Formulasi serta Evaluasi
Sediaan Jamu Segar dan Jamu Instan �Diapetto�
Sebagai Antidiare
� Formulation and Evaluation of Fresh Herbal
Preparations and Instant Herbal Medicine 'Diapetto'
as Antidiarrhea
1)* Ni Putu Amefi Redisti 2) Ni Komang Diantari, 3) Ni
Kadek Hermiasih, 4) Ida Ayu Yadnyaningtias Permata Sari
1,2,3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
*Email: 1) [email protected] , 2) [email protected],
3) [email protected] 4)
[email protected]
*Correspondence:
1) Ni Putu Amefi
Redisti
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1287 |
ABSTRAK Diare merupakan salah satu masalah
kesehatan yang umum di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Penggunaan jamu
untuk mengatasi diare dapat dijadikan sebagai terapi alternatif bagi
masyarakat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk merancang
formulasi serta evaluasi sediaan jamu segar dan jamu instan yang efektif
dalam mengatasi diare. Jamu segar dan jamu instan �Diapetto� diformulasikan
dengan menggunakan bahan alam seperti rimpang kunyit, daun salam dan daun
jambu biji. Evaluasi sediaan jamu segar dan jamu instan �Diapetto� dilakukan
dengan melakukan uji organoleptis, uji hedonik serta uji kemasan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formula jamu segar sebagai antidiare yang paling baik yaitu
rimpang kunyit 150 gram, daun salam 113 gram, daun jambu biji 26 gram, gula
pasir 25 gram, garam 1 gram dan asam jawa 5 gram, serta air matang 500 mL.
Sementara formula jamu instan yang telah dioptimasi yaitu rimpang kunyit 150
gram, daun salam 113 gram, daun jambu biji 26 gram, gula pasir 25 gram, garam
1 gram dan asam jawa 5 gram, serta air matang 250 mL. Evaluasi organoleptis
menunjukkan penerimaan yang baik dari segi rasa, aroma, dan penampilan
visual. Evaluasi hedonik mengungkapkan tingkat kepuasan yang tinggi dari
konsumen terhadap kedua formulasi. Evaluasi kemasan menunjukkan bahwa kemasan
Diapetto telah memenuhi persyaratan kemasan. Kata kunci: Antidiare, Jamu, Kunyit, Daun
Salam, Daun Jambu Biji |
ABSTRACT
Diarrhea is a common health
problem throughout the world, including in Indonesia. The use of herbal
medicine to treat diarrhea can be used as an alternative therapy for the
community. Therefore, this research aims to design formulations and evaluate
fresh herbal preparations and instant herbal medicines that are effective in
treating diarrhea. Fresh herbal medicine and instant herbal medicine 'Diapetto' are formulated using natural ingredients such as
turmeric rhizomes, bay leaves and guava leaves. Evaluation of fresh herbal
preparations and instant herbal medicine 'Diapetto'
was carried out by carrying out organoleptic tests, hedonic tests and packaging
tests. The results of the research showed that the best formula for fresh
herbal medicine as an anti-diarrhea was 150 grams of turmeric rhizome, 113
grams of bay leaves, 26 grams of guava leaves, 25 grams of granulated sugar, 1
gram of salt and 5 grams of tamarind, and 500 mL of boiled water. Meanwhile,
the instant herbal medicine formula that has been optimized is 150 grams of
turmeric rhizome, 113 grams of bay leaves, 26 grams of guava leaves, 25 grams
of granulated sugar, 1 gram of salt and 5 grams of tamarind, and 250 mL of
boiled water. Organoleptic evaluation showed good acceptance in terms of taste,
aroma and visual appearance. The hedonic evaluation revealed a high level of
consumer satisfaction with both formulations. Packaging evaluation shows that Diapetto packaging meets packaging requirements.
Keywords:
Antidiarrhea,
herbal medicine, turmeric, bay leaves, guava leaves
PENDAHULUAN
Penyakit menular menjadi
perhatian global karena mereka dapat menyebabkan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit menular melibatkan interaksi kompleks antara berbagai faktor, termasuk lingkungan, agen penyebab penyakit,
dan individu yang terinfeksi
sebagai tuan rumah (host)
(Ragil & Dyah,
2017). Adapun salah satu penyakit
menular yakni diare yang merupakan kondisi peningkatan kandungan air pada feses serta ditandai dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari. Menurut WHO dan UNICEF, terjadi sekitar 2 miliar kasus diare
dan 1,9 juta anak balita meninggal karena diare di seluruh dunia setiap tahun. Data dari Komdat Kesmas periode
Januari - November 2021, diare menyebabkan
kematian pada postneonatal sebesar 14%. Data terbaru dari hasil Survei
Status Gizi Indonesia tahun 2020, prevalensi
diare di Indonesia berada ada pada angka 9,8% (Kemenkes RI, 2022).
Penanganan yang cepat sangat penting dilakukan dalam mengatasi diare karena keterlambatan
dapat mengakibatkan dehidrasi yang berpotensi fatal.
Saat ini, jenis pengobatan untuk diare dapat melalui
pengobatan modern dan pengobatan
tradisional. Pengobatan
modern salah satunya dilakukan
melalui peresepan antibiotik oral oleh dokter, lazimnya penggunaan antibiotik digunakan untuk diare spesifik
karena infeksi bakteri. Di sisi lain, pengobatan tradisional juga dapat diterapkan sebagai alternatif dengan memanfaatkan tanaman obat/herbal untuk pengobatan diare non spesifik, simtomatik dan mengurangi frekuensi BAB. Jamu merupakan obat tradisional yang penggunaannya berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Salah satu keuntungan penggunaan obat tradisional ini adalah efek samping
relatif lebih kecil (tetap dikonsumsi
dengan dosis dan cara yang tepat) serta adanya efek
sinergisme dan komplementer
antara komponen bioaktif bahan tanaman obat (Octafelia et al.,
2021); (Sholikha & Arini,
2023).
Beberapa tanaman obat
yang telah terbukti penggunaanya untuk mengatasi diare beserta efek yang diakibatkan dari diare diantaranya rimpang kunyit, daun salam, dan daun jambu biji.
Kunyit memiliki senyawa khas yakni
kurkumin yang dapat membantu menurunkan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) sehingga berpengaruh pada penekanan
prostaglandin yang berperan dalam
rangsangan nyeri (SALSABILA, 2022). Rimpang kunyit memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai karminatif, efek anti-spasme atau relaksan
otot polos, meningkatkan daya serap, dan memelihara flora dalam usus. Kurkumin diketahui pula memiliki manfaat sebagai antibakteri dan terbukti mampu melawan bakteri penyebab diare Escherichia coli (Febriawan, 2020).
Pada penelitian (Damayanti et al.,
2018), disebutkan bahwa fraksi air ekstrak etanol daun salam
(FAEEDS) efektif sebagai protektor diare dan antimotilitas usus pada mencit
yang diinduksi minyak jarak. Selain daun salam, terdapat daun jambu biji
yang mengandung quercetin yang mampu
menghambat asetilkolin sehingga menyebabkan penurunan kontraksi usus sehingga dapat menghentikan diare. Tanin dalam daun jambu
biji juga mempunyai sifat sebagai pengelat
berefek mengerutkan usus sehingga gerak peristaltik usus berkurang (Kurnia et al., 2020); (Fratiwi, 2015).
Pemberian jamu dalam
bentuk cairan menjadi pilihan yang efektif karena kebutuhan cairan perlu dijaga selama
diare. Pada penelitian ini, akan dilakukan
formulasi jamu antidiare termasuk optimasi formula jamu, baik dalam bentuk
sediaan oral yaitu jamu
segar berupa sediaan cair yang dikemas dalam kemasan botol
dan jamu instan berupa serbuk. Uji yang dilakukan terhadap formula jamu meliputi
uji organoleptis, uji hedonik,
serta uji kemasan
METODE
Tempat Pelaksanaan
Proses pembuatan jamu dan evaluasi sediaan dilakukan
di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Udayana.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan jamu adalah talenan,
blender, pisau, baskom, timbangan, panci, wajan, gelas takar, saringan, spatula
kayu, gelas, kompor, sendok, mortir dan stamper, kemasan serta label kemasan.
Bahan dalam jamu terdiri dari rimpang kunyit (Curcuma longa), daun salam (Syzygium
polyanthum), daun jambu biji (Psidium
guajava Linn.), asam jawa, gula pasir, garam, dan air.
Formula Jamu Segar dan
Jamu Instan
Di bawah ini merupakan
formula serta optimasi jamu segar dan jamu instan dalam satu sediaan jamu.
Tabel 1. Formula dan Optimasi Jamu Segar
Formula |
Rimpang Kunyit |
Daun Salam |
Daun Jambu Biji |
Asam Jawa |
Gula Pasir |
Garam |
Air |
Formula 1 |
150 gr |
113 gr |
26 gr |
- |
15 gr |
1 gr |
500 mL |
Formula 2 |
150 gr |
113 gr |
26 gr |
10 gr |
20 gr |
1 gr |
500 mL |
Formula 3 |
150 gr |
113 gr |
26 gr |
5 gr |
25 gr |
1 gr |
500 mL |
Tabel 2. Formula dan
Optimasi Jamu Instan
Formula |
Rimpang Kunyit |
Daun Salam |
Daun Jambu Biji |
Asam Jawa |
Gula Pasir |
Garam |
Air |
Formula 1 |
150 gr |
113 gr |
26 gr |
5 gr |
25 gr |
1 gr |
500 mL |
Formula 2 |
150 gr |
113 gr |
26 gr |
5 gr |
30 gr |
1 gr |
250 mL |
Prosedur Kerja
Pembuatan dan Optimasi
Jamu Segar
Tahapan pertama diawali dengan pengumpulan dan
pemilihan bahan-bahan jamu dalam kondisi baik dan segar. Bahan herbal jamu
kemudian dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, dan dirajang. Berikutnya
bahan-bahan seperti rimpang kunyit ditimbang sebanyak 150 gram, daun salam 113
gram, daun jambu biji 26 gram, gula pasir 15 gram, garam 1 gram, dan air diukur
sebanyak 500 mL. Selanjutnya air dididihkan selama 5 menit, kemudian dimasukkan
daun salam, daun jambu biji, gula, dan garam. Air rebusan ditunggu selama 10 menit
atau air telah menyusut hingga kurang lebih 300 mL, lalu disaring. Selanjutnya
rimpang kunyit dicampurkan dengan air rebusan tersebut dan dihaluskan dengan
blender. Setelah itu, hasil pencampuran diperas atau disaring hingga didapatkan
jamu segar sebanyak 250 mL. Jamu dibiarkan hingga suhu normal dan dapat
dimasukkan ke dalam botol kemasan. Jamu segar formula 1 dapat diuji
organoleptis untuk dilakukan optimasi formula.
Pada prosedur optimasi dilakukan hal yang sama, tetapi
terdapat penambahan daging buah asam jawa sebanyak 10 gram (formula 2) dan 5
gram (formula 3). Asam jawa ditambahkan bersama dengan perebusan daun salam,
daun jambu biji, gula, dan garam. Setelah optimasi formula dilakukan, dipilih
formula terbaik untuk dievaluasi lebih lanjut.
Pembuatan dan Optimasi
Jamu Instan
Tahapan dimulai dengan pengumpulan dan pemilihan
bahan-bahan jamu dalam kondisi baik dan segar. Bahan herbal jamu kemudian
dicuci dengan air mengalir, ditiriskan, dan dirajang. Berikutnya bahan-bahan
seperti rimpang kunyit ditimbang sebanyak 150 gram, daun salam 113 gram, daun
jambu biji 26 gram, asam jawa 5 gram, gula pasir 25 gram, garam 1 gram, dan air
diukur sebanyak 500 mL. Selanjutnya daun salam, daun jambu biji, dan asam jawa
direbus menggunakan air sebanyak 250 mL hingga mendidih dan dapat didinginkan.
Kemudian rimpang kunyit diblender menggunakan air sebanyak 250 mL, kemudian
disaring dan dilakukan pengendapan pati minimal 30 menit. Adapun filtrat yang
diperoleh adalah sekitar 250 mL. Hasil rebusan daun salam dan daun jambu biji,
serta filtrat kunyit dicampurkan di atas wajan dengan api yang sedang. Metode
yang digunakan dalam pembuatan jamu instan ini adalah metode kristalisasi.
Setelah volume campuran telah berkurang (telah berlalu
selama 15 menit) dimasukkan gula pasir dan garam kemudian dimasak dengan api
kecil sambil diaduk secara kontinyu hingga terbentuk kristal. Pemanasan dapat
dihentikan namun pengadukan tetap dilakukan agar didapatkan ukuran serbuk yang
seragam. Saat larutan mulai mengeras, pengadukan dilakukan dengan lebih kuat
agar kristal tidak menggumpal. Serbuk diayak dengan saringan, sedangkan untuk
kristal yang menggumpal dapat dihancurkan dengan menggunakan mortir dan stamper
kemudian diayak kembali hingga didapatkan sediaan yang homogen. Sediaan dapat
dikemas ke dalam kemasan aluminium foil pouch
dengan ziplock sebanyak 25 gram.
Jamu instan formula 1 dapat direkonstitusi dengan 200 mL air dan diuji
organoleptis untuk dilakukan optimasi formula.
Pada prosedur optimasi dilakukan hal yang sama, tetapi
terdapat penambahan gula pasir sebanyak 30 gram dan modifikasi asam jawa. Asam
jawa diblender bersama dengan kunyit serta jumlah air yang digunakan sebanyak
250 mL. Setelah optimasi formula dilakukan, dipilih formula terbaik untuk
dievaluasi lebih lanjut.
Evaluasi Sediaan Jamu
Segar dan Jamu Instan
Evaluasi Organoleptik
Uji organoleptik merupakan uji sensori atau uji dengan
menggunakan indera manusia. Uji organoleptik pada sediaan ditujukan untuk
mengetahui deskripsi rasa, warna, aroma, dan tekstur pada sediaan. Adapun sifat
sediaan yang diinginkan adalah sediaan dengan rasa yang tidak terlalu pahit,
aroma yang khas, warna sediaan kekuningan, homogen, serta penampilan yang
menarik.
Evaluasi Hedonik
Uji hedonik merupakan uji yang dilakukan dengan
mengungkapkan tanggapan pribadi terkait kesan senang atau tidaknya terhadap
sediaan. Tanggapan tersebut meliputi sifat sensori serta kualitas dari sediaan
jamu yang dinilai (Dewi & Lestari, 2016). Pengujian tingkat kesukaan dilakukan menggunakan
skala hedonik yaitu sangat suka (SS), suka (S), tidak suka (TS), dan sangat
tidak suka (STS). Analisis data dihitung dengan rumus : frekuensi / jumlah
panelis �100%. Kemudian data disajikan dalam bentuk
diagram batang.
Evaluasi Kemasan
Uji kemasan dilakukan untuk mengetahui identitas dan
karakteristik produk yang termasuk sebagai upaya meningkatkan jaminan keamanan
dan mutu dari produk jamu. Evaluasi kemasan meliputi merk, kemasan, label,
nomor registrasi, logo jamu, nama produsen, komposisi jamu, peringatan, dosis,
dan tanggal kadaluarsa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan jamu dapat dijadikan sebagai alternatif
penanganan suatu penyakit selain dengan pengobatan modern. Jamu telah diakui
keberadaannya sejak dahulu terkait pemanfaatannya dalam pemeliharaan kesehatan,
pencegahan, dan pengobatan. Jamu bermanfaat untuk membantu meringankan gejala
yang dirasakan ketika berada dalam kondisi tidak sehat. Salah satu contohnya
adalah pemanfaatan jamu dalam penanganan penyakit diare. Pemberian jamu dalam
bentuk cairan menjadi pilihan yang efektif karena kebutuhan cairan perlu dijaga
selama diare. Jamu yang diformulasi kali ini diberi nama merk �Diapetto� yang
terdiri dari rimpang kunyit, daun salam, daun jambu biji, buah asam jawa, gula,
garam, serta air. Adapun rimpang kunyit berfungsi sebagai bahan aktif utama
khasiat (BAUK), daun salam dan daun jambu biji sebagai bahan aktif pendukung
khasiat (BAPK), asam jawa sebagai bahan tambahan dengan fungsi stabilizer kurkumin dari kunyit, serta
gula pasir dan garam sebagai corrigen
saporis. Penambahan gula dan garam juga berfungsi untuk memberi energi dan
pengganti cairan tubuh yang hilang.
Penyiapan bahan dilakukan dengan langkah-langkah
seperti pengumpulan bahan, sortasi basah, pencucian, hingga pengubahan bentuk.
Bahan-bahan herbal yang digunakan pada pembuatan jamu ini adalah bahan segar.
Rimpang kunyit dipisahkan dari bagian tanaman lain dan dikupas kulitnya,
kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. Lalu dilakukan penirisan
untuk mengurangi air setelah pencucian. Rimpang kunyit dipotong kecil-kecil
karena baik untuk jamu segar dan jamu instan, kunyit akan dihaluskan dengan menggunakan
blender. Tujuan penggunaan blender adalah untuk memaksimalkan penyarian
kurkumin yang hendak dicari dari rimpang kunyit yang telah dihaluskan. Daun
salam dan daun jambu biji dipotong-potong secara manual dengan menggunakan
tangan untuk meminimalisasi kontak dengan besi dari pisau atau gunting karena
diketahui tanin dari kedua daun dapat membentuk reaksi kompleks dan menimbulkan
warna kegelapan (Wahyuni & Ab,
2014).
Pada formula jamu segar sebelum optimasi terdiri
dari rimpang kunyit 150 gram, daun salam 113 gram, daun jambu biji 26 gram,
gula 15 gram, garam 1 gram, dan air 500 mL. Tahapan pertama dalam pembuatan
jamu segar adalah perebusan daun salam dan daun jambu biji. Fokus senyawa yang
hendak dicari dari kedua daun tersebut adalah senyawa tanin dan flavonoid.
Salah satu sifat kimia tanin adalah larut dalam air. Pelarut berupa air
mempengaruhi ekstraksi tanin karena kelarutan senyawa tanin menjadi lebih cepat
dan tinggi dalam pelarut air. Apabila dilarutkan dalam air panas akan
menyebabkan kelarutannya semakin besar dan meningkat (Irianty &
Yenti, 2014). Maka dari itu, perebusan daun salam dan daun
jambu biji dapat meningkatkan kelarutan tanin yang hendak dicari. Selain itu,
diketahui bahwa berdasar penelitian (Windhi, 2021), perebusan daun salam dalam waktu 10 menit
memperoleh kadar flavonoid tertinggi bila dibandingkan dengan waktu selama 5
menit, 20 menit, dan 30 menit. Lama waktu perebusan dimulai 5 menit setelah air
mendidih. Air rebusan digunakan untuk memblender kunyit.
Berdasarkan hasil evaluasi organoleptis formula
pertama memiliki rasa yang kurang optimal. Oleh karena itu, telah dilakukan
penambahan asam jawa untuk menambah cita rasa asam, sekaligus menjadi stabilizer terhadap kurkumin kunyit yang
stabil dalam kondisi asam. Optimasi formula jamu segar dilakukan dengan
modifikasi formula (F2) gula 20 gram - asam jawa 10 gram dan (F3) gula 25 gram
- asam jawa 5 gram. Formula yang dipilih setelah optimasi adalah formula yang
terdiri dari bahan-bahan herbal dengan bobot yang masih sama, asam jawa 5 gram,
gula 25 gram, garam 1 gram, dan air 500 mL. Hasil uji organoleptis jamu segar
dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Hasil Evaluasi Organoleptis Jamu Segar
Diapetto
Parameter |
F1 |
F2 |
F3 |
Warna |
Kuning kecoklatan |
Kuning kecoklatan |
Kuning kecoklatan |
Rasa |
Kurang manis, rasa getir dan pahit
mendominasi |
Manis, dapat menutupi rasa pahit daun salam
dan daun jambu biji, tetapi terlalu asam |
Manis dan asam seimbang |
Aroma |
Khas daun salam dan kunyit |
Khas daun salam dan kunyit |
Khas daun salam dan kunyit |
Tekstur |
Pekat dan kental |
Pekat dan kental |
Pekat dan kental |
Berikutnya pada pembuatan jamu instan, dilakukan
penyiapan bahan seperti halnya yang dilakukan saat pembuatan jamu segar.
Pembuatan jamu instan dilakukan dengan menggunakan metode kristalisasi. Rebusan
daun salam dan daun jambu biji, serta filtrat kunyit akan dipanaskan dan
dilakukan penambahan agen kristalisasi yakni sukrosa dari gula pasir. Hal yang
perlu diperhatikan sebelum pemanasan adalah proses dekantasi pati dari kunyit.
Pemanasan akan menyebabkan molekul air memiliki energi kinetik yang lebih kuat dibanding
daya tarik molekul pati, sehingga air terserap oleh pati (gelatinisasi). Hal
tersebut dapat mempengaruhi waktu pengkristalan adonan menjadi serbuk dan
potensi karamelisasi akan bertambah. Adapun mekanisme kristalisasi adalah
dengan suhu berkisar 95-110oC, sukrosa akan mencair dan bercampur
dengan bahan lain. Kemudian setelah penguapan, sukrosa akan terbentuk kembali
menjadi butiran / kristal padat (Desnita &
Luliana, 2021).
Baik sebelum optimasi dan sesudah optimasi, penulis
menggunakan asam jawa sebagai stabilizer
kurkumin kunyit karena proses pembuatan jamu instan diketahui lebih kompleks
dibanding pembuatan jamu segar. Kurkumin diketahui menunjukkan degradasi yang
cepat melalui proses auto-oksidasi dalam larutan berair pH 8, sedangkan pada
kondisi asam (pH < 7), degradasi kurkumin jauh lebih lambat, kurang dari 20%
dari total kurkumin terdekomposisi pada 1 jam (Urosevic et al., 2022). Berdasar hasil organoleptis formula pertama,
didapatkan serbuk berwarna oranye dan homogen, tetapi setelah direkonstitusi
didapatkan cita rasa kurang asam dan kurang manis, sehingga dilakukan optimasi
dengan modifikasi penambahan asam jawa dengan diblender bersama kunyit,
penambahan gula pasir sebanyak 30 gram, serta pengurangan volume air menjadi
250 mL untuk mempercepat proses pemanasan. Akan tetapi, hasil optimasi
penambahan gula tidak berpengaruh terhadap perubahan rasa, sehingga diputuskan
pada jamu instan menggunakan 25 gram gula. Adapun hasil evaluasi organoleptis
jamu instan Diapetto setelah direkonstitusi dapat dilihat pada tabel 4 berikut
ini.
Tabel 4. Hasil Evaluasi Organoleptis Jamu Instan
Diapetto
Formula |
Warna |
Aroma |
Rasa |
Tekstur |
1 |
Kuning |
Khas kunyit |
Kurang asam dan kurang manis |
Dapat melarut dengan baik |
2 |
Kuning |
Khas kunyit |
Terlalu manis dan asam |
Dapat melarut dengan baik |
Evaluasi hedonik jamu segar dan jamu instan
dilakukan dengan menggunakan 30 orang panelis berusia sekitar 19-35 tahun
sebagai responden. Uji hedonik merupakan pengujian secara subjektif untuk
menentukan tingkat penerimaan suka atau tidak suka terhadap suatu produk
(Thariq dkk., 2014). Data hasil hedonik jamu segar dan jamu instan oleh 30
responden terhadap jamu Diapetto dapat dilihat pada diagram batang berikut ini.
Gambar 1. Diagram Uji Hedonik Jamu Diapetto (a)
Jamu Segar (b) Jamu Instan
Berdasar hasil uji hedonik, jamu segar cenderung
lebih disukai dibanding jamu instan. Jamu segar yang dihasilkan memiliki rasa
yang lebih pekat dibandingkan jamu instan karena jamu segar tidak melewati
proses sekompleks pembuatan jamu instan. Bila dibandingkan, jamu instan
memerlukan proses pemanasan/penguapan yang lebih lama, sehingga dapat
mengurangi cita rasa jamu instan. Pada jamu segar, rasa yang mendominasi adalah
rasa getir khas kunyit dan asam dari asam jawa. Rasa getir yang lebih kuat
disebabkan oleh kandungan minyak atsiri yang masih ada selama pembuatan jamu
segar. Akan tetapi, rasa getir tersebut telah diimbangi dengan penambahan rasa
asam yang berasal dari asam jawa. Minyak atsiri dari kunyit yang dapat menguap
selama pemanasan juga mempengaruhi berkurangnya kepekatan rasa dari jamu
instan. Selain itu, penyarian daging asam jawa pada jamu segar dengan cara
perebusan juga memaksimalkan rasa asam dari jamu karena diketahui bahwa asam
tartrat dan asam sitrat mudah larut dalam air. Namun, pada pembuatan jamu
instan sebaiknya bobot asam jawa dapat ditambahkan karena akan melewati proses
pemanasan dan penguapan atau dipilih dengan cara diblender bersama kunyit.
Berikutnya untuk kemasan primer yang digunakan pada
jamu segar yakni berupa botol kemasan ukuran 250 mL dan untuk jamu instan yakni
kemasan sachet aluminium foil dengan ziplock,
sedangkan kemasan sekunder menggunakan
paper pouch. Pemilihan kemasan jamu instan dengan ziplock karena serbuk jamu instan perlu disimpan dalam kemasan
kedap udara untuk mencegah kerusakan serbuk. Pada kemasan juga dicantumkan
etiket yang mengandung informasi merk, nomor registrasi, logo jamu, nama
produsen, komposisi jamu, peringatan, dosis atau cara pemakaian, dan tanggal
kadaluarsa.
Gambar 2. Kemasan Jamu Segar (a) Kemasan Jamu
Instan (b)
Gambar 3. Etiket Jamu Segar
(a) Jamu Instan (b)
Evaluasi kemasan dilakukan untuk mengetahui
identitas dan karakteristik produk sehingga dapat meningkatkan jaminan keamanan
dan mutu dari produk jamu (BPOM RI, 2017). Evaluasi kemasan meliputi merk,
kemasan, label, nomor registrasi, logo jamu, nama produsen, komposisi jamu,
peringatan, dosis, dan tanggal kadaluarsa. Evaluasi kemasan sediaan jamu
dilakukan dengan mengamati kelengkapan pada etiket, brosur serta penandaan pada
kemasan primer maupun kemasan sekunder. Data hasil evaluasi kemasan jamu segar
dan jamu instan disajikan sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Evaluasi Kemasan Jamu Segar dan Jamu
Instan Diapetto
No. |
Evaluasi Kemasan |
Jamu Segar |
Jamu Instan |
1. |
Merk |
|
|
2. |
Kemasan |
|
|
3. |
Label |
|
|
4. |
No. Registrasi |
|
|
5. |
Logo Jamu |
|
|
6. |
Nama Produsen |
|
|
7. |
Komposisi Jamu |
|
|
8. |
Peringatan |
|
|
9. |
Dosis |
|
|
10. |
Tanggal kadaluarsa |
|
|
Hasil evaluasi kemasan menunjukkan bahwa semua
syarat kelengkapan kemasan jamu yang dibuat sudah lengkap, seperti yang telah
dicantumkan pada tabel 5. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan yang dibuat mampu
memberikan identitas dan karakteristik terhadap produk yang dibuat.
SIMPULAN
Diare merupakan salah satu penyakit infeksi saluran
pencernaan yang menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Salah
satu pengobatan tradisional juga dapat diterapkan sebagai alternatif dengan
memanfaatkan tanaman obat/herbal untuk pengobatan diare ialah jamu. Tanaman
obat yang digunakan dalam pembuatan jamu segar maupun jamu instan antidiare
yaitu rimpang kunyit, daun salam, dan daun jambu biji. Berdasarkan hasil
evaluasi organoleptis terhadap jamu segar Diapetto untuk anti diare yaitu berwarna
kuning kecoklatan, memiliki bau aroma khas kunyit, rasa manis asam dengan
penampilan homogen dan menarik. Pada jamu instan berwarna kuning hingga jingga
kecoklatan, memiliki bau aroma khas kunyit, rasa manis asam dengan penampilan
homogen dan mampu melarut dengan baik. Hasil uji hedonik dilakukan terhadap 30
panelis menunjukkan jamu segar dan jamu instan dapat diterima oleh panelis,
baik dari segi penampilan, aroma, warna dan rasa. Berdasarkan evaluasi kemasan
telah menunjukkan bahwa etiket dan label sediaan Diapetto telah memenuhi
persyaratan.
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti, K., Fithria, R. F., Sari,
R. K., & Ningsih, D. R. (2018). Aktivitas Antidiare Fraksi Air Ekstrak
Etanol Daun Salam (Syzygium Polyanthum (Wight.) Walp.) Pada Mencit. Jurnal
Ilmu Farmasi Dan Farmasi Klinik, 15(01), 45�50.
Desnita, R., & Luliana, S.
(2021). Optimasi Proses Pembuatan Minuman Serbuk Instan Kombinasi Jahe
(Zingiber officinale Rosc) DAN KENCUR (Kaempferia galanga L.). Jurnal
Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 4(1).
Dewi, I. K., & Lestari, T.
(2016). Formulasi dan uji hedonik serbuk jamu instan antioksidan buah naga
super merah (Hylocereus Costaricensis) dengan pemanis alami daun stevia (Stevia
Rebaudiana Bertoni M.). Interest: Jurnal Ilmu Kesehatan, 5(2),
149�156.
Febriawan, R. (2020). Manfaat senyawa
kurkumin dalam kunyit pada pasien diare. Jurnal Medika Hutama, 2(01
Oktober), 255�260.
Fratiwi, Y. (2015). The potential of
guava leaf (Psidium guajava L.) for diarrhea. Jurnal Majority, 4(1).
Irianty, R. S., & Yenti, S. R.
(2014). Pengaruh perbandingan pelarut etanol-air terhadap kadar tanin pada
sokletasi daun gambir (Uncaria gambir Roxb). Sagu, 13(1), 1�7.
Kurnia, K. A., Widyatamaka, S. Q.,
Masyrofah, D., Prayuda, E. M., & Andriani, N. (2020). Khasiat daun jambu
biji sebagai antidiare. HSG Journal, 5(2), 43�57.
Octafelia, Y., Rahem, A., Setiadi, A.
A. P., Wibowo, Y. I., Brata, C., Setiawan, E., & Halim, S. V. (2021).
Rekomendasi Apoteker Komunitas Saat Menghadapi Permintaan Swamedikasi Diare
yang Disertai Darah: Sebuah Survei di Wilayah Perkotaan Indonesia. Jurnal
Farmasi Klinik Indonesia, 10(4), 289�302.
Ragil, D. W., & Dyah, Y. P.
(2017). Hubungan antara pengetahuan dan kebiasaan mencuci tangan pengasuh
dengan kejadian diare pada balita. Journal of Health Education, 2(1),
39�46.
SALSABILA, A. Z. (2022). Review
Artikel: Efek Farmakologi Minuman Kunyit (Curcuma Domestica) Asam Dan Jahe
(Zingiber Officinale) Sebagai Pereda Nyeri Dismenore Primer Pada Remaja Di
Indonesia. Farmaka, 20(3), 88�96.
Sholikha, M., & Arini, N. (2023).
Efek Antidiare Ekstrak Etanol Akar Senggani (Melastoma malabathricum L.) Pada
Mencit Swiss Webster Jantan. Seminar Nasional Riset Kedokteran, 4(1).
Wahyuni, T., & Ab, S. (2014).
Pemanfaatan tanin ekstrak daun jambu biji terhadap laju korosi besi dalam
larutan NaCl 3%(w/v). Jurnal Konversi, 3(1).
Windhi, N. P. (2021). Penetapan
Kadar Flavonoid Total Dari Rebusan Daun Salam (Syzygium polyanthum) Dengan
Variasi Lama Perebusan Secara Spektrofotometri UV-VIS. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Nasional.