonsumsi suatu barang atau jasa pada suatu titik
keseimbangan kebutuhan yang mereka perlukan, tidak lebih tidak kurang. Hal ini
didasari oleh surat Al-Furqan ayat 67 �Dan (termasuk hamba-hamba Tuhan Yang
Maha Pengasih) orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, di antara keduanya secara wajar�.
-
Kemampuan seorang muslim dalam menilai apakah suatu barang atau jasa
yang akan dikonsumsi berdampak baik atau buruk terhadap dirinya dan hanya akan
mngonsumsi yang berdampak baik saja. Karena tujuan seorang konsumen muslim
dalam berkonsumsi ialah mencapai falah.
-
Konsumen muslim akan mengalokasikan konsumsinya pada tiga lokasi, yakni
memenuhi
kebutuhannya saat ini, (b) memenuhi kebutuhannya di masa depan, (c) memenuhi
kebutuhan orang lain. Memenuhi kebutuhan orang lain dianggap memiliki nilai
ekonomi, karena ada imbalan yang didapat setelahnya yakni pahala atau imbalan
kelah di akhirat. Kebutuhan seorang konsumen muslim juga dikelompokkan menjadi
beberapa tingkatan, antara lain :
a)
Moderation, tingkatan konsumsi yang
dianjurkan dalam Islam dan di anggap ideal posisinya berada ditengah antara extravagance
dan niggardliness.
b)
Extravagance, tingkatan konsumsi
melebihi posisi konsumsi yang dianjurkan dalam Islam dan posisinya berada
diatas moderation.
c)
Waste, tingkatan konsumsi yang
dianggap berlebihan dan terdapat sisa dari konsumsi tersebut yang akan terbuang
sia-sia dan posisinya berada diatas extravagance.
d)
Niggardliness, tingkat konsumsi yang
dianggap kurang dari kebutuhan yang diperlukan dan dilakukan karena rasa cinta
yang berlebihan pada harta sehingga mendorong konsumen berkonsumsi pada tingkat
ini.
Selain tingkatan konsumen
diatas terdapat juga beberapa aturan dan norma dalam rasionalitas perilaku
sesorang secara Islami secara umum, antara lain :
a. Righteousness (kebenaran) merupakan tingkat kepercayaan akan
kebenaran Islam sehingga mendorong seseorang melakukan seluruh kegiatannya
berdasarkan anjuran Islam. Berlandaskan surah Al-Baqarah ayat 62 �Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan
orang-orang Sabi'in, siapa saja (di antara mereka) yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya,
tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati�.
b. borrowing discouraged; lending encouraged only as a
charity, kegiatan
meminjam merupakan kegiatan konsumsi sumber daya di masa depan pada saat ini,
hal ini akan memberikan efek candu kepada peminjam karena merasa dengan
meminjam dapat membantu mereka dalam memenuhi keinginan mereka. Padahal
perasaan tersebut hanya bersifat sementara dan tidak memcahkan masalah, sebagai
seorang konsumen yang rasional secara Islami seharusnya lebih memilih menekan
tingkat konsumsi dari pada meminjam. Jika ingin membantu seseorang dalam
memenuhi konsumi, dianjurkan untuk bersedekah, hal ini dapat membantu seseorang
dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya tanpa perlu membalas bantuan tersebut.
Berlandaskan surah Al- Baqarah ayat 271 � Jika kamu menampakkan
sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan
memberikannya kepada orang- orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah
akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang
kamu kerjakan�.
c. Ihsan berarti melakukan
segala hal dengan kemampuan maksimal secara baik dan menjadi norma terhadap
seluruh kegiatan dan kesepakan manusia. Seluruh kegiatan dan keputusan manusia
tidak hanya mencapai objektifitas kesepakatan tetapi juga dalam prosesnya pencapainya
terasa menyenangkan dan seluruh pihak yang terlibat merasa diuntungkan. Dalam
Islam diperlukannya dilakukan secara baik dan benar.
d. Avoiding Harm (damage/loss), secara umum terdapat peraturan larangan
menyakiti diri sendiri atau orang lain. Sehingga dianjurkan menjauhi konsumsi
barang atau jasa yang dilarang (haram) atau yang merugikan diri sendiri atau
orang lain.
Selain aturan dan
norma secara umum mengenai perilaku seseorang secara Islami seperti penjelasan
diatas terdapat juga aturan dan norma yang lebih khusus mengatur perilaku
seseorang dalam berkonsumsi secara Islalmi. Kemudian dikelompokkan menjadi :
(a) nilai-nilai yang mengarah pada alokasi sumber daya secara bijaksana dalam
mengonsumsi dan (b) nilai-nilai yang berkaitan dengan kualitas dan gaya
konsumsi.
Religiositas
memiliki dampak signifikan pada berbagai aspek perilaku konsumen. Konsumen
dengan tingkat religius yang lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan harga
produk, lebih banyak membeli produk yang diskon, memperhatikan produk asing,
dan lebih memperhatikan perbedaan antar berbagai produk dibandingkan dengan
konsumen dengan tingkat religious yang lebih rendah. Selain itu, konsumen
dengan tingkat religious lebih tinggi memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi
tentang kualitas produk dan mencoba untuk menciptakan nilai wajar untuk uang
mereka (Sood &
Nasu, 1995); Kamaruddin dan
Kamaruddin, 2009). Individu dengan tingkat komitmen keagamaan yang lebih tinggi
cenderung lebih bijaksana dan lebih banyak hati-hati dalam kehidupan
sehari-hari mereka (Wiebe &
Fleck, 1980). Konsumen yang sangat
religius menyelidiki kriteria seperti harga, kualitas, merek nama dan reputasi
toko dan menggunakannya sebagai standar pengukuran untuk mengurangi risiko yang
terkait dengan pembelian mereka (Mokhlis, 2008).
SIMPULAN
Sehingga dari beberapa penjelasan diatas mengenai
rasionalitas tingkah laku kosumen Islami dan kegiatan endorsement memiliki keterkaitan satu sama lain. Bagaimana
rasionalitas seseorang dalam perilaku konsumennya seperti seorang muslim yang
akan melakukan seluruh kegiatannya termasuk konsumsi sesuai dengan syariat,
seperti menghindari riba, gharar ,maysir dan
ihtikar. Melakukan kegiatan konsumsi
pada tingkat yang dianjurkan oleh Islam yakni poada tingkat moderation dan tidak hanya berutujuan
memenuhi kebutuhannya seorang diri saja juga memperhatikan orang lain. Dengan
ini seorang konsumen tetap akan memiliki rasionalitasnya sendiri sehingga
pengaruh yang diberikan oleh iklan melalui endorsement
melalui media yang membrikan dampak adanya perasaan kedekatan emosional,
perasaan bias terhadap endorser tidak akan berpengaruh secara besar dalam
keputusan seseorang tersebut dalam perilaku konsumsinya. Konsumen tersebut akan
lebih mengutamakan rasionalitasnya terhadap berkonsumsi karena tujuan dari
kegiatan konsumsinya adalah memperoleh falah. Hal ini juga akan berlaku pada
endorser yang menerapkan syariat dalam seluruh kegiatannya. Dia akan melakukan
kegiatan endorsement dengan menjauhi
hal-hal yang dilarang oleh Islam seperti dia tidak akan mempromosikan minuman
keras, dalam proses penyampaian pesan atau promosi dia tidak akan memuji barang
secara berlebihan dan menyampaikannya secara benar dan jelas. Jika hal ini
dikaitkan dengan endorser tidak melakukan promosi minuman keras dan seorang
konsumen tidak akan mongonsumsi minuman keras karena hal itu dianggap tidak
rasional disinilah terjadinya ketrkaitan antara rasionalitas perilaku konsumen
Islami dengan kegiatan endorsement yang
endorser juga menerapkan syariat
dalam kegiatannya. Selain itu, faktor-faktor seperti etika Islam, nilai-nilai
sosial dan aturan dan peraturan harus diakui sebagai dimensi untuk memandu
pemasar ketika menargetkan konsumen Muslim. Mempertimbangkan etika Islam dalam
praktik periklanan akan menciptakan penghormatan terhadap hak-hak konsumen
Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Addo,
J. O. (2016). The Effects of Celebrity Scandals on the Adoption Process. European
Journal of Business and Management, 8, 165�178.
Behboudi,
M., Hanzaee, K. H., Koshksaray, A. A., Tabar, M. J. S., & Taheri, Z.
(2012). A review of the activities of advertising agencies in online world. International
Journal of Marketing Studies, 4(1), 138.
Hanafizadeh,
P. (2012). Online Advertising and Promotion: Modern Technologies for
Marketing: Modern Technologies for Marketing. IGI Global.
Kettani,
H. (2019). The world muslim population: Spatial and temporal analyses.
Jenny Stanford Publishing.
Khan,
M. F. (2014). The framework for Islamic theory of consumer behaviour. Journal
of Islamic Business and Management Vol, 4(1).
Kholis,
N., & Mu�allim, A. (2018). Transaksi dalam Ekonomi Islam. Program
Pascasarjana dan Penerbit Quantum Madani.
Kotler,
P. (1997). Manajemen pemasaran: analisis, perencanaan, implementasi, dan
kontrol. Jakarta: Prenhallindo.
Mokhlis,
S. (2008). Consumer religiosity and the importance of store attributes. The
Journal of Human Resource and Adult Learning, 4(2), 122�133.
Nawawi,
I., & Naufal, Z. A. (2012). Fikih muamalah klasik dan kontemporer: hukum
perjanjian, ekonomi, bisnis, dan sosial. Ghalia Indonesia.
Saparso,
S., & Lestari, D. (2009). Peranan Endoser Terhadap Brand Image dari Sudut
Pandang Kosumen. Ilmiah Manajemen Bisnis.
Sentoso,
A., Valeria, J., & Angelina, S. (2023). Integrasi Pemasaran Digital Dalam
Strategi Pemasaran UMKM Best. brande Di Batam. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Manage, 4(02), 71�88.
Sood,
J., & Nasu, Y. (1995). Religiosity and nationality: An exploratory study of
their effect on consumer behavior in Japan and the United States. Journal of
Business Research, 34(1), 1�9.
UTAMI,
P. B. (2014). Strategi Komunikasi Pemasaran Melalui Endorsement pada Online
Shop di Indonesia (Studi Deskriptif pada Onlineshop I Wear Banana, Alf‟ S
Stuff Dan Chickhorse). Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Wiebe,
K. F., & Fleck, J. R. (1980). Personality correlates of intrinsic,
extrinsic, and nonreligious orientations. The Journal of Psychology, 105(2),
181�187.