Implementasi Moderasi Beragama Pada Madrasah Dengan Kurikulum Berbasis Neurosains, Berdasarkan Potensi Dan Karakteristik
Provinsi Aceh
� Implementation
of Religious Moderation in Madrasah with a Neurosciences-Based Curriculum,
Based on the Potential and Characteristics of Aceh Province
Rahayu Minanda
Kantor
Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh
*Email: ayu.minanda@gmail.com
*Correspondence: Rahayu Minanda
DOI: 10.59141/comserva.v4i3.1342 |
ABSTRAK Moderasi beragama merupakan Program Kementerian Agama untuk merubah cara pandang masyarakat Indonesia
agar moderat pada setiap perbedaan. Moderasi beragama tidak hanya diimplementasikan di lingkungan Aparatur Sipil Negara, tetapi dimulai sejak jenjang Pendidikan. Namun, implementasi moderasi beragama dilakukan secara bervariasi sesuai dengan hasil interpretasi dan pemahaman guru yang akan mengajarkan moderasi beragama pada siswa karena tidak terdapat kurikulum atau panduan yang mengatur tentang implementasi moderasi beragama pada bidang
Pendidikan. Demikian pula yang diimplementasikan
pada Provinsi Aceh. Tujuan dilakukan
kajian ini adalah: 1) mendeskripsikan dan menganalisa strategi untuk mengimplementasikan
moderasi beragama dalam bidang Pendidikan sesuai dengan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh, 2) mengembangkan pedoman sebagai acuan implementasi moderasi beragama sesuai dengan kondisi siswa, berdasarkan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh.
Metode yang digunakan pada kajian
ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil kajian: 1) moderasi beragama diterapkan pada madrasah dengan
bervariasi berdampak pada
tidak samanya output dan
outcome pembelajaran moderasi
beragama sehingga keberhasilan implementasi moderasi beragama tidak dapat digeneralisasikan.
Maka, implementasi moderasi
harus dilakukan sesuai dengan
potensi dan keistimewaan
Aceh sehingga nilai-nilai
yang diperkenalkan harus dilakukan
pemahaman terhadap siswa. Strategi yang digunakan
untuk mengimplementasikan moderasi
beragama adalah membuat kurikulum moderasi beragama khusus untuk madrasah di Provinsi
Aceh sehingga dapat mengakomodir potensi dan keistimewaan Aceh, 2) pengembangan
kurikulum moderasi beragama yang tepat adalah berbasis neurosains, tumbuh kembang anak, potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh. Kesimpulan: implementasi
moderasi beragama dapat dilakukan inovasi, untuk menjamin tercapainya output dan outcome perlu dirumuskan
panduan yang dapat digunakan oleh seluruh satuan pendidikan pada daerah tersebut. Kata kunci: moderasi beragama;
neurosains; Provinsi
Aceh; madrasah; pendidikan |
ABSTRACT
Religious
moderation to change the perspective of Indonesian society so it is moderate in
every difference. Religious moderation is not only
implemented within the State Civil Service, but at the education level. However, the implementation
of religious moderation is carried out in various ways according to the results
of the interpretation and understanding of teachers who will teach religious
moderation to students because there is no curriculum or guide that regulates
the implementation of religious moderation in the field of education. Objectives: 1) to
describe and analyze strategies for implementing religious moderation in the
field of education in accordance with the potential and specialties of Aceh, 2)
to develop guidelines for implementing religious moderation according to
students' conditions, based on the potential and specialties of Aceh. The
method used is a qualitative. Results: 1) religious moderation is applied
in various madrasas with varying impacts on the output and outcomes of
religious moderation learning so the successful implementation of religious
moderation cannot be generalized. The implementation of moderation must be
carried out in accordance with the potential and specialties of Aceh. The strategy used to
implement religious moderation is to create a special religious moderation
curriculum for madrasas in Aceh so it can accommodate Aceh's potential and
specialties, 2) developing an appropriate religious moderation curriculum is
based on neuroscience, child growth and development, the potential and
specialties of Aceh. Conclusion: the implementation of
religious moderation can be innovative, to ensure the achievement of outputs
and outcomes.
Keywords: Religious
moderation; neurosains; Aceh Province; madrasas; education
PENDAHULUAN
Moderasi beragama merupakan salah satu program nasional yang harus diimplementasikan pada negara dengan
keberagaman, baik keberagaman adat, agama, budaya dan adat serta lainnya. Keberagaman tersebut dapat menjadi alat
pemersatu bagi Indonesia jika dapat dikelola
dengan baik (Fahri et al., 2019).
Keberagaman yang ada di Indonesia dapat dikelola dengan menggunakan moderasi beragama sehingga dapat menghindari munculnya kekerasan dan radikalisme di
Indonesia serta moderasi beragama diharapkan dapat memunculkan karakter dan pribadi yang mempunyai keluwesan, cinta kasih, kepedulian,
adil dan mampu bersikap moderat pada setiap perbedaan dan keberagaman sehingga dapat menciptakan penghormatan terhadap hak asasi manusia
dan toleransi (Muaz & Ruswandi, 2022).
Pentingnya paradigma dengan mengambil jalan tengah yakni moderasi
beragama, tidak hanya disosialisasikan dan diinternalisasikan pada Aparatur Sipil Negara dan masyarakat melalui penyuluh, tetapi juga pada bidang pendidikan. Salah satu cara yang digunakan untuk menerapkan moderasi beragama adalah dengan menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis laboratorium moderasi beragama dan melakukan pendekatan sosial-religius dalam beragama dan bernegara (Sutrisno, 2019).
Namun adanya paradigma moderasi beragama memunculkan berbagai interpretasi dari pada praktisi yakni pendidik dikarenakan tidak adanya buku
pedoman yang digunakan sebagai dasar atau
kurikulum pembelajaran mengenai moderasi beragama. Hal ini sebagaimana kajian yang dilakukan oleh Sumarto (2021) bahwa implementasi
moderasi beragama dapat dilakukan inovasi sesuai dengan kebutuhan, dan tidak diatur dalam kurikulum
pembelajaran. Implementasi moderasi beragama juga dapat dilakukan dengan berbasis budaya local (Letek & Keban, 2021).
Ada beberapa inovasi
dan hasil interpretasi mengenai
implementasi mdoerasi beragama dalam bidang pendidikan. Kajian yang dilakukan oleh Chrisantina (2021) bahwa moderasi
beragama diimplementasikan
pada Madrasah Ibtidaiyah berbasis
multimedia dengan beberapa nilai moderasi yang menonjolkan toleransi. Implementasi moderasi beragama menurut Suryadi (2022) dilakukan dengan
3 strategi yakni penguatan moderasi beragama, kurikulum dan pembelajaran dengan tujuan untuk membentuk sikap dan perilaku moderat. Menurut Wainarisi et al., (2023) moderasi beragama
diimplementasikan dengan
menggunakan pendekatan problem based sesuai dengan perkembangan komunitas dan potensi. Berdasarkan pada implementasi moderasi beragama tersebut, maka dapat diketahui bahwa inovasi implementasi
moderasi beragama dilakukan sesuai dengan hasil analisa secara internal yang akan digunakan pada institusi pendidikan tersebut secara internal.
Disisi lain, moderasi beragama juga diimplementasikan dengan menggunakan perimbangan
status lembaga pendidikan, yakni lembaga pendidikan
formal, non formal dan informal karena
siswa hidup dalam beberapa lingkungan masyarakat yang saling terkoneksi antara satu dengan
lainnya (Dinar Bela Ayu Naj�ma &
Syamsul Bakr, 2021). Pada kajian yang dilakukan
oleh Purbajati (2020) bahwa untuk mengimplementasikan
moderasi beragama dibutuhkan peran maksimal guru sehingga guru perlu diberikan sosialisasi dan pelatihan untuk mengajarkan moderasi beragama di madrasah. Berdasarkan
pada hasil kajian tersebut,
maka dapat diketahui bahwa moderasi beragama diimplementasikan dengn
menggunakan pemanfaat potensi
yang dimiliki.
Adanya implementasi moderasi
beragama yang beranekaragam
sesuai dengan hasil interpretasi
dan analisa yang dilakukan
oleh masing-masing institusi pendidikan
maka berdampak pada beberapa hal, yakni
sebagai berikut.
1. Penekanan moderasi beragama
dapat dilakukan pada nilai-nilai moderasi yang tidak sama antara satu institusi pendidikan, dengan institusi pendidikan lainnya. Pada kajian yang dilakukan oleh Rumahuru & Talupun (2021) nilai-nilai yang diutamakan
adalah sikap saling percaya dan kesederajatan manusia di masyarakat. Pada kajian yang dilakukan oleh Chrisantina (2021) nilai yang diprioritaskan
untuk kepahami dan dilakukan
oleh siswa adalah toleransi.
2. Tahapan dalam penanaman
nilai-nilai moderasi berbeda sehingga menghasilkan output yang berbeda.
Pada kajian yang dilakukan
oleh Chrisantina (2021) tahapan dalam
pembelajaran moderasi beragama untuk dapat merubah perilaku siswa menjadi perilaku
moderat adalah melalui tahapan penguasaan dalam hal pengetahuan, pemahaman, penyadaran, aktivitas dan implementasi sikap; sedangkan kajian yang dilakukan oleh Ihtiari et al., (2023) penanaman nilai
moderasi beragama dilakukan pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
menekankan pada pengetahuan
kognitif siswa yakni dengan menggunakan beberapa tahapan yakni memberikan permasalahan pada siswa, pengorganisasian siswa, pembimbingan penyelidikan baik individu maupun
kelompok, pengembangan dan pembuatan karya, serta analisis dan evaluasi atas pemecahan
masalah yang dilakukan oleh
siswa. Kajian yang dilakukan
oleh Qowim et al., (2020) mengatakan bahwa
moderasi beragama diimplementasikan dengan 3 (tiga) aktivitas yakni pelaksanaan jam belajar, antrian belajar dan cara berpamitan dengan guru.
Adanya fokus pengembangan
dan tahapan pengembangan
yang berbeda, maka pada setiap implementasi moderasi beragama yang diselenggarakan pada bidang pendidikan akan mempunyai hasil yang tidak sama, sedangkan outcome dari moderasi beragama tersebut sangat diharapkan untuk mewujudkan manusia Indonesia dengan mengambil jalan tengah atau
moderat dalam berperilaku dan menyikapi perbedaan dimasyarakat.
Hasil kajian tersebut
sejalan dengan kondisi yang terjadi pada implementasi moderasi beragama di madrasah dilingkungan
Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Aceh, yakni sebagai berikut.
1. Implementasi moderasi beragama
pada Madrasah Aliyah Negeri di Banda Aceh dan Aceh Besar dilakukan
dengan memberikan pengetahuan pada guru terhadap moderasi beragama dengan menekankan pada nilai-nilai mengenai keadilan dengan menekankan pada bebas memilih teman, keseimbangan yakni dengan tidak saling
menyinggung latar belakang teman, kesederhanaan yakni siswa dibekali ilmu agama agar tidak berlebihan dalam beragama, dan kesatuan serta persaudaraan antar siswa (Hanum, 2022).
2. Moderasi beragama dilaksanakan
di MI Tahfidz Nur Shadrina Kota Langsa dengan menekankan pada nilai toleransi, integrasi nilai-nilai agama,
dialog antaragama, dan partisipasi
aktif seluruh komunitas madrasah (Husna et al., 2023).
3. Moderasi beragama juga diselenggarakan
pada Komunitas Anak di Gampong Lambeutong,
Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar yakni dengan menggunakan metode story
telling untuk memberikan pemahaman
mengenai toleransi (Amelia & Swidia, 2020).
4. Implementasi moderasi beragama
dilaksanakan dengan
menggunakan Rumah Moderasi yang pelaksanaannya
dilakukan dengan membuat kebijakan, sosialisasi, seminar, workshop, stadium general dan forum kajian terjadwal. Program Rumah Moderasi tersebut terkendala dengan kebijakan yang dibuat oleh
universitas saling tumpang tindih baik pada institusi internal maupun institusi eksternal termasuk dengan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh (Maizuddin et al., 2021).
Adanya implementasi moderasi
beragama yang beranekaragam
tersebut maka output
dan outcome yang dihasilkan akan bervariasi sesuai dengan fokus pengembangan
nilai dan tahapan pengajaran moderasi beragama yang dilakukan.
Disisi lain, implementasi moderasi beragama pada Provinsi Aceh dilakukan dengan mengakomodir potensi dan keistimewaan Aceh
yang tidak dapat dihilangkan, yakni Provinsi Aceh merupakan provinsi yang mempunyai keistimewaan atau otonomi yang luas dalam bidang agama, adat dan pendidikan. Dengan demikian Provinsi Aceh memiliki Peraturan Daerah atau Qanun yang dirumuskan sesuai dengan karakteristik kedaerahan di Provinsi Aceh. Qanun yang memberikan
peran dalam pengaturan moderasi beragama pada Provinsi Aceh diantaranya adalah sebagai berikut.
1.
Qanun yang diterapkan pada Provinsi Aceh meliputi Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi�ar
Islam.
2.
Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.
Adanya kedua qanun tersebut
menyebabkan implementasi moderasi beragama tidak dapat dilakukan
secara komprehensif untuk seluruh nilai-nilai moderasi beragama karena adanya keterbatasan
dalam pengaturan kebijakan implementasi moderasi beragama. Adapun contohnya adalah sebagai berikut.
1. Kebijakan dalam hal pendirian rumah ibadah di Provinsi Aceh yang memiliki keistimewaan, yakni tidak boleh ada penambahan jumlah pendirian rumah ibadah bagi pemeluk agama lain, dan pembatasan renovasi pada rumah ibadah pemeluk agama lain
yang tidak boleh lebih dari 60% sebagaimana terdapat pada Qanun
Aceh Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Tempat Ibadah.
Pada
kondisi tersebut peraturan dalam qanun bertentangan dengan nilai moderasi beragama yang diajarkan pada institusi pendidikan yakni toleransi dalam hidup beragama
dan kesamaan hak untuk beribadah sesuai dengan agamanya. Namun sehubungan dengan Provinsi Aceh mempunyai keistimewaan dalam otonomi dalam hal
mengatur kehidupan beragama, maka kebijakan dalam qanun tersebut dapat diimplementasikan sesuai dengan pertimbangan secara internal daerah tersebut.
2.
Pembuatan aturan penyelenggaraan ibadah
yang tidak sama antar pemeluk agama sebagaimana terdapat pada meliputi Qanun Nomor 11 Tahun 2002 Tentang pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah,
Ibadah dan Syi�ar Islam. Adanya aturan
mengenai penyelenggaraan kehidupan beragama di Provinsi Aceh, ada beberapa nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai moderasi beragama yakni nilai toleransi dan kesamaan hak beragama
dan melaksanakan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya sehingga
perlu dilakukan analisa mengenai implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan yang tepat, tanpa melakukan
perlawanan atau merubah keistimewaan yang berlaku pada Provinsi Aceh.
Meskipun Provinsi Aceh memiliki keistimewaan daerah, namun moderasi beragama tetap perlu diimplementasikan di Provinsi
Aceh dengan 2 (dua) alasan yakni sebagai berikut.
1. Kantor
Kementerian Agama Provinsi Aceh merupakan
salah satu ujung tombak keberhasilan implementasi moderasi beragama pada
Kementerian Agama. Renstra 2020-2024 pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi
Aceh mempunyai target untuk melaksanaan
sosialisasi moderasi beragama dalam bidang pendidikan dengan melakukan penguatan muatan moderasi beragama pada mata pelajaran agama yang ditujukan pada siswa, guru dan pengawas pendidikan baik dalam intra maupun ekstrakurikuler dengan target 100%. Disisi lain, target mengenai penguatan moderasi beragama juga dilakukan pada pondok pesantren dengan sasaran pada santri dan ustadz dengan target 100%.
2. Masyarakat Aceh merupakan masyarakat yang plural sebagaimana
terdapat pada data Bimas Islam Kantor Wilayah
Kementerian Agama Provinsi Aceh Tahun
2022 tercatat jumlah pemeluk Agama Islam sebanyak
5.015.235 orang, agama Kristen sebesar 37.620 orang,
agama Katholik sebesar
9.181 orang, agama Buddha sebesar 7.529 dan agama
Hindu sebesar 236 orang. Dengan demikian diperlukan tingkat pemahaman moderasi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan nilai Indeks Kerukunan Beragama di Provinsi Aceh.
3. Menghilangkan stigma negatif pada masyarakat Aceh karena adanya Indeks Kerukunan Umat Beragama pada Provinsi Aceh yang berada pada angka 65,87 pada tahun 2022.
Stigma negatif tersebut memberikan dampak negatif karena dapat menimbulkan persepsi negatif mengenai masyarakat Aceh.
Berdasarkan alasan untuk tetap menyelenggarakan moderasi beragama di Provinsi Aceh, maka implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan harus disesuaikan dengan keistimewaan Provinsi Aceh yang mempunyai keunikan pada peraturan daerah, karakteristik masyarakat, budaya yang telah diimplementasikan secara turun temurun dan kebutuhan siswa untuk dapat berpikir kritis, inovatif dan nalar pada setiap pengenalan nilai moderasi beragama yang diberikan oleh guru.
Implementasi moderasi beragama yang disesuaikan dengan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh tidak bertentangan dengan esensi moderasi
beragama pada bidang pendidikan, yang dapat dilakukan pengembangan sesuai dengan inovasi yang dibutuhkan bagi institusi pendidikan. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Sutrisno (2019) bahwa moderasi beragama dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi lembaga pendidikan, tanpa menghilangkan nilai-nilai penting yang akan dikenalkan pada siswa.
Identifikasi Masalah
Implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan di Provinsi Aceh merupakan peluang untuk menciptakan generasi penerus yang berwawasan moderat sehingga pembangunan daerah dapat dilakukan
dengan maksimal. Namun pada
implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan di Provinsi Aceh mempunyai banyak potensi permasalahan yakni sebagai berikut.
1. Tumpang tindih kebijakan
Program Moderasi beragama antara kebijakan pembangunan moderasi beragama yang dikeluarkan oleh
Kantor Kementerian Agama Provinsi Aceh untuk mengimplementasikan moderasi beragama dalam bidang pendidikan namun tidak didukung
dengan alokasi dana yang rasional, kebijakan Pemerintah Provinsi Aceh yang tidak mendukung moderasi beragama dan tidak mengalokasikan anggara untuk pembangunan moderasi beragama dan kebijakan Perguruan Tinggi yang mendirikan rumah moderasi sesuai dengan Keputusan Jenderal Pendidikan Islam Nomor:
B-717.2/DJ.I/Dt.I.III/HM.01/03/2021 tanggal 12 Maret 2021 tentang Petunjuk Teknis Rumah Moderasi Beragama, namun tidak didukung dengan anggaran yang cukup. Tumpang tindih kebijakan berdampak pada implementasi moderasi beragama dalam bidang pendidikan
tidak mempunyai pedoman baik dalam
hal anggaran, model pengimplementasian, aktor yang berperan maupun kurikulum.
2. Pertentangan pandangan mengenai
konsep moderasi beragama
Moderasi beragama harus dipahami dari sisi kontekstual
bukan tekstual. Wujud moderat menurut
Yasid (2010) diartikan dalam
4 (empat) wilayah pembahasan
yakni sebagai berikut.
a. Moderat dalam persoalan
akidah.
b. Moderat dalam persoalan
ibadah.
c. Moderat dalam persoalan
budi pekerti.
d. Moderat dalam persoalan
pembentukan syariat.
Wujud moderat tersebut bertentangan dengan pemahaman mayoritas masyarakat yang masih memiliki pandangan bahwa moderasi beragama akan memberikan
�jalan� bagi kelompok tertentu untuk melemahkan Islam, eksploitasi, kapitalisme dan monopoli yang akan terjadi di wilayah Provinsi Aceh (Nurmashythah, 2022). Dengan demikian,
moderasi beragama tidak dapat dilaksanakan
dengan maksimal karena masih terjadi perbedaan
cara pandang pada masyarakat yang akan menjadi sasaran pembangunan nilai moderasi.
3. Kualitas dan kompetensi guru yang tidak merata dalam
hal penguasaan materi moderasi beragama karena belum semua guru menerima sosialisasi moderasi beragama. Menurut data Sekretariat Jenderal Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Tahun 2024, guru
yang sudah memperoleh sosialisasi
mengenai moderasi beragama hanya sebesar 47% sampai dengan tahun 2024. Dengan demikian, maka kualitas inovasi
dan pengembangan moderasi beragama di bidang pendidikan tempat dimana pendidik tersebut mengajar akan bervariasi sesuai dengan tingkat pemahaman guru.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada kajian ini adalah sebagai
berikut.
1.
Moderasi beragama harus dilaksanakan dalam bidang pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Renstra Kanwil
Kementerian Agama Provinsi Aceh 2020-2024. Namun program tidak didukung dengan kebijakan pemerintah provinsi, cara pandang masyarakat yang tidak sama mengenai mdoerasi beragama, kualitas guru yang tidak sama dan
tidak adanya pedoman implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan dan kurangnya anggaran. Dengan demikian membutuhkan strategi untuk mengimplementasikan
moderasi beragama dalam bidang pendidikan
yang sesuai dengan potensi
dan keistimewaan Aceh.
2.
Implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan di lingkungan Kanwil Kementerian
Agama Provinsi Aceh membutuhkan
pedoman sebagai acuan untuk mengimplementasikan moderasi beragama, yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa madrasah, potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh. Pedoman tersebut berupa kurikulum moderasi beragama yang diimplementasikan khusus Provinsi Aceh sehingga nilai-nilai yang diajarkan sesuai dengan potensi dan keistimewaan Aceh.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan analisa
Adapun
tujuan dilakukan analisa ini adalah
sebagai berikut.
1.
Untuk mendeskripsikan dan menganalisa
strategi untuk mengimplementasikan moderasi beragama dalam bidang pendidikan
sesuai dengan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh.
2.
Untuk mengembangkan pedoman sebagai acuan implementasi
moderasi beragama sesuai dengan kebutuhan siswa, berdasarkan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh.
Manfaat
analisa
Adapun
manfaat analisa adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoritis
Hasil kajian ini digunakan
sabagai referensi untuk pedoman dalam merumuskan
implementasi moderasi beragama di bidang pendidikan sesuai dengan potensi dan keistimewaan daerah.
2. Manfaat praktis
Hasil
kajian ini dapat digunakan sebagai referensi pemecahan masalah yang berkaitan dengan permasalahan implementasi moderasi beragama di bidang pendidikan.
METODE
Kajian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer yakni data
yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu
hasil jawaban responden
untuk mengisi skor USG; dan
data sekunder yakni jurnal,
dokumentasi, aturan dan
laporan Pembangunan moderasi beragama
di Provinsi Aceh. Data yang dikumpulkan,
dianalisa dengan
menggunakan deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan mengenai perencanaan
kebijakan implementasi moderasi beragama pada bidang pendidikan di madrasah membutuhkan proses kebijakan publik karena kebijakan
yang berkaitan dengan moderasi beragama tidak hanya berkaitan
dengan pendidikan yang ditujukan untuk merubah perilaku siswa wa menjadi perilaku
moderat tetapi juga harus disesuaikan dengan kelompok sasaran sebagaimana diungkapkan oleh
Laswell. Dengan demikian, implementasi moderasi beragama dalam bidang pendidikan yang akan diajarkan harus sesuai dengan potensi Provinsi Aceh dan keistimewaan daerah.
Provinsi Aceh mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan pada nilai-nilai moderasi beragama, yakni sebagai berikut.
1.
Masyarakat Aceh mempunyai budaya yang kuat yakni budaya yang diilhami dengan nilai-nilai Agama Islam. Hal ini sebagaiman diungkapkan pada hasil
kajian Muthia
et al., (2021) bahwa
nilai-nilai Islam sangat tercermin
dalam kehidupan sosial masyarakat Aceh.
2.
Provinsi Aceh mempunyai
Qanun yang diatur untuk menyelenggarakan
pemerintahan berbasis Agama
Islam. Qanun tersebut tidak
dinilai sebagai batasan yang menghalangi implementasi moderasi beragama tetapi sebagai potensi yang harus diakomodir untuk membangun nilai-nilai moderasi beragama.
3.
Provinsi Aceh kaya akan tradisi sosial
kemasyarakatan yang dilaksanakan
secara bersama-sama, dengan demikian tradisi tersebut dapat digunakan sebagai media untuk mengajarkan moderasi beragama dalam bidang pendidikan
dari sisi implementasi.
4.
Kementerian Agama selaku
Kementerian yang mempunyai leading sector dalam pembangunan moderasi beragama mempunyai ASN yang bertugas untuk
membantu pembangunan moderasi beragama. Dengan demikian, adanya keterbatasan anggaran pada implementasi moderasi beragama dalam bidang pendidikan,
dapat disikapi dengan kolaborasi kerja dengan satuan kerja lain yang berada dalam naungan
Kementerian Agama.
Kelebihan atau
potensi yang dimiliki oleh Provinsi Aceh tersebut digunakan sebagai pondasi dalam perencanaan
kebijakan untuk implementasi
moderasi beragama dalam bidang pendidikan
yakni dengan membuat beberapa alternatif kebijakan.
Alternatif Kebijakan
Table
1. Identifikasi Isu Strategis Prioritas Dengan Menggunakan Metode USG
Isu
Strategis |
Kriteria |
Rank |
Fact |
|||
U |
S |
G |
Total |
|||
Implementasi moderasi
beragama pada bidang pendidikan dengan membuat kurikulum khusus untuk Provinsi Aceh dengan mengakomodir potensi dan keistimewaan Aceh. |
5 |
5 |
5 |
15 |
I |
Kurikulum implementasi
moderasi beragama sesuai dengan potensi dan keistimewaan Provinsi Aceh sehingga dapat diterapkan |
Memberikan sosialisasi
moderasi beragama pada
guru dan dosen selaku ujung tombak pembangunan moderasi beragama dalam bidang pendidikan. |
4 |
5 |
4 |
14 |
II |
Dibutuhkan anggaran
dan kolaborasi stakeholder secara
maksimal, namun tidak ada panduan dalam
melakukan pembelajaran moderasi beragama. |
Melakukan perencanaan
anggaran yang digunakan
untuk membangun moderasi beragama dalam bidang pendidikan |
5 |
3 |
2 |
10 |
I |
Permintaan peningkatan
kebutuhan anggaran kecil kemungkinannya untuk dipenuhi oleh pemerintah. |
Berkolaborasi dengan
Pemerintah Provinsi Aceh
untuk mengimplementasikan moderasi
beragama dalam bidang pendidikan |
4 |
3 |
2 |
9 |
IV |
Sulit dilaksanakan karena adanya perbedaan cara pandang mengenai pembangunan moderasi beragama. |
Berdasarkan data mengenai isu strategi sebagaimana terdapat pada Tabel 1
yang diambil dari Forum
Group Discussion saat kegiatan
dialog antar umat beragama dengan jumlah 50 orang yang terdiri dari 10 pemuka agama, 10 ASN Bidang Pendidikan Madrasah, 15 Kepala
Madrasah dan 15 perwakilan guru madrasah, maka dapat diketahui
bahwa isu strategis yang dipilih adalah isu strategis
nomor 1 yakni implementasi
moderasi beragama pada bidang pendidikan dengan membuat kurikulum khusus untuk Provinsi Aceh dengan mengakomodir potensi dan keistimewaan Aceh.
Untuk membuat kurikulum mengenai moderasi beragama, madrasah diberikan kebabasan untuk melakukan inovasi sebagaimana diungkapkan oleh Sumarto (2021) bahwa satuan pendidikan
diberikan kebebasan untuk mengembangkan moderasi beragama. Namun, pada perencanaan implementasi moderasi beragama di Provinsi Aceh harus mempunyai keseragaman kurikulum dengan pertimbangan sebagai berikut.
1.
Seluruh
madrasah di Provinsi Aceh mempunyai
fokus pada pengembangan nilai-nilai moderasi beragama yang sama, sehingga
hasil dari proses pembelajaran
seluruh madrasah sama.
2.
Output dan outcome yang diharapkan dalam implementasi moderasi beragama sama.
3.
Tidak terdapat
kesenjangan antara madrasah
karena seluruh madrasah mengimplementasikan moderasi beragama dengan menggunakan kurikulum yang sama, materi yang
sama dan evaluasi yang sama.
4.
Hasil dari
capaian pembelajaran dalam implementasi moderasi beragama dalam bidang pendidikan
di Aceh dapat digeneralisasikan.
Adapun rancangan kurikulum yang akan digunakan sebagai kebijakan kurikulum terdapat 3 (tiga) alternatif pilihan kurikulum yang diberlakukan pada seluruh
madrasah di Provinsi Aceh yakni
sebagai berikut.
1.
Kurikulum moderasi beragama yang mengakomodasi
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.
Penerapan moderasi beragama dalam bidang pendidikan yang
mengakomodasi budaya dan kearifan lokal sering dilakukan oleh madrasah, namun
jika kurikulum ini diterapkan akan menimbulkan berbagai kelemahan sebagai
berikut.
a.
Penerapan moderasi beragama di bidang pendidikan dengan
mengakomodasi budaya dan kearifan lokal hanya dipahami siswa pada budaya lokal
saja, namun belum mengakomodasi cara-cara mengubah pola pikir budaya lain yang
berlaku di daerah lain. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan dalam penerapan
moderasi beragama di bidang pendidikan karena tidak menyentuh aspek pola pikir,
petunjuk operasional strategis dan terkesan hanya menjadi kebutuhan siswa.
b.
Menerapkan moderasi beragama dalam bidang pendidikan
dengan mengakomodasi budaya dan kearifan lokal merupakan salah satu bentuk
kreativitas, namun melupakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk
sehingga budaya dan kearifan lokal juga berlaku di daerah lain yang memerlukan
cara penerapan yang berbeda-beda, sehingga hasilnya akan berbeda. Pengenalan moderasi beragama
dalam bidang pendidikan tidak dapat digeneralisasikan. Hal ini seperti pada penelitian
yang dilakukan oleh Letek
& Keban, (2021) bahwa penerapan moderasi
beragama dapat dilakukan dengan menggunakan budaya lokal sehingga dapat
memberikan pemahaman tentang penerapan budaya sehingga dapat meningkatkan sikap
moderat pada siswa.
2.
Kurikulum moderasi beragama� mengkolaborasikan neurosains dengan tumbuh
kembang dan tugas anak.
Penggunaan pendekatan ini dapat meningkatkan kesadaran
akan perubahan pola pikir siswa dan menyesuaikannya dengan tugas perkembangan
anak. Implementasi ini mempunyai
kelemahan seperti:
a.
Penerapan moderasi beragama harus mampu mengakomodasi
seluruh budaya, kekhasan daerah, dan kearifan lokal.
b.
Penerapan moderasi beragama harus disesuaikan dengan
tingkat pendidikan, tugas dan perkembangan anak sehingga harus lebih cermat
dalam merencanakan kurikulum.
3.
Kurikulum moderasi beragama dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan madrasah dan disesuaikan dengan tingkat kreativitas pendidik dan
tenaga kependidikan. Penerapan moderasi beragama yang sesuai dengan kebutuhan
madrasah dan kreativitas pendidik dan tenaga kependidikan akan menimbulkan
kelemahan sebagai berikut.
a.
Dapat menimbulkan pluralisme dalam penerapan moderasi
beragama di bidang pendidikan sehingga nilai-nilai moderasi beragama yang
diterapkan tidak akan sama antara satu madrasah dengan madrasah lainnya.
b.
Tidak bisa digeneralisasikan keberhasilan penerapan
moderasi beragama di bidang pendidikan.
c.
Keberhasilan penerapan moderasi beragama tidak sama
antara satu madrasah dengan madrasah lainnya.
Berdasarkan alternatif pilihan kebijakan yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan capaian kualitas penerapan moderasi beragama di
bidang pendidikan adalah alternatif kedua yang merupakan alternatif kebijakan
yang paling tepat dibandingkan alternatif kebijakan lainnya. Pilihan kebijakan yang kedua
adalah dengan membangun kurikulum moderasi beragama di bidang pendidikan yang
bertujuan untuk menekankan pada perubahan pola pikir, perubahan perilaku yang
baik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Usulan kebijakan penerapan moderasi beragama dengan
mengkolaborasikan neurosains dan tugas tumbuh kembang anak merupakan terobosan
yang paling tepat. Uraian pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut.
1.
Teori ilmu saraf penggunaan teori neurosains dalam proses
pembelajaran harus mengakomodasi seluruh permasalahan, yaitu sebagai berikut.
a.
Relevansi penerapan moderasi beragama dengan pencapaian
target moderasi beragama. Relevansi penerapan moderasi beragama di bidang
pendidikan sangat penting karena berkaitan dengan keberhasilan pencapaian
target pengembangan moderasi beragama sebagaimana tercantum dalam Perpres 18
Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 Lampiran III dan Peraturan Menteri. Agama 18 Tahun 2020 tentang
Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024, Lampiran I.
b.
Filsafat mengenai kejelasan konseptual, kepentingan
epistemologis dan reduksionisme Berdasarkan konsep dan epistemologi, penerapan
moderasi beragama di bidang pendidikan harus dilakukan untuk mencari konsep
moderasi beragama diProvinsi Aceh, yaitu mengambil jalan tengah atas perbedaan
yang terjadi, yaitu dengan mengedepankan toleransi dalam menyikapi permasalahan
yang ada. Keberagaman pengembangan moderasi
beragama dalam pendidikan dilakukan secara filosofis dengan menggunakan teori
rekonstruksi. Sebagaimana
dijelaskan oleh Winarso
(2015), teori rekonstruksi berpendapat
bahwa rekonstruksi menekankan pada pemecahan masalah dan berpikir kritis. Pemecahan masalah diajarkan mulai
dari jenjang pendidikan dasar untuk meningkatkan upaya siswa agar selalu
terbiasa mencari solusi terhadap setiap permasalahan yang berkaitan dengan
toleransi dalam kehidupan beragama dan bersosialisasi dengan masyarakat yang
beragam. Sebaliknya, siswa yang diajar
menggunakan teori rekonstruksi akan terbiasa melakukan analisis berpikir kritis
dalam menghadapi setiap permasalahan sosial dan keagamaan.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan pola pikir. Pola pikir yang perlu
dikembangkan adalah pola pikir berkembang, bukan pola pikir tetap. Keyakinan yang perlu dikembangkan
dan diberdayakan adalah keyakinan yang memberdayakan, bukan keyakinan yang
membatasi. Sedangkan sumber nilai yang dapat
menjadi inti keyakinan untuk menghasilkan sikap dan perilaku yang berakhlak
mulia adalah agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional.
c.
Aplikasi praktis
Penerapan praktis dalam mengembangkan kurikulum moderasi
beragama dapat dilakukan dengan mengutip pendapat Robert Dilts dalam Prastowo
(2012) yang menyusun Neuro Logical
Levels atau tingkatan proses perubahan dari yang tertinggi ke terendah sebagai
berikut: (a) spiritual, (b) identitas, (c) keyakinan/nilai, (d) kemampuan, (e)
perilaku, dan (f) lingkungan. Untuk melakukan perubahan perilaku, setidaknya tingkatan
yang harus diubah adalah tingkat keyakinan. Cara ini akan menghasilkan perubahan perilaku secara
efektif, efisien, cepat dan permanen.
2.
Tugas dan Perkembangan Anak
Pengembangan moderasi beragama dalam bidang pendidikan
dilakukan dengan mempertimbangkan tugas dan perkembangan anak, yakni sebagai
berikut.
a.
Perkembangan kognitif, yaitu perkembangan yang berkaitan
dengan seluruh aktivitas mental, persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi.
b.
Perkembangan emosi.
c.
Perkembangan moral.
d.
Perkembangan bahasa.
e.
Perkembangan psikososial yaitu pemahaman diri melalui
proses sosial.
f.
Pengembangan kepribadian (Chrisantina
et al., 2019).
Adanya teori pendidikan nilai karakter seperti yang
diungkapkan oleh Lickona
(2015) sejalan dengan taksonomi Bloom
yang menyatakan bahwa pembelajaran harus mencakup perkembangan kognitif,
afektif, dan psikomotorik (Suyadi,
2018). Sehubungan dengan peranan kognitif yang sangat mendasar
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan pelaksanaannya, Taksonomi Bloom
ditindaklanjuti dengan uraian 6 (enam) dimensi proses kognitif yang harus
dikuasai siswa, yang meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan
mencipta (Anderson
et al., 2001). Adanya serangkaian teori tersebut ditindaklanjuti dengan
penelitian yang dilakukan oleh Chrisantina dkk., (2019) bahwa pembelajaran
nilai-nilai karakter yang baik pada diri seseorang melalui penanaman karakter
yang baik dan dapat diterapkan dalam kehidupan harus mencakup beberapa tahapan
yaitu pengetahuan, pemahaman, kesadaran, pelaksanaan aktivitas dan sikap.
Pengembangan kurikulum
moderasi beragama pada pendidikan dasar dilakukan dengan menggunakan 9 nilai moderasi beragama, yaitu seperti diuraikan pada tabel berikut;
Tabel 2. Perencanaan Pengembangan Kurikulum Moderasi Beragama Madrasah pada Provinsi Aceh
No |
Nilai Moderasi Beragama |
Pengembangan Nilai Moderasi Beragama |
Tingkatan Madrasah |
1 |
Tawassuth |
Memprioritaskan mediasi Memprioritaskan keseimbangan Tidak memihak |
MI, MTs MA MTs, MA MTs, MA |
2 |
I�tidal |
Membela kebenaran Keadilan |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
3 |
Tasamuh |
Kedamaian Menghargai perbedaan Kesadaran Keterbukaan Mau menerima Kejujuran |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
4 |
Syura |
Menghargai pendapat orang lain Berbicara dengan sopan
Sabar Berbicara dengan hati-hati
Mau berpendapat Mendengarkan pendapat orang lain |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
5 |
Ishlah |
Kebaruan Perbaikan Inovasi Kreativitas |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
6 |
Qudwah |
Sadar Potensi Mengembangkan keterampilan |
MTs. MA MTs, MA |
7 |
Muwathanah |
Altruism kehati-hatian sikap sportif mengetahui keistimewaan daerah nilai-nilai Kebajikan |
MTs,
MA MTs,
MA MTs,
MA MTs,
MA MA,
MTs |
8 |
Al la�unf |
Saling mempercayai Kerjasama Tidak emosional Berpikir rasional |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
9 |
I�tibal al�urf |
Menghargai budaya Mempertahankan budaya Mengakomodasi kekhususan dalam kearifan lokal |
MI, MTs, MA MI, MTs, MA MI, MTs, MA |
Tabel 2
merupakan tabel yang dikembangkan dari pengembangan kurikulum moderasi beragama di sekolah dasar yang dilakukan oleh Chrisantina
(2019), yaitu dengan menambahkan jenjang madrasah yang
dapat mempelajari nilai-nilai moderasi beragama sesuai dengan tugas ilmu saraf
dan tumbuh kembang anak, daya nalar
atau faktor kognitif anak dalam
mempelajari nilai-nilai
agama. Sehubungan dengan tidak adanya anggaran
yang mendukung implementasi
moderasi beragama, maka implementasi moderasi beragama di bidang pendidikan seperti halnya madrasah, dapat dilakukan dengan menggunakan multimedia sederhana,
misalnya menggunakan videoscript
seperti pada penelitian Chrisantina (2019) yang disesuaikan
dengan bahasa anak sehingga dapat
meningkatkan pemahaman terhadap nilai-nilai moderasi beragama.
Penggunaan multimedia direkomendasikan dalam kajian ini karena
multimedia merupakan model hemat
biaya, yaitu model yang menggabungkan suara, teks, animasi, video atau seni yang disampaikan oleh komputer atau platform digital lainnya (Vagg et al., 2020). Selanjutnya dalam penerapan nilai-nilai moderasi beragama dengan pendekatan neuroscience,
Robert Dilts dalam (Prastowo, 2012) yang menyusun Neuro Logical Levels atau
tingkatan proses perubahan dari yang tertinggi hingga terendah sebagai berikut: (a) spiritual,
(b) identitas , (c) keyakinan/nilai, (d) kemampuan, (e) perilaku, dan (f) lingkungan. Spiritualitas merupakan
suatu keyakinan terhadap nilai-nilai moderasi beragama yang diyakini sebagai nilai-nilai sejati berupa pengenalan karakter baik kepada
siswa, yang kemudian akan berkembang menjadi identitas bagi sekelompok orang yang mempelajari nilai-nilai tersebut dan meyakininya. Selanjutnya sebagai
upaya mewujudkan perilaku moderat perlu
menggunakan teori perilaku atau behaviorisme yang bertujuan untuk mengubah perilaku manusiaSpasi
SIMPULAN
Simpulan pada kajian
ini adalah sebagai berikut.
1.
Implementasi
moderasi beragama dalam bidang pendidikan pada Provinsi Aceh dilakukan secara
bervariasi khususnya dalam hal pengembangan nilai-nilai yang akan ditanamkan
pada siswa. Penanaman nilai pada moderasi beragama tidak dapat dilakukan secara
keseluruhan, namun perlu terdapat penekanan pada nilai-nilai tertentu khususnya
adalah nilai kesamaan hak dan diskriminasi. Dengan demikian, untuk melakukan
pembangunan moderasi beragama dilakukan dengan membutuhkan kesinambungan antara
kebijakan, anggaran dan peran serta stakeholder. Namun dengan adanya kendala
ketimpangan kebijakan, perbedaan cara pandang, anggaran dan kualitas pendidik
untuk mengajarkan moderasi beragama maka perlu dibentuk kurikulum yang berlaku
untuk seluruh madrasah di Provinsi Aceh.
2.
Kurikulum yang
digunakan untuk implementasi moderasi beragama di madrasah Provinsi Aceh adalah
dengan berbasis neurosains, dan dikembangkan nilai-nilai berdasarkan potensi
serta keistimewaan Provinsi Aceh. Neuroscience mempunyai penekanan pada
pembentukan pola pikir, yaitu pola pikir berkembang yang akan selalu berkembang
sesuai dengan perkembangan lingkungan sosial masyarakat setempat. pengembangan kurikulum moderasi beragama
sesuai dengan tugas dan perkembangan anak meliputi 1) perkembangan kognitif,
yaitu perkembangan yang berkaitan dengan seluruh aktivitas mental, persepsi,
pikiran, ingatan dan pengolahan informasi; 2) perkembangan emosi; 3) perkembangan moral; 4) perkembangan bahasa; 5) perkembangan psikososial yaitu pemahaman diri melalui proses sosial; 6) pengembangan kepribadian Kurikulum
moderasi beragama dikembangkan berdasarkan filosofi rekonstruksi, yaitu dengan
mengedepankan pemikiran kritis dan pemecahan masalah.
Anderson LW, Krathwohl DR,
Airasian PW,� et al. (2001). Taxonomy
of Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom�s Taxonomy of
Educational Objectives, 2nd ed,. Pearson Allyn & Bacon.
Assegaf, A. R. (2010). Pendidikan
Islam Kontekstual. Pustaka Pelajar.
Chrisantina, V. S. (2021).
Efektifitas Model Pembelajaran Moderasi Beragama dengan Berbasis Multimedia
pada Peserta Didik Madrasah Ibtidaiyah. Jurnal Edutrained : Jurnal
Pendidikan Dan Pelatihan, 5(2), 79�92.
https://doi.org/10.37730/edutrained.v5i2.155
Chrisantina, V. S. K.
(2021). ektifitas Model Pembelajaran Moderasi Beragama dengan Berbasis
Multimedia pada Peserta Didik Madrasah Ibtidaiyah. Edutrained: Jurnal
Pendidikan Dan Pelatihan, 5(2), 79�92.
Chrisantina, V. S. K.,
Sugiyo, Hardyanto, W., & Pramono, S. E. (2019). EDUCATIONAL PLANNING OF
HUMAN RIGHTS EDUCATION MODELS ON ELEMENTARY SCHOOL EDUCATORS IN CENTRAL JAVA
PROVINCE, INDONESIA. Ponte Academic Journal, 75(6).
Dinar Bela Ayu Naj�ma,
& Syamsul Bakr. (2021). Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan
Wawasan Kebangsaan. Academica, 5(2), 421�434.
Dunn, W. N. (2000). Pengantar
Analisis Kebijakan Publik. Hanindita Graha Widya.
Fahri, M., Intizar, A.
Z.-, & 2019,� undefined. (2019).
Moderasi Beragama di Indonesia. Jurnal.Radenfatah.Ac.Id, 25(2).
https://doi.org/10.19109/intizar.v25i2.5640
Hanum, R. (2022). Pengetahuan
Moderasi Beragama Guru Madrasah Aliyah Negeri Banda Aceh dan Aceh Besar.
UIN Ra Raniry.
Husamah, Pantiwati,
Restian, & Sumarsono. (2018). Belajar & Pembelajaran. UMM Press.
Husna, K., Madrasah, P.,
Dasar, T., Agama, K., & Langsa, K. (2023). Studi Fenomenologi :
Implementasi Moderasi Beragama pada Madrasah Ramah Anak di Kota Langsa yang
mengatur kehidupan umat beragama yang rukun . Namun telah Madrasah sebagai lembaga
pendidikan mempunyai peranan penting madrasah dalam untuk membimbing mencip. Diksi:Jurnal
Pendidikan Dan Literasi, 2(2), 183�192.
Ihtiari, D. A. T., Aziz,
A., Maknunah, L., & Nadiya, D. A. (2023). Pendidikan Moderasi Beragama pada
Kurikulum Merdeka di SMK Negeri 1 Purworejo. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Sains Islam Interdisipliner, 2(1), 22�32.
https://doi.org/10.59944/jipsi.v2i1.80
Keban, Y. B., & Leton,
S. S. (2023). Pendidikan Moderasi Beragama Dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan
Pada Era Disrupsi Di SD Inpres Ekasapta Larantuka. NALAR: Jurnal Pendidikan
Dan Kebudayaan, 2(1), 1�8.
Letitia Susana Beto Letek,
& Yosep Belen Keban. (2021). Moderasi Beragama Berbasis Budaya Lokal Dalam
Pembelajaran Pak Di Smp Negeri I Larantuka. Jurnal Reinha, 12(2),
32�44. https://doi.org/10.56358/ejr.v12i2.83
Lickona, T. (2015). Educating
for Character, Mendidik untuk Membentuk Karakter. Bumi Aksara.
Lina Amelia, M. P., &
Swidia. (2020). Analisis Pelaksanaan Program Rumoh Belajar Dalam Upaya
Pengenalan Moderasi Beragama Pada Komunitas Anak Di Gampong Lambeutong
Indrapuri Aceh Besar. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 4(1),
82�93. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/bunayya/article/view/12258
M, F. (2020). Manajemen
pendidikan moderasi beragama di era digital. ICRHD: Journal of
Internantional Conference on Religion, Humanity and Development, 1(1),
195�202.
Maizuddin, Sumardi, D.,
& Zulihafnani. (2021). Menakar Moderasi Beragama Di Negeri Syariat:
Telaah Implementasi Moderasi Beragama pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Negeri (PTKIN) Aceh. UIN Ra Raniry Banda Aceh.
Muaz, M., & Ruswandi,
U. (2022). Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam. JIIP - Jurnal Ilmiah
Ilmu Pendidikan, 5(8), 3194�3203.
https://doi.org/10.54371/jiip.v5i8.820
Muthia, C., Effendi, R.,
& HMZ, N. (2021). Nilai-Nilai Agama Islam dalam Budaya dan Adat Masyarakat
Aceh. Jurnal Riset Komunikasi Penyiaran Islam, 1(1), 52�60.
https://doi.org/10.29313/jrkpi.v1i1.170
Nurmashythah. (2022). STRATEGI
PENGAWASAN KANWIL KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI ACEH DALAM REDUKSI TINGKAT FRAUD
PADA PENYELENGGARA TRAVEL UMRAH DAN HAJI KHUSUS. UIN Ar Raniry, Aceh.
Prastowo, A. (2012). Panduan
Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan Metode Pembelajaran yang
Menarik dan Menyenangkan. Diva Press.
Purbajati, H. I. (2020).
Peran Guru Dalam Membangun Moderasi Beragama di Sekolah. Falasifa Jurnal
Studi Keislaman, 11(2), 182�194.
https://media.neliti.com/media/publications/318931-peran-guru-agama-dalam-menanamkan-modera-
Qowim, A., Suprapto, Y.,
& Nur, D. M. M. (2020). Upaya Guru Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Moderasi
Beragama Di Tpq Ngerang Tambakromo-Pati. Tunas Nusantara, 2(2),
242�248. https://doi.org/10.34001/jtn.v2i2.1507
Rumahuru, Y. Z., &
Talupun, J. S. (2021). Pendidikan Agama Inklusif sebagai Pondasi Moderasi
Beragama. Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 7(2),
453�462.
Soesilo, T. . (2015). Teori
dan Pendekatan Belajar Aplikasinya dalam Pembelajaran. Penerbit Ombak.
Suimi Fales, I. R. S.
(2022). KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI INDONESIA Menangani masalah di
tidak terdapat pada bangsa lain di dunia . toleran , dan maslahat yang
menunjukan Beberapa di beragama Indonesia sikap yang moderat dalam kehidupan
Beragama di Desa Sidodadi Kabupaten Nan. VII(II), 221�229.
Sumarto, S. (2021).
Implementasi Program Moderasi Beragama Kementerian Agama Ri. Jurnal
Pendidikan Guru, 3(1). https://doi.org/10.47783/jurpendigu.v3i1.294
Suryadi, R. A. (2022).
Implementasi Moderasi Beragama Dalam Pendidikan Agama Islam. Taklim: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 20,(1), 1�12.
Sutrisno, E. (2019).
Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan. Jurnalbimasislam.Kemenag.Go.Id,
12(1). https://jurnalbimasislam.kemenag.go.id/jbi/article/view/113
Sutton, M. (2006).
Toleransi: Nilai dalam Pelaksanaaa Demokrasi. Manajlah Demokrasi, 5(1),
53�60.
Suwitri, S. (2008). Konsep
Dasar Kebijakan Publik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Suyadi. (2018). Strategi
Pembelajaran Pendidikan Karakter. Remaja Rosdakarya.
Taufiq, F., &
Alkholid, A. M. (2021). Peran Kementerian Agama dalam mempromosikan moderasi
beragama di era digital. Jurnal Ilmu Dakwah, 41(2), 134�147.
https://doi.org/10.21580/jid.v41.2.9364
Ulum, R., & Muntafa,
F. (2019). Survei Indeks Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Tahun 2018.
Kementerian Agama RI.
Vagg, T., Balta, J. Y.,
Bolger, A., & Lone, M. (2020). Multimedia in Education: What do the
Students Think? Health Professions Education, 6(3), 325�333.
https://doi.org/10.1016/j.hpe.2020.04.011
Wainarisi, Y. O. R.,
Wilson, W., Telhalia, T., Aloysius, A., & Neti, N. (2023). Religion
Moderation in Church Inclusive Education: Community Service To Religion
Department of East Barito Regency. JPKM : Jurnal Pengabdian Kesehatan
Masyarakat, 4(1), 42�64. https://doi.org/10.37905/jpkm.v4i1.17130
Warsah, I. (2018).
Pendidikan Keluarga Muslim Di Tengah Masyarakat Multi- Agama: Antara Sikap
Keagamaan Dan Toleransi ( Studi Di Desa Suro Bali Kephiang- Bengkulu). Edukasia:
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 13(1).
Winarso, W. (2015). Dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah. CV. Confident.
Yasid, A. (2010). Membangun
Islam Tengah. Pustaka Pesantren.
|
|