Hak dan Privasi Pasien Rumah
Sakit di Era Digitalisasi
Hospital Patients' Rights
and Privacy in the Era of Digitalization
1)* Gladdays Naurah, 2) Marice Simarmata, 3) Redyanto
Sidi Jambak
1,2,3 Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.
*Email: 1) [email protected], 2) [email protected],
3) [email protected]
*Correspondence:
1) Gladdays
Naurah
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1295 |
ABSTRAK Kesehatan merupakan hak asasi yang
fundamental bagi setiap individu, diatur dalam berbagai regulasi baik di
tingkat nasional maupun internasional. Dalam era globalisasi dan
digitalisasi, pelayanan kesehatan mengalami transformasi signifikan, termasuk
melalui platform e-health atau telemedicine. Namun, seiring dengan kemajuan
teknologi, timbul pula permasalahan terkait keamanan data dan kerahasiaan
medis pasien. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana regulasi
mengatur hak privasi medis pasien dalam layanan e-health (telemedicine) di
Indonesia, serta untuk mengeksplorasi tanggung jawab pelayanan kesehatan
elektronik dalam menghadapi potensi kebocoran rahasia kedokteran. Metode
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis dengan mengumpulkan
data melalui studi kepustakaan dan analisis peraturan perundang-undangan yang
relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi terkait hak privasi
medis pasien dalam layanan telemedicine telah diatur dalam
perundang-undangan, namun masih terdapat kebutuhan akan pemahaman yang lebih
mendalam serta penegakan hukum yang konsisten. Selain itu, tanggung jawab
pelayanan kesehatan elektronik dalam menghadapi kebocoran rahasia kedokteran
juga perlu diperkuat dan diawasi secara ketat. Kesimpulannya, perlindungan
hukum terhadap pasien dalam konteks layanan kesehatan digital merupakan hal
yang penting untuk dipertimbangkan dan diperkuat, guna menjaga kepercayaan
masyarakat serta memastikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. Kata kunci Hak pasien, Privasi medis, Pelayanan
kesehatan, Perlindungan hukum |
ABSTRACT
Health is a fundamental human
right for every individual, regulated in various regulations at both national
and international levels. In the era of globalization and digitalization,
health services are experiencing significant transformation, including through
e-health or telemedicine platforms. However, along with advances in technology,
problems also arise regarding data security and patient medical
confidentiality. This research aims to understand how regulations regulate
patients' medical privacy rights in e-health services (telemedicine) in
Indonesia, as well as to explore the responsibilities of electronic health
services in dealing with potential leaks of medical secrets. This research
method uses a descriptive analytical approach by collecting data through literature
study and analysis of relevant laws and regulations. The research results show
that regulations regarding patients' medical privacy rights in telemedicine
services have been regulated in law, but there is still a need for deeper
understanding and consistent law enforcement. Apart from that, the
responsibility of electronic health services in dealing with leaks of medical
secrets also needs to be strengthened and closely monitored. In conclusion,
legal protection for patients in the context of digital health services is an
important thing to consider and strengthen, in order to maintain public trust
and ensure safe and quality health services.
Keywords:
Patient
rights, Medical privacy, Health services, Legal protection
PENDAHULUAN
Kesehatan
merupakan hak asasi (Fundamental Right)
yang diberikan kepada setiap manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28 H Ayat
(1) UUD 1945, dan setiap manusia berhak untuk hidup berkecukupan lahir dan
batin, mereka punya tempat tinggal dan berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat serta akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesehatan sangatlah
penting, sering dikatakan kesehatan adalah segalanya, dan tanpa kesehatan
segalanya tidak ada artinya (Isriawaty, 2015).
Jaminan
hak atas kesehatan yang optimal juga tertuang dalam Pasal 9 Undang-Undang Hak
Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Kesehatan adalah hak asasi manusia
dan mencapai standar hidup yang diakui secara internasional. Pengertian
kesehatan yang diberikan oleh dunia internasional adalah : A state of complete physical, mental, and social, well being and not
merely the absence of desease or infirmity (World Health Organization, 2014). Hak
atas kesehatan mencakup hak atas layanan kesehatan yang memadai, layanan
kesehatan dan layanan sosial yang diperlukan, serta hak atas keselamatan
pribadi dan pekerjaan yang sehat.
Artikel
25 Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan: (Pbb, 2006)
��Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang
memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak
atas pangan, pakaian, perumahan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang
diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, sakit, cacat, menjadi
janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya
kekurangan nafkah, yang terjadi diluar kekuasaannya.�
Pemerintah
pusat serta pemerintah daerah memiliki kewajiban memastikan perencanaan,
pengaturan, penyelenggaraan, pembinaan, serta pengawasan atas seluruh aspek
pelayanan kesehatan yang adil untuk mencapai standar kesehatan yang
setinggi-tingginya, sebagaimana ditegaskan dalam Bab III, Pasal 6 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Seiring
berjalannya waktu, globalisasi telah berdampak pada seluruh dunia, termasuk
Indonesia. Revolusi Industri Digital 4.0,�
kemajuan teknologi berdampak pada setiap aspek kehidupan di segala
bidang. Setiap aspek kehidupan erat kaitannya dengan pemanfaatan teknologi,
termasuk sektor kesehatan (Takdir, 2018). Hal ini
terlihat dari munculnya platform pelayanan kesehatan online yang merupakan
salah satu bentuk inovasi teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas akses pelayanan kesehatan tanpa batas jarak, ruang dan waktu.
Perkembangan
pelayanan medis di Indonesia masih dalam masa transisi dari pelayanan medis
konvensional menuju digitalisasi. Digitalisasi pelayanan kesehatan di Indonesia
masih berada pada tahap transisi, terbukti dengan munculnya organisasi atau
fasilitas kesehatan informal, perubahan model pelayanan pasien di rumah sakit,
serta perubahan pola komunikasi antara pasien dan dokter (Madrah & Purwaningrum, 2019). Model
layanan e-health khusus ini berarti
dokter dan pasien tidak melakukan pertemuan secara� langsung tetapi terhubung menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi yang disebut telemedicine. Ada beberapa contoh dari penyedia jasa telemedicine seperti Good Doctor, Alodokter, GetWell, KlikDokter, Halodoc, GrabHealth� dan masih banyak lainnya yang sangat mudah
diakses masyarakat dengan hanya bermodalkan akses internet. Model layanan e-health ini memiliki sejumlah fitur
unggulan seperti konsultasi online dengan dokter umum dan dokter spesialis,
jual beli obat, janji temu dengan dokter, pemilihan rumah sakit, dan
pengelolaan rekam medis. Fungsi konsultasi online adalah salah satu fitur yang
paling banyak digunakan dalam aplikasi perawatan kesehatan. Fitur ini membantu
menghubungkan pasien dengan dokter secara online sehingga dapat menyelesaikan
konsultasi tanpa harus bertemu langsung.
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) turut serta meningkatkan pelayanan
kesehatan di dengan meluncurkan 4 aplikasi kesehatan yaitu Sehat Pedia,
Indonesia Health Search Facility
(IHeFF), e-sign dan Alat Kesehatan
PKRT e-post Border. Keempat aplikasi
tersebut merupakan wujud inovasi medis yang didorong oleh bangkitnya era
digital yang diharapkan dapat memberikan kemudahan akses layanan kesehatan
kepada masyarakat Indonesia (Tarnoto, 2018). Deloitte Indonesia bersama Bahar dan Center for Healthcare Policy and Reform
Studies (Chapters) Indonesia melakukan survei yang menunjukkan bahwa 15,6%
pengguna masih merasakan ketidak puasan terhadap aplikasi layanan kesehatan.
Ketidakpuasan ini muncul dikarenakan masyarakat masih merasa khawatir tentang
keamanan data yang telah dimasukkan ke dalam pelayanan kesehatan (Ulya, 6 C.E.). Fakta yang
ditemukan, sekitar 10% penduduk Indonesia telah menggunakan aplikasi digital
berbasis kesehatan. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia mengatakan
pada tahun 2017 bahwa ada sekitar 51% masyarakat menggunakannya hanya untuk
mencari informasi kesehatan. Ada pula sebanyak 14,05% menggunakannya untuk
berkonsultasi dengan ahli medis. Sekitar 61,2% masyarakat yang tidak
menggunakan karena memiliki kekhawatiran khusus (trust) dalam hal ini kurangnya kepercayaan terhadap informasi
kesehatan, informasi pribadi, miss
comunication, akurasi diagnosis penyakit, dan perlindungan hukum pengguna
yang akan diberikan kepada pihak bersangkutan.
Selain
itu, sejak Covid-19, jumlah pengguna telemedis meningkat sebesar 60% selama
pandemi Covid-19, menurut riset Katadata. Kementerian Informasi dan Komunikasi
menyebutkan sebagian masyarakat sudah mulai memanfaatkan layanan telemedis
melalui layanan konsultasi online yang disediakan. Terhitung ada sebanyak 44%
responden mengatakan mereka beralih ke layanan telemedis setelah konsultasi
langsung di klinik (Fitrianty et al., 2021).
�Penggunaan platform
online selain memiliki dampak positif bagi masyarakat dimana lebih
mempermudah masyarakat dalam mendiagnosis penyakitnya, ada pula dampak negatif
dari platform online. Permasalahan
atau dampak negatif dari aplikasi layanan kesehatan diantaranya potensi
permasalahan terkait legalitas izin profesi, sertifikasi, dan transaksi
terapeutik serta permasalahan terkait asuransi, kerahasiaan rekam medis pasien.
Bocoran
6 (enam) juta rekam medis pasien Covid-19 milik Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) dibocorkan dan ditukar secara bebas di situs ilegal RaidForum oleh
pengguna dengan nama pengguna Astarte. Data pribadi tersebut antara lain data
identitas pasien (alamat rumah, tanggal lahir, nomor handphone, NIK) dan rekam
medis yang memuat riwayat atau riwayat kesehatan pasien, diagnosis dengan kode
ICD 10 atau kode diagnostik internasional, pemeriksaan klinis, nomor
identifikasi referensi, pemeriksaan penunjang dan rencana perawatan. Ditemukan
12 Dokumen milik Kementerian Kesehatan yang dijual antara lain 6 juta data
pasien dengan kapasitas file 7,20 GB dengan deskripsi dokumen �Server terpusat
Kementerian Kesehatan RI".
Pasal
177 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang setiap fasilitas
kesehatan ditekankan bahwa rekam medis atau data pasien harus disimpan dan
dijaga kerahasiaannya dan Pasal 4 Ayat (1) Huruf (i) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2023 tentang Kesehatan dikatakan bahwa Setiap pasien memiliki hak atas
rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada
penyelenggara layanan kesehatan, konsisten dengan hak-hak dasar pasien
sehubungan dengan hak untuk merahasiakan penyakitnya atau dilindungi
kerahasiaannya. Mengenai kerahasiaan data kesehatan seseorang, ini adalah
informasi yang �dikecualikan� dari kategori informasi publik, hanya diungkapkan
untuk kepentingan kesehatan penerima layanan kesehatan dan untuk kepentingan
masyarakat sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku (Yustina, 2014).
Penelitian
penulis ini berfokus pada kerahasiaan hukum peraturan kerahasiaan medis dalam
bentuk telemedis yang dilakukan oleh platform medis. Berdasarkan penjelasan dan
permasalahan yang telah dijelaskan, faktor-faktor tersebut menjadi tujuan dan
konteks utama bagi penulis untuk menganalisis permasalahan tersebut.
Melihat
rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Memahami bagaimana hak privasi medis
pasien diatur dalam layanan e-health
(telemedicine) berdasarkan hukum positif di Indonesia.
2.
Memahami sejauh mana kepastian hukum
mengatur hak pasien atas kerahasiaan medis dalam layanan kesehatan elektronik
(telemedis) di Indonesia.
3.
Memahami tanggung jawab layanan e-health (telemedicine) jika terjadi
kebocoran rahasia medis di Indonesia
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah Sakit
a.
Pengertian Rumah Sakit
Menurut WHO (World Health Organization), definisi rumah sakit
adalah integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi
menyediakan pelayanan paripurna (Komprehensif) yang meliputi Penyembuhan
penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat.
Berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan
mengatakan bahwa rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara menyeluruh,
menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang perizinan rumah
sakit disebutkan bahwa Rumah Sakit adalah sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta� dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian
Berdasarkan definisi di
atas, dapat disimpulkan bahwa penting bagi rumah sakit untuk menetapkan standar
medis, yang harus dianggap oleh staf rumah sakit sebagai kode etik dan harus
dihormati sebagai arahan prinsip dalam pelayanan medis. Hal ini juga menjelaskan
mengapa rumah sakit berbeda sifatnya dengan pelayanan publik lainnya, yaitu
harus memperhatikan aturan etika rumah sakit dan juga aturan etika profesi.
b.
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 17 Tahun 2023 tentang Rumah Sakit, Misi rumah sakit
adalah memberikan pelayanan medis yang komprehensif kepada setiap individu.
Pelayanan kesehatan komprehensif adalah pelayanan kesehatan yang mencakup
pelayanan preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk melaksanakan tugas yang
direncanakan, rumah sakit mempunyai fungsi :
1)
Penyelenggaran pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
standar pelayanan rumah sakit.
2)
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3)
Penyelenggara pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
pengingkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4)
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan.
5)
Kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan dalam bidang� kesehatan.
c.
Kewajiban Rumah Sakit
Menurut Pasal 27 Ayat 1
PP RI No. 47 Tahun 2021, setiap rumah sakit mempunyai kewajiban berupa:
1) Memberikan informasi yang
akurat mengenai pelayanan rumah sakit kepada masyarakat, memberikan pelayanan
kesehatan yang aman, bermutu, tidak diskriminatif dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar pelayanan rumah sakit.
2) Memberikan pelayanan
medis darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuannya melayani.
3) Berperan aktif dalam
memberikan pelayanan medis pada saat terjadi bencana sesuai dengan kemampuannya
melayani.
4) Memberikan fasilitas dan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin atau tidak mampu.
5) Melaksanakan fungsi
sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan kepada pasien miskin/kurang mampu,
pelayanan gawat darurat tidak berbayar, ambulan gratis, pelayanan korban
bencana alam dan acara khusus atau pelayanan sosial untuk tujuan kemanusiaan.
6) Menciptakan, menerapkan
dan memelihara Standar mutu pelayanan
7) Medis di rumah sakit yang
dijadikan tolok ukur pelayanan pasien menyelenggarakan rekam medis.
8) Menyediakan sarana dan
prasarana umum yang memadai antara lain sarana ibadah, tempat parkir, ruang
tunggu, fasilitas penyandang cacat, ibu menyusui, anak-anak, dan orang yang
sudah lanjut usia.
9) Melaksanakan sistem
rujukan
10) Menolak keinginan pasien
yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta ketentuan
perundang-undangan.
11) Memberikan informasi yang
benar, jelas, dan jujur tentang hak dan kewajiban pasien
12) Menghormati dan
melindungi hak pasien.
13) Menerapkan etika rumah
sakit.
14) Memiliki sistem
pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
15) Melaksanakan program
pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional.
16) Menyusun daftar tenaga
medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenaga
kesehatan lainnya.
17) Membuat dan menerapkan
peraturan internal rumah sakit.
18) Melindungi dan memberikan
bantuan hukum kepada seluruh petugas rumah sakit dalam menjalankan tugas.
19) Memberlakukan seluruh
lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
1. Transformasi Digital Kesehatan
a. Pengertian Transformasi
Digital Kesehatan
Transformasi digital
adalah istilah yang digunakan dalam bidang akademik untuk menyebut perubahan
organisasi yang dipengaruhi oleh teknologi digital. Transformasi digital
terjadi karena adanya perubahan yang dibawa oleh perkembangan teknologi
terhadap organisasi dan lingkungan (Widnyani et
al., 2021). Transformasi digital
adalah proses berkembang yang memanfaatkan kemampuan dan teknologi digital
untuk menciptakan atau mengubah proses bisnis, proses operasional, dan
pengalaman pelanggan, sehingga menciptakan proporsi nilai baru (Hadiono &
Santi, 2020). Transformasi digital
mencakup efek gabungan dari berbagai inovasi dan teknologi digital untuk
menghasilkan struktur, praktik, nilai, metrik, dan keyakinan baru yang
mengubah, menggantikan, atau melengkapi aturan yang ada di seluruh organisasi,
ekosistem, dan industri (Tulungen et
al., 2022).
b.
Transformasi Digital dalam Pelayanan Kesehatan
Pemerintah mendorong
perkembangan teknologi di berbagai sektor karena kita kini memasuki era
disrupsi dimana inovasi teknologi membawa kemudahan dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk seluruh sektor kesehatan. Transformasi layanan kesehatan
digital bertujuan untuk menyederhanakan tugas dokter, mengoptimalkan sistem,
meningkatkan hasil kesehatan pasien, meminimalkan kesalahan manusia, dan
menjadikan layanan-layanan kesehatan menjadi lebih terjangkau.
Beberapa layanan
kesehatan digitalisasi diantaranya :
1) Layanan telehealth,
yaitu mekanisme yang memfasilitasi akses terhadap layanan kesehatan yang
terkomputerisasi dan disampaikan dalam bentuk digital.
2) Rekam Medis Elektronik
(RME), khususnya penerapan rekam medis dalam bentuk digital dapat mempermudah
pengelolaan layanan bagi penyedia layanan agar dapat beroperasi lebih efisien
dan memudahkan pendataan.
3) Sistem informasi yang
terintegrasi khususnya penyediaan informasi elektronik yang menghubungkan
fasilitas pelayanan medis untuk memfasilitasi manfaat pemberian pelayanan medis
kepada pasien.
4) Wearable sensors, khususnya perangkat yang dipasang di tubuh
yang digunakan untuk memantau kesehatan pasien.
Tujuan utama transformasi
digital adalah untuk mencapai terobosan yang memperbaiki dan menyempurnakan
proses operasional serta meningkatkan pengalaman pasien sekaligus mengurangi
biaya. Strategi yang diterapkan untuk mencapai transformasi kesehatan digital
akan berfokus pada ekosistem kesehatan, efisiensi layanan kesehatan, dan
integritas data untuk kebijakan berbasis data (Budiarsih,
2021).
2. Hukum Rumah Sakit Era Digitalisasi
Pembelaan hukum adalah
segala upaya untuk melindungi dan menjamin hak dan rasa aman saksi dan/atau
pasien korban. Perlindungan hukum dapat diperoleh dalam bentuk ganti rugi,
santunan, pelayanan kesehatan, dan bantuan hukum. Perlindungan hukum di
Indonesia mengikuti kebijakan umum yang menjadi landasan dan tujuan kebijakan
hukum di Indonesia. Sebagaimana tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu:
�melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan umum berdasarkan
kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila� (Budiarsih,
2021).
Adapun bentuk-bentuk
perlindungan hukum terhadap pasien dapat berupa:
a. Adanya perjanjian antara
dokter dan pasien tentang pertanggung jawaban profesi medis. Perjanjian sendiri
diatur di dalam KUHPerdata.
b. Adanya peraturan
perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban pasien, dokter serta rumah
sakit. Dalam suatu perjanjian, KUH Perdata mengatur adanya akibat hukum yaitu
timbulnya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 98 diatur tentang Perlindungan hukum terhadap
pasien sebagai konsumen jasa di bidang pelayanan medis.
c. Adanya peraturan hukum
yang mengatur perlindungan pasien dengan pemberian ganti rugi kepada pasien
yang dirugikan baik formil maupun materiil oleh pihak dokter atau rumah sakit.
Sebagai seorang pasien,
juga memerlukan perlindungan pidana terhadap kelalaian dokter yang
mengakibatkan kerugian atau penderitaan lebih lanjut bagi pasien. Dokter juga
perlu menghormati tanda-tanda untuk melindungi pasien, karena tidak mudah bagi
pasien untuk membuktikan kesalahan petugas medis, apalagi jika pasien kurang
berkomunikasi dengan dokter. Oleh karena itu diatur lebih lanjut mengenai
bentuk perlindungan hukum yang timbul atas kewajiban dokter dalam memberikan
pelayanan kedokteran kepada pasien. Penyelenggaraan pelayanan medis di rumah
sakit umum didasarkan pada hukum positif yang ada di Indonesia.
Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dilakukan di rumah sakit harus terlaksana dengan baik,
menghormati hak pasien, dilaksanakan dengan penuh komitmen dan konsisten dengan
tugas dan fungsi rumah sakit pada umumnya dalam melindungi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang bermutu harus diberikan secara profesional, berdasarkan bukti,
penelitian ilmiah dan medis serta sesuai dengan standar. Penyelenggaraan
pelayanan medis di rumah sakit umum didasarkan pada hukum positif Indonesia,
yang harus mematuhi peraturan hukum yang berlaku (saat ini). Artinya
bentuk-bentuk perlindungan hukum yang dapat dipahami dari hak-hak subjek hukum
telah diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum, suatu badan hukum yaitu hukum
positif diubah sewaktu-waktu tergantung pada waktu penerbitannya. Hukum positif
dikenal dengan istilah Ius Constitutum yaitu hukum yang berlaku sekarang
bagi suatu masyarakat tertentu dalam daerah tertentu. Setiap negara di dunia
tentunya menganut hukum positif yang berbeda-beda serta jenis hukum publik yang
berbeda-beda. Sebagai negara hukum, Indonesia menganut hukum positif
sebagaimana sistem hukum yang berlaku atau sedang berlaku.
Oleh karena itu,
penerapan pelayanan medis di rumah sakit umum berdasarkan hukum positif
Indonesia menunjukkan bahwa aspek hukum yang diterapkan dalam pelayanan medis
harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuk perlindungan hukum
terhadap pelayanan medis RSU terhadap pasien, pelayanan medis yang berkaitan
dengan prosedur medis dan tenaga medis, serta mutu pelayanan medis yang
diberikan. Rumah sakit akan memeriksa apakah tenaga medis khususnya dokter
telah menyimpang dari SOP (Standar Operasional Prosedur), atau karena
kekeliruan yang tidak disengaja. Penyimpangan dari suatu praktek kedokteran dan
praktek dokter dapat berefek dalam bentuk sanksi hukum, baik sanksi perdata,
pidana, administratif, suatu bentuk perlindungan hukum terhadap pasien yang
dirugikan
SIMPULAN
Bentuk perlindungan hukum terhadap pelayanan medis RSU
terhadap pasien, pelayanan medis yang berkaitan dengan prosedur medis dan
tenaga medis, serta mutu pelayanan medis yang diberikan. Pihak rumah sakit akan
memeriksa apakah tenaga medis khususnya dokter telah melakukan penyimpangan
terhadap SOP (Standar Prosedur Bedah) atau merupakan kesalahan yang tidak
disengaja. Dan segala kesalahan yang dilakukan oleh prosedur medis dan dokter
mempunyai akibat berupa sanksi hukum baik perdata, pidana maupun administratif,
sebagai perlindungan hukum terhadap pasien yang dirugikan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarsih,
B. (2021). Hukum Kesehatan: Beberapa Kajian Isu Hukum.
Fitrianty,
F., Retnaningsih, U. O., & Nizmi, Y. E. (2021). Peran World Health
Organization (WHO) Dalam Menangani Covid-19 Di Indonesia (2019-2021). Nusantara:
Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(7), 1889�1914.
Hadiono,
K., & Santi, R. C. N. (2020). Menyongsong Transformasi Digital.
Isriawaty,
F. S. (2015). Tanggung Jawab Negara Dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan
Masyarakat Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Tadulako University.
Madrah, M.
Y., & Purwaningrum, A. R. (2019). Digitalisasi Layanan Kesehatan Dalam
Perspektif Islam. Conference on Islamic Studies FAI 2019, 231�244.
Pbb, M. U.
(2006). Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. Indonesian Journal of
International Law, 4(1), 133�168.
Takdir, T.
(2018). Pengantar Hukum Kesehatan. Lembaga Penerbitan Kampus.
Tarnoto, K.
W. (2018). Literatur Review: E-Learning Dan Aplikasinya Dalam Bidang Pendidikan
Keperawatan. Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(2).
Tulungen,
E. E. W., Saerang, D. P. E., & Maramis, J. B. (2022). Transformasi digital:
Peran kepemimpinan digital. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen,
Bisnis Dan Akuntansi, 10(2).
Ulya, F. N.
(6 C.E.). Kendala Ini Membuat Pelayanan Kesehatan di Indonesia Tak Maksimal. Retrieved
from Kompas. Com: Https://Money. Kompas.
Com/Read/2019/08/19/171503026/6-Kendala-Ini-Membuatpelayanan-Kesehatan-Di-Indonesia-Tak-Maksimal,
9, 0�10.
Widnyani,
N. M., Astitiani, N. L. P. S., & Putri, B. C. L. (2021). Penerapan
transformasi digital pada UKM selama pandemi Covid-19 di Kota Denpasar. Jurnal
Ilmiah Manajemen Dan Bisnis, 6(1), 79�87.
World
Health Organization. (2014). Revised WHO Classification and Treatment of
Childhood Pneumonia at Health Facilities: Evidence Summaries. In Who.
Yustina, E.
W. (2014). Hak atas informasi publik dan hak atas rahasia medik: problema hak
asasi manusia dalam pelayanan kesehatan. PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum
(Journal of Law), 1(2).