Karakteristik Kimia Bakso Daging Babi Yang Di Proses Menggunakan Tepung Ubi Jalar Ungu Sebagai Pengganti Tapioka

 

� The Chemical Characteristics Of Processed Pork Meatballs Using Purple Sweet Potato Flour As A Partial Replacement Of Tapioca

 

1)* Metildis Karina Utari 2Yakob Robert Noach, 3Sulmiyati

1,2,3 Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana.

 

*Email: 1) [email protected]

*Correspondence: 1) Metildis Karina

 

DOI: 10.59141/comserva.v4i1.1305

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh subsitusi tapioka dengan tepung ubi jalar ungu terhadap Karakteristik bakso babi. �Metode yang di gunakan dalam penelian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yang digunakan dalam penelitian ini. Perlakuan tersebut adalah: P0=tapioka 100%; P1=10% tepung ubi jalar ungu+90% tapioka; P2= 20% tepung ubi jalar ungu + 80% tapioka; P3= 30 % tepung ubi jalar ungu + 70% tapioka. Variabel yang diamati yaitu: kadar protein, lemak, air, abu, dan karbohidrat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar protein, abu, dan karbohidrat, berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak dan berpengauh nyata (P<0,05) terhadap kadar air. Uji Duncan memperlihatkan bahwa kadar lemak antar perlakuan P0:P2;P1:P2 tidak berbeda (P<0,05), sedangkan pasangan P0:P3; P1:P3 dan P2;P3 berbeda; untuk kadar air, antara pasangan uji Duncan menunjukan perlakuan P0:P1:P2 tidak berbeda (P<0,05). Sedangkan perlakuan P0:P3; P1:P3; P2:P3 berbeda. Kesimpulanya adalah dengan meningkatnya level tepung ubi jalar ungu sebagai subsitusi tapioka dalam pengolahan bakso babi menyebabkan kadar protein cenderung meningkat, kadar abu menurun, karbohidrat menurun, kadar air yang �cenderung meningkat serta kadar lemak yang menurun

 

Kata kunci: Bakso, daging babi, tepung ubi jalar ungu, karakteristik kimi

 

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of tapioca substitution with purple sweet potato flour on the characteristics of pork meatballs.� The method used in this study is the Complete Randomized Design (RAL) consisting of 4 treatments and 4 repeats used in this study. The treatment is: P0=tapioca 100%; P1=10% purple sweet potato flour+90% tapioca; P2= 20% purple sweet potato flour + 80% tapioca; P3= 30% purple sweet potato flour + 70% tapioca. The variables observed were: levels of protein, fat, water, ash, and carbohydrates. The results of this study showed that the treatment had no real effect (P>0.05) on protein, ash, and carbohydrate levels, a very real effect (P<0.01) on fat content and a real effect (P<0.05) on water content. Duncan's test showed that fat levels between treatments P0:P2; P1:P2 is no different (P<0.05), while P0:P3 pairs; P1:P3 and P2; P3 is different; for moisture content, between Duncan's test pairs showed the treatment P0:P1:P2 was not

 

Keywords: meatballs, pork, purple sweet potato flour, chemical characteristics

 


 

PENDAHULUAN

Daging babi adalah seluruh bagian tubuh babi yang terdiri dari otot, serat, otot rangka, otot inti, jantung, tenggorokan dan lambung, kecuali telinga, lidah, urat, hidung dan sebagian tulang (Soeparno, 2015). Daging babi mengandung suplemen seperti gula, protein, nutrisi dan mineral, serta memiliki manfaat karena mengandung banyak thiamin yang dibutuhkan tubuh untuk memproses karbohidrat dan mendukung kerja sistem sensorik (Aman et al., 2014). Daging babi mempunyai ciri-ciri yang dijadikan pembeda dengan daging hewan peliharaan lainnya, daging babi lebih kenyal dan mudah diolah, warna dagingnya sangat pucat, aroma dagingnya juga khas, lemak berwarna putih dan tampak kental (Naibaho et al., 2013).

Bakso merupakan salah satu produk daging olahan yang sangat terkenal, sifat bakso dipengaruhi oleh komposisi bahan yang tepat dan daging yang digunakan harus berkualitas baik dan baru (Ulupi & Fatriana, 2012). Selain itu, bakso juga merupakan olahan daging yang dimana dagingnya dihaluskan terlebih dahulu lalu dicampur dengan bumbu- bumbu, tepung lalu dibentuk menjadi bola-bola kecil kemudian direbus dengan air panas yang mengepul. Bakso merupakan makanan yang mengandung kadar protein hewani, mineral dan nutrisi yang tinggi (Montolalu et al., 2017). Daging merupakan sumber protein yang berfungsi sebagai pengemulsi pada bakso. Protein utama yang berperan sebagai pengemulsi adalah miosin yang dapat larut dalam garam (Brandly, 1996). Cara pembuatan bakso yang paling umum biasanya dilakukan dengan cara menggiling dan menghaluska daging terlebih dahulu lalu mencampurkannya dengan penyedap rasa, tepung lalu membentuknya menjadi bola-bola kecil lalu merebusnya dalam air panas yang mengepul. Bakso merupakan makanan yang mengandung kadar protein hewani, mineral dan nutrisi yang tinggi (Montolalu et al., 2017).

Bahan baku pembuatan bakso sebagian besar terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama berupa daging babi, bahan tambahan terdiri dari bahan pengisi, bahan pengikat, bumbu- bumbu dan bahan makanan lain yang diperbolehkan. Dalam bidang pangan, tepung tapioka dimanfaatkan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat, misalnya dalam pembuatan yoghurt beku, puding, dan pembuatan bakso babi. Tepung tapioka mempunyai kemampuan sebagai bahan pengisi dan mampu memperbaiki atau menyeimbangkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, mengurangi penyusutan, menambah berat produk dan dapat mengurangi biaya produksi. Tepung tapioka mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04% dan kotoran 0,16% (Astawan, 2000). Widjanarko (2008) menyatakan tepung ubi ungu mempunyai kandungan protein sebesar 0,67%, gula sebesar 97,67%, kadar air sebesar 12,34 dan serpihan sebesar 2,03%.

(Richana, 2012) menyatakan tepung ubi jalar ungu merupakan produk ubi jalar setengah jadi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan alami dalam usaha pangan dan selanjutnya memiliki jangka waktu kegunaan yang lebih lama. Tepung ubi jalar ungu diproduksi dengan menggunakan� keripik kering dengan cara menghancurkan dan menyaring." Ubi ungu merupakan salah satu jenis ubi yang memiliki warna ungu pekat. Ubi ungu merupakan sumber vitamin C dan beta-karoten (provitamin A) yang fenomenal. Kandungan beta-crote lebih tinggi dibandingkan ubi kuning. Selain vitamin C, beta-croten dan vitamin A, kandungan utamanya adalah antosianin (Widjanarko, 2008).

(Kumalaningsih, 2006) mengungkapkan kandungan antosianin pada ubi ungu sangat tinggi yaitu mencapai 519 mg/100g berat basah, sehingga mempunyai potensi luar biasa sebagai sumber antioksidan bagi kesehatan manusia. Selain mengandung antioksidan, ubi ungu juga merupakan sumber pati yang baik. Selain mengandung anioksidan, Nindryani et al. (2016) menyatakan bahwa ubi ungu juga merupakan sumber pati sebesar 20% dengan kandungan amilosa sekitar 24,79% sedangkan amilopektin sebesar 49,78%.

Keunikan atau potensi lain yang dimiliki ubi jalar ungu adalah sebagai sumber energi, vitamin dan mineral yang baik (Horton et al., 1989), juga mengandung vitamin B6 dan asam folat yang sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan kerja otak (Jawi et al., 2008). Dengan potensi yang dimiliki ini maka ubi jalar ungu telah dimanfaatkan dalam pangan termaksut produk olahan daging seperti sosis dan bakso. Pemanfaatan ubi jalar ungu dan masalah pangan khususnya produk olahan daging seperti bakso masih terbatas.

Riset tentang pemanfaatan tepung ubi jalar ungu dalam pengolahan daging khususnya pembuatan sosis babi telah dilakukan (Febri et al., 2019) dengan level 10, 20, 30 % sebagai subsitusi terhadap tapioka dimana hasil terbaik didapatkan pada hasil 10 %. Sementara penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam pengolahan bakso khususnya bakso babi belum cukup informasi yang tersedia. Berdasarkan fakta ini apakah penggunaan tepung ubi jalar ungu sebagai subsitusi dengan level yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik kimia bakso daging babi. Dari masalah ini dapat dijadikan judul penelitian Karakteristik kimia bakso daging babi.

Penelitian ini bertujuan mengetahui: 1. Untuk mengetahui efek susbsitusi tapioka bersama tepung ubi jalar ungu���� terhadap kadar protein, air,� lemak,� abu dan karbohidrat bakso daging babi? 2. Untuk mendapati level subsitusi terbaik terhadap karakteristik kimia bakso daging babi

 

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboraturium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang selama 1 bulan, 1-30 April 2023 yang mencakup tahap pesiapan, pelaksanaan dan tahap analisis data. Pengujian karakteristik kimia bakso daging babi yang dihasilkan di lakukan di Laboraturium Teknologi Hasil Ternak.

Materi Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua,yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Daging babi segar sebanyak 8 kg merupakan komponen utama dalam resep ini. Bahan tambahan yang diperlukan mencakup 300 gram tepung ubi jalar ungu dan 1700 gram tapioka. Tambahan lainnya meliputi es batu dan garam. Bumbu-bumbu terdiri dari beberapa jenis rempah seperti bawang putih, bawang merah, dan merica/lada. Presentase tepung yang digunakan adalah 25%� dari volume daging.

Peralatan yang dipakai dalam pembuatan bakso yakni: mol daging/ belender, timbangan analitik, dan peralatan masak lainya terdiri dari kompor, panci, baskom plastik, pisau dapur, sendok, papan iris dan sarung tangan plastik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Sehingga terdapat 16 unit eksperimen dengan unit menggunakan 500 gram daging.

Percobaan ini mencoba untuk menerapkan perlakuan berikut:

P0: Tapioka 25%

�P1: Menggunakan 2,5 % tapioka + 22,5 % tepung ubi jalar ungu

�P2: Menggunakan 20 % tapioka + 5 % tepung ubi jalar ungu

�P3: Menggunakan 17,5 % tapioka + 7,5 % tepung ubi jalar ungu

 

 

 

Tabel 2. Komposisi bahan penyusun bakso daging babi (g)

 

No

Bahan

P0

P1

P2

P3

1

Daging babi

2 kg

2kg

2 kg

2 kg

2

Tepung tapioka

500 g

450 g

400 g

350 g

3

Tepung Uju

-

50 g

100 g

150 g

4

Bawang merah

40 g

40 g

40 g

40g

5

Bawang putih

30 g

30 g

30 g

30 g

6

Merica

30 g

30 g

30 g

30 g

7

Garam

50 g

50 g

50 g

50 g

8

Es batu

50

50

50

50

Sumber : Nuiraidah 2013, dengan modifikasi

Prosedur Pengolahan Bakso Babi

1.       Daging babi dicuci kemudian dipisahkan dari kulit dan lemak lalu dipotong kecil- kecil kemudian digiling halus.

2.       Daging halus dibagi menjadi 4 bagian sesuai perlakuan masing- masing sebanyak 2 kg.

3.       Selanjutnya setiap bagian dibagi menjadi 4 bagian lagi sesuai jumlah ulangan.

4.       Tambahkan tapioka dan tepung ubi jalar ungu dan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan. Sesuai dengan perlakuan dan dicampur merata/ homogen.

5.       Adonan didiamkan kurang lebih 10 menit, selanjutnya dibentuk menjadi pentolan bakso secara manual menggunakan tangan dengan ukuran yang relatif sama dan berat 10 gram.

6.       Semua pentolan bakso yang terbentuk direbus dalam air mendidi, secara terpisah sampai matang, sesuai perlakuan masing- masing dan diulang sejumlah 4 kali.

7.       Bakso yang sudah matang akan mengapung dipermukaan air, selanjutnya diangkat dan ditiriskan.

Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti terdiri atas:

Kadar Air

1.       Cawan proselin ditempatkan dalam oven dengan suhu 105�C selama 1 jam

2.       Cawan diangkat dan didinginkan di dalam deksikator (gunakan tang penjepit) selama 30 menit

3.       Timbang cawan menggunakan neraca analitik, misalnya berat cawan

4.       Letakkan sejumlah sempel 1-2 gram ke dalam cawan, seperti berat sampel. Setelah itu, tempatkan cawan yang berisi sampel ke dalam oven yang suhunya sekitar 150˚C selama minimal 24 jam

5.       Kemudian cawan diangkat dari oven� menggunakan alat penjepit dan ditempatkan di dalam eksikator selama 30 menit. Setelah dingin� beratnya diukur menggunakan neraca analitik.

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.

Perhitungan� Kadar Air.

��������� KAB = Berat bahan basah- berat bahan setelah pengeringan x 100%

������������������������������������������������� Berat bahan

Kadar Protein

Pengujian kadar protein bakso mengacu pada prosedur AOAC, (2005). Proses yang dikerjakan dalam pengujian protein yaitu, destruksi, destilasi dan titrasi.

 

1.         Tahap destruksi (Oksidasi)

Sejumlah sampel dengan berat 0,2-gram� dimasukan kedalam labu kjeldhal. Tambahkan 0,7 g katalis N� ke campuran yang terdiri dari 250-gram Na2SO4 + 5 Gram CuSO4 + 0,7 Gram. Tambahkan 4 ml H2SO4� yang� pekat ke campuran selenium TiO2. Proses� penghancuran berlanjut hingga larutan menjadi transparan.

2.       Tahapan destilasi (Penyulingan)

Isi labu dimasukan ke dalam labu destilasi kemudian ditambahkan 10 ml air suling, kemudian di destilasi dengan menambahkan 20 ml larutan campuran NaOH-Tio (NaOH 40% + Na2S2O3 5%). Destilasi kemudian dikumpulkan menggunakan larutan H3B03 4% yang telah diberi indikator Mr-BCG. Lakukan proses destilasi sampai jumlahnya mencapai 60 ml (Perubahan warna dari merah menjadi biru)

3.       Tahap titrasi

Titrasi di lakukan mengunakan HCI 0,02 N sampai titik akhir titrasi (warna berubah dari biru menjadi merah muda). Catat volume HCI yang dipakai untuk titrasi yang diproleh kemudian kadar protein menggunakan rumus.

Kadar Nitrogen (%) =

Volume titrasi x Normalistas HCL (0,02 N) x BeratAtom Nitrogen (14,008)100%

Berat sampel (mg)

Kadar Protein (% bb) = Kadar Nitrogen % x faktor konvensi (6,25)

Kadar Lemak

Kadar lemak ditentukan melalui penggunaan metode soxhlet. Prinsip dari metode analisis ini adalah ekstraksi lemak menggunakan zat pelarut bernama heksan. Setelah pelarut menguap, lemak kemudian dapat ditimbang dan presentasenya dapat dihitung.

1.       Ambil sampel kemudian hancurkan menggunakan blender atau ditumbuk sampai benar- benar halus.

2.       Lemak kemudian dianalisis menggunakan metode soxhlet.

3.       ��Ambil sampel lalu dimasukan kedalam selongsong timbang beratnya, kemudian tutup dengan kapas.

4.       �Letakan dalam oven hingga mencapai kestabilan, lalu ukur beratnya.

5.       Ekstraksi menggunakan soxhlet selama 6 jam (15 Kali Sirkulasi)

6.       Masukkan kedalam oven sampai konstan, kemudian timbang beratnya.

7.       Hitung kadar lemak menggunakan rumus dibawah ini

Kadar lemak (%)�x 100%

�Ket: a = berat tabung setelah ekstrasi (gram), b = berat tabung sebelum ekstrasi (gram), c = berat sampel (gram).

Kadar Karbohidrat

Carbohydrate by Difference adalah teknik penguuran kasar yang digunakan untuk menganalisis karbohidrat. Dalam metode ini, karbohidrat tidak diperoleh �melalui analisis tetapi dihitung.

karbohidrat = 100% - % (kadar protein + lemak + abu + air)

Kadar Abu

Bahan tersebut diukur dengan massa sekitar 3 gram dengan ketepatan � 0,1 gram dalam wadah porselin yang tidak basah dan memiliki berat yang telah diketahui. Abu putih dapat diperoleh dengan memanaskan bahan dalam muffle sampai menghasilkan abu yang berwarna putih. Setelah dingin, bobot abu diukur dengan memasukannya kedalam desikator bersama dengan kurs.

Abu %

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi selanjutnya dianalisis menggunakan sidik (ANOVA) untuk menentukan pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Multipe Range Test). Steel and Torrie (1995).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik kimia bakso daging babi mencakup kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat yang didapatkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.

 

Tabel 1 : Rataan nilai� kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat

Parameter

Perlakuan

Nilai P

 

P0

P1

P2

P3

Kadar Air %

68,13�1,027a

68,50�1,127a

68,73�1,773a

70,81�0,622b

0,035

Kadar Abu%

1,57�0,226

1,46�0,158

1,48�0,158

1,34�0,075

0,303

Kadar Proein%

19,45�0,825

20,36�1,391

20,03�1,425

20,79�1,031

0,474

Kadar Lemak%

4,93�0,404c

4,13�0,155b

4,70�0,048bc

3,11�0,788a

0,000

Kadar Karbohidrat%

5,91�0,947

5,30�1,888

5,06�2,034

3,95�1,230

0,400

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menujukan perbedaan (P<0,05)

Pegaruh Perlakuan terhadap Kadar Air

Air merupakan bagian penting dalam bahan pengikat makanan karena air dapat mempengaruhi keberadaan permukaan dan rasa makanan. Selain itu, sebagian besar perubahan pada makanan terjadi pada media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan-bahan yang sebenarnya (Fg, 2002).

Rataan kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 68,13% sampai 70,81% dengan rataan terendah Pada P0 (kontrol) sebesar 68,13 % dan rataan tertinggi pada presentase P3 (30%) sebesar 70,81%. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar air bakso babi. Hasil uji Duncan memperlihatkan perlakuan P0:P1;P0:P2 dan P1: P2 tidak berbeda (P<0,05). Sedangkan pasangan P0:P3; P1:P3; P2:P3 berbeda (P<0,05). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa kandungan air cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya level penggunaan tepung ubi jalar ungu sebagai pengganti tepung tapioka dalam pembuatan bakso daging babi. Hal ini terjadi karena tepung ubi jalar ungu memiliki kandungan serat yang lebih besar dibandingkan dengan tepung tapioka sehingga air yang diserap lebih banyak dan susah untuk dilepaskan, sehingga saat dilakukan perebusan kadar airnya meningkat, hal ini juga didukung� oleh penelitian yang dilakukan oleh Enita dkk, 2022� dengan memperoleh kandungan air tertinggi di� perlakuan P06.

�(Dwi et al., 2015) yang menyatakan bahwa semakin lama proses perebusan maka semakin tinggi volume bakso dan semakin tinggi kadar air, apabila waktu perebusan semakin singkat, maka volume bakso tidak jauh berbeda dengan volume sebelum perebusan. Menurut Standar Nasional (SNI) 01-3818 tahun (2014), persyaratan untuk kadar air bakso maksimal 70%. Kadar air dalam penelitian ini berkisar antara 68,13% - 70,81%. Hasil kompoisi proksimat tersebut dapat diketahui kadar air bakso dari penelitian melewati syarat mutu SNI bakso.

Pegaruh Perlakuan terhadap Kadar Abu

(Montolalu et al., 2017) menyatakan penentuan kadar abu dilakukan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.

Hasil analisis pada tabel 6 dapat dilihat bahwa peningkatan tepung ubi jalar ungu tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar abu bakso babi. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang didapat berkisar 1,342% sampai dengan 1,573%. Dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan tepung ubi jalar ungu (100%) tapioka (P0) memperoleh adar abu yang tinggi, Sedangkan perlakuan bakso babi dengan penambaha tepung ubi jalar ungu 30% (P3), mendapatkan kadar abu terendah.

Hasil pengujian kadar abu pada bakso babi cenderung seragam dengan penambahan tepung ubi jalar ungu serta dapat menurunkan kadar abu pada bakso. Menurut Standar Nasional Indonesia 3818 (2014) kadar abu pada bakso maksimal 3%. Analisis data yang diperoleh dari hasil pengujian dan perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata kadar abu bakso babi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu sudah memenuhi SNI bakso yang telah ditentukan yaitu berturut-turut dari nilai tertinggi sampai terendah pada P0, P1, P2, dan P3 yaitu 1,573, 1,458, 1,486, 1,342.

Penambahan tepung ubi jalar ungu tidak memberikan pengaruh terhadap kadar abu bakso babi. Rendahnya kadar abu diduga terkait dengan proses pengolahan tepung. (Liur et al., 2013). Menyatakan proses pengolahan tepung dilakukan melalui tahapan pencucian dan perendaman dengan air. Pencucian tersebut dapat menyebabkan larutnya mineral ubi jalar dalam air

Pegaruh Perlakuan terhadap kadar protein

Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan jika penambahan tepung ubi jalar ungu dalam bakso babi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein bakso babi. Kandungan protein yang rendah diperoleh pada perlakuan (P0) dengan nilai (19,45%) sementara kandungan protein tertinggi ditemukan pada perlakuan (P3) dengan nilai (20,79%). Hasil penelitian ini menunjukan kadar protein bakso babi berkisar antara 19,45 - 20,79 %. Tingginya protein pada P3 disebabkan karena kenaikan protein bakso babi ditetapkan oleh kenaikan bahan pengikat, karena tepung ubi jalar ungu menyimpan protein (Lingga et al,1986).

Pengaruh penambahan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan pengikat yang mengandung protein memberikan pengaruh terhadap kadar protein bakso babi. (Kramlich et al., 1973). Hasil Penelitian ini menunjukan kandungan protein cenderung meningkat seiring dengan naiknya level penggunaan tepung ubi jalar ungu sebagai penganti sebagian tapioka dalam pengolahan bakso babi. Kandungan protein tertinggi didapatkan pada bakso babi yang menggunakan tepung ubi jalar ungu 30% dan terkecil pada bakso babi tanpa tepung ubi jalar ungu (100% tapioka), hasil ini berkaitan dengan adanya kandungan protein pada kedua jenis tepung tersebut. Kandungan protein pada tepung ubi jalar ungu yaitu 1,8% dan lebih tinggi dibandingkan dengan tapioka yakni 0,31%. (Nuwamanya et al., 2010)

(Zakaria, 2009) menyatakan penurunan kadar protein juga disebabkan oleh proses pengolahan dan pemanasan yang lama pada produk pangan sehingga terjadi proses denaturasi atau kerusakan pada protein. Menurut Standar Nasional Indonesia No.01-3818-2014 kadar protein bakso daging minimal 11%. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini melewati standar yang dipersyaratkan dalam SNI

 

Pegaruh perlakuan terhadap kadar Lemak

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar lemak bakso babi. Kadar lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan tepung ubi jalar ungu 100% tapioka (P0), Sedangkan kadar lemak terendah diperoleh dari perlakuan bakso babi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu 30% (P3). Kandungan lemak bakso babi hasil penelitian ini jauh dibawah standar SNI 01 3818 (2014) tentang syarat mutu bakso� daging babi yaitu maksimal kandungan lemaknya 10%.Hasil uji lanjut Duncan memperlihatkan pasangan perlakuan P0:P2;P1:P2 tidak berbeda (P<0,01) sedangkan pasangan P0:P3;P1:P3 dan P2;P3 berbeda (P<0,01) dalam kadar lemak.

Kemungkinan mengenai rendahnya kandungan lemak disebebabkan oleh pengolahan yang dilakukan, yaitu pemanasan berlebihan, telah diungkapkan oleh Rahmawati dan rekanya tahun� (2014), dijelaskan bahwa penurunan kadar lemak pada bahan makanan bisa terjadi karena adanya pemicu kerusakan lemak yang dinisiasi oleh panas. Proses pemanasan merubah komponen lemak dengan adanya menjadi zat- zat volatil seperti aldehit, keton, alkohol, asam- asam dan hidrokarbon. Hal ini memiliki efek bersar terhadap rasa, dan proses pemanasan juga dapat mengurangi kandungan lemak serta asam lemak baik yang esensial maupun non esensial (Aprilianti,2010)

Kurangnya kadar lemak juga bergantung pada kandungan antioksidan di dalam makanan tersebut. Semakin tinggi kandungan antioksidan, semakin rendah kandungan lemaknya. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Ginting dan rekan-rekanya tahun (2011), penelitian ini mengindikasikan bahwa antosianin memiliki sifat antioksidan yang kuat karena mampu mengurangi radikal bebas dan mencegah terjadinya peroksidasi lemak.

Pegaruh Perlakuan terhadap Karbohidrat

Pengujian pada Tabel 5 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan (P>0,05) dalam kadar karbohidrat saat tepung ubi jalar ungu ditambahkan ke dalam bakso daging babi. Hasil penelitian menunjukan bahwa rentang nilai rata-rata kadar karbohidrat yang didapatkan adalah antara 3,948 hingga 5,913. Tingkat kandungan karbohidrat yang paling tinggi didapatkan dari perlakuan bakso babi tanpa penambahan tepung ubi jalar ungu (100% tapioka) P0, sedangkan kadar karbohidrat terendah didapat dari perlakuan bakso babi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu 30% P3. Hal ini disebabkan karena kadar kabohidrat pada tepung tapioka lebih besar yaitu 86,9% dibandingkan dengan tepung ubi jalar ungu 83,1%. Tepung tapioka juga memiliki kandungan pati (karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air) sebesar 88,01%.

 

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa:

Penggunaan tepung ubi jalar ungu dalam kosentrasi 10%, 20%, dan 30% untuk menggantikan tapioka dalam proses pembuatan bakso menghasilkan bakso daging babi dengan sifat kimia yang baik. Ini dapat diamati dari peningkatan kadar air dan protein dalam bakso, serta penurunan kadar abu, lemak, dan karbohidrat. Penambahan level subsitusi yang terbaik terdapat pada level 30%

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aman, E. P., Suada, I. K., & Agustina, K. K. (2014). Kualitas daging se�i babi produksi Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus, 3(5), 344�350.

 

Astawan, M. (2000). Membuat mi dan bihun. Niaga Swadaya.

 

Dwi, E., Dahlan, M., & Wahyuning, D. (2015). Pengaruh Lama Perendaman Daging Dalam Air Kapur Sirih (Ca (Oh) 2) Pada Pembuatan Bakso Daging Kelinci Terhadap Uji Ph, Kadar Air Dan Organoleftik. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Lamongan.

 

Febri, Y., Malelak, G. E. M., & Noach, Y. R. (2019). Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas lam poir) Sebagai Pengganti Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Sosis Babi (Effect of Using Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas lam poir) meal as supplement substituting Tapioca meal on pork sausage. Jurnal Peternakan Lahan Kering, 1(3), 475�482.

 

Fg, W. (2002). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 221.

 

Horton, D., Prain, G., & Gregory, P. (1989). High level investment returns for global sweet potato research and development. CIP Circular (CIP), 17(3).

 

Jawi, I. M., Suprapta, D. N., Dwi, S. U., & Wiwiek, I. (2008). Ubi jalar ungu menurunkan kadar MDA dalam darah dan hati mencit setelah aktivitas fisik maksimal. Jurnal Veteriner, 9(2), 65�72.

 

Kramlich, W. E., Pearson, A. M., & Tauber, F. W. (1973). Processed meats. AVI Publishing Company Westport, Connecticut.

 

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan alami: penangkal radikal bebas. Trubus Agrisarana.

 

Liur, I. J., Musfiroh, A. F., Mailoa, M., Bremeer, R., Bintoro, V. P., & Kusrahayu, K. (2013). Potensi Penerapan Tepung Ubi Jalar Dalam Pembuatan Bakso Sapi. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(1).

 

Montolalu, S., Lontaan, N., Sakul, S., & Mirah, A. D. (2017). Sifat fisiko-kimia dan mutu organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas L). ZOOTEC, 32(5).

 

Naibaho, A., Oka, I. B. M., & Swacita, I. B. N. (2013). Kualitas Daging Babi Ditinjau Dari Uji Obyektif Dan Pemeriksaan Larva Cacing Trichinella spp. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 2(1), 12�21.

 

Nuwamanya, E., Baguma, Y., Emmambux, M. N., Taylor, J. R. N., & Rubaihayo, P. (2010). Physicochemical and functional characteristics of cassava starch in Ugandan varieties and their progenies.

 

Richana, N. (2012). Ubi kayu dan ubi jalar. Bandung: Nuansa Cendikia.

 

Soeparno. (2015). Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press.

 

Ulupi, N., & Fatriana, Y. (2012). Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka dan Es Batu pada Berbagai Tingkat yang Berbeda terhadap Kualitas Fisik Bakso Sapi. Buletin Peternakan, 28(2), 80�86.

 

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).