Kecernaan in Vitro Bahan Kering dan
Bahan Organik Hijauan
Padang Rumput Alam di Desa Bhezamari
dan Raporendu Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende
� In Vitro Digestibility of Dry Matter And Organic Matter Of Natural Grassland Forages In Bhezamari And Raporendu Villages,
Nangapanda District, Ende Regency
1)* Frederikus Osaputra Sama, 2) Edi
Djoko Sulistijo, 3) Herayanti
Panca Nastiti
1,2,3 Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana.
*Email: 1) [email protected], [email protected]
*Correspondence:
1) Frederikus Osaputra Sama
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1280 |
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mendapatkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro hijauan pakan padang rumput alam di Desa Bhezamari dan Desa
Raporendu Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende. Penelitian ini menggunakan survei, pengukuran, dan pengamatan langsung di lapangan. Materi penelitian adalah leguminosa dan hijauan rumput yang tumbuh di padang rumput alam di lokasi penelitian. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro. Data
dianalisis dengan Uji t
Student. Hasil penelitian diperoleh,
rataan kecernaan bahan kering in vitro hijauan pakan padang penggembalaan alam di Desa Bhezamari dan Desa
Raporendu adalah 42,989%
dan 37,481%. Rataan
kecernaan bahan organik in vitro hijauan
pakan padang penggembalaan alam di Desa Bhezamari dan Desa Raporendu adalah 41,351% dan 38,764%. Hasil analisis
uji t (t-student) KcBK diperoleh
nilai t hitung 2,672 t lebih besar (>) dari t tabel 2,12. Nilai t hitung KcBO diperoleh
1,365 lebih kecil (<) dari t tabel 2,12. Kesimpulan KcBK desa Bhezamari
lebih tinggi dibanding desa Raporendu, sedangkan KcBO antara Desa Bhezamari dan KcBO Desa Raporendu relatif sama. Nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro
pada kedua Desa termasuk dalam kategori rendah. Kata kunci: Bahan
kering, Bahan Organik, Hijauan pakan, Kecernaan In Vitro, Padang Penggembalaan
alam |
ABSTRACT
Di Bhezamari Village and Raporendu
Village in Nangapanda District, Ende Regency, the
study aims to obtain in vitro dry matter and organic matter digestibility
values for natural grassland forages. Ini adalah penelitian yang menggunakan metode survei bersama
dengan pengukuran dan observasi langsung di lokasi. The research materials used are grass and legumes
that grow on natural grassland areas at the research location. The variables
measured in this study were in vitro digestibility of dry matter and organic
matter. Analysis data Student t test the research
results showed that the average in vitro dry matter digestibility of natural
grassland forage in Bhezamari Village and Raporendu Village was 42.989% and 37.481%. The average in
vitro organic matter digestibility of natural grasslandStudent's
t test forage in Bhezamari Village and Raporendu Village was 41.351% and 38.764%. The results dry
matter digestibility of the t test analysis (t-student) showed that the t value
was 2.672 t which was greater (>) than the t table 2.12. The digestibility
of organic matter obtained shows that the t value of 1.365 is smaller (<)
than the t table of 2.12. The conclution. The in
vitro DDM of Bhezamari village is higher than that of
Raporendu village, while the in vitro DOM between Bhezamari Village and in vitro DOM of Raporendu
Village is relatively the same. Digestibility dry matter and organic matter
values in both villages are included in the low category.
Keywords:
In Vitro Digestibility, Dry matter, Organic matter, Forage, Natural
grassland
PENDAHULUAN
Nusa
Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu daerah di Indonesia sebagai daerah penghasil
ternak tetapi dari waktu� ke waktu terus
menurun populasi dan produktifitas ternaknya akibat kurangnya pakan terutama
dimusim kemarau. Padang penggembalaan alam sebagai sumber hijauan makanan ternak
pengelolaannya belum sesuai dengan kaidah ilmiah yang sebenarnya. Kabupaten Ende
merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Nusa Tenggara Timur memiliki 21 Kecamatan.
Nangapanda sebagai salah satu dari Kecamatan yang berada di Kabupaten Ende, penduduknya
lebih banyak berdomisili di desa-desa dan mayoritas sebagai petani dan peternak.
Sistem pemeliharaan ternak di wilayah ini adalah intensif dan semi intensif. Desa-desa
yang peternaknya mempraktekkan pemeliharaan sistem semi intensif di antaranya
adalah Desa Bhezamari dan Raporendu. Hal ini karena didukung oleh tersedianya
padang rumput alam dengan luas 45 hektar, yang terdistribusi di Desa Bhezamari
25 hektar dan Desa Raporendu 20 hektar. (Profil Desa Bhezamari dan Desa Raporendu
2023)
Ternak
sapi dipelihara oleh manusia untuk menghasilkan daging, susu, tenaga kerja, dan
kebutuhan manusia lainnya. Sama seperti di kedua desa tersebut, ternak sapi merupakan
bagian penting dari kehidupan masyarakat. Oleh karenanya guna mendukung produktifitasnya
yang bermuara pada besar pendapatan, kualitas padang penggembalaan perlu menjadi
perhatian. Salah satu indikator kualitas adalah kecernaan.
Kemampuan
ternak untuk memanfaatkan pakan disebut kecenaan. Status fisiologis ternak memengaruhi
kemampuan mereka untuk mencerna bahan pakan tertentu. Nilai kecernaan yang
tinggi menunjukkan bahwa ternak memanfaatkan pakan dengan baik. Kandungan serat
kasar (seperti silika, selulosa, hemiselulosa, dan lignin) suatu bahan pakan menentukan
tingkat kecernaannya. Serat kasar adalah komponen pakan ternak ruminansia yang
sangat penting untuk fungsi rumen, tetapi terlalu banyak serat kasar akan mengurangi
konsumsi pakan dan kecernaan (Aprilia, 2018).
Pengukuran
kecernaan bahan pakan, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ada beberapa metode pengukuran, salah satunya pengukuran kecernaan secara in
vitro. Kecernaan in vitro merupakan suatu
teknik untuk mengukur pakan secara tidak langsung di laboratorium dengan meniru
bagaimana pakan dicerna dalam saluran pencernaan ternak ruminansia (Cherney et al., 1993). Di padang rumput
alam di Desa Bhezamari dan Desa Raporendu, masih belum diketahui berapa banyak
pakan yang dihasilkan dari hijauan, baik kering maupun organik.
Berdasarkan
uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mendapat nilai Kecernaan
Bahan Kering dan Bahan Organik Hijauan Pakan Padang Penggembalaan Alam di Desa
Bhezamari dan Desa Raporendu Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende.
METODE
Waktu dan Tempat Peneitian
����������� Penelitian ini dilaksanakan di areal padang rumput alam di
Desa Bhezamari dan Desa Raporendu Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende selama 3
(tiga) bulan sejak bulan Februari sampai dengan April 2023.
Data dan Sumber Data
Data primer dan sekunder penelitian ini berasal dari
literatur dan instansi terkait; keduanya diperoleh dari pengukuran langsung di
lapangan dan di laboratorium. Jenis data primer yang diambil adalah kecernaan
bahan kering dan bahan organik secara in vitro. Kondisi geografis, temperatur,
kelembaban udara, distribusi curah hujan bulanan tahunan, dan ketinggian tempat
dari permukaan laut (dpl) adalah data sekunder.
Materi Peneitian
Materi penelitian yang digunakan adalah rumput hijau,
leguminosa, dan gulma yang tumbuh di padang rumput alam yang ada di lokasi penelitian.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian berupa bingkai/kuadrat 1m x 1 m,
parang, gunting, kantong plastik, timbangan elektrik camry dengan kapasitas 2
kg, kalkulator, alat tulis-menulis, label, meter, GPS (Global Positioning System)
dan seperangkat alat untuk analisis kecernaan bahan kering dan bahan organik in vitro di laboratorium.
Metode Peneitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survey serta pengukuran dan pengamatan
langsung di lapangan. Untuk pengambilan sampel hijauan digunakan metode transek
dan zig zag dengan menggunakan bingkai kuadrat 1 x 1 meter. Pemotongan material
hijauan dilakukan terhadap hijauan yang ada dalam bingkai kuadrat tersebut.
Prosedur Peneitian
Prosedur Pengambilan
Sampe Tanah
a) Pengambilan sampel
tanah pada kedua lokasi dimulai dari pengamatan lokasi masing-masing untuk menentukan luas areal yang dijadikan titik yang mewakili semua areal tanah
b) Membentuk pola
Z pada tanah dengan jarak titik 5 meter
c) Pada setiap titik Huruf Z tersebut,
digali menggunakan linggis dengan kedalaman 10 cm kemudian tanahnya diambil
d) Menggabungkan tanah
yang sudah diambil dari setiap titik
dan mencampurnya dengan merata, lalu diambil
sampel tanah sebanyak 500 gram.
e) Tanah yang sudah diambil tersebut dianalisis di laboratorium kimia tanah untuk
mengetahui kandungan N, P,
K, Ca, pH, tekstur dan jenis
tanah.
Prosedur Pengambilan Sampe Hijauan
Prosedur kerja
pengambilan sampel hijauan pada kedua lokasi adalah sebagai
berikut :
a) Melakukan survei pendahuluan guna memahami bentuk dan
Rona awal lingkungan lahan pengamatan.
b) Menyiapkan bingkai
kuadrat untuk pengambilan sampling plot. Bingkai
kuadrat yang digunakan berukuran 1x1 m
c) Menentukan titik
awal pengamatan dengan cara melempar
bingkai kudrat ke belakang
d) Pada setiap daerah pengamatan dilakukan penempatan sampling dengan 8 arah dilanjutkan
dengan pemotongan hijauan pada setiap arah 3 plot.
e) Hijauan yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang sudah diberi label.
f) Kemudian hijauan
siap ditimbang untuk mengetahui berat segarnya.
g) Hijauan dicincang
kemudian dikering udarakan selama 1 bulan kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering udara, setelah
itu digiling di Laboratorium Pengolahan Pakan Politani Kupang menggunakan mesin penggiling/penepung (disk mill) untuk
memperkecil ukuran hijauan pakan menjadi
tepung kemudian dibawa ke Laboratorium
Kimia Pakan Fakultas Peternakan
Kelautan dan Perikanan Universitas
Nusa Cendana untuk dianalisis
kecernaan in vitro
Teknik Pengambilan Cairan Rumen
Sebelum melakukan pengambilan
cairan rumen perlu dipersiapkan terlebih dahulu thermos yang telah diisi dengan
air panas sehingga mencapai suhu 39�C kemudian siapkan empat kain kasa untuk menyaring
cairan rumen. Selanjutnya, air panas dalam thermos dibuang kemudian diganti dengan
cairan rumen sampai thermos terisi penuh. Cairan rumen sapi diambil dari RPH
Bimoku saat sapi disembelih dan langsung dibawa ke Laboratorium, kemudian
disaring dengan kain kasa (rangkap 4), dan ditampung dalam thermos yang tersedia.
Setelah sampai di Laboratorium, cairan rumen dipindahkan ke labu Beaker, ditempatkan
dalam inkubator atau pemanas air dengan temperatur 39�C dan selalu dialiri CO2.
Variabe Peneitian
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah
adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in vitro, dengan menggunakan metode (Tilley & Terry, 1963).
1. Kecernaan Bahan Kering (KcBK) in vitro
2. Kecernaan Bahan Organik (KcBO) in vitro
Keterangan:
BKs dan BOs = Bahan Kering
dan Bahan Organik sampel
BKr dan BOr = Bahan Kering
dan Bahan Organik residu
Analisis Data
Semua data primer yang diperoleh
dianalisis untuk mendapatkan persentase kecernaan bahan kering dan bahan
organik secara in vitro, dan uji perbandingan t-student sedangkan data sekunder dianalisis sesuai dengan kebutuhan
penulisan hasil penelitian (Sugiyono, 2017).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Peneitian
Kabupaten Ende adalah salah satu kabupaten
yang berada Provinsi Nusa Tenggara Timur,
Indonesia. Luas kabupaten
ini adalah 2.067,75 km� dan pada tahun
2020 memiliki populasi sebanyak 270.763 jiwa. Secara astronomis, Kabupaten
Ende terletak
pada 8�26�24,71� LS � 8�54�25,46� LS dan 121�23�40,44� BT � 122�1�33,3� BT. Pusat pemerintahan
atau ibu kota Kabupaten berada
di Kota Ende. Kabupaten
Ende terdiri dari 21 Kecamatan,
Kecamatan Nangapanda
adalah satu dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Ende. Kecamatan Nangapanda memiliki 1 kelurahan dan 28 desa. Dua diantaranya adalah Desa Bhezamari
dan Desa Raporendu. Desa
Bhezamari adalah salah
satu Desa yang terletak di wilayah Kecamatan
Nangapanda, Desa Bhezamari dibentuk pada tahun
1969 dengan empat kepala kampung
terdiri dari kampung Nangakeo, Niomaga, Mboturamba, dan Pauwawa. Sementara
itu Desa Raporendu pada awalnya terbentuk pada jaman penjajahan
Belanda, dikenal dengan sebutan Kapital/Hanmeter, yang pada saat itu dengan
sebutan Daerah Kekapitaan
Numba.
Popuasi Ternak di Lokasi Peneitian
Populasi ternak mengacu pada jumlah total hewan
ternak yang ada dalam suatu wilayah atau
area tertentu
pada suatu waktu tertentu. Populasi
dan kepemilikan ternak pada Desa Bhezamari dan Desa
Raporendu, disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, Populasi
dan Kepemilikan Ternak
Jenis Ternak |
Desa Raporendu |
Desa Bhezamari |
||
Kepemilikan (orang ) |
Jumlah Populasi (ekor) |
Kepemilikan �(orang) |
Jumlah Populasi (ekor) |
|
Sapi |
9 |
50 |
26 |
127 |
Babi |
- |
- |
165 |
378 |
Ayam Kampung |
150 |
250 |
274 |
1549 |
Bebek |
- |
- |
6 |
67 |
Kambing |
50 |
200 |
47 |
230 |
Sumber: Profil Desa Raporendu & Desa
Bhezamari (2023)
Berdasarkan Tabel 1 diketahui
bahwa jenis ternak yang dipelihara pada Desa Raporendu lebih
sedikit jenisnya dibanding dengan Desa Bhezamari.
Adapun jenis ternak yang dipelihara
yakni ternak sapi, ayam
kampung dan juga ternak kambing. Populasi
terbanyak adalah ayam
kampung berjumlah 250 ekor,
kambing 200 ekor dan sapi
50 ekor. Berbeda dengan
Desa Raporendu, jenis
dan jumlah ternak yang dipelihara di Desa Bhezamari lebih
bervariasi dan lebih banyak jumlahnya. Jumlah populasi
terbanyak yang dipelihara secara berturut adalah ayam kampung sebanyak 1549 ekor,
babi 378 ekor, kambing
230 ekor, sapi 127 ekor dan bebek sebanyak
67 ekor. Keberadaan ternak
sapi dan kambing membutuhkan pakan hijauan,
yang diharapkan tetap tersedia sepanjang
tahun. Salah satu sumber
pakan hijauan yang
diandalkan pada kedua desa tersebut adalah padang penggembalaan alam.
Keadaan Iklim di Lokasi Peneitian
Iklim mempunyai
peranan yang sangat penting karena mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas hijauan pakan dalam suatu wilayah. Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan
tanaman dipengaruh langsung oleh
cahaya matahari dan suhu terhadap fotosintesis,
respirasi, transpirasi
dan proses-proses metabolis di dalam sel
organ tanaman. Berdasarkan
pada data Stasiun Meteorologi Klimatologi Kelas III Fransiskus
Xaverius Seda Sikka Tahun
2023 bahwa tingkat curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari
(16,44 mm) sementara curah hujan
paling rendah pada bulan maret (2,96) dengan
rataan curah hujan dari bulan Februari
sampai Mei sekitar 9,97 mm. Nilai rataan ini termasuk dalam kategori
rendah. Iklim dalam hal
ini curah hujan merupakan
salah satu pendorong untuk pertumbuhan, perkembangan hijauan makanan ternak serta pengaliran
air pada permukaan tanah sehingga erosi yang terjadi
dapat diukur.
Curah hujan
juga sangat penting karena berpengaruh pada produksi dan produktivitas hijaun rumput.
Selain curah hujan, jumlah
hari hujan, juga berpengaruh dalam mempengaruhi
pertumbuhan, semakin
banyak hari hujan kondisi
kelembaban tanah lebih terjaga. Oleh
karenanya dengan curah hujan
yang rendah serta hari hujan yang demikian memungkinkan pertumbuhan tanaman tidak maksimal yang ditandai menguningnya rumput. Kondisi demikan bisa berpotensi terhadap
rendahnya kualitas hijauan. Jumlah hari hujan
tertinggi terjadi pada bulan Februari
yaitu 18 hari dan hari hujan paling rendah terjadi pada bulan
Mei yaitu 9 hari, dengan rataan hari hujan selama penelitian 14 hari. Jumlah hari hujan yang tinggi sangat baik untuk pertumbuhan rumput karena air hujan
sangat membantu dalam menjaga kelembaban
dan ketersediaan air tanah guna
meningkatkan pertumbuhan
tanaman.
Suhu udara tertinggi terjadi
pada bulan Maret (28,58 �C) dan suhu terendah terjadi pada bulan
Mei (27 �C) dengan rataan suhu udara
selama penelitian sekitar
28,04 �C. Kondisi suhu udara demikian
selama penelitian mendukung proses
pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Mardjuki (1990) bahwa rata-rata suhu udara
yang dibutuhkan untuk
aktifitas tanaman berkisar
pada 15�C hingga 40 �C. Secara
langsung suhu udara
dapat mempengaruhi fotosintesis
tanaman antara lain pembukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan
air, nutrisi, fotosintesis dan respirasi. Selanjutnya lama penyinaran
cahaya matahri tertinggi
terjadi pada bulan April (36,86 %) dan sinar matahari
terendah terjadi pada bulan
Mei (19%) dengan rataan sinar matahari selama penelitian
sekitar 30,15%. Kondisi
lama penyinaran matahari
diatas dapat membantu tanaman. Manfaat energi matahari bagi tumbuhan adalah sumber energi, membantu
proses fotosintesis, mempertahankan
suhu tumbuhan
membantu proses pembentukan kecambah
dan memberi warna hijauan, (Susilawati et al., 2016).
Kondisi Tanah di Lokasi Peneitian
Kondisi tanah pada suatu padang penggembalaan memiliki
peranan sebagai pendukung pertumbuhan hijauan. Fungsi tanah
adalah media tempat tumbuhnya
tanaman. Tanaman menyerap makanan
dari dalam tanah untuk proses pertumbuhannya.
Sehingga kesuburan tanaman tergantung pada kandungan unsur hara dalam tanah.
Untuk mengetahui
jumlah dan macam-macam unsur
yang terkandung dalam tanah serta
kesuburan
fisik tanah di lokasi penelitian maka
telah dilakukan analisis laboratorium yang hasilnya
tertera pada Tabel
2.
�����������
Tabel 2. Kandungan N, P, Ca, pH dan Jenis Tanah di Desa Bhezamari dan Raporendu
Tanah |
N |
P |
K |
Ca |
pH |
Tekstur |
Jenis Tanah |
% |
(ppm) |
Me/100 gr |
|
|
|
||
Bhezamari |
0,19 |
20,11 |
0,56 |
27,10 |
7,22 |
Lempung Berpasir |
Litosol |
Raporendu |
0,16 |
25,51 |
0,64 |
29,42 |
7,34 |
Lempung Berpasir |
Litosol |
Keterangan : Dianalisis
pada Laboratorium
Kimia Tanah Faperta
Undana Tahun 2023
Berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa
kandungan unsur hara tanah
di lokasi penelitian memiliki kandungan N 0,19%, P 20,11,K 0,56 dan pH 7,22 untuk desa Bhezamari dan N 0,16%, P 25,51 , K 0,64 dan pH 7,34 untuk
desa Raporendu, dengan tekstur tanah
keduanya lempung
berpasir. Kandungan unsur hara nitrogen dan kalium di kedua
lokasi penelitian termasuk dalam kategori rendah, sedangkan phospor termasuk sedang. Menurut Hardjowigeno (1985)
bahwa unsur
tanah N termasuk dalam kategori rendah
(<0,10-0,20%), sedang
(0,21-0,50%), tinggi (0,51-0,75%) dan sangat tinggi (>0,75%). Sementara
menurut
Departemen
Pertanian
(1983) dalam (Suhariyono
& Menry, 2005) bahwa
kandungan unsur P untuk kategori rendah 20 ppm, kategori sedang 40 ppm, kategori tinggi
60 ppm dan kategori
sangat tinggi >60 ppm. Menurut (Mcilroy &
Susetyo, 1976) bahwa
pada umumnya tanah di daerah tropis memiliki kandungan nitrogen sedang, sementara
untuk kadar phosphor dan kalium tinggi.
Status unsur hara demikian
apabila didukung kelembaban tanah yang memadai diharapkan vegetasi yang berada di atasnya dapat tumbuh
dengan baik.
Pada Tabel 2 tampak
juga bahwa
tanah di kedua desa bertekstur
lempung berpasir dengan pH tanah
dilokasi penelitian sebesar 7,22 dan 7,34 termasuk dalam
kategori netral. Pada pH netral sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air
dan mudah diserap oleh tanaman
(Coleman &
Thomas, 1967); (Elis
& Foth, 1996). (Hanafiah,
2005) menyatakan pH normal memiliki rentang nilai 6,5-7,5. Dengan demikian
maka pH yang terdapat di lokasi
penelitian termasuk
dalam kategori normal. Selanjutnya di laporkan oleh Nastiti
(1984) dalam (Nurhayu &
Saenab, 2019) bahwa
toleransi rumput-rumput terhadap pH tanah
berkisar antara 4,5-8, dengan demikian
rumput dapat tumbuh dan berkembang
pada tanah yang sangat masam
hingga pada basa sedang, sementara (Elis
& Foth, 1996) dinyatakan
bahwa apabila pH tanah terlalu tinggi
(>9) atau terlalu rendah (<4) maka
akan menyebabkan racun bagi tanaman.
Kecernaan Bahan Kering dan
Bahan Organik Secara In Vitro Hijauan
Pakan Padan Penggembalaan
Komposisi nutrisi adalah
faktor utama yang mempengaruhi suplai nutrisi ternak, sehingga biasanya
digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi kemampuan
ternak untuk memanfaatkan pakan
di padang penggembalaan. Nilai
kecernaan bahan
pakan dapat dihitung sebagai salah satu cara untuk mengukur kualitas bahan
pakan karena nilai kecernaan
yang lebih tinggi menunjukkan
jumlah zat makanan yang diserap oleh bahan
pakan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil analisis laboratorium, mengenai nilai kecernaan bahan kering (KcBK)
dan bahan organik (KcBO) secara
in vitro hijauan pakan padang penggembalaan alam
di Desa Bhezamari dan Raporendu yang tertera
pada Tabel 3 di bawah ini.
Kecernaan bahan
kering memberikan gambaran
proporsi yang dicerna oleh enzim pencernaan
yang dihasilkan mikroba rumen. Berdasarkan
hasil pada Tabel 3 diketahui rataan kecernaan bahan kering secara in vitro hijauan
pakan padang penggembalaan alam
di Desa Raporendu sebesar
37,481% dengan
nilai kisaran kecernaan bahan kering yang berkisar dari
31,323% - 42,639% dan kecernaan bahan
organiknya sebesar
38,764% dengan
kisaran nilai kecernaan bahan organik
sebesar 30,734% - 42,111%. Nilai rataan kecernaan bahan
kering hijauan pakan pada padang penggembalaan alam
Desa Bhezamari berdasarkan hasil
analisis laboratorim adalah 42,989% dengan kisaran nilai
33,819% - 53,037%. Sementara nilai
kecernaan bahan
organik hijauan pakan padang penggembalaan, secara in vitro di Desa
Bhezamari
41,351% dengan
kisaran nilai sebesar 34,828% - 49,875.
Tabel 3. Hasil Analisis KcBK dan KcBO secara
In Vitro Hijauan Padang���������� Penggembalaan
Alam di Desa Bhezamari dan Desa Raporendu.
Arah Mata Angin |
Persentase Kecernaan
Bahan Kering (%) |
Persentase Kecernaan
Bahan Organik (%) |
||
Desa Raporendu |
Desa Bhezamari |
Desa Raporendu |
Desa Bhezamari |
|
Titik Pusat |
37,599 |
42,862 |
41,962 |
41,804 |
Timur |
38,434 |
44,024 |
42,111 |
42,000 |
Timur Laut |
42,639 |
41,926 |
41,151 |
37,905 |
Timur Tenggara |
31,323 |
43,326 |
30,734 |
40,304 |
Selatan |
36,944 |
41,662 |
39,826 |
41,327 |
Barat |
34,335 |
46,999 |
36,157 |
45,137 |
Barat Laut |
39,074 |
53,037 |
40,187 |
49,875 |
Barat Daya |
40,302 |
39,250 |
40,378 |
38,984 |
Utara |
36,684 |
33,819 |
36,376 |
34,828 |
Total |
337,334 |
386,905 |
348,882 |
372,164 |
Rata-Rata |
37,481a |
42,989a |
38,764b |
41,351a |
Keterangan : - superskrip
yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
terdapat perbedaan (P<0,05)
-
KcBK= Kecernaan bahan
kering. KcBO = Kecernaan bahan
organik
Berdasarkan hasil
analisis yang diperoleh
maka, nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik baik hijauan pakan yang berasal dari padang
penggembalaan alam
Desa Bhezamari dan Desa Raporendu
secara teori termasuk dalam kategori rendah. Seperti yang disebutkan (Sugiyono,
2017) bahwa
kecernaan suatu
bahan pakan dikatakan tinggi apabila nilainya di atas 70 - 85% dan rendah apabila
nilainya lebih kecil
dari 50 � 60 %. Rendahnya persentase nilai kecernaan bahan kering dan bahan
organik yang diperoleh
dalam penelitian ini, diindikasikan karena tanah di padang ini kandungan
unsur hara terutama
Nitrogennya rendah (Tabel 2), selain itu juga karena padang penggembalaan sering digembalakan/ direnggut
ternak sehingga pertumbuhan
tanaman kurang baik. Kandungan kimia hijauan alam ini sangat mempengaruhi
kecernaan pakan
karena kecernaan berhubungan
dengan kandungan protein kasar dan
dinding sel.
Semakin rendah protein kasar dan
semakin tinggi kandungan serat
kasar, semakin sedikit
kecernaan pakan.
Jika kandungan
serat dan komponen serat tinggi, kecernaan pakan jenis
lain seperti lemak kasar dan protein kasar akan menurun.
karbohidrat dan BETN, yang merupakan bahan dasar bahan
organik dan kering.
Menurut (Atta-Krah,
1990) Kecernaan
bahan organik dan kering akan berkurang jika kandungan protein hijauan di bawah
6%. karena
pada tingkat ini, kerja mikroba akan sangat terhambat karena mereka tidak memiliki cukup
protein untuk diri mereka
sendiri dan keseimbangan zat makanan
untuk berkembang dan berproduksi.
Akibatnya, populasi mikroba
menurun,
yang berdampak
pada penurunan
nilai kecernaan bahan kering
dan bahan organik. Ini karena rendahnya kecernaan bahan kering yang diperoleh
sebanding dengan rendahnya kecernaan bahan organik
yang disebabkan
oleh struktur
bahan kering yang tidak teratur. Komposisi
nutrien pakan memengaruhi daya cerna,
dan kandungan
serat kasar memengaruhi
daya cerna. Berdasarkan
Tabe 3 nilai rataan kecernaan
bahan bering in vitro di
Desa Bhezamari 42,989 dan Desa Raporendu
37,481 hasil KcBK penelitian ini tidak
jauh berbeda dibanding
dengan KcBK dari laporan
Sahayana (2019), yakni rataan kecernaan bahan
kering 42,84%
di padang penggembalaan Desa Nuamuri,
Kecamatan Kelimutu
Kabupaten Ende.
Hasil penelitian
ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
(Ati et al.,
2018), dimana
dalam penelitiannya tentang kecernaan bahan kering dan bahan
organik secara in vitro hijauan padang penggembalaan Batu Beringin Desa Sumlili Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten
Kupang melaporkan bahwa kecernaan bahan
kering hijauan makanan ternak di padang penggembalaan alam
pada musim hujan yaitu 45,72%. Kecernaan bahan organik
hijauan makanan ternak di padang penggembalaan alam
pada musim hujan yaitu 47,60%. Hasil
penelitian yang diperoleh
penulis, juga lebih
rendah dibandingkan dengan hasil penelitian
(Jeantik,
2001), yang menemukan kandungan protein kasar
rumput pada musim hujan dapat mencapai 15% dengan kecernaan in vitro mencapai 65%,. Menurut (Infitria
& Khalil, 2014), kandungan serat dipengaruhi
oleh umur tanaman. semakin tua tanaman maka kandungan dinding sel tanaman semakin meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian (Djuned &
Heni, 2005) diperoleh
kandungan fraksi serat
pada tanaman pakan terus meningkat
seiring dengan lamanya umur tanaman.
Semakin tua umur hijauan maka proporsi selulosa dan hemiselulosa
bertambah. sedangkan karbohidrat yang mudah larut berkurang
(Manu, 2013). Dinding sel tanaman terutama terdiri
dari selulosa dan hemiselulosa,
yang sukar dicerna, terutama jika berkaitan dengan lignin. Kandungan selulosa
dan hemiselulosa
sekitar 40%
pada tanaman muda, tetapi semakin tua tanaman, karena selulosa berhubungan
erat dengan
lignin dan kombinasi lignin-selulosa.
Pada tanaman yang lebih tua, proporsi
selulosa dan hemiselulosa meningkat. Sementara
lignin tidak dicerna oleh enzim atau mikrobia rumen, selulosa dan hemiselulosa tidak dicerna oleh enzim (Katipana et
al., 2009).
Hasil penelitian
(Nuik
& Bamualim, 1998) melaporkan bahwa
kandungan dinding sel rumput alam pada
musim hujan sebesar 65% dan lebih rendah
dari musim kemarau (85%). Semakin rendah kandungan dinding
sel dari suatu rumput
akan meningkatkan nilai kecernaan (Aoetpah,
2002) (Bhatta et
al., 2004). Hal ini
dibuktikan oleh (Semiadi &
Jamal, 1997) bahwa
dengan meningkatnya kandungan dinding sel selama
musim kemarau maka kecernaan rumput di padang
penggembalaan alam
di pulau Timor bisa
menurun
hingga menjadi 20-30%. (Aoetpah,
2002) melaporkan bahwa
bulan Desember memiliki kecernaan rumput alam tertinggi, dengan rumput masih muda dan kandungan protein kasar
tertinggi,
dan bulan
Oktober memiliki kecernaan terendah.
Berdasarkan analisis
statistik uji t (t-student) terhadap
KcBK nilai t hitung (2,672) t lebih besar dari t table (2,12) sehingga KcBK
Desa Bhezamari nyata
lebih tinggi dari KcBK
Desa Raporendu.
Hal ini menggambarkan bahwa pertumbuhan
tanaman pakan pada padang penggembalaan alam
di Desa Bhezamari relatif lebih baik dengan
kandungan bahan oraganik yang lebih tinggi dari tanaman
pakan yang tumbuh
pada padang penggembalaan
alam di Desa
Raporendu. Berbeda
dengan kecernaan bahan Kering, hasil uji t kecernaan
bahan organik antara kedua Deasa menunjukkan bahwa nilai t hitung (1,365) lebih kecil
dari t tabel (2,12) sehingga disimpulkan tidak terdapat perbedaan
antara KcBO desa Bhezamari dengan KcBO desa
Raporendu. Tidak adanya
perbedaan kecernaan
bahan organik secara in vitro, hijauan pakan padang penggembalaan
yang berasal dari Desa
Raporendu dan Desa Bhezamari,
menunjukkan
bahwa nilai nutrisi (penyusun
bahan organik) hijauan pakan yang dihasilkan memiliki kesamaan.
SIMPUAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh bahwa nilai
kecernaan in vitro bahan kering hijauan
pakan padang penggembalaan alam di Desa Bhezamari (42,989%) lebih tinggi dari Desa
Raporendu (37,481%) sebaliknya untuk kecernaan bahan organik in vitro hijauan padang penggembalaan
alam di Desa Bhezamari (41,351%) dan Desa Raporendu (38,764%) relatif sama. Kecernaan
bahan kering dan bahan organik in vitro
hijauan padang penggembalaan di Desa Bhezamari dan Desa Raporendu termasuk
dalam kategori rendah.
.
DAFTAR PUSTAKA
Aoetpah, A.
(2002). Fluktuasi ketersediaan dan kualitas gizi padang rumput alam di pulau
Timor. Journal Informasi Penelitian Lahan Kering No, 11, 32�37.
Aprilia, R.
M. (2018). Evaluasi Kandungan Nutrien Dan Kecernaan (In Vitro) Pakan Yang
Diberikan Pada Sapi Perah Rakyat Di Kabupaten Malang. Universitas
Brawijaya.
Ati, A. R.
A., Manggol, Y. H., & Osa, D. B. (2018). Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan
Organik Secara In Vitro Hijauan Padang Penggembalaan Batu Beringin Desa Sumlili
Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Jurnal Nukleus Peternakan, 5(2),
155�162.
Atta-Krah,
A. (1990). Availability and use of fodder shrubs and trees in tropical Africa. Shrubs
and Tree Fodders for Farm Animals: Proceedings of a Workshop in Denpasar,
Indonesia, 24-29 July 1989.
Bhatta, R.,
Swain, N., Verma, D. L., & Singh, N. P. (2004). Studies on feed intake and
nutrient utilization of sheep under two housing systems in a semi-arid region
of India. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences, 17(6),
814�819.
Cherney, D.
J. R., Siciliano-Jones, J., & Pell, A. N. (1993). Forage in vitro dry
matter digestibility as influenced by fiber source in the donor cow diet. Journal
of Animal Science, 71(5), 1335�1338.
Coleman, N.
T., & Thomas, G. W. (1967). The basic chemistry of soil acidity.
Djuned, H.,
& Heni, B. W. (2005). Pengaruh umur pemotongan terhadap kandungan fraksi
serat hijauan murbei (Morus indica l. var. Kanva-2). Seminar Nasional
Teknologi Peternakan Dan Veteriner, 859�864.
Ellis, B.,
& Foth, H. (1996). Soil fertility. CRC Press.
Hanafiah,
K. A. (2005). Dasar Dasar Ilmu Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
(ID).
Infitria,
I., & Khalil, K. (2014). Studi produksi dan kualitas hijauan di lahan
padang rumput UPT peternakan Universitas Andalas Padang. Buletin Ilmu
Makanan Ternak, 12(1).
Jelantik,
I. G. N. (2001). Improving Bali cattle (Bibos banteng Wagner) production
trough protein supplementation. Royal Veterinary and Agricultural
University, Department of Animal Science �.
Katipana,
N. G. F., Manafe, J. I., & Amalo, D. (2009). Manfaat Limbah Organik Bagi
Produktivitas Ternak Ruminansia, Ketahanan Pangan dan Pencemaran Lingkungan: I.
Uji Laboratoris Terhadap Produksi NH3 Dan Tingkat Degradasi Protein Limbah
Organik Dari Mikrobia Rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan�Undana.
Kupang.
Manu, A. E.
(2013). Produktivitas padang penggembalaan sabana Timor Barat. Pastura, 3(1),
25�29.
Mcilroy, R.
J., & Susetyo, S. (1976). Pengantar budidaya padang rumput tropika. (No
Title).
Nulik, J.,
& Bamualim, A. (1998). Pakan Ruminansia Besar di Nusa Tenggara Timur. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Naibonat.
Nurhayu,
A., & Saenab, A. (2019). Pertumbuhan, produksi dan kandungan nutrisi
hijauan unggul pada tingkat naungan yang berbeda. Jurnal Agripet, 19(1),
40�50.
Semiadi,
G., & Jamal, Y. (1997). Produktivitas dan Nilai Nutrisi Rumput Padang
Penggembalaan Alam di Pulau Timor. Buletin Peternakan, 21(1),
63�69.
Sugiyono.
(2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed
Methods). Alfabeta.
Suhariyono,
G., & Menry, Y. (2005). Analisis karakteristik unsur-unsur dalam tanah di
berbagai lokasi dengan menggunakan XRF. Prosiding PPI-PDIPTN, 197�206.
Susilawati,
S., Wardah, W., & Irmasari, I. (2016). Pengaruh berbagai intensitas cahaya
terhadap pertumbuhan semai cempaka (michelia champaca L.) di Persemaian. ForestSains,
14(1), 59�66.
Tilley, J.
M. A., & Terry,� dan R. A. (1963). A
two‐stage technique for the in vitro digestion of forage crops. Grass
and Forage Science, 18(2), 104�111.