Karakteristik Kimia Bakso Daging Babi Yang Di Proses Menggunakan Tepung Ubi Jalar Ungu
Sebagai Pengganti Tapioka
� The Chemical Characteristics Of
Processed Pork Meatballs Using Purple Sweet Potato Flour As A Partial
Replacement Of Tapioca
1)* Metildis Karina Utari
2Yakob Robert Noach, 3Sulmiyati
1,2,3 Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana.
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) Metildis Karina
DOI: 10.59141/comserva.v4i1.1305 |
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
pengaruh subsitusi tapioka dengan tepung ubi jalar ungu terhadap Karakteristik bakso babi. �Metode
yang di gunakan dalam penelian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap
(RAL) terdiri dari
4 perlakuan dan 4 ulangan yang
digunakan dalam
penelitian ini. Perlakuan tersebut adalah: P0=tapioka
100%; P1=10% tepung ubi jalar ungu+90% tapioka; P2=
20% tepung ubi jalar ungu + 80% tapioka; P3=
30 % tepung ubi jalar ungu + 70% tapioka. Variabel yang diamati yaitu: kadar protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein, abu, dan karbohidrat, berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap kadar
lemak dan berpengauh nyata
(P<0,05) terhadap kadar
air. Uji Duncan memperlihatkan bahwa
kadar lemak antar perlakuan P0:P2;P1:P2
tidak berbeda
(P<0,05), sedangkan pasangan
P0:P3; P1:P3 dan P2;P3
berbeda; untuk kadar air, antara pasangan uji Duncan menunjukan perlakuan P0:P1:P2
tidak berbeda
(P<0,05). Sedangkan perlakuan P0:P3;
P1:P3; P2:P3 berbeda.
Kesimpulanya
adalah dengan meningkatnya level tepung ubi jalar
ungu sebagai subsitusi tapioka dalam pengolahan bakso babi menyebabkan
kadar protein cenderung meningkat,
kadar abu menurun, karbohidrat menurun, kadar air yang �cenderung meningkat serta
kadar lemak yang menurun Kata kunci: Bakso, daging babi, tepung ubi jalar ungu, karakteristik kimi |
ABSTRACT
The
purpose of this study was to determine the effect of tapioca substitution with
purple sweet potato flour on the characteristics of pork meatballs.� The method used in this study is the Complete
Randomized Design (RAL) consisting of 4 treatments and 4 repeats used in this
study. The treatment is: P0=tapioca 100%; P1=10% purple sweet potato flour+90%
tapioca; P2= 20% purple sweet potato flour + 80% tapioca; P3= 30% purple sweet
potato flour + 70% tapioca. The variables observed were: levels of protein,
fat, water, ash, and carbohydrates. The results of this study showed that the
treatment had no real effect (P>0.05) on protein, ash, and carbohydrate
levels, a very real effect (P<0.01) on fat content and a real effect
(P<0.05) on water content. Duncan's test showed that fat levels between
treatments P0:P2; P1:P2 is no different (P<0.05), while P0:P3 pairs; P1:P3
and P2; P3 is different; for moisture content, between Duncan's test pairs
showed the treatment P0:P1:P2 was not
Keywords:
meatballs, pork, purple
sweet potato flour, chemical characteristics
PENDAHULUAN
Daging babi adalah seluruh bagian tubuh babi yang terdiri dari otot, serat,
otot rangka, otot inti, jantung, tenggorokan dan lambung, kecuali telinga,
lidah, urat, hidung dan sebagian tulang (Soeparno, 2015). Daging babi
mengandung suplemen seperti gula, protein, nutrisi dan mineral, serta memiliki
manfaat karena mengandung banyak thiamin yang dibutuhkan tubuh untuk memproses
karbohidrat dan mendukung kerja sistem sensorik (Aman et al., 2014). Daging babi
mempunyai ciri-ciri yang dijadikan pembeda dengan daging hewan peliharaan
lainnya, daging babi lebih kenyal dan mudah diolah, warna dagingnya sangat
pucat, aroma dagingnya juga khas, lemak berwarna putih dan tampak kental (Naibaho et al., 2013).
Bakso merupakan salah satu produk daging olahan yang sangat terkenal, sifat
bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan yang tepat dan daging yang digunakan
harus berkualitas baik dan baru (Ulupi & Fatriana, 2012). Selain itu,
bakso juga merupakan olahan daging yang dimana dagingnya dihaluskan terlebih
dahulu lalu dicampur dengan bumbu- bumbu, tepung lalu dibentuk menjadi
bola-bola kecil kemudian direbus dengan air panas yang mengepul. Bakso
merupakan makanan yang mengandung kadar protein hewani, mineral dan nutrisi
yang tinggi (Montolalu et al., 2017). Daging
merupakan sumber protein yang berfungsi sebagai pengemulsi pada bakso. Protein
utama yang berperan sebagai pengemulsi adalah miosin yang dapat larut dalam
garam (Brandly, 1996). Cara pembuatan bakso yang paling umum biasanya dilakukan
dengan cara menggiling dan menghaluska daging terlebih dahulu lalu
mencampurkannya dengan penyedap rasa, tepung lalu membentuknya menjadi
bola-bola kecil lalu merebusnya dalam air panas yang mengepul. Bakso merupakan
makanan yang mengandung kadar protein hewani, mineral dan nutrisi yang tinggi (Montolalu et al., 2017).
Bahan baku pembuatan bakso sebagian besar terdiri dari bahan utama dan
bahan tambahan. Bahan utama berupa daging babi, bahan tambahan terdiri dari
bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu- bumbu dan bahan makanan lain yang
diperbolehkan. Dalam bidang pangan, tepung tapioka dimanfaatkan sebagai bahan
pengental dan bahan pengikat, misalnya dalam pembuatan yoghurt beku, puding,
dan pembuatan bakso babi. Tepung tapioka mempunyai kemampuan sebagai bahan
pengisi dan mampu memperbaiki atau menyeimbangkan emulsi, meningkatkan daya
ikat air, mengurangi penyusutan, menambah berat produk dan dapat mengurangi
biaya produksi. Tepung tapioka mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%,
protein 0,13%, lemak 0,04% dan kotoran 0,16% (Astawan, 2000). Widjanarko
(2008) menyatakan tepung ubi ungu mempunyai kandungan protein sebesar 0,67%,
gula sebesar 97,67%, kadar air sebesar 12,34 dan serpihan sebesar 2,03%.
(Richana, 2012) menyatakan
tepung ubi jalar ungu merupakan produk ubi jalar setengah jadi yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan alami dalam usaha pangan dan selanjutnya memiliki
jangka waktu kegunaan yang lebih lama. Tepung ubi jalar ungu diproduksi dengan
menggunakan� keripik kering dengan cara
menghancurkan dan menyaring." Ubi ungu merupakan salah satu jenis ubi yang
memiliki warna ungu pekat. Ubi ungu merupakan sumber vitamin C dan beta-karoten
(provitamin A) yang fenomenal. Kandungan beta-crote lebih tinggi dibandingkan
ubi kuning. Selain vitamin C, beta-croten dan vitamin A, kandungan utamanya
adalah antosianin (Widjanarko, 2008).
(Kumalaningsih, 2006) mengungkapkan
kandungan antosianin pada ubi ungu sangat tinggi yaitu mencapai 519 mg/100g
berat basah, sehingga mempunyai potensi luar biasa sebagai sumber antioksidan
bagi kesehatan manusia. Selain mengandung antioksidan, ubi ungu juga merupakan
sumber pati yang baik. Selain mengandung anioksidan, Nindryani et al. (2016)
menyatakan bahwa ubi ungu juga merupakan sumber pati sebesar 20% dengan
kandungan amilosa sekitar 24,79% sedangkan amilopektin sebesar 49,78%.
Keunikan atau potensi
lain yang dimiliki ubi jalar
ungu adalah sebagai sumber energi, vitamin dan mineral yang baik
(Horton
et al., 1989), juga mengandung
vitamin B6 dan asam folat
yang sangat dibutuhkan untuk
mengoptimalkan kerja otak (Jawi
et al., 2008). Dengan
potensi yang dimiliki ini maka ubi jalar
ungu telah dimanfaatkan dalam pangan termaksut produk olahan daging
seperti sosis dan bakso. Pemanfaatan ubi jalar ungu dan masalah pangan khususnya produk olahan daging seperti
bakso masih terbatas.
Riset tentang pemanfaatan tepung ubi jalar ungu dalam pengolahan
daging khususnya pembuatan sosis babi telah dilakukan
(Febri
et al., 2019) dengan
level 10, 20, 30 % sebagai subsitusi
terhadap tapioka dimana hasil terbaik
didapatkan pada hasil 10 %.
Sementara penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam pengolahan bakso
khususnya bakso babi belum cukup
informasi yang tersedia. Berdasarkan fakta ini apakah penggunaan
tepung ubi jalar ungu sebagai subsitusi
dengan level yang berbeda dapat
mempengaruhi karakteristik kimia bakso daging
babi. Dari masalah ini dapat dijadikan
judul penelitian Karakteristik kimia bakso daging babi.
Penelitian ini bertujuan mengetahui: 1. Untuk
mengetahui efek susbsitusi tapioka bersama tepung ubi jalar ungu���� terhadap kadar protein, air,� lemak,�
abu dan karbohidrat bakso daging babi? 2. Untuk mendapati
level subsitusi terbaik terhadap karakteristik kimia bakso daging
babi
METODE
Penelitian telah dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang
selama 1 bulan, 1-30 April
2023 yang mencakup tahap pesiapan, pelaksanaan dan tahap analisis data. Pengujian karakteristik kimia bakso daging
babi yang dihasilkan di lakukan di Laboraturium Teknologi Hasil Ternak.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua,yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Daging babi
segar sebanyak 8 kg merupakan komponen utama dalam resep ini. Bahan tambahan
yang diperlukan mencakup 300 gram tepung ubi jalar ungu dan 1700 gram tapioka.
Tambahan lainnya meliputi es batu dan garam. Bumbu-bumbu terdiri dari beberapa
jenis rempah seperti bawang putih, bawang merah, dan merica/lada. Presentase
tepung yang digunakan adalah 25%� dari
volume daging.
Peralatan yang dipakai dalam
pembuatan bakso yakni: mol daging/ belender, timbangan analitik, dan peralatan
masak lainya terdiri dari kompor, panci, baskom plastik, pisau dapur, sendok,
papan iris dan sarung tangan plastik.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4
ulangan. Sehingga terdapat 16 unit eksperimen dengan unit menggunakan 500 gram
daging.
Percobaan ini mencoba
untuk menerapkan perlakuan berikut:
P0:
Tapioka 25%
�P1: Menggunakan
2,5 % tapioka + 22,5 % tepung ubi jalar ungu
�P2: Menggunakan
20 % tapioka + 5 % tepung ubi jalar ungu
�P3: Menggunakan
17,5 % tapioka + 7,5 % tepung ubi jalar ungu
Tabel 2.
Komposisi bahan penyusun bakso daging babi (g)
No |
Bahan |
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
1 |
Daging babi |
2 kg |
2kg |
2 kg |
2 kg |
2 |
Tepung tapioka |
500 g |
450 g |
400 g |
350 g |
3 |
Tepung Uju |
- |
50 g |
100 g |
150 g |
4 |
Bawang merah |
40 g |
40 g |
40 g |
40g |
5 |
Bawang putih |
30 g |
30 g |
30 g |
30 g |
6 |
Merica |
30 g |
30 g |
30 g |
30 g |
7 |
Garam |
50 g |
50 g |
50 g |
50 g |
8 |
Es
batu |
50 |
50 |
50 |
50 |
Sumber : Nuiraidah 2013, dengan modifikasi
Prosedur Pengolahan Bakso
Babi
1.
Daging babi dicuci
kemudian dipisahkan dari kulit dan lemak lalu dipotong kecil- kecil kemudian
digiling halus.
2.
Daging halus dibagi
menjadi 4 bagian sesuai perlakuan masing- masing sebanyak 2 kg.
3.
Selanjutnya setiap bagian
dibagi menjadi 4 bagian lagi sesuai jumlah ulangan.
4.
Tambahkan tapioka dan
tepung ubi jalar ungu dan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan. Sesuai dengan
perlakuan dan dicampur merata/ homogen.
5.
Adonan didiamkan kurang
lebih 10 menit, selanjutnya dibentuk menjadi pentolan bakso secara manual
menggunakan tangan dengan ukuran yang relatif sama dan berat 10 gram.
6.
Semua pentolan bakso yang
terbentuk direbus dalam air mendidi, secara terpisah sampai matang, sesuai
perlakuan masing- masing dan diulang sejumlah 4 kali.
7.
Bakso yang sudah matang
akan mengapung dipermukaan air, selanjutnya diangkat dan ditiriskan.
Variabel yang diteliti
terdiri atas:
Kadar Air
1.
Cawan
proselin ditempatkan dalam oven dengan suhu 105�C selama 1 jam
2.
Cawan
diangkat dan didinginkan di dalam deksikator (gunakan tang penjepit) selama 30
menit
3.
Timbang
cawan menggunakan neraca analitik, misalnya berat cawan
4.
Letakkan
sejumlah sempel 1-2 gram ke dalam cawan, seperti berat sampel. Setelah itu,
tempatkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven yang suhunya sekitar
150˚C selama minimal 24 jam
5.
Kemudian
cawan diangkat dari oven� menggunakan
alat penjepit dan ditempatkan di dalam eksikator selama 30 menit. Setelah
dingin� beratnya diukur menggunakan
neraca analitik.
Pengukuran
kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.
Perhitungan� Kadar Air.
��������� KAB = Berat bahan basah- berat
bahan setelah pengeringan
x 100%
�������������������������������������������������
Berat bahan
Kadar Protein
Pengujian kadar protein bakso mengacu
pada prosedur AOAC, (2005). Proses yang dikerjakan dalam pengujian protein
yaitu, destruksi, destilasi dan titrasi.
1.
Tahap destruksi (Oksidasi)
Sejumlah
sampel dengan berat 0,2-gram� dimasukan
kedalam labu kjeldhal. Tambahkan 0,7 g katalis N� ke campuran yang terdiri dari 250-gram Na2SO4
+ 5 Gram CuSO4 + 0,7 Gram. Tambahkan 4 ml H2SO4� yang�
pekat ke campuran selenium TiO2. Proses� penghancuran berlanjut hingga larutan menjadi
transparan.
2.
Tahapan destilasi
(Penyulingan)
Isi labu dimasukan ke dalam labu destilasi kemudian ditambahkan 10 ml air
suling, kemudian di destilasi
dengan menambahkan 20 ml larutan campuran NaOH-Tio (NaOH
40% + Na2S2O3 5%). Destilasi kemudian
dikumpulkan menggunakan larutan H3B03 4% yang telah diberi indikator Mr-BCG. Lakukan proses destilasi sampai jumlahnya mencapai 60 ml (Perubahan warna dari merah menjadi
biru)
3.
Tahap titrasi
Titrasi di lakukan mengunakan HCI 0,02 N sampai titik akhir
titrasi (warna berubah dari biru
menjadi merah muda). Catat volume HCI yang dipakai
untuk titrasi yang diproleh kemudian kadar protein menggunakan rumus.
Kadar Nitrogen (%) =
Volume titrasi x Normalistas
HCL (0,02 N) x BeratAtom Nitrogen (14,008)100%
Berat sampel (mg)
Kadar Protein (% bb) = Kadar Nitrogen % x faktor konvensi (6,25)
Kadar Lemak
Kadar lemak ditentukan melalui
penggunaan metode soxhlet. Prinsip dari metode analisis ini adalah ekstraksi
lemak menggunakan zat pelarut bernama heksan. Setelah pelarut menguap, lemak
kemudian dapat ditimbang dan presentasenya dapat dihitung.
1. Ambil sampel kemudian hancurkan
menggunakan blender atau ditumbuk sampai benar- benar halus.
2. Lemak kemudian dianalisis
menggunakan metode soxhlet.
3. ��Ambil sampel lalu dimasukan kedalam
selongsong timbang beratnya, kemudian tutup dengan kapas.
4. �Letakan dalam oven hingga mencapai kestabilan,
lalu ukur beratnya.
5. Ekstraksi menggunakan soxhlet
selama 6 jam (15 Kali Sirkulasi)
6. Masukkan kedalam oven sampai
konstan, kemudian timbang beratnya.
7. Hitung kadar lemak menggunakan
rumus dibawah ini
Kadar lemak (%)�x 100%
�Ket: a = berat tabung setelah ekstrasi (gram),
b = berat tabung sebelum ekstrasi (gram), c = berat sampel (gram).
Kadar Karbohidrat
Carbohydrate
by Difference adalah teknik penguuran kasar yang digunakan untuk
menganalisis karbohidrat. Dalam metode ini, karbohidrat
tidak diperoleh �melalui analisis tetapi dihitung.
karbohidrat = 100%
- % (kadar protein + lemak + abu
+ air)
Kadar
Abu
Bahan tersebut diukur dengan
massa sekitar 3 gram dengan ketepatan � 0,1 gram dalam wadah porselin yang
tidak basah dan memiliki berat yang telah diketahui. Abu putih dapat diperoleh
dengan memanaskan bahan dalam muffle sampai menghasilkan abu yang berwarna
putih. Setelah dingin, bobot abu diukur dengan memasukannya kedalam desikator
bersama dengan kurs.
Abu %
Data
yang diperoleh ditabulasi selanjutnya dianalisis menggunakan sidik (ANOVA) untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan
dengan Uji Jarak Berganda
Duncan (Multipe Range Test). Steel and
Torrie (1995).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik kimia bakso daging babi mencakup
kadar air, abu, protein,
lemak dan karbohidrat yang didapatkan
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 : Rataan nilai� kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat
Parameter |
Perlakuan |
Nilai P |
|||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
||
Kadar Air % |
68,13�1,027a |
68,50�1,127a |
68,73�1,773a |
70,81�0,622b |
0,035 |
Kadar Abu% |
1,57�0,226 |
1,46�0,158 |
1,48�0,158 |
1,34�0,075 |
0,303 |
Kadar Proein% |
19,45�0,825 |
20,36�1,391 |
20,03�1,425 |
20,79�1,031 |
0,474 |
Kadar Lemak% |
4,93�0,404c |
4,13�0,155b |
4,70�0,048bc |
3,11�0,788a |
0,000 |
Kadar Karbohidrat% |
5,91�0,947 |
5,30�1,888 |
5,06�2,034 |
3,95�1,230 |
0,400 |
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menujukan perbedaan (P<0,05)
Pegaruh Perlakuan terhadap
Kadar Air
Air merupakan bagian penting dalam bahan
pengikat makanan karena air dapat mempengaruhi keberadaan permukaan dan rasa makanan.
Selain itu, sebagian besar perubahan pada makanan terjadi pada media air yang
ditambahkan atau berasal dari bahan-bahan yang sebenarnya (Fg, 2002).
Rataan kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 68,13% sampai 70,81% dengan rataan terendah Pada P0
(kontrol) sebesar 68,13 %
dan rataan tertinggi pada presentase P3 (30%) sebesar
70,81%. Hasil analisis sidik
ragam menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso babi. Hasil uji Duncan memperlihatkan
perlakuan P0:P1;P0:P2
dan P1: P2 tidak berbeda (P<0,05). Sedangkan pasangan P0:P3; P1:P3;
P2:P3 berbeda (P<0,05).
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kandungan air cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya level penggunaan tepung ubi jalar ungu sebagai
pengganti tepung tapioka dalam pembuatan
bakso daging babi. Hal ini terjadi karena tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan serat yang lebih besar dibandingkan dengan tepung tapioka
sehingga air yang diserap lebih banyak dan susah untuk dilepaskan, sehingga saat dilakukan perebusan kadar airnya meningkat, hal ini
juga didukung� oleh penelitian yang dilakukan oleh
Enita dkk, 2022�
dengan memperoleh kandungan air tertinggi di� perlakuan P06.
�(Dwi et al., 2015) yang menyatakan bahwa
semakin lama proses perebusan maka semakin tinggi volume bakso dan semakin tinggi kadar air, apabila waktu perebusan semakin singkat, maka volume bakso tidak jauh berbeda
dengan volume sebelum perebusan. Menurut Standar Nasional (SNI) 01-3818 tahun
(2014), persyaratan untuk kadar air bakso maksimal 70%. Kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 68,13% - 70,81%.
Hasil kompoisi proksimat tersebut dapat diketahui kadar air bakso dari penelitian
melewati syarat mutu SNI bakso.
Pegaruh Perlakuan terhadap
Kadar Abu
(Montolalu et al., 2017) menyatakan penentuan kadar abu dilakukan untuk
menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.
Hasil analisis pada tabel 6 dapat dilihat bahwa peningkatan tepung ubi jalar ungu tidak
berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap kadar abu bakso babi.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang didapat berkisar 1,342% sampai dengan
1,573%. Dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan tepung ubi jalar ungu (100%) tapioka (P0) memperoleh adar abu yang tinggi, Sedangkan perlakuan bakso babi dengan penambaha tepung ubi jalar ungu 30% (P3), mendapatkan kadar abu terendah.
Hasil pengujian kadar
abu pada bakso babi cenderung seragam dengan penambahan tepung ubi jalar ungu serta
dapat menurunkan kadar abu pada bakso. Menurut Standar Nasional Indonesia 3818 (2014) kadar
abu pada bakso maksimal 3%. Analisis data yang diperoleh dari hasil pengujian dan perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu bakso babi
dengan penambahan tepung ubi jalar ungu sudah memenuhi
SNI bakso yang telah ditentukan yaitu berturut-turut dari nilai tertinggi sampai terendah pada P0, P1, P2, dan P3 yaitu
1,573, 1,458, 1,486, 1,342.
Penambahan tepung ubi jalar ungu tidak memberikan
pengaruh terhadap kadar abu bakso
babi. Rendahnya kadar abu diduga
terkait dengan proses pengolahan tepung. (Liur et al., 2013). Menyatakan proses pengolahan tepung
dilakukan melalui tahapan pencucian dan perendaman dengan air. Pencucian tersebut dapat menyebabkan larutnya mineral ubi jalar dalam air
Pegaruh Perlakuan terhadap kadar protein
Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan jika penambahan tepung ubi jalar ungu dalam bakso babi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein bakso babi. Kandungan protein yang rendah diperoleh pada perlakuan (P0)
dengan nilai (19,45%) sementara kandungan protein tertinggi ditemukan pada perlakuan (P3)
dengan nilai (20,79%). Hasil penelitian ini menunjukan kadar protein bakso babi berkisar
antara 19,45 - 20,79 %. Tingginya protein pada P3 disebabkan karena kenaikan protein bakso babi ditetapkan oleh kenaikan bahan pengikat, karena tepung ubi jalar ungu menyimpan protein (Lingga et al,1986).
Pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan pengikat yang mengandung protein memberikan pengaruh terhadap kadar protein bakso babi. (Kramlich et al., 1973). Hasil Penelitian ini menunjukan kandungan protein cenderung meningkat seiring dengan naiknya level penggunaan tepung ubi jalar ungu sebagai penganti
sebagian tapioka dalam pengolahan bakso babi. Kandungan protein tertinggi didapatkan
pada bakso babi yang menggunakan tepung ubi jalar ungu 30% dan terkecil pada bakso babi tanpa tepung
ubi jalar ungu (100% tapioka), hasil ini berkaitan dengan
adanya kandungan protein
pada kedua jenis tepung tersebut. Kandungan protein pada tepung ubi jalar ungu yaitu 1,8% dan lebih tinggi dibandingkan
dengan tapioka yakni 0,31%. (Nuwamanya et al., 2010)
(Zakaria, 2009) menyatakan penurunan kadar
protein juga disebabkan oleh proses pengolahan dan pemanasan yang lama pada produk pangan sehingga terjadi proses denaturasi atau kerusakan pada protein. Menurut Standar Nasional Indonesia No.01-3818-2014 kadar protein bakso daging minimal 11%. Hasil yang didapatkan
dalam penelitian ini melewati standar
yang dipersyaratkan dalam
SNI
Pegaruh perlakuan terhadap kadar Lemak
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso babi. Kadar lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan
tepung ubi jalar ungu 100% tapioka (P0), Sedangkan kadar lemak terendah diperoleh dari perlakuan bakso babi dengan
penambahan tepung ubi jalar ungu 30% (P3). Kandungan lemak bakso babi hasil penelitian
ini jauh dibawah standar SNI 01 3818
(2014) tentang syarat mutu bakso� daging
babi yaitu maksimal kandungan lemaknya 10%.Hasil uji lanjut
Duncan memperlihatkan pasangan
perlakuan P0:P2;P1:P2
tidak berbeda
(P<0,01) sedangkan pasangan
P0:P3;P1:P3 dan P2;P3
berbeda (P<0,01) dalam kadar lemak.
Kemungkinan mengenai rendahnya kandungan lemak
disebebabkan oleh pengolahan yang dilakukan, yaitu pemanasan berlebihan, telah
diungkapkan oleh Rahmawati dan rekanya tahun�
(2014), dijelaskan bahwa penurunan kadar lemak pada bahan makanan bisa
terjadi karena adanya pemicu kerusakan lemak yang dinisiasi oleh panas. Proses
pemanasan merubah komponen lemak dengan adanya menjadi zat- zat volatil seperti
aldehit, keton, alkohol, asam- asam dan hidrokarbon. Hal ini memiliki efek
bersar terhadap rasa, dan proses pemanasan juga dapat mengurangi kandungan
lemak serta asam lemak baik yang esensial maupun non esensial (Aprilianti,2010)
Kurangnya kadar lemak juga bergantung pada
kandungan antioksidan di dalam makanan tersebut. Semakin tinggi kandungan
antioksidan, semakin rendah kandungan lemaknya. Pendapat ini sejalan dengan
pandangan Ginting dan rekan-rekanya tahun (2011), penelitian ini
mengindikasikan bahwa antosianin memiliki sifat antioksidan yang kuat karena
mampu mengurangi radikal bebas dan mencegah terjadinya peroksidasi lemak.
Pegaruh Perlakuan terhadap Karbohidrat
Pengujian pada Tabel 5
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan (P>0,05) dalam kadar
karbohidrat saat tepung ubi jalar ungu ditambahkan ke dalam bakso daging babi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rentang nilai rata-rata kadar karbohidrat
yang didapatkan adalah antara 3,948 hingga 5,913. Tingkat kandungan karbohidrat
yang paling tinggi didapatkan dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan tepung
ubi jalar ungu (100% tapioka) P0, sedangkan kadar karbohidrat
terendah didapat dari perlakuan bakso babi dengan penambahan tepung ubi jalar
ungu 30% P3. Hal ini disebabkan karena kadar kabohidrat pada tepung tapioka lebih besar yaitu
86,9% dibandingkan dengan tepung ubi jalar ungu 83,1%. Tepung tapioka juga memiliki kandungan pati (karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air) sebesar 88,01%.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
Penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam kosentrasi
10%, 20%, dan 30% untuk menggantikan
tapioka dalam proses pembuatan bakso menghasilkan bakso daging babi dengan
sifat kimia yang baik. Ini dapat diamati dari peningkatan
kadar air dan protein dalam
bakso, serta penurunan kadar abu, lemak, dan karbohidrat. Penambahan level subsitusi yang terbaik terdapat pada level 30%
DAFTAR PUSTAKA
Aman, E. P.,
Suada, I. K., & Agustina, K. K. (2014). Kualitas daging se�i babi produksi
Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus, 3(5), 344�350.
Astawan, M.
(2000). Membuat mi dan bihun. Niaga Swadaya.
Dwi, E., Dahlan,
M., & Wahyuning, D. (2015). Pengaruh Lama Perendaman Daging Dalam Air Kapur
Sirih (Ca (Oh) 2) Pada Pembuatan Bakso Daging Kelinci Terhadap Uji Ph, Kadar
Air Dan Organoleftik. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Lamongan.
Febri, Y.,
Malelak, G. E. M., & Noach, Y. R. (2019). Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea batatas lam poir) Sebagai Pengganti Tepung Tapioka Terhadap
Kualitas Sosis Babi (Effect of Using Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas lam
poir) meal as supplement substituting Tapioca meal on pork sausage. Jurnal
Peternakan Lahan Kering, 1(3), 475�482.
Fg, W. (2002).
Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 221.
Horton, D.,
Prain, G., & Gregory, P. (1989). High level investment returns for global
sweet potato research and development. CIP Circular (CIP), 17(3).
Jawi, I. M.,
Suprapta, D. N., Dwi, S. U., & Wiwiek, I. (2008). Ubi jalar ungu menurunkan
kadar MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal. Jurnal
Veteriner, 9(2), 65�72.
Kramlich, W. E.,
Pearson, A. M., & Tauber, F. W. (1973). Processed meats. AVI
Publishing Company Westport, Connecticut.
Kumalaningsih, S.
(2006). Antioksidan alami: penangkal radikal bebas. Trubus Agrisarana.
Liur, I. J.,
Musfiroh, A. F., Mailoa, M., Bremeer, R., Bintoro, V. P., & Kusrahayu, K.
(2013). Potensi Penerapan Tepung Ubi Jalar Dalam Pembuatan Bakso Sapi. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 2(1).
Montolalu, S.,
Lontaan, N., Sakul, S., & Mirah, A. D. (2017). Sifat fisiko-kimia dan mutu
organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas
L). ZOOTEC, 32(5).
Naibaho, A., Oka,
I. B. M., & Swacita, I. B. N. (2013). Kualitas Daging Babi Ditinjau Dari
Uji Obyektif Dan Pemeriksaan Larva Cacing Trichinella spp. Jurnal Indonesia Medicus
Veterinus, 2(1), 12�21.
Nuwamanya, E.,
Baguma, Y., Emmambux, M. N., Taylor, J. R. N., & Rubaihayo, P. (2010). Physicochemical
and functional characteristics of cassava starch in Ugandan varieties and their
progenies.
Richana, N.
(2012). Ubi kayu dan ubi jalar. Bandung: Nuansa Cendikia.
Soeparno. (2015).
Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press.
Ulupi, N., &
Fatriana, Y. (2012). Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka dan Es Batu pada
Berbagai Tingkat yang Berbeda terhadap Kualitas Fisik Bakso Sapi. Buletin
Peternakan, 28(2), 80�86.