Optimasi Formula serta Evaluasi Sediaan Jamu Segar dan Instan �Curcumarea� Sebagai Peningkat Nafsu Makan

 

Formula Optimization and Evaluation of Fresh and Instant Herbal Preparations 'Curcumarea' as an Appetite Increaser

 

1)* Putu Adelia Supariangga, 2) Anak Agung Made Ari Suryawati, 3) Ni Putu Amefi Redisti

1,2,3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.

 

*Email: 1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected]

*Correspondence: 1) Putu Adelia Supariangga

 

DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1289

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Temulawak dan kunyit telah dikenal luas oleh masyarakat untuk meningkatkan nafsu makan. Komponen utama dalam temulawak dan kunyit yang diduga memiliki manfaat sebagai peningkat nafsu makan adalah senyawa kurkumin dan minyak atsiri. Masyarakat biasanya mengolah bahan tersebut dan mengonsumsinya dalam bentuk sediaan jamu. Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu sediaan jamu segar dan instan peningkat nafsu makan serta melakukan optimasi dan evaluasi dari sediaan jamu yang dibuat. Optimasi formula dan pembuatan jamu segar dan instan dibuat dalam 2 formula dengan komposisi temulawak, kunyit, asam jawa, daun pandan, gula pasir, garam, dan air. Kemudian dilakukan pengujian evaluasi terhadap sediaan jamu meliputi organoleptis, hedonik (kesukaan), dan kemasan. Sediaan jamu segar yang dihasilkan berwarna oranye kekuningan, berbau aroma khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, cairan bertekstur pekat dengan rasa manis dan asam seimbang dengan rasa pahit sedikit tertutupi. Sedangkan, sediaan jamu instan yang dihasilkan berwarna kuning kecoklatan, aromanya khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, rasanya manis dan asam dengan sedikit rasa pahit yang tertutupi, dan teksturnya seperti butiran serbuk halus yang homogen. Sediaan jamu sudah memenuhi syarat uji organoleptis, kemasan dan untuk uji hedonik lebih banyak yang menyukai jamu segar daripada jamu instan.

 

Kata kunci: Curcumarea, Jamu, Kunyit, Peningkat Nafsu Makan, Temulawak

 

ABSTRACT

Temulawak and turmeric are widely known by the public to increase appetite. The main components in ginger and turmeric which are thought to have benefits as an appetite enhancer are curcumin compounds and essential oils. People usually process these materials and consume them in the form of herbal medicine preparations. This research aims to make a fresh and instant herbal preparation to increase appetite as well as carry out optimization and evaluation of the herbal preparation made. Optimizing the formula and making fresh and instant herbal medicine is made in 2 formulas with the composition of ginger, turmeric, tamarind, pandan leaves, granulated sugar, salt and water. Then evaluation tests were carried out on herbal preparations including organoleptic, hedonic (likeability) and packaging. The resulting fresh herbal preparation is yellowish orange in color, has a distinctive aroma of rhizomes with a slight aroma of pandan, a thick textured liquid with a balanced sweet and sour taste with a slightly masked bitter taste. Meanwhile, the instant herbal preparation produced is brownish yellow in color, has a typical rhizome aroma with a slight aroma of pandan, the taste is sweet and sour with a slightly masked bitter taste, and the texture is like homogeneous fine powder grains. Herbal medicine preparations have met the organoleptic, packaging and hedonic test requirements. More people prefer fresh herbal medicine than instant herbal medicine.

 

Keywords: Regional Development Inequality, Spatial, Economic Spatial Analysis

 

 


PENDAHULUAN

Nafsu makan adalah keinginan untuk mengonsumsi makanan tertentu atau dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan yang mendorong seseorang untuk memuaskan keinginan makan selain rasa lapar. Nafsu makan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor endokrin, metabolik, neural, dan dimodifikasi oleh masukan visual, olfaktori, emosional serta kognitif. Faktor-faktor tersebut nantinya akan saling berintegrasi dan bersinergi untuk menghasilkan keputusan dalam memulai makan dan juga periode makan (Sandana et al., 2020). Beberapa orang kerap kali mengalami gangguan nafsu makan. Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai suatu gangguan klinis penting tetapi sering diabaikan (Grilo & Mitchell, 2011). Nafsu makan dapat disebut menurun ketika keinginan makan berkurang. Penyebab hilangnya nafsu makan ini dapat berasal dari penyakit atau kelainan tertentu seperti gangguan pencernaan, alergi makanan, atau lainnya (Novika et al., 2023).

Orang yang mengalami masalah nafsu makan dapat mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pada masa remaja atau yang disebut dengan gagal tumbuh (failure to thrive) karena kurangnya asupan energi dan protein dalam waktu yang lama. Nafsu makan yang menurun juga dapat menyebabkan malnutrisi dan penurunan berat badan yang tidak sehat (Wirawan et al., 2016). Selain itu, masalah nafsu makan juga dapat mempengaruhi metabolisme tubuh karena asupan makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan gizi tubuh (Judarwanto, 2008).

Pemanfaatan obat tradisional dalam menjaga kesehatan masyarakat sudah banyak dikenal. Informasi tentang manfaat dan penggunaan obat tradisional yang beredar di masyarakat biasanya didasarkan pada pengalaman empiris yang diwariskan dari generasi ke generasi (Hidayat dan Napitupulu, 2015). Obat tradisional dan tanaman obat sering digunakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, terutama dalam upaya pencegahan, promosi dan rehabilitasi dalam aspek kesehatan (Firmansyah dkk., 2017). Obat tradisional adalah suatu bahan atau campuran bahan yang terdiri dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang telah digunakan secara turun temurun untuk pengobatan, dan dapat digunakan sesuai dengan norma yang ada di masyarakat (Menkes RI, 2012).

Beragam tumbuhan seringkali digunakan di Indonesia sebagai penambah nafsu makan. Sebagai contoh, tanaman obat seperti temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan kunyit (Curcuma domestica) dapat digunakan untuk merangsang nafsu makan (Novika et al., 2023). Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Kamsu dkk. (2019), tikus dijadikan subjek percobaan dengan diberikan dosis ekstrak etanol rimpang kunyit sebanyak 120 mg/kg BB dan hasilnya menunjukkan bahwa dosis tersebut dapat meningkatkan konsumsi makanan pada tikus. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh (Sutha Devaraj et al., 2013), pemberian ekstrak etanol temulawak dengan dosis 300 mg/kg BB juga menunjukkan peningkatan berat badan pada tikus, meskipun peningkatannya tidak signifikan.

Temulawak dan kunyit dikenal sebagai peningkat nafsu makan. Komponen dalam temulawak yang diduga berkontribusi pada peningkatan nafsu makan adalah minyak atsirinya. Temulawak dan kunyit mengandung senyawa kurkumin yang juga berperan dalam merangsang nafsu makan. Kurkumin dan minyak atsiri dapat memperbaiki nafsu makan dengan cara memperlancar proses pengosongan lambung, produksi cairan empedu dan sekresi pankreas, sehingga penyerapan makanan dalam tubuh meningkat dan aktivitas sistem pencernaan menjadi lebih baik (Marni & Ambarwati, 2015). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan formulasi dan evaluasi sediaan jamu oral, baik dalam bentuk segar maupun instan, sebagai obat tradisional untuk meningkatkan nafsu makan dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah ditemukan pada lingkungan masyarakat di Indonesia.

 

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Seluruh tahapan penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA). Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu selama dua bulan.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pisau, timbangan, baskom, blender, talenan, panci, wajan, kompor, alat gelas, saringan, spatula, ayakan, kemasan, corong plastik, etiket dan label. Sedangkan, bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan jamu untuk penambahnafsu makan adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica), rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza), daun pandan (Pandanus amaryllifolius), asam jawa (Tamarindus indica), gula pasir, garam, dan air.

Optimasi Formula dan Pembuatan Jamu Segar

Sediaan jamu segar penambah nafsu makan menggunakan formula seperti yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Optimasi formula sediaan jamu segar

Formula

Rimpang Temulawak

Rimpang Kunyit

Daun

Pandan

Asam Jawa

Gula Pasir

Garam

Air

Formula 1

93,5 gram

61 gram

3 gram

-

15 gram

2,5 gram

500 mL

Formula 2

93,5 gram

61 gram

3 gram

5 gram

25 gram

2,5 gram

500 mL

Pembuatan jamu segar diawali dengan menyiapkan alat dan bahan. Bahan yang digunakan yaitu dalam keadaan segar disortasi basah dan dicuci dengan air mengalir terlebih dahulu. Untuk rimpang kunyit dan temulawak dikupas kulitnya hingga bersih dan dirajang untuk memperkecil ukurannya. Setelah itu, disiapkan panci dan dimasukkan air, daun pandan, gula pasir, dan garam untuk direbus hingga mendidih. Kemudian, rimpang kunyit, rimpang temulawak, dan asam jawa dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan dengan air rebusan untuk diblender hingga halus. Setelah halus, disaring campuran bahan jamu tersebut untuk memisahkan dengan ampasnya. Dimasukkan ke dalam kemasan botol yang telah diberi label dan etiket.

Uji Organoleptis Jamu Segar

Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati secara visual terhadap bentuk, bau, warna, rasa, dan penampilan dari sediaan jamu segar. Sediaan jamu segar yang diharapkan memiliki bentuk sediaan yang cair, rasa tidak terlalu pahit, bau yang khas, warna sediaan yang kuning kecoklatan, dan penampilan sediaan yang homogen serta menarik (BPOM RI, 2014).

Formula dan Pembuatan Jamu Instan

Sediaan jamu instan penambah nafsu makan menggunakan formula seperti yang tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Optimasi formula sediaan jamu instan

Formula

Rimpang Temulawak

Rimpang Kunyit

Daun

Pandan

Asam Jawa

Gula Pasir

Garam

Air

Formula 1

93,5 gram

61 gram

3 gram

-

15 gram

2,5 gram

500 mL

Formula 2

93,5 gram

61 gram

3 gram

5 gram

30 gram

2,5 gram

250 mL

Pembuatan jamu instan diawali dengan menyiapkan alat dan bahan. Disortasi basah dan dicuci bersih rimpang kunyit, rimpang temulawak, dan daun pandan. Kemudian, dikupas kulit rimpang temulawak dan rimpang kunyit lalu dirajang untuk memperkecil ukurannya. Dimasukkan rimpang temulawak, rimpang kunyit. daun pandan dan air ke dalam blender untuk dihaluskan. Setelah halus, disaring campuran tersebut untuk memisahkan antara filtrat dengan ampasnya dengan menggunakan saringan. Kemudian filtrat tersebut diendapkan selama kurang lebih 30 menit untuk mengendapkan patinya. Ditambahkan asam jawa yang telah dicairkan terlebih dahulu ke dalam campuran filtrat. Setelah itu, filtrat dipanaskan di atas wajan sambil diaduk hingga filtrat sedikit menyusut. Setelah menyusut, ditambahkan dengan gula pasir dan garam sambil diaduk hingga terjadi kristalisasi. Kristal yang terbentuk kemudian dihaluskan dengan bantuan blender dan diayak untuk mendapatkan bentuk serbuk yang halus dan homogen. Serbuk jamu instan yang telah diayak kemudian dimasukkan ke dalam kemasan primer.

Uji Organoleptis Jamu Instan

Uji organoleptis dilakukan dengan cara mengamati secara visual terhadap bentuk, bau, warna, rasa, dan penampilan dari sediaan jamu instan. Sediaan jamu instan yang diharapkan memiliki bentuk sediaan yang cair, rasa tidak terlalu pahit, bau yang khas, warna sediaan yang kuning kecoklatan, dan penampilan sediaan yang homogen serta menarik(BPOM RI, 2014).

Evaluasi Hedonik Jamu Segar dan Jamu Instan

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan suatu pengujian terhadap sediaan jamu segar dan instan untuk mengetahui tingkat kesukaan berdasarkan rasa, aroma, warna, tekstur, dan penampilan. Uji ini dilakukan dengan meminta tanggapan pribadi dari responden sebanyak 30 orang. Hasil dari uji hedonik dinilai berdasarkan empat kategori yaitu meliputi sangat suka (SS), suka (S), tidak suka (TS), sangat tidak suka (STS) (Dewi & Lestari, 2016).

Evaluasi Kemasan Jamu Segar dan Jamu Instan

Uji evaluasi kemasan dilakukan untuk mengetahui identitas dan karakteristik dari sediaan jamu segar dan instan sehingga keamanan dan mutu dari sediaan jamu tetap terjamin (BPOM RI, 2017). Adapun yang diamati dalam evaluasi kemasan meliputi kelengkapan pada etiket, brosur, serta penandaan pada kemasan sekunder

 

HASIL DAN PEMNAHASAN

�� Nafsu makan adalah perasaan ingin makan dan lapar yang disertai dengan kesukaan terhadap makanan (Guyton & Hall, 2007). Kondisi kesehatan seseorang dapat mempengaruhi nafsu makannya. Jika seseorang mengalami masalah dalam nafsu makan, maka asupan gizi yang diterimanya akan terganggu. Hal ini dapat menyebabkan masalah gizi yang berpengaruh pada pertumbuhan seseorang (Marni & Ambarwati, 2015). Untuk mengatasi masalah dalam nafsu makan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan obat tradisional (Hidayat et al., 2015). Jamu adalah salah satu jenis obat tradisional yang dapat dipilih. Jamu adalah obat tradisional yang paling mudah, yang hanya mengandalkan bukti-bukti berdasarkan pengalaman atau warisan (BPOM RI, 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk membuat jamu yang dapat meningkatkan selera makan. Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica) (Novika et al., 2023). Temulawak dan kunyit sudah terkenal secara turun-temurun oleh masyarakat dapat memicu nafsu makan karena mengandung minyak atsiri dan senyawa kurkumin yang dapat merangsang nafsu makan (Marni & Ambarwati, 2015). Dalam pembuatan jamu ini juga ditambahkan asam jawa sebagai penstabil senyawa kurkumin yang ada dalam bahan aktif utama khasiat (BAUK) yang digunakan, daun pandan sebagai corrigen odoris yang dapat menambah aroma jamu, gula pasir dan garam sebagai corrigen saporis yang dapat memperbaiki rasa jamu, dan air sebagai pelarut.

Sebelum pembuatan jamu, bahan-bahan disiapkan terlebih dahulu yang diperlukan untuk pembuatan sediaan jamu segar dan jamu instanCurcumareadiawali dengan sortasi basah terlebih dahulu. Sortasi basah merupakan teknik untuk memisahkan pengotor ataupun bahan asing yang ikut terbawa pasca pemanenan yang dapat menurunkan mutu bahan yang hendak digunakan. Adapun bahan-bahan segar yang diperlukan yakni rimpang temulawak, rimpang kunyit, daun pandan, dan asam jawa. Semua bahan yang telah disortasi basah lalu dicuci dengan air mengalir untuk memastikan bahwa pengotor-pengotornya telah hilang. Kemudian proses dilanjutkan dengan pembersihan dan pengecilan ukuran bahan. Rimpang temulawak dan rimpang kunyit dikupas dengan pisau lalu dirajang untuk memperkecil ukuran sehingga lebih mudah dihaluskan. Daun pandan dipotong memanjang lalu diikat, sedangkan asam jawa dipisahkan dari bijinya. Selanjutnya, bahan-bahan tersebut sudah siap untuk diolah menjadi sediaan jamu.

Pembuatan jamu segar penambah nafsu makanCurcumareadiawali dengan penyiapan bahan segar yang terdiri dari rimpang temulawak, rimpang kunyit, daun pandan, serta bahan tambahan seperti gula pasir, garam, dan air. Rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan daun pandan disortasi basah dan dicuci dengan air mengalir. Setelah itu, dikupas kulit rimpang temulawak dan rimpang kunyit hingga bersih. Setelah dikupas, rimpang dirajang agar ukurannya menjadi lebih kecil untuk mempermudah proses penghalusan. Kemudian, ditimbang sebanyak 61 gram rimpang kunyit, 93,5 gram rimpang temulawak, 3 gram daun pandan, dimasukkan ke dalam panci dan ditambahkan dengan 500 mL air. Seluruh bahan tersebut direbus menggunakan api kecil selama kurang lebih 15 menit atau hingga airnya menyusut setengah. Tahapan terakhir adalah penyaringan dan pengemasan jamu. Setelah dilakukan perebusan dan volume air rebusan telah berkurang, maka tahapan selanjutnya yang dilakukan yaitu mematikan api kompor lalu jamu disaring menggunakan saringan. Jamu yang diperoleh kemudian diukur volumenya sebanyak 250 mL dengan menggunakan gelas ukur, lalu sediaan jamu dimasukkan ke dalam kemasan botol dengan bantuan corong plastik dan diberi label serta etiket.

Pengemasan jamu segar ini bertujuan untuk menjaga produk jamu agar tetap aman dari kontaminasi atau kotoran dan untuk melindungi produk jamu selama proses pengiriman, pemasaran, dan penyimpanan. Botol plastik dipilih sebagai kemasan jamu segar karena dapat menjaga produk dari rusak, tidak memiliki zat kimia yang dapat mengubah komposisi kimia, warna, rasa, bau, racun (toksin) dan kadar air produk jamu, sesuai dengan preferensi konsumen, tidak berat, mudah digunakan, ukuran dan bentuknya menarik, dapat menghindari penyerapan air atau kelembaban yang dapat meningkatkan kadar air produk jamu, dapat menangkal pengaruh cahaya, memiliki daya lindung yang handal, dan harganya yang murah dan ekonomis (Indartiyah et al., 2011). Jamu segar �Curcumareauntuk menambah nafsu makan sudah siap untuk dievaluasi secara organoleptis, hedonik, dan kemasan.

Optimasi jamu segar dilakukan dengan penambahan 10 gram gula pasir sebagai bahan tambahan (corrigen saporis) untuk menambah rasa manis pada jamu segar. Pada proses formulasi digunakan gula pasir sebanyak 15 gram dan setelah dicicipi rasa pahitnya belum tertutupi, setelah optimasi digunakan 25 gram gula pasir dan setelah dicicipi, rasa pahitnya sedikit tertutupi. Selain itu, terdapat perubahan metode yaitu bahan segar meliputi rimpang temulawak dan rimpang kunyit diblender terlebih dahulu untuk memaksimalkan ekstraksi kandungan kurkumin dan minyak atsiri dari rimpang kunyit dan rimpang temulawak. Dilakukan juga penambahan asam jawa sebagai stabilizer senyawa kurkumin dan sebagai pemberi rasa asam. Hasil yang diperoleh yaitu rasa jamu segar lebih manis dibandingkan dengan sebelumnya dan rasa pahitnya lebih tertutupi dari sebelum dilakukannya optimasi.

Adapun hasil uji organoleptik pada jamu segar, diperoleh sediaan jamu segar berwarna oranye kecokelatan, berbau aroma khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, cairan bertekstur pekat dengan rasa agak manis dan pahit yang belum terlalu tertutupi. Setelah optimasi, diperoleh sediaan jamu segar berwarna oranye kekuningan, berbau aroma khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, cairan bertekstur pekat dengan rasa manis dan asam seimbang dengan rasa pahit sedikit tertutupi.

Pembuatan jamu instan penambah nafsu makanCurcumareadiawali dengan menyiapkan bahan segar yang terdiri dari rimpang temulawak, rimpang kunyit, daun pandan, serta bahan tambahan seperti gula pasir, garam, dan air. Rimpang temulawak, rimpang kunyit, dan daun pandan disortasi basah dan dicuci dengan air mengalir. Setelah itu, dikupas kulit rimpang temulawak dan rimpang kunyit hingga bersih. Setelah dikupas, rimpang dirajang agar ukurannya menjadi lebih kecil untuk mempermudah proses penghalusan. Kemudian, ditimbang sebanyak 61 gram rimpang kunyit, 93,5 gram rimpang temulawak, dan 3 gram daun pandan lalu dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan dengan 500 mL air. Setelah campuran bahan tersebut halus, selanjutnya campuran tersebut disaring untuk dipisahkan antara ampas dengan pati, kemudian didiamkan selama beberapa saat untuk memisahkan antara pati dengan filtratnya dengan cara diendapkan. Filtrat yang didapatkan kemudian dituangkan ke dalam wajan dan dipanaskan diatas kompor dengan api kecil. Selama pemanasan ini filtrat terus dipantau dan diaduk. Jika dirasa air sudah mulai menyusut setengahnya, kemudian ditambahkan 15 gram gula pasir dan 2,5 gram garam sambil diaduk terus menerus hingga terjadi kristalisasi. Namun hasil jamu instan yang didapatkan saat percobaan pertama mengalami kegagalan yaitu terjadinya karamelisasi berlebih yang menyebabkan tidak dapatnya terbentuk serbuk dan filtrat malah menjadi lengket.

Melihat dari adanya kegagalan dalam percobaan pertama pembuatan jamu instan, maka dilakukanlah optimasi untuk memperbaiki kekurangan yang ada dalam formula maupun saat proses pembuatan. Optimasi terhadap formula jamu instan yang dilakukan yaitu dengan adanya penambahan asam jawa. Selain sebagai corrigen saporis yang dapat menutupi sedikit rasa pahit dan getir dari rimpang kunyit dan rimpang temulawak, asam jawa juga dapat berguna dalam menjaga stabilitas dari kurkumin yang terkandung dalam rimpang kunyit dan rimpang temulawak. Karena diketahui bahwa kurkumin akan lebih stabil pada kondisi asam (Novita et al., 2022). Buah asam jawa mengandung asam-asam organik seperti asam tatrat, asam askorbat, asam malat, asam sitrat, asam asenat, dan asam suknisat yang berperan untuk memberi rasa asam dan mempertahankan kurkumin agar lebih stabil. Selain itu, pH yang asam dalam sediaan dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang dapat merusak komponen sediaan jamu sehingga sediaan jamu yang dibuat dapat bertahan lebih lama. Bahan yang dioptimasi selanjutnya yaitu jumlah gula pasir dan air. Pada proses awal pembuatan jamu instan ini, digunakan gula pasir sebanyak 15 gram dan 500 ml air, setelah dilakukan pemanasan filtrat tidak dapat mengkristalisasi menjadi serbuk, namun terjadi karamelisasi dan menjadi lengket, hal ini juga menyebabkan susah mengeringnya sediaan menjadi serbuk dan juga dikarenakan terlalu lama pada proses pengadukan.

Optimasi penambahan gula dan pengurangan volume air ini dilakukan agar filtrat dapat mengkristal dengan baik menjadi serbuk. Sehingga jumlah gula pasir yang digunakan setelah optimasi yaitu sebanyak 30 gram dan air sebanyak 250 mL. Selain formula jamu instan yang dioptimasi, penulis juga melakukan optimasi terhadap teknik pembuatan jamu instan. Diketahui bahwa dalam pembuatan serbuk instan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penggunaan bahan, proses pemasakan, dan pengkristalan. Keberadaan pati atau amilum yang terkandung di dalam tanaman jenis rimpang seperti kunyit dan temulawak dapat mempengaruhi proses terbentuknya kristalisasi pada gula yaitu dapat menyebabkan proses kristalisasi berlangsung lebih lama bahkan dapat menyebabkan karamelisasi. Adanya amilum akan mengganggu proses kristalisasi, karena saat pemanasan amilum akan mengalami gelatinasi dan peningkatan viskositas. Pemanasan membuat molekul air lebih mudah masuk ke dalam pati, sehingga pati membengkak. Jika terus membengkak, granula pati akan rusak dan tidak dapat pulih. Hal ini akan menghambat proses kristalisasi. Oleh karena itu dalam pembuatan jamu instan sebelum proses pemanasan, perlu dilakukan dekantasi atau pengendapan pati (Desnita & Luliana, 2021).

Adapun hasil uji organoleptik jamu instan sebelum dioptimasi yaitu memiliki warna kecoklatan, bau khas temulawak dengan sedikit aroma kegosongan, rasanya sedikit manis dominan pahit, dan teksturnya lengket dan keras seperti karamel. Kemudian, hasil uji organoleptik pada sediaan jamu instan setelah dioptimasi yaitu memiliki warna kuning kecoklatan, aromanya khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, rasanya manis dan asam dengan sedikit rasa pahit yang tertutupi, dan teksturnya seperti butiran serbuk halus yang homogen.

Selanjutnya, dilakukan uji hedonik yang merupakan evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan berdasarkan pada beberapa parameter. Adapun parameter tersebut diantaranya meliputi rasa, aroma dan warna terhadap sediaan dari jamu instan yang telah dibuat. Dalam uji hedonik, panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan (Batubara & Pratiwi, 2018). Uji hedonik ini dilakukan pada 30 panelis, dimana digunakan skala pengukuran numerik untuk mengetahui tingkat kesukaan atau ketidaksukaan dari panelis terhadap sediaan jamu instan yang dibuat, skala tersebut terdiri dari STS (Sangat Tidak Suka), TS (Tidak Suka), S (Suka) dan SS (Sangat Suka). Selanjutnya, dilakukan perhitungan persentase untuk analisa data dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

% = x 100%

Adapun hasil evaluasi hedonik dapat terlihat pada Tabel 3. Berdasarkan data uji tersebut terlihat bahwa persentase panelis yang menyukai jamu segar �Curcumareacukup tinggi.

Tabel 3. Evaluasi hedonik jamu segar

Tingkat Kesukaan

Indikator

Penampilan

Aroma

Warna

Rasa

Tekstur

F

%

F

%

F

%

F

%

F

%

STS

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

TS

2

6,7

1

3,3

1

3,3

2

6,7

2

6,7

S

10

33,3

16

53,3

10

33,3

16

53,3

16

53,3

SS

18

60

13

43,3

19

63,3

12

40

12

40

Jumlah

30

100

30

100

30

100

30

100

30

100

Kemudian, hasil evaluasi hedonik jamu instan dapat terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan data uji tersebut terlihat bahwa terdapat beberapa panelis yang tidak suka terhadap penampilan, aroma, warna, rasa, dan tekstur dari jamu instanCurcumarea�. Jumlah panelis yang tidak suka pada jamu instan ini lebih banyak dibandingkan dengan jumlah panelis yang tidak suka pada jamu segar.

Tabel 4. Evaluasi hedonik jamu instan

Tingkat Kesukaan

Indikator

Penampilan

Aroma

Warna

Rasa

Tekstur

F

%

F

%

F

%

F

%

F

%

STS

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

TS

7

23,3

4

13,3

7

23,3

10

33,3

4

13,3

S

18

60

22

73,3

17

56,7

12

40

19

63,3

SS

5

16,7

4

13,3

6

20

8

26,7

7

23,3

Jumlah

30

100

30

100

30

100

30

100

30

100

Dari hasil uji hedonik yang telah dilakukan kepada 30 panelis, maka didapatkan gambaran bahwa panelis lebih menyukai sediaan jamu �Curcumareadalam bentuk segar dibandingkan instannya. Hal ini mungkin saja disebabkan karena pada sediaan jamu segar, rasa, aroma dan warna jamu lebih kuat sehingga lebih menarik dibandingkan dengan jamu instan yang telah mengalami rekristalisasi. Perbedaan penampilan, aroma, warna, rasa, dan tekstur pada jamu segar dan jamu instan dapat disebabkan karena adanya perbedaan pada proses pembuatan yang mana pada pembuatan jamu instan dilakukan penyusutan hingga diperoleh sediaan dalam bentuk serbuk yang siap direkonstitusi dengan air matang. Hal ini tentunya membuat rasa dari jamu instan tidak lebih kuat dibandingkan dengan jamu segar sehingga kurang disukai oleh panelis.

Evaluasi kemasan sediaan jamu dilakukan dengan mengamati kelengkapan pada etiket, brosur serta penandaan pada kemasan primer maupun kemasan sekunder sediaan jamu segar dan jamu instan. Adapun kemasan primer dari produkCurcumareadapat terlihat pada Gambar 1. Kemasan primer jamu segar �Curcumareaberupa botol plastik bening dengan ukuran 250 mL. Pemilihan kemasan ini ditujukan untuk menarik minat para konsumen karena isi produk dapat terlihat dari luar. Sedangkan, kemasan primer jamu instanCurcumareaberupa paper pouch yang dilengkapi dengan ziplock. Jamu instan yang dibuat harus disimpan dalam wadah kedap udara dan terhindar dari cahaya matahari untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kerusakan produk.

Gambar 1. Kemasan primer jamu segar dan jamu instanCurcumarea

Selain evaluasi pada kemasan primer, dilakukan pula evaluasi terhadap etiket dan label dari produkCurcumarea�Berdasarkan hasil evaluasi kemasan menunjukkan bahwa semua syarat kelengkapan kemasan jamu yang dibuat sudah lengkap terlihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

�������

Gambar 2. Etiket dan label jamu segar

����������

Gambar 3. Etiket dan label jamu instan

Evaluasi etiket dan label pada kemasan meliputi merek, kemasan, label, nomor registrasi, logo jamu, nama produsen, komposisi jamu, peringatan, dosis dan tanggal kadaluarsa. Adapun hasil evaluasi menunjukkan bahwa etiket dan label dari produkCurcumareatelah memenuhi semua persyaratan kelayakan

 

SIMPULAN

Formulasi jamu segar dan jamu instan �Curcumarea� telah dievaluasi meliputi organoleptis, hedonik, dan kemasan. Berdasarkan hasil evaluasi organoleptis terhadap jamu segar �Curcumarea� didapatkan sediaan jamu segar berwarna oranye kekuningan, berbau aroma khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, cairan bertekstur pekat dengan rasa manis dan asam seimbang dengan rasa pahit sedikit tertutupi. Sedangkan, pada jamu instan didapatkan sediaan berwarna kuning kecoklatan dengan aroma khas rimpang dengan sedikit aroma pandan, rasanya manis dan asam dengan sedikit rasa pahit yang tertutupi, dan teksturnya seperti butiran serbuk halus yang homogen. Kemudian, dari hasil uji hedonik yang dilakukan terhadap 30 orang, dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai sediaan jamu �Curcumarea� dalam bentuk segar dibandingkan instannya. Hal ini mungkin saja disebabkan karena pada sediaan jamu segar, rasa, aroma dan warna jamu lebih kuat sehingga lebih menarik dibandingkan dengan jamu instan yang telah mengalami rekristalisasi. Selanjutnya, pada evaluasi kemasan terlihat bahwa etiket dan label produk �Curcumarea� telah memenuhi persyaratan.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Batubara, S. C., & Pratiwi, N. A. (2018). Pengembangan minuman berbasis teh dan rempah sebagai minuman fungsional. Jurnal Industri Kreatif Dan Kewirausahaan, 1(2).

 

Desnita, R., & Luliana, S. (2021). Optimasi Proses Pembuatan Minuman Serbuk Instan Kombinasi Jahe (Zingiber officinale Rosc) DAN KENCUR (Kaempferia galanga L.). Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(1).

 

Dewi, I. K., & Lestari, T. (2016). Formulasi dan uji hedonik serbuk jamu instan antioksidan buah naga super merah (Hylocereus Costaricensis) dengan pemanis alami daun stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni M.). Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(2), 149�156.

 

Grilo, C. M., & Mitchell, J. E. (2011). The treatment of eating disorders: A clinical handbook. Guilford Press.

 

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran.

Hidayat, I. R. S., Napitupulu, R. M., & Sp, M. M. (2015). Kitab tumbuhan obat. Agriflo.

 

Indartiyah, N., Siregar, I., Agustina, Y. D., Wahyono, S., Djauhari, E., Hartono, B., & Supriyatna, Y. (2011). Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman Obat. Jakarta: Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

 

Judarwanto, W. (2008). Perilaku makan anak sekolah. Medan: Universitas Sumatera Utara.

 

Marni, M., & Ambarwati, R. (2015). Khasiat jamu cekok terhadap peningkatan berat badan pada anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 11(1), 102�111.

 

Novika, A. G., Setyaningsih, D., Wijayanti, H. N., & Dian, M. V. N. (2023). Terapi Komplementer Dalam Kehamilan Dengan Teknik Relaksasi. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat, 2(1), 1�5.

 

Novita, A. D., Azara, R., Nurbaya, S. R., & Budiandari, R. U. (2022). The Effect of The Proportion of Turmeric Tamarind and Carrageenan on The Characteristics of Tamarind Jelly Drink. Journal of Tropical Food and Agroindustrial Technology, 3(02), 53�64.

 

Sandana, A., Unitly, A. J. A., & Eddy, L. (2020). Efek Pemberian Ekstrak Etanol Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Terhadap Peningkatan Nafsu Makan Dan Berat Badan Tikus Rattus norvegicus. Biofaal Journal, 1(2), 100�106.

 

Sutha Devaraj, S. D., Sabariah Ismail, S. I., Surash Ramanathan, S. R., & Mun FeiYam, M. F. (2013). In vivo toxicological investigations of standardized ethanolic extract of Curcuma xanthorrhiza Roxb. rhizome.

 

Wirawan, A., Sunartini, S., Suryawan, B., & Soetjiningsih, S. (2016). Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang Diterapi dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi. Sari Pediatri, 15(2), 69�74.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).