Tampilan Estrus Hasil
Sinkronisasi Estrus Menggunakan Hormon Prostaglandin F2α pada
Induk Sapi Bali dengan Bobot Badan Berbeda
Appearance of Estrus
Results From Estrus Synchronization Using Prostaglandin F2α Hormone In
Mother Bali Caws With Different Body Weights
1)* Albertus Agung E. P.
Cibolin, 2) H. L.
L. Belli, Aloysius Marawali, 3)
Petrus Kune
1,2,3 Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan - Universitas Nusa Cendana Kupang.
*Email: 1) [email protected]
*Correspondence: 1) Albertus Agung E. P. Cibolin
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1302 |
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji
perbandingan tampilan Estrus induk sapi bali yang di sinkronisasi menggunakan
Prostaglandin F2α dengan pengelompokan bobot badan yang
berbeda. Penelitian ini menggunakan 21 induk yang diseleksi dari 47 induk
sapi bali. Kriteria induk yang digunakan adalah kisaran umur 3 � 12 tahun
dengan skor kondisi tubuh 2 � 4,5 dengan paritas 0 � 7 kali. Perhitungan
bobot badan induk sapi bali menggunakan rumus schoorl ((lingkar dada+22)2/100)
sehingga terdapat 3 pengelompokan induk sapi bali dengan P1(240 kg � 289 kg),
P2(290 kg � 339 kg), P3(340 kg � 389 kg). Induk sapi disinkron menggunakan
PGF2α dengan dosis 5 mg/ml per ekor secara intramuscular.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dibagi dalam 3
perlakuan dengan masing � masing ulangan P1(7 ulangan), P2(9 ulangan), P3(3
ulangan). Data yang diperoleh akan ditabulasi dan kemudian dianalisi
menggunakan uji Anova dengan nilai rata � rata dari masing masing perlakuan
terhadap variable adalah, kecpatan timbulnya estrus P1 (92.21 � 31.47), P2 (54.75 � 26.54), P3
(82.38 � 63.81), durasi estrus
P1 (9.93 � 0.89), P2 (10.00 � 4.31), P3 (7.75 � 5.36),
intensitas estrus P1(1.71 � 0.95), P2(2.20 � 1.03), P3
(1.25
� 0.96), dengan presentas
iestrus 90,48%. Data diperoleh
menggunakan analisis Anova yang menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh tidak nyata( P>
0,05 ). Kata kunci: sapi bali, sinkronisasi, kecepat timbulnya estrus, durasi estrus, intensitas estrus |
ABSTRACT
The
purpose of this study was to examine the comparison of the Estrus appearance of
bali cattle which were synchronized using PGF2α with different
body weight groupings. This study used 21�
mothers selected from 47 bali cattle. The main criteria used are the age
range of 3 � 12 years with a body condition score of 2 � 4.5 with a parity of
0-7 times.Calculation of the body wight of the bali cattle using the school
formula ((chest circumference + 22) 2/100) so that there are 3 groupings of
bali cattle with P1 (240kg � 289 kg), P2 (290 kg � 339 kg), P3 (340 kg � 389
kg). The cows were synchronized using PGF2α at a dose of 5
mg/ml per head intramuscularly. This study used a completely randomized design
(CRD) desides into 3 treatments with each repetition P1 (7 repetitions), P2 (9
repetitions), P3 (3 repetitions). The data obtained will be tabulated and then
analyzed using the Anova test with the average value of each treatment for the
variable, namely, the speed of occurrence. Estrus P1 (92.21 � 31.47), P2 (54.75
� 26.54), P3 (82.38 � 63.81), duration of estrus P1 (9.93 � 0.89), P2 (10.00
�� 4.31), P3 (7.75 � 5.36), intensity of
estrus P1 (1.71 � 0.95), P2 (2.20 � 1.03), P3 (1.25 � 0.96), with an estrus
presentation of 90.48%. The data were obtained using Anova analysis which
showed that the treatment effect was not significant (P > 0.05).
Keywords:
bali cattle,
synchronization, estrus onset speed, estrus duration, estrus intensity
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan salah satu bangsa asli Indonesia, dimana sapi bali
memiliki ciri genetik khas dan keunggulan yaitu daya fertilitas yang tinggi
(80-82%), sehingga sapi bali cenderung lebih produktif dibandingkan dengan
jenis sapi lainnya (Bere
& TERNAK, 2019). Adapun
keungglan lain dari sapi bali yakni persentase karkas yang tinggi,
berkisarntara 55 - 57% dan persentase lemak daging yang dihasilkan berkisar
antara 2 - 6,9 %, dan daya adaptasi cukup baik pada lingkungan buruk, (Jakarian dan Noor, 2010). Peranan sapi bali sangat penting
dalam pembangunan subsektor peternakan, sehingga untuk meningkatkan
produktivitas ternak sapi bali dilakukan teknologi inseminasi buatan (IB) dan
sinkronisasi estrus (SE) (Silalahi,
2022). Prandika (2018) menyatakan bahwa salah satu alternatif
untuk meningkatkan populasi ternak sapi adalah dengan melakukan perkawinan
secara masal atau serentak dalam waktu yang bersamaan. Perkawinan tersebut
hanya dapat dilakukan jika ternak betina menunjukan estrus pada waktu yang
bersamaan.
Salah satu teknologi reprodukasi yang dapat menyamakan atau menyerentaan
estrus sapi sehingga dapat dikawinkan atau diinseminasi pada waktu bersamaan
untuk menghasilkan kebuntingan atau kelahiran anak yang sama adalah
sinkronisasi estrus (SE) (Sari,
2022). Salah
satu preparat yang digunakan dalam teknologi sinkronisasi estrus adalah
prostaglandin F2α (PGF2a) yang terbukti dapat
menimbulkan respon estrus sebesar 92.3%�
pada sapi bali (Toelihere, 1993)
Karakteristik morfometrik dapat diukur melalui, bobot badan, panjang
badan, tinggi pundak, lingkar dada, lebar pinggul, dan tinggi pinggul (Zafitra et al., 2020). Informasi karakteristik morfometrik penting diketahui karena dapat digunakan dalam rangka pelestarian
plasma nuftah ternak lokal dan bahan pertimbangan seleksi ternak lokal dimasa
yang akan datang. Karakteristik morfometrik berkorelasi positif dengan bobot badan
seiring bertambahnya ukuran-ukuran tubuh yang diikuti dengan bertambahnya bobot badan (Trisnawanto et al., 2012), maka dari itu
penelitian ini ining mengetahui tampilan estrus hasil sinkronisasi
estrus menggunakan hormon prostaglandin f2α
pada induk sapi bali dengan bobot
badan berbeda �.
METODE
Materi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah 21 induk
sapi bali yang diseleksi dari 47 induk dengan cara palpasi perektal untuk mengetahui induk tidak dalam
keadaan bunting dengan kisaran umur 3-12 tahun. Peralatan yang dibutuhkan dalam pengukuran
bobot badan sapi Bali yaitu pipa ukur, pita
ukur, spuit 3 cc, sarung tangan, air dan sabun. Bahan� yang digunakan adalah hormon PGF2α dengan
merk dagang Lutalyse buatan Pharmacia N. V./S. S. Puurs Belgia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen lapangan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).� Sebanyak 29 induk sapi bali dalam keadaan
tidak buntiong di kelompokan berdasarkan bobot badan.
Pengukuran bobot badan
dihitung menggunakan rumus Schrool yaitu:
Dari perhitungan menggunakan rumus Schrool, 29 ekor induk sapi
dibagi kedalam 3 kelompok bobot badan� dengan P1
(240 � 289)kg, P2 (290 � 339)kg, P3 (340 � 389)kg yang tertera
pada tabel 1.
Tabel 1. Pengelompokan berdasrkan bobot badan
Kelompok Ternak |
Bobot Badan ( kg ) |
Kode ternak |
No. Ternak |
P1 |
240 - 289 |
T1 |
H002 |
T2 |
H003 |
||
T3 |
H009 |
||
T4 |
H018 |
||
T5 |
H026 |
||
T6 |
H030 |
||
T7 |
H042 |
||
JUMLAH |
|
7 |
|
P2 |
290 - 339 |
T1 |
H001 |
T2 |
H004 |
||
T3 |
H010 |
||
T4 |
H012 |
||
T5 |
H013 |
||
T6 |
H014 |
||
T7 |
H025 |
||
T8 |
H028 |
||
T9 |
H031 |
||
T10 |
H047 |
||
JUMLAH |
|
10 |
|
P3 |
340 - 389 |
T1 |
H008 |
T2 |
H011 |
||
T3 |
H023 |
||
T4 |
H024 |
||
JUMLAH |
|
4 |
Sebanyak 21 ekor� induk sapi yang di sinkronisasi menggunakan hormon PGF2α
memiliki bobot badan
yang berbeda � beda, oleh karena itu induk
sapi tersebut dibagi dalam 3 kelompok berbeda dengan P1 (240 � 289)kg, P2 (290 � 339)kg, P3 (340 � 389)kg akan di uji menggunakan 4 variabel dibawah ini yakni :
1.
Kecepatan timbulnya estrus,
yakni jarak antara pemberian PGF2α dengan awal
penampakan estrus (jam).
2.
Intesitas estrus yakni
tingkat kejelasan tampilan gejalah estrus yang diperlihatkan ternak pada saat estrus hasil peralakuan
pada saat estrus dengan kategori 2 (++) dan kategori 3 (+++)� pada saat estrus hasil perlakuan.
Skor 1 diberikan untuk ternak yang memiliki tanda estrus
berupa keadaan vulva ( bengkak dan berwarna merah dan suhu hangat ) dan ekor
terangkat, skor 2 diberikan untuk ternak yang memliki ciri vulva ( bengkak dan
berwarna merah, suhu vulva hangat), ekor terangkat dan perilaku diam dinaiki,
sedangkan skor 3 diberikan untuk ternak yang memiliki keadaan vulva ( bengkak
berwarna merah, suhu vulva hangat, dan mengeluarkan cairan berwarna putih
trsnsparan ) dan perilaku diam dinaiki dan menaiki ternak lainnya.
3.
Durasi estrus / lama yaitu selisih waktu
sejak munculnya tanda-tanda estrus sampai menghilangnya tanda-tanda estrus.
4.
Persentase estrus yakni
banyaknya induk sapi yang menunjukan gejalah estrus setelah pemberian PGF2α
dibagi induk sapi yang menerima perlakuan dikali 100%.
Rancangan yang di gunakan
dalam penelitan ini adalah rancangan acak lengkap (RAL). Keseluruhan data yang
terkumpul dianalisis dengan anlisis of fariance (Anova). Untuk melihat ada
tidaknya pengaruh perlakuan terhadap variable yang diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Bobot badan terhadap Kecepatan
timbulnya estrus
Dikehaui bahwa data hasil penelitian pada onset
estrus menunjukkan P1 (BB 240 � 289)kg, P2 (BB
290 � 339)kg, dan P3 (BB 340 � 389)kg dengan masing-masing data ulangan, dan onset estrus yang dirangkum dalam
bentuk tabel adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Data kecepatan timbulnya estrus pada BB berbeda
BB
(kg) |
Onset Estrus (jam) pada ulangan |
|
|||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
||
240 -
289 |
116 |
116 |
141.5 |
66.5 |
67 |
65.5 |
73 |
|
|
|
|
290 -
339 |
48 |
69 |
32 |
94 |
70 |
35 |
67 |
67 |
65.5 |
0 |
|
340 -
389 |
146.5 |
115.5 |
67.5 |
0 |
|
|
|
|
|
|
|
Induk sapi bali yang disinkronisasi menggunakan
hormone PGF2α, 19 ekor dari 21 ekor menunjukan gejala estrus
dengan kecepatan timbulnya estrus yang berbeda dengan masing masing rataan
yakni, P1 (92.21�31.47 jam) ; P2 (54.75 � 26.54 jam) ; P3 (82.38 � 63.81 jam).
Tabel 3. Hasil analisis menggunakan SPSS versi 26
rata rata kecepatan timbulnya estrus pada 3 pengelompokan bobot badan
Ulangan |
BB 240 � 289 |
BB �290
� 339 |
BB 340 - 389 |
1 |
116 |
48 |
146.5 |
2 |
116 |
69 |
115.5 |
3 |
141.5 |
32 |
67.5 |
4 |
66.5 |
94 |
0 |
5 |
67 |
70 |
|
6 |
65.5 |
35 |
|
7 |
73 |
67 |
|
8 |
|
67 |
|
9 |
|
65.5 |
|
10 |
|
0 |
|
Rata � rata |
92.21 � 31.47 |
54.75 � 26.54 |
82.38 � 63.81 |
P Value |
0.13 |
Tampak pada tabel 5 bobot badan yang berbeda
induk yang disinkronisasi memiliki kecepatan timbulnya estrus yang berbeda dengan
nilai rata � rata yang tertera pada tabel. Berdasarkan uji statistic
menggunakan SPSS versi 26 dengan nilai P valeue > 0,05� maka dapat diketahui bahwa antara perlakuan
terhadap variabel yang diuji tidak berpengaruh.
Pengaruh Bobot badan terhadap Durasi Estrus
Di ketahui bahwa data hasil penelitian durasi estrus menunjukkan P1 (BB 240 � 289)kg, P2 (BB 290 � 339)kg, dan P3 (BB 340 � 389)kg dengan masing-masing data ulangan, dan durasi estrus yang dirangkum pada tabel 6 adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Data Durasi Estrus
BB (kg) |
Onset Estrus
(jam) pada ulangan |
||||||||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
|
|
240 - 289 |
116 |
116 |
141.5 |
66.5 |
67 |
65.5 |
73 |
|
|
|
|
290 - 339 |
48 |
69 |
32 |
94 |
70 |
35 |
67 |
67 |
65.5 |
0 |
|
340 - 389 |
146.5 |
115.5 |
67.5 |
0 |
|
|
|
|
|
|
|
Tampak pada tabel 5 setiap ternak memiliki durasi
estrus yang berbeda dengan bobot badan berbeda, maka dilakukan analisis
menggunakan SPSS ver 26.
Hasil uji anova pengaruh bobot� badan�
terhadap durasi estrus menggunakan SPSS versi 26 adalah sebagai berikut
Tabel 5. Rata�rata durasi estrus pada pengelompokan
bobot badan berbeda
Ulangan |
BB 240 - 289 |
BB �290
- 339 |
BB 340 � 389 |
1 |
10.5 |
9 |
12 |
2 |
11 |
11.5 |
10.5 |
3 |
10 |
17.5 |
8.5 |
4 |
10.5 |
11 |
0 |
5 |
8.5 |
11 |
|
6 |
9 |
12 |
|
7 |
10 |
9 |
|
8 |
|
9 |
|
9 |
|
10 |
|
10 |
|
0 |
|
Rata - rata |
9.93 � 0.89 |
10.00 � 4.31 |
7.75 � 5.36 |
P Value |
0.58 |
Hasil� uji
statistic dengan analisis anova menunjukan hasil sinkronisasi PGF2α
pada bobot badan berbeda tidak ada pengaruh (P>0.05). Pada tabel 5 diketahui
bahwa pada bobot badan yang berbeda induk yang disinkronisasi memiliki durasi
estrus yang berbeda dengan nilai rata � rata yang tertera pada tabel.
Berdasarkan uji statistic menggunakan SPSS versi 26 dengan nilai P valeue >
0,05 maka dapat diketahui bahwa antara perlakuan terhadap variabel yang diuji
berpengaruh tidak nyata.
Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kecepatan
timbulnya estrus tersebut kemungkinan disebabkan oleh status nutrisi yang sama
pada masing-masing sapi akibat tidak adanya perbedaan dalam pemberian pakan,
sehingga berpengaruh terhadap sekresi hormon. Hal ini sesuai dengan pendapat Achyadi (2009) yang menyatakan bahwa nutrisi sangat berpengaruh
terhadap siklus estrus.
Pengaruh bobot badan terhadap Intensitas Estrus
Intenstias estrus merupakan skor yang diberikan
peternakan terhadap penampakan estrus yang diamati.
Skor 1 diberikan untuk ternak yang memiliki
tanda estrus berupa keadaan vulva ( bengkak dan berwarna merah dan suhu hangat
) dan ekor terangkat, skor 2 diberikan untuk ternak yang memliki ciri vulva (
bengkak dan berwarna merah, suhu vulva hangat), ekor terangkat dan perilaku
diam dinaiki, sedangkan skor 3 diberikan untuk ternak yang memiliki keadaan
vulva ( bengkak berwarna merah, suhu vulva hangat, dan mengeluarkan cairan
berwarna putihb trsnsparan ) dan perilaku diam dinaiki dan menaiki ternak
lainnya.
Hasil uji anova pengaruh bobot badan terhadap
intensitas estrus menggunakan SPSS versi 26 adalah sebagai berikut.
Tabel 6. Rata-rata intensitas estrus pada
pengelompokan bobot badan berbeda
Ulangan |
BB 240 - 289 |
BB �290
� 339 |
BB 340 - 389 |
1 |
1 |
3 |
2 |
2 |
1 |
3 |
1 |
3 |
1 |
3 |
2 |
4 |
2 |
2 |
0 |
5 |
3 |
3 |
|
6 |
1 |
2 |
|
7 |
3 |
3 |
|
8 |
|
1 |
|
9 |
|
2 |
|
10 |
|
0 |
|
Rata - rata |
1.71�0.95 |
2.20�1.03 |
1.25�0.96 |
P Value |
0.27 |
|
Tabel 9 menggambarkan bahwa
pada bobot badan yang berbeda
induk yang disinkronisasi memiliki intensitas estrus yang berbeda dengan nilai rata � rata P1 (1.71�0.95), P2 (2.20�1.03), P3
(1.25�0.96). Dari hasil nilai
rata-rata, maka nilai P
Value (signifikan) adalah
0.27. Nilai 0.27 ≥ 0,05 maka dapat dikatatan pada baris perlakuan berpengaruh tidak nyata.
Tidak adanya perbedaan yang nyata pada kecepatan
timbulnya estrus tersebut kemungkinan disebabkan oleh status nutrisi yang sama
pada masing-masing sapi akibat tidak adanya perbedaan dalam pemberian pakan,
sehingga berpengaruh terhadap sekresi hormon. Hal ini sesuai dengan pendapat Achyadi (2009) yang menyatakan bahwa nutrisi sangat berpengaruh
terhadap siklus estrus.
Pengaruh bobot badan terhadap Presentasi estrus
Estrus adalah keinginan ternak betina untuk
kawin. Hal ini dapat diperlihatkan melalui tampilan gejala atau tanda-tanda
estrus yang hanya diperlihatkan ternak betina yang bersangkutan menjelang
estrus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan respon estrus yang
ditunjukkan oleh sapi percobaan setelah penyuntikan hormone PGF2α mencapai� 90,47%�
(19 ekor estrus dari 21 ekor yang diberikan PGF2α).
Nilai respons estrus ini cukup tinggi karena mungkin disebabkan oleh adanya corpus
luteum pada sapi yang disuntik PGF2α.
Rataan persentase estrus yang diperoleh pada
penelitian ini (90,47%) sama dengan hasil laporan (Toelihere, 1993) dan (Burhanuddin, 1991) yakni 92,16% serta (Kune dan Solihati,
2007), yakni 91,26%. Hanya 2 ekor sapi percobaan pada
kelompok IB (5,88%) dan 4 ekor (12,12%) pada kelompok KA yang tidak
memperlihatkan tanda-tanda estrus setelah penyuntikan PGF2α.
Persentase Estrus (%) adalah 90.47%. Tingginya
persentase respon estrus pada kelompok sapi yang disinkron dibandingkan estrus
alamiah mungkin disebabkan oleh faktor pengamatan estrus. Penilaian respon
estrus pada sapi percobaan oleh pengamat estrus didasarkan pada salah satu
tanda estrus yang muncul, sehingga kecenderungan angka respon estrus menjadi
tinggi. Sedangkan pada kelompok estrus alam, harus lebih teliti dalam
pengamatan estrusnya karena selain pengamatan oleh peternak dan inseminator,
juga diperjelas oleh sapi pejantan pemacek yang digunakan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan analisis
statistik menggunakan SPSS versi 26, dapat disimpulkan bahwa :
1.
Bobot badan berpengaruh tidak nyata terhadap
kecepatan timbulnya estrus
pada induk sapi hasil sinkronisasi menggunakan hormon PGF2α
dengan nilai P > 0.05
2.
Bobot badan berpengaruh tidak nyata terhadap
durasi estrus induk sapi bali hasil
sinkronisasi menggunakan hormon PGF2α dengan
nilai P > 0.05
3.
Bobot badan berpengaruh tidak nyata terhadap
intensitas estrus induk sapi bali hasil
sinkronisasi menggunakan hormon PGF2α dengan
nilai P > 0.05
4.
Sebanya 21 ekor induk sapi
bali yang disinkronisasi PGF2α terdapat 19 ekor yang berhasil
mengalami estrus sehingga presentasi estrus mencapai 90.47%..
DAFTAR PUSTAKA
Achyadi.
(2009). Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. IPB.
Bere,
E. K., & TERNAK, M. P. (2019). Perbedaan Performans Produksi Sapi Bali
Pada Ketinggian Tempat Yang Berbeda di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur.
Universitas Brawijaya.
Burhanuddin.
(1991). Efektivitas PGF dan Hormon Gonadotropin Terhadap Kegiatan Reproduksi
Ternak Sapi Bali di BesipaE, Timor Tengah Selatan. (Khusus Ilm).
Jakarian,
Z., & Noor, R. (2010). Identification of genetic divesity of growth
hormone receptor gene ini Bali cattle.
Kune,
& Solihati. (2007). Tampilan Berahi dan Tingkat Kesuburan Sapi Bali Timor
yang Diinseminasi. Ilmu Ternak.
Prandika,
Y. (2018). Performan Reproduksi Induk Sapi Bali Pasca Sinkronisasi Estrus
Menggunakan Prostaglandin (PGF2a) dan Human Chorionic Gonadotropin (hCG). 3(September),
1�8.
Sari,
B. (2022). Pengaruh Pemberian PGF2α Dari Sumber Berbeda (Capriglandin
Dan Lutalyse) Terhadap Respons Estrus, Service Perconception, Conception Rate
Dan Morfometrik Ovarium Pada Sapi Simmental Di BPTUHPT Padang Mengatas.
Universitas Andalas.
Silalahi,
P. (2022). Penerapan Bioteknologi Reproduksi Untuk Peningkatan Produktivitas
Ternak Babi Di Sumatera Utara. Jurnal Visi Eksakta, 3(1),
100�121.
Toelihere.
(1993). Insemenisasi Buatan pada Ternak. Angkasa.
Trisnawanto,
Adiwnatri, & Dilaga. (2012). Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan
bobot badan dombos jantan. Animal Agrculture, 1.
Zafitra,
A., Gushairiyanto, G., Ediyanto, H., & Depison, D. (2020). Karakterisasi
Morfometrik dan Bobot Badan pada Sapi Bali dan Simbal di Kecamatan Bangko
Kabupaten Merangin. Majalah Ilmiah Peternakan, 23(2), 66�71.