Potensi dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong Di Kabupaten Nagekeo

 

Potential and Strategies for Beef Cattle Business Development in Nagekeo District

 

1)* Victoria Wuda, 2Maria Krova, 3Ulrikus R. Lole, 4Agus A. Nale

1,2,3,4 Universitas Nusa Cendana, Indonesia.

 

*Email: 1) [email protected] 2)[email protected] 3)[email protected]

*Correspondence: Victoria Wuda

 

DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1303

 

 

 

 

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan komoditas ternak sapi potong sebagai sector basis atau non basis dan merumuskan strategi pengembangan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo. Penelitian ini telah dilaksanakan� di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Boawae pada bulan juni 2023. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei untuk memperoleh data primer dan sekunder melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Pengambilan contoh dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama dilakukan pada tingkat kecamatan secara purposive sampling, tahap kedua penentuan desa contoh dan tahap ketiga penentuan peternak contoh sebagai responden sebanyak 60 orang secara acak non proposional. Data dianalisis menggunakan analisis location quotiont (LQ) dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai LQ Kabupaten Nagekeo 0,75 dan bukan merupakan wilayah basis. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa usaha ternak sapi potong berada pada kuadran satu dan strategi adalah strategi agresif yang mendukung penuh pertumbuhan dan pembangunan usaha ternak sapi di Kabupaten Nagekeo. Strateginya adalah meningkatkan produktivitas ternak dan meningkatkan etos kerja peternak untuk memenuhi permintaan pasar, meningkatkan keterampilan peternak melalui pelatihan dan pemberdayaan peternak untuk meningkatkan kualitas hasil ternak

 

Kata Kunci: Location quotient, potensi, sapi potong, strategi, SWOT

 

Abstract

This study aims to analyze the position of beef cattle commodities as a basic or non-basic sector and formulate development strategies for beef cattle business in Nagekeo Regency. This research was conducted in Aesesa Subdistrict and Boawae Subdistrict in June 2023. The research method used was the survey method to obtain primary and secondary data through observation, interview and documentation techniques. Sampling was conducted in three stages. The first stage was carried out at the sub-district level by purposive sampling, the second stage determined the sample village and the third stage determined the sample farmers as respondents as many as 60 people in a non-proportional random manner. Data were analyzed using location quotient (LQ) analysis and SWOT analysis. The results showed that the LQ value of Nagekeo Regency was 0.75 and was not a base area. The results of SWOT analysis show that the beef cattle business is in quadrant one and the strategy is an aggressive strategy that fully supports the growth and development of cattle business in Nagekeo Regency. The strategy is to increase livestock productivity by utilizing available resources to meet market demand, improve farmer skills through training and empowering farmers to improve the quality of livestock products.

 

keyword: Beef cattle, location quotient, potential, strategy, SWOT

 

 


PENDAHULUAN

Kabupaten Nagekeo merupakan salah satu Kabupaten di NTT yang berpeluang mengembangkan usaha ternak sapi potong. Jumlah populasi ternak sapi potong selama empat tahun terakhir 35.804 ekor (2019), 34.902 ekor (2020), 38.381 ekor (2021) dan 39.908 ekor (2022) (Dinas Peternakan Kab. Nagekeo, 2022). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa populasi ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo periode 2019─2020 terjadi penurunan 0,97% pada tahun 2020─2021 kembali mengalami peningkatan 1,09%, dan pada periode 2021─2022 juga mengalami peningkatan 1,03%.

Pengembangan ternak sangat ditentukan oleh daya dukung wilayah. Secara umum Kabupaten Nagekeo memiliki kondisi yang mendukung karena terdapat faktor-faktor sebagai pemicu untuk pengembangan suatu komoditi ternak, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Sumberdaya alam yang tersedia berupa padang penggembalaan yang cukup luas mencapai� 8.078.776 Ha (Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo, 2021) populasi ternak yang cukup banyak, ketersediaan pakan berupa hijauan pakan (rumput dan leguminosa) dan limbah pertanian/perkebunan. Hijauan pakan ternak bersumber dari rumput alam selain dari padang penggembalaan. Sumberdaya manusia terdapat tenaga kerja dan juga peternak yang berkeinginan memelihara sapi, dari aspek sosial budaya ternak sapi merupakan bagian yang dibutuhkan di dalam aspek kebudayaan sehingga perlu mengembangkan usaha ini. Sistem pemeliharaan sapi potong di Kabupaten Nagekeo terdiri dari sistem semi intensif dan ekstensif. Usaha ini merupakan usaha turun temurun dan merupakan peternakan rakyat yang umumnya memberikan pakan berupa hijauan dan berupa rumput lapangan, ternak dibiarkan merumput mencari makan pada wilayah penggembalaan (Andri & I Indrayani, 2018).

Usaha peternakan sapi potong didominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil, dan pengelolaannya masih merupakan usaha sampingan yang tidak diimbangi dengan permodalan (Hasibuan & Ginting, 2014). Pengembangan usaha sapi potong masih banyak mengalami hambatan karena pemeliharaannya yang masih bersifat tradisional, hal ini diduga disebabkan oleh berbagai faktor sosial ekonomi peternak terutama terkait penerimaan yang diterma dan biaya yang dikeluarkan masing-masing peternak (Rokhayati, 2022). Selain itu berbagai faktor lain seperti status kepemilikan lahan, tidak ada kelompok-kelompok usaha untuk mendorong perkembangan kelompok-kelompok usaha ternak dan pengetahuan peternak yang masih rendah. Hal ini akan mempengaruhi pengembangan suatu usaha.

 

METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kabupaten Nagekeo. Waktu yang dibutuhkan untuk proses penelitian selama enam bulan dimulai dari rencana penelitian sampai pada pertanggungjawaban skripsi. Pengambilan data dilakukan selama satu bulan dimulai dari tanggal 05 Juni sampai 05 Juli 2023

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Populasi penelitian ini adalah semua peternak sapi di Kabupaten Nagekeo. Pengambilan contoh dilakukan melalui 3 tahap. Tahap pertama dilakukan pada tingkat kecamatan secara purposive, dari 7 kecamatan yang ada diambil 2 kecamatan yaitu Kecamatan Boawae dan Aesesa dengan dasar pertimbangan dua kecamatan tersebut memiliki populasi ternak sapi potong terbanyak. Tahap kedua penentuan desa contoh secara purposive dengan pertimbangan memiliki populasi ternak sapi potong terbanyak, maka dipilih dua kelurahan dari setiap kecamatan contoh. Kecamatan Aesesa yakni Kelurahan Olaia dan Dhawe dan Kecamatan Boawae yakni Kelurahan Natanage dan Nageoga. Tahap ketiga adalah penentuan peternak contoh sebagai responden. Penentuan responden dalam penelitian ini ditentukan secara acak non proposional dimana setiap desa contoh dipilih 15 orang responden dengan kriteria memelihara ternak sapi dan berpengelaman berusaha ternak sapi lebih dari satu tahun serta memiliki ternak sapi minimal 2 ekor. Dengan demikian maka diambil 60 orang peternak sapi potong sebagai responden.

Jenis Data Penelitian

Berdasarkan sifatnya, jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka seperti jumlah populasi ternak, umur ternak, umur petani/peternak, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman usaha, dan pendapatan rumah tangga. Data kualitatif adalah data yang bukan berupa angka yang dapat menggambarkan dan menjelaskan dalam bentuk uraian seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan. Data kualitatif berfungsi untuk menerjemahkan data mentah kedalam uraian dan penjelasan yang lebih mudah dipahami.

Berdasarkan sumbernya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang bersumber dari hasil observasi dan wawancara langsung dengan responden yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini seperti sistem pemeliharaan, sistem penjualan, harga jual dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini.. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari buku-buku jurnal penelitian, laporan-laporan, skripsi, terlebih dari instansi yang terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Peternakan. Data sekunder antara lain keadaan umum daerah penelitian seperti letak geografis, topografi, luas wilayah, data populasi ternak sapi potong, dan luas padang penggembalaan.

Metode Analisis Data

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui wilayah sentra ternak sapi potong yang ada di Kabupaten Nagekeo. Metode LQ dirumuskan sebagai berikut Sudrajad, (2017)

LQ�� = si/st

���������� Pi/Pt

dimana :

si = jumlah ternak sapi potong di kabupaten ke-i

st = jumlah seluruh ternak ruminansia di kabupaten ke-i

Pi = jumlah ternak sapi potong ke-i di Provinsi NTT

Pt = jumlah seluruh ternak ruminansia di Provinsi NTT�

Analisis SWOT

Analisis strategi pengembangan� ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo dilakukan dengan metode analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threarts). Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan sapi potong.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kabupaten Nagekeo

�� Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang dapat mendukung keberhasilan usaha peternakan sapi potong. Karakteristik peternak meliputi umur peternak, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tanggungan keluarga, pengelaman usaha dan pendapatan rumah tangga dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Peternak Sapi Potong di Kabupaten Nagekeo Tahun 2023

No

Deskripsi

Jumlah

Rata-rata

SD

KV

%

1

Umur

50,01

12,24

24,48

 

16-65

54

 

 

 

���

90

 

>65

6

 

 

10

2

Jenis Kelamin

 

 

 

 

 

 

Laki-laki

58

 

 

 

96,67

 

Perempuan

2

 

 

 

3,33

3

Tingkat Pendidikan

 

 

 

 

 

 

SD

34

 

 

 

56,67

 

SMP

14

 

 

 

23,33

 

SMA

8

 

 

 

13,33

 

PT

4

 

 

 

6,67

4

Pekerjaan

 

 

 

 

 

 

Petani

58

 

 

 

96,67

 

PNS

-

 

 

 

-

 

Karyawan

2

 

 

 

3,33

5

Tanggungan Keluarga

 

4,5

 

1,72

 

38,27

 

 

1 � 4

29

 

 

 

48,33

 

>5

31

 

 

 

51,67

6

Pengalaman Usaha

 

11

 

7,05

 

64,17

 

 

2 � 10

34

 

 

 

56,67

 

>10

26

 

 

 

43,33

7

Pendapatan Rumah Tangga

 

 

 

 

 

 

<1 juta

58

 

 

 

96,67

 

1 � 2 juta

2

 

 

 

3,33

 

>2 juta

-

 

 

 

-

Sumber: Data primer 2023 (diolah)

Umur Peternak

��������� Umur menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang sehingga dalam menjalankan suatu usaha dibutuhkan umur yang tergolong produktif. Menurut Febriana (2008) bahwa umur produktif 16─65 tahun sedangkan yang belum produktif� 0─15 tahun dan yang tidak produktif >65 tahun. Umur peternak sapi di Kabupaten Nagekeo berdasarkan survei memiliki rata-rata 50,01�12,24 �tahun dengan KV sebesar 24,48%. Berdasarkan klasifikasi tingkat umur produktif yang dikemukakan oleh Febriana (2008), maka dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa umur peternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo sebagian besarnya tergolong dalam usia produktif, yakni sebanyak 90% sedangkan 10% tergolong dalam usia tidak produktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Adiwilaga (2013), yang menyatakan bahwa peternak yang berada pada usia produktif akan lebih efektif dalam mengelola usahanya bila dibandingkan dengan peternak yang lebih tua.

Jenis Kelamin

����������� Jenis kelamin merupakan salah satu karakteristik yang dapat mempengaruhi� seseorang dalam mengembangkan suatu usaha peternakan sapi potong. Sebagian besar peternak di Kabupaten Nagekeo berjenis kelamin laki-laki yakni 96,67% dan 3,33% berjenis kelamin perempuan (Tabel 1). Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo sebagian besar dilakukan oleh laki-laki, sedangkan keterlibatan perempuan hanya sebagian kecil. Hal ini disebabkan dalam beternak sapi potong dengn sistem ekstensif lebih banyak membutuhkan tenaga laki-laki dibandingkan tenaga perempuan.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia, dalam hal ini kaitannya dengan peternakan sapi potong di Kabupaten Nagekeo, akan tetapi yang menjadi tolok ukur adalah keterampilan dan kerja keras dalam beternak sapi. Alam et al,. (2013) menyatakan tingkat pendidikan yang baik akan cenderung muda untuk menerima informasi baru dalam teknik beternak yang baik, selain memberikan tanggapan positif pada setiap kemajuan usaha beternak juga lebih matang untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan formal peternakan sapi potong di Kabupaten Nagekeo paling banyak adalah SD dan SLTP (80%) dan paling sedikit adalah SLTA dan perguruan tinggi (20%). Kondisi ini menunjukkan tingkat pendidikan formal peternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo umumnya rendah

Pekerjaan

� Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, peternak tentu saja membutuhkan pekerjaan yang dapat menghasilkan uang. Sebagian besar peternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo memiliki pekerjaan sebagai petani yakni 96,67% (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa bertani merupakan pekerjaan pokok yang mendominasi sehingga menjadi sumber pendapatan bagi para peternak.

Tanggungan Keluarga

Tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh peternak. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi� motivasi petani peternak untuk berusaha dengan giat mengingat erat kaitannya dengan beban tanggungan yang dipikul dan beban ekonomi rumah tangga petani peternak tersebut. Tabel 5 menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga peternak sapi potong Kabupaten Nagekeo adalah 4,5�1,72 orang dengan KV sebesar 38,27%, dengan jumlah tanggungan keluarga terbanyak yaitu� >5 orang� sebesar 51,67%, sedangkan jumlah tanggungan keluarga 1 ̶ 4 orang sebanyak 48,33%.

Semakin banyak anggota keluarga maka beban tanggungan keluarga semakin besar, namun di sisi lain dapat menguntungkan karena secara langsung tenaga kerja telah tersedia dari dalam keluarga. Menurut Andrawati dan Budi (2007), anggota keluarga ternyata bukan hanya sebagai tanggungan akan tetapi dapat pula diambil sisi positifnya, dimana bila usia yang dimiliki termasuk usia produktif maka dapat digunakan sebagai tenaga kerja keluarga yang dapat membantu dalam hal melaksanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga maupun dalam usaha peternakan yang dijalankan.

Pengelaman Usaha

Pengalaman usaha yang dimiliki dapat mempengaruhi produktivitas seseorang dalam bekerja. Soeharjo dan Patong (2010) menyatakan bahwa umur dan pengalaman beternak akan mempengaruhi kemampuan berusaha, peternak mempunyai pengalaman yang lebih banyak akan lebih berhati-hati dalam bertindak karena adanya pengalaman pahit yang pernah dialami. Sulistyati dkk. (2013) menyatakan lama beternak adalah kondisi seorang peternak mengelola usaha ternaknya, sehingga memiliki pengalaman tentang ternak yang dipelihara dan cepat tanggap dalam penetapan kondisi usahanya.

Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata pengalaman usaha peternak di Kabupaten Nagekeo adalah 11�7,05 tahun dengan KV sebesar 64,17%, dengan pengalaman usaha tertinggi 2� ̶ 10 tahun sebanyak 56,67%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah peternak baru cukup dominan sehingga dapat menjamin keberlanjutan usaha. Dengan pengalaman yang cukup, peternak diharapkan memiliki semakin banyak pengetahuan dalam beternak.

Pendapatan Rumah Tangga

�� Pendapatan merupakan penghasilan rumah tangga yang diperoleh dalam sebulan, baik yang bersumber dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lain yang bekerja dan memperoleh penghasilan Hastang et al., (2011). Tinggi rendahnya pendapatan peternak akan mempengaruhi kemampuan daya beli peternak dalam memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Karakteristik peternak berdasarkan pendapatan peternak disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan peternak sapi tertinggi berkisar lebih besar Rp1.000.000/bulan� ̶� Rp2.000.000/bulan sebanyak 3,33%. Pendapatan tersebut diperoleh dari usaha yang dilakukan peternak sebagai karyawan swasta atau wirausaha, dan pendapatan di bawah Rp1.000.000 sebanyak 96,67%. Penghasilan peerbulan ini diperoleh dari usaha yang dilakukan peternak sebagai petani, dan tukang.� Dilihat dari penghasilan perbulan maka tidak heran beternak sapi hanya dijadikan usaha sampingan atau sebagai tabungan.

Profil Usaha ternak Sapi Potong di Kabupaten Nagekeo

Profil usaha peternakan di Kabupaten Nagekeo meliputi: kepemilikan ternak sapi, sistem pemeliharaan, kandang, pakan, perawatan kesehatan dan tenaga kerja.

Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi

�� Jumlah kepemilikan ternak adalah banyaknya ternak sapi yang dimiliki oleh peternak dalam kurun waktu tertentu. Sebagian besar kepemilikan ternak di Kabupaten Nagekeo merupakan warisan dari orang tua, atau pemberian orang tua untuk dipelihara, juga terdapat beberapa peternak yang pada awal usahanya menggunakan sistem bagi hasil dengan perjanjian setelah sapi bunting dan melahirkan pertama kali diberikan kepada pemilik ternak, bunting berikutnya diberikan untuk peternak yang memelihara dan seterusnya secara bergantian. Jumlah kepemilikan ternak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel. 2 Rata-rata jumlah kepemilikan ternak

No

Status Fisiologis

Jantan (ST)

Betina (ST)

Total

ST

ST

ST

1

Anak

0,09

0,1

0,19

2

Muda

0,3

0,58

0,95

3

Dewasa

0,6

1,85

2,4

 

Total

1,07

2,53

3,60

Sumber: Data primer 2023 (diolah)

Hasil analisis menunjukkan bahwa kepemilikan ternak sapi di Kabupaten Nagekeo memiliki rata-rata 3,60�2,05 ST dengan KV sebesar 57,10%. Tabel 2 menunjukkan bahwa kepemilikan ternak sapi di Kabupaten Nagekeo didominasi oleh ternak betina dibandingkan dengan ternak jantan.� Hal ini dapat terjadi karena� peternak lebih mempertahankan ternak betina untuk dapat berkembangbiak, sehingga keberlanjutan usaha tetap terjaga, sedangkan ternak jantan untuk dijual sehingga jumlah ternak sapi jantan perlu ditambah atau ternak betina perlu dikurangi dengan cara menjual ternak yang telah mencapai bobot jual.

Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo 55 % peternak menerapkan pemeliharaan ekstensif, dan 45% menerapkan pemeliharaan semi instensif. Pemeliharaan secara ekstensif ternak sapi yang dipelihara tidak dikandangkan melainkan dibiarkan di padang atau kebun milik peternak. Pada musim hujan peternak menggembalakan ternak di bukit, mengontrol setiap minggu dan diberikan air garam agar ternak tetap dalam keadaan jinak. Musim kemarau peternak menggembalakan ternak di sawah yang sudah selesai dipanen, ternak diikat sehingga tidak merusak tanaman di sekitar sawah. Sistem pemeliharaan semi instensif ternak diikat di padang pada pagi hari, siang hari diberi air garam dan pada malam hari ternak dimasukkan ke dalam kandang, ternak sapi akan dipindahkan satu kali dalam sehari, sistem ini disebut sistem ikat pindah. Peralatan yang digunakan yaitu tali untuk mengikat ternak, ember untuk mengisi air minum, dan parang untuk memotong pakan (Sudarmono & Sugeng, 2016).

Pakan

Pakan merupakan bahan makanan tunggal atau campuran yang diolah maupun tidak diolah yang diberikan pada hewan ternak untuk keberlangsungan hidup, berproduksi, dan berkembangbiak. Berdasarkan hasil penelitian, pakan yang digunakan dalam usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo berupa pakan hijauan berupa rumput, dan legum yang terdapat di padang atau yang dicari oleh peternak. Jenis pakan yang dimanfaatkan adalah rumput raja dan rumput lainnya, sedangkan legum yang banyak dimanfaatkan adalah lamtoro dan gamal.

����������� Pakan yang tersedia diberikan begitu saja tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlah pakan serta nutrisi yang dibutuhkan ternak. Pada musim hujan, ternak lebih banyak mengkonsumsi rumput hijau karena rumput yang tersedia sangat banyak. Namun di saat musim kemarau, volume rumput hijau mulai� berkurang sehingga pakan yang diberikan adalah leguminosa seperti lamtoro, gamal dan juga pakan tambahan berupa batang pisang yang dicincang, jatih putih, daun turi dan daun nangka.

Perkandangan

Kandang merupakan salah satu sarana yang penting di dalam usaha peternakan, dengan tersedianya kandang maka dapat mempermudah peternak di dalam mengelola usahanya. Berdasarkan hasil penelitian peternak di Kabupaten Nagekeo menggunakan sistem kandang gabungan, dengan tipe kandang bebas hanya membutuhkan satu ruangan kandang. Menurut peternak dengan adanya sistem kandang gabung mereka dapat bekerja sama membangun kandang. Kandang yang digunakan adalah kandang darurat dengan alat-alat berupa bambu, kayu bulat (bagian pohon yang ditebang dan dipotong menjadi batang), tali, atap yang terbuat dari seng bekas yang dikumpulkan dari masing-masing peternak. Biaya yang dikeluarkan oleh peternak dalam pengerjaan kandang sebesar Rp50.000 untuk membeli tali.

Perawatan Kesehatan

Kesehatan ternak merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan sapi potong. Setiap Kecamatan di Kabupaten Nagekeo memiliki masing-masing satu kantor pos kesehatan hewan (Poskeswan). Berdasarkan hasil penelitian ternak sapi di Kabupaten Nagekeo jarang terserang penyakit, namun sesekali ternak sapi mengalami mencret. Dalam menghadapi persoalan ini peternak lebih sering menggunakan pengobatan tradisional yang mudah didapat di rumah seperti bawang putih dicincang yang dicampur dengan air minum dan diberikan pada ternak, dan beberapa peternak membiarkan ternaknya tanpa mengobati karena menurut mereka ternak mereka akan sembuh dengan sendirinya. Kondisi ini menunjukkan bahwa peternak belum memanfaatkan ketersediaan poskeswan. Menurut peternak jika ada bahan alami yang bisa digunakan untuk menyembuhkan ternak maka tidak perlu harus mengeluarkan biaya.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan sumberdaya manusia yang berperan penting dalam menjalankan suatu usaha. Tenaga kerja untuk usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo cukup tersedia. Berdasarkan hasil penelitian usaha ternak sapi potong yang dijalankan di Kabupaten Nagekeo tidak melibatkan tenaga kerja sewaan, melainkan hanya tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga terdiri suami istri anak dan anggota keluarga lainnya yang berada dalam rumah. Pekerjaan menggembalakan ternak dan pengadaan pakan lebih sering dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Sedangkan tenaga kerja perempuan lebih bersifat membantu seperti memberi pakan dan air minum pada ternak.

Analisis Location Quotient

1. Wilayah Basis dan Wilayah Non Basis

���� Analisis LQ digunakan untuk mengetahui wilayah sentra ternak sapi potong yang ada di Kabupaten Nagekeo. Metode LQ dapat dirumuskan sebagai berikut Sudrajad, (2017)

Tabel 3. Hasil analisis location quotient (LQ)

Ternak

Kabupaten Nagekeo

 

Nilai LQ

Sapi

0,75

Kerbau

0,92

Kambing

1,21

Domba

2,38

Sumber : Data sekunder 2023 (diolah)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3 ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo merupakan komoditi non basis. Ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Dalam aspek sosial budaya ternak sapi digunakan dalam upacara adat misalnya dalam perkawinan sebagai mahar (belis), acara kedukaan, maupun sebagai sumber daging di acara pernikahan, sehingga masyarakat di Nagekeo memelihara ternak lebih memprioritaskan kebutuhan upacara adat.

Potensi pakan di Kabupaten Nagekeo cukup tinggi namun populasi ternak sapi belum cukup besar hanya mampu memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan belum bisa diekspor antar wilayah. Hal ini juga disebabkan oleh peternak yang memelihara ternak sapi masih kurang. Usaha ini berpeluang untuk dikembangkan dengan potensi yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta pengembangan ekonomi hanya saja memerlukan usaha dan biaya yang lebih besar.

Hasil pada Tabel 3 juga menunjukkan bahwa ternak kambing dan domba untuk Kabupaten Nagekeo merupakan komoditi basis karena memiliki nilai LQ>1. Ternak kambing dan domba telah membudaya di masyarakat. Ternak kambing dan domba adalah ternak ruminansia kecil yang sudah dikenal baik oleh masyarakat dan paling dominan dipelihara oleh masyarakat di Nagekeo, terkhusus ternak kambing digemari untuk dipelihara karena termasuk kedalam ruminansia kecil, pemeliharaannya mudah, berkembangbiak dengan baik dan prolific, pertumbuhan anaknya cepat, dan daya adaptasi terhadap kondisi suatu tempat. Dengan demikian wilayah kabupaten tersebut bisa mengembangkan ternak kambing dan domba karena sangat berpeluang untuk diekspor dengan memanfaatkan kekuatan yang ada.

Perumusan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong

Posisi Usaha Ternak Sapi Potong

Faktor-faktor internal dan eksternal dievaluasi menggunakan matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan Matriks EFE (External Factor Evaluation).

Tabel 4. Analisis Matriks IFE

 

No

Faktor Strategi Internal

Bobot Rata Rata

Rating Rata-Rata

Skor

 

Kekuatan

 

 

 

1

Tersedianya lahan untuk penggembalaan ternak sapi

0,10

3,5

0,34

2

Pakan yang tersedia secara alami di musim hujan

0,13

3,25

0,42

3

Tenaga kerja keluarga yang tersedia cukup banyak

0,10

2,3

0,22

4

Tersedianya teknologi IB dalam pengembangbiakan ternak sapi

0,13

1,53

0,20

5

Tersedianya limbah pertanian yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak di musim kemarau

0,10

2,05

0,20

 

Total Kekuatan

0,56

12,63

1,38

 

Kelemahan

 

1

Pola pemeliharaan ternak sapi dengan sistem lepas

0,10

2,7

0,26

2

Kesulitan pakan hijauan pada musim kemarau

0,10

2,87

0,28

3

Pengetahuan dan keterampilan peternak belum memadai

0,06

2,7

0,17

4

Beternak sapi potong� masih sebagai usaha sampingan

0,06

2,9

0,19

5

Permodalan terbatas

0,13

2,52

0,33

 

Total Kelemahan

0,45

13,69

1,23

 

Total Faktor Internal

1

26,32

2,60

Sumber: Data Primer 2023 (diolah)

Berdasarkan hasil analisis matriks IFE pada Tabel 4, skor rata-rata pada usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo sebesar 2,60. David (2009) menyatakan bahwa jika total skor berada di bawah 2,5 maka organisasi tersebut memiliki faktor srategi internal yang lemah. Berdasarkan hasil analisis faktor IFE, dapat dikatakan bahwa faktor internal usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo berada di atas rata-rata dengan selisih antara faktor kekuatan dan kelemahan 0,15. Dengan demikian dapat dilihat bahwa usaha ternak sapi potong ini memiliki kekuatan yang lebih besar dari pada kelemahan.

Tabel 5. Analisis Matriks EFE

 

No

 

Faktor Strategi Eksternal

Bobot rata-rata

Rating

rata-rata

Skor

 

Peluang

 

 

 

1

Ternak sapi memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai komoditas sosial budaya

0,13

3,87

0,52

2

Permintaan pasar lokal masih cukup tinggi

0,13

3,08

0,41

3

Harga ternak sapi cenderung tinggi

0,10

2,98

0,30

4

Berkembangnya kuliner berbahan dasar daging sapi

0,07

2,86

0,19

5

Adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan ternak sapi

0,13

2,7

0,36

 

Total Peluang

0,56

15,49

1,78

 

Ancaman

 

1

Adanya alih fungsi lahan untuk pertanian

0,07

1,26

0,08

2

Terdapat serangan penyakit menular

0,07

1,33

0,09

3

Pengaruh cuaca terhadap kondisi sumberdaya alam

0,07

3,03

0,20

4

Adanya pencurian ternak

0,10

1,81

0,18

5

Kebakaran padang rumput pada musim kemarau panjang

0,13

1,95

0,26

 

Total Ancaman

0,44

9,38

0,82

 

Total Faktor Eksternal

1

24,87

2,59

Sumber: Data Primer 2023 (diolah)

Berdasarkan hasil analisis matriks EFE pada Tabel 5, skor rata-rata pada usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo sebesar 2,59. David (David, 2009) menyatakan bahwa jika total skor berada di bawah 2,5 maka organisasi tersebut memiliki faktor srategi internal yang lemah. Berdasarkan hasil analisis faktor EFE, dapat dikatakan bahwa faktor eksternal usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo berada di atas rata-rata dengan selisih antara faktor peluang dan ancaman 0,96. Dengan demikian dapat dilihat bahwa usaha ternak sapi potong ini memiliki peluang yang lebih besar dari pada ancaman.

Dari hasil perhitungan pada matriks IFE dan EFE dapat ditentukan posisi usaha ternak sapi potong yang ada di Kabupaten Nagekeo. Penentuan posisi usaha ini dibantu dengan menggunakan diagram analisis SWOT seperti pada Gambar 1.

 

 


2,5

 
������������� ���������� Kuadran 4������������������� ����������������������� ������������� Kuadran 1������

2

 

1,5

 
Text Box: 0,76;1,37����������������������� (Turn Around)��������������������������� �������������������������� (Agresif)

1

 
�����������������������������������������������������������������������������������������������

 

 


-1

 
�������������������������������������������������������������������������������

-1,5

 
���������������������� Kuadran 3������������������������������������������������ Kuadran 2

--2

 

-2,5

 
��������������������� (Defensive)��������������������������������������������� (Diferensiasi)

Text Box: Ancaman
 

 


����������������

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. Posisi Usaha Ternak Sapi Potong

������������� Berdasarkan gambar 1 dapat diketahui bahwa usaha ternak sapi potong di Kabupaten Nagekeo berada pada posisi diantara sumbu peluang dan ancaman yakni kuadran 1, artinya strategi pengembangan usaha ternak sapi yang sesuai dengan kondisi yang dimiliki adalah strategi agresif. Kondisi ini menunjukkan situasi yang menguntungkan karena usaha ternak sapi potong memiliki peluang dan kekuatan, sehingga usaha ini harus mendukung kebijakan pertumbuhan agresif.

Tersedianya lahan untuk penggembalaan dan pakan yang tersedia� secara alami di musim hujan berperan dalam pengembangan usaha ternak sapi potong. Namun pola pemeliharaan yang masih tradisional dan rendahnya ketersediaan jumlh pakan di musim kemarau menjadi kelemahannya. Tenaga kerja memadai yang berasal dari keluarga dapat mengurangi pengeluaran. Adanya dukungan pemerintah berupa pemberian vaksin dapat meningkatkan kesehatan pada ternak.

Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi Potong

�� Untuk menyusun faktor-faktor strategis suatu usaha membutuhkan matriks SWOT. Matriks SWOT bertujuan untuk mengumpulkan alternati-alternatif strategi yang mungkin bisa digunakan oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya. Berdasarkan hasil perumusan strategi melalui matriks SWOT diperoleh beberapa alternafit strategi sebagai berikut.

Tabel 6. Analisis Matriks SWOT

�����������������������

��������������

��������������������� IFAS��������������������������� ��������

 

 

 

 

 

 

EFAS

Strength ( S )

Weakness ( W )

1.       Tersedianya lahan untuk penggembalaan ternak sapi

2.       Pakan yang tersedia secara alami di musim hujan

3.       Tenaga kerja keluarga yang tersedia cukup banyak

4.       Tersedianya teknologi IB dalam pengembangbiakan ternak sapi

5.       Tersedianya limbah pertanian yang bisa dimanfaaatkan sebagai pakan ternak di musim kemarau

1.       Pola pemeliharaan ternak sapi dengan sistem lepas

2.       Kesulitan pakan hijauan pada musim kemarau

3.       Pengetahuan dan keterampilan peternak belum memadai

4.       Beternak sapi potong masih sebagai usaha sampingan

5.       Permodalan terbatas

Opportunity ( O )

STRATEGI SO

STRATEGI WO

 

1.       Ternak sapi memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai komoditas sosial budaya

2.       Permintaan pasar lokal� masih cukup tinggi

3.       Harga ternak sapi cenderung tinggi

4.       Berkembangnya kuliner berbahan dasar daging sapi

5.       Adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan� ternak sapi

1.       Meningkatkan produktivitas ternak dan meningkatkan etos kerja peternak untuk memenuhi permintaan pasar.

2.       Meningkatkan keterampilan peternak melalui pelatihan dan pemberdayaan peternak untuk meningkatkan kualitas hasil ternak

 

 

 

 

 

1.      Bekerja sama dengan lembaga� pemerintah� agar dapat mengoptimalkan teknologi pengawetan pakan hijauan sebagai cadangan pakan di musim kemarau

2.      Memberikan program pendampingan dan penyuluhan secara menyeluruh agar dapat meningkatakan kemampuan peternak

Threats ( T )

STRATEGI ST

STRATEGI WT

1.       Adanya alih fungsi lahan untuk pertanian

2.       Terdapat serangan penyakit menular

3.       Pengaruh cuaca terhadap kondisi sumberdaya alam

4.       Adanya pencurian ternak

5.       Kebakaran padang rumput pada musim kemarau panjang

1.    Meningkatkan budidaya� pakan dengan memanfaatkan lahan yang tersedia agar tidak terjadi peralihan lahan.

2.    Memberikan asupan yang baik dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang dimiliki sehingga kekebalan tubuh ternak terjaga dan tidak rentan terkena penyakit

1.       Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak melalui kegiatan pembinaan untuk memaksimalkan penggunaan sumberdaya alam yang tersedia

2.       Mengubah pola pemeliharaan untuk mengurangi terjadinya pencurian ternak

 

 

 

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1.       Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Nagekeo bukan merupakan wilayah basis sapi potong karena hasil analisis menunjukkan nilai LQ <1.

2.       Strategi pengembangan berdasarkan analisis SWOT� terdapat pada Kuadran 1 yaitu strategi agresif yang artinya alternatif atau strategi yang akan ditetapkan strategi yang memanfaatkan faktor kekuatan dan peluang untuk mengatasi faktor kelemahan dan ancaman. Strategi agresif yang ditetapakan antara lain: 1) meningkatkan poduktivitas ternak dan meningkatkan etos kerja peternak untuk memenuhi pemintaan pasar, 2) meningkatkan keterampilan peternak melalui pelatihan dan pemberdayaan peternak untuk meningkatkan kualitas hasil ternak.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adiwilaga, E. 2013. (2013). ANALISIS SALURAN PEMASARAN DAN MARJIN PEMASARAN KELAPA DALAM DI DAERAH PERBATASAN KALIMANTAN TIMUR. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, 11(1), 1�10. https://doi.org/10.25157/jimag.v3i2.217

 

Alam, A., Dwijatmiko, S., Magister, M., Ternak, I., Diponegoro, U., Fakultas, D., & Universitas, P. (2013). MOTIVASI PETERNAK TERHADAP AKTIVITAS BUDIDAYA TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN BURU PROVINSI MALUKU. 32(2), 75�89.

 

Andarwati,� s. dan B. G. (2007). Analisis sikap peternak ayam ras terhadap aspek lingkungan dan ekonomi di Kabupaten Bantul. 9(3), 194�201.

 

Andri, A., & I Indrayani, I. I. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi potong di Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya. Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2018.

 

David, F. . (2009). Manajemen Strategis. PT. Indeks Kelompok Gramedi.

 

Febriana. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif. Alfabeta.

 

Hasibuan, M. I. A., & Ginting, E. (2014). Analisis Usaha Ternak Sapi Potong (Studi Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat). Journal of Agriculture and Agribusiness Socioeconomics, 3(3), 15205.

 

Hastang, L. V. dan A. P. (2011). Beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan telur ayam ras oleh konsumen di Pasar Pa�baeng-baeng, Makassar. 3, 1�13.

 

Rokhayati, U. A. (2022). Kultur Budaya Pemeliharaan Sapi Peranakan Ongole (PO) di Kelompok Tani Ternak Sido Mulyo Desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas. Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian, 19(35), 25�32.

 

SOEHARJO, A., & S, P. (2010). Potensi agribisnis usaha ternak sapi potong di Kota Kendari. 1(1), 88�98.

 

Sudarmono, A. S., & Sugeng, Y. B. (2016). Panduan Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya Grup.

 

Sudrajat, E. (2017). Analisis location quotion (LQ) tentang potensi pengembangan sapi rakyat di Kabupaten Gowa. Jurusan Ilmu Peternakan. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin.

 

Sulistyati, M., H. dan A. F. (2013). Potensi usaha peternakan perah rakyat dalam menghadapi pasar global. 13(1).

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).