Potensi Pemanfaatan Kandungan
Flavonoid Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus) Sebagai Agen Terapi Asam
Urat
Potential Utilization of
the Flavonoid Content of the Cat's Whisker Plant (Orthosiphon stamineus) as a
Gout Therapy Agent
1)* Ega Wida Agatta, 2) Anak Agung Gede Rai Yadnya Putra
1,2 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana.
*Email: 1) [email protected], 2) [email protected]
*Correspondence:
1) Ega Wida
Agatta
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1276 |
ABSTRAK Penyakit sam urat adalah kondisi dimana
kadar asam urat dalam darah terlalu tinggi Tingginya kadar asam urat dalam
darah terjadi karena tubuh memproduksi terlalu banyak atau mengeleminasi
terlalu sedikit asam urat. Tingginya kadar asam urat dapat menyebabkan
masalah kesehatan seperti gout dan batu ginjal. Salah satu terapi yang dapat digunakan adalah tanaman
herbal, seperti tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus). Tanaman
kumis kucing mengandung berbagai senyawa aktif, salah satu senyawa aktifnya
adalah flavonoid. Flavonoid ditemukan memiliki aktivitas anti inflamasi
sehingga diklaim memiliki potensi sebagai agen terapi untuk asam urat. Tujuan
review artikel ini untuk mengetahui efek tanaman kumis kucing sebagai terapi
penyakit asam urat atau gout. Metode yang digunakan adalah literature
review yang menggunakan jurnal internasional dan jurnal nasional yang
didapatkan dari Google Scholar, Science Direct, Researchgate, dan Pubmed dari
tahun 2018 sampai dengan 2023. Dari beberapa penelitian yang dilakukan
didapatkan hasil bahwa tanaman kumis kucing memiliki manfaat sebagai
antiinflamasi. Senyawa aktif flavonoid di dalam tanaman Orthosiphon
stamineus dapat menekan reaksi inflamasi yang dapat mengurangi peradangan
dan nyeri yang berhubungan dengan asam urat. Kata kunci: Antiinflamasi, Asam Urat, Daun Kumis Kucing,
Flavonoid, Orthosiphon stamineus |
ABSTRACT
Gout is a condition where the
level of uric acid in the blood is too high. High levels of uric acid in the
blood occur because the body produces too much or eliminates too little uric
acid. High uric acid levels can cause health problems such as gout and kidney
stones. One therapy that can be used is herbal plants, such as the cat's
whisker plant (Orthosiphon stamineus). The cat's
whisker plant contains various active compounds, one of the active compounds is
flavonoids. Flavonoids were found to have anti-inflammatory activity so they
are claimed to have potential as therapeutic agents for gout. The purpose of
this review article is to determine the effects of the cat's whisker plant as a
therapy for gout. The method used is a literature review using international
journals and national journals obtained from Google Scholar, Science Direct, Researchgate, and Pubmed from
2018 to 2023. From several studies conducted, it was found that the cat's
whisker plant has anti-inflammatory benefits. The active flavonoid compounds in
the Orthosiphon stamineus plant can suppress
inflammatory reactions which can reduce inflammation and pain associated with
gout.
Keywords:
Anti-inflammatory,
Uric Acid, Cat's Whisker Leaves, Flavonoids, Orthosiphon stamineus
PENDAHULUAN
Asam
urat disebabkan oleh pengendapan kristal monosodium urat pada jaringan
artikular dan periartikular. Kristal ini memicu reaksi inflamasi akut dan nyeri
dengan melibatkan sel inflamasi, terutama neutrofil polimorfonuklear yang
terletak di lokasi inflamasi yang mengakibatkan peningkatan volume cairan
sinovial dan terbatasnya fungsi sendi (Punzi
et al., 2020).
Asam urat adalah bentuk radang sendi yang paling umum, dengan dampak signifikan
untuk kesehatan individu dan sistem kesehatan. Prevalensi penyakit sendi
berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan di Indonesia 7,30% dan jika dilihat dari
karakteristik umur, prevalensi tinggi pada umur ≥ 75 (18,95%). Penderita
wanita juga lebih banyak (8,46%) dibandingkan dengan pria (6,13%) (Kemenkes RI, 2016).
Salah
satu senyawa yang diketahui dapat digunakan sebagai anti inflamasi adalah
flavonoid. Pada tanaman Orthosiphon
stamineus atau biasa dikenal sebagai kumis kucing mengandung mengandung
senyawa fenolik aktif seperti flavonoid (Faramayuda et al.,
2021).
Pada literatur penelitian lain terdapat hasil berupa beberapa kandungan kimia
pada tanaman kumis kucing (Orthosiphon� stamineus) yaitu� seperti orthosiphon� glikosida,�
minyak� lemak, sapofonin,�� garam��
kalium�� (0,6-3,5%) dan
myoinositol,� serta� minyak�
atsiri sebanyak� 0,02-0,06% yang
terdiri dari 6 macam sesquiterpenes dan senyawa fenolik, glikosida flavonol,
turunan asam kaffeat.� Hasil� ekstraksi�
dari� daun dan bunga Orthosiphon stamineus dapat ditemukan
methylripariochromene A atau 6-(7,8-dimethoxyethane). Juga ditemukan 9� macam�
golongan� senyawa flavon
dalam� bentuk� aglikon, 2 macam glikosida flavonol, 1
macam� senyawa coumarin, scutellarein,
6-hydroxyluteolin, sinenseti. Senyawa-senyawa kimia inilah yang kemungkinan
menjadi agen anti inflamasi (Rahayuningrum & Lesmana, 2019).
Secara
tradisional, Orthosiphon stamineus
dapat menurunkan kadar asam urat, meningkatkan efek antioksidan, anti
inflamasi, antihipertensi, antidiabetes, dan anti mikroba serta memiliki efek
diuretic (Xu et al., 2020). Orthosiphon stamineus Benth.
(Lamiaceae), yang secara lokal dikenal sebagai kumis kucing, merupakan tanaman
obat tradisional yang digunakan di Asia Tenggara untuk mengobati berbagai
penyakit inflamasi seperti kanker, hepatitis, rematik, sakit perut, psoriasis,
hiperlipidemia, diabetes, dan batu ginjal. Di Eropa, masyarakat menggunakan
rebusan daun Orthosiphon stamineus
untuk membuat java tea untuk
meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh (Tabana et al., 2016). Penelitian
saat ini menunjukkan bahwa Orthosiphon
stamineus memiliki beragam sifat bioaktif, termasuk antioksidan (Cai et al., 2018), anti
obesitas, anti inflamasi (Tabana et al., 2016), diuretik (Arafat et al., 2008), pengurang
asam urat serum (sUA) (Chen et al., 2020) dan
nefroprotektif (Xu et al., 2020).
METODE
Metode yang digunakan pada pembuatan artikel review
ini adalah studi pustaka atau literatur. Pustaka� atau�
literatur� yang� digunakan�
merupakan� jurnal� nasional�
maupun� internasional yang
dipublikasikan secara online dari berbagai situs seperti Google Scholar,
Science Direct, Researchgate, dan Pubmed. Pencarian pustaka dilakukan
dengan� menggunakan� kata�
kunci �Antiinflamasi�, �Asam Urat�, �Daun Kumis Kucing�, �Flavonoid�, �Orthosiphon stamineus�.� Artikel yang dikaji berasal dari jurnan yang
diterbirkan dari tahun 2018 hingga 2023. Kemudian dilakukan penentuan jurnal
yang digunakan sebagai pustaka primer, yaitu jurnal yang membahas mengenai�� penggunaan�
daun kumis kucing sebagai obat asam urat.�� Kriteria��
pustaka�� yang digunakan�� dalam��
pembuatan�� artikel�� review��
ini�� merupakan�� jurnal-jurnal�� nasional�
maupun internasional terakreditasi sinta atau scopus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Asam urat adalah jenis radang sendi yang
menyebabkan peradangan menyakitkan pada satu atau lebih sendi. Pada penyakit
asam urat, peningkatan kadar asam urat dalam darah memicu pembentukan kristal
sehingga menyebabkan nyeri sendi (Abu Bakar et al.,
2018). Asam urat disebabkan oleh pengendapan kristal
monosodium urat pada jaringan artikular dan periartikular. Kristal ini memicu
reaksi inflamasi akut dan nyeri dengan melibatkan sel inflamasi, terutama
neutrofil polimorfonuklear yang terletak di lokasi inflamasi yang mengakibatkan
peningkatan volume cairan sinovial dan terbatasnya fungsi sendi (Punzi
et al., 2020). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosa
tenaga kesehatan di Indonesia 7,30% dan jika dilihat dari karakteristik umur,
prevalensi tinggi pada umur ≥ 75 (18,95%). Penderita wanita juga lebih
banyak (8,46%) dibandingkan dengan pria (6,13%) (Kemenkes RI, 2016). Menurut laporan terbaru dari Global Burden of
Disease Analysis di 195 negara dan wilayah, kejadian dan prevalensi asam urat
meningkat di antara populasi dunia. The global health data exchange registry
(GHDx) dan World Health Organisation (WHO) melaporkan 7,44 juta kasus asam urat
di seluruh dunia pada tahun 2017 (insiden, 0,097%) dengan prevalensi 41,22 juta
kasus (0,54%) dan Disability Adjusted Life Years (DALYs) ) adalah 1,28 juta
(0,051%).
Asam urat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
risiko seperti usia, jenis kelamin, dan ras atau etnis yang termasuk dalam
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Sebaliknya, faktor risiko yanng
dapat dimodifikasi seperti makanan dan gaya hidup. Ketika makanan kaya purin
dikonsumsi secara eksogen, purin yang ada dalam makanan akan terdegradasi
menjadi asam urat sebagai produk akhir, terutama di hati dan sebagian kecil di
usus. Asam urat juga diproduksi secara endogen dari degradasi purin sel-sel yang
rusak & mati. Pembentukan dan degradasi nukleotida purin relatif berkisar
antara 300 hingga 400 mg per hari. Mula-mula salah satu nukleotida monofosfat
(adenosin monofosfat) diubah menjadi nukleosida (inosin) melalui dua cara
berbeda: Cara pertama inosin dibentuk dengan penghilangan gugus amino dari AMP
oleh deaminase (deaminasi) diikuti dengan penghilangan gugus amino dari AMP
oleh deaminase (deaminasi) diikuti dengan penghilangan gugus amino dari AMP
oleh deaminase (deaminasi) gugus fosfat dari IMP oleh nukleotidase
(defosforilasi). Cara kedua, inosin dibentuk melalui defosforilasi AMP oleh
nukleotidase diikuti dengan deaminasi adenosin oleh adenosin deaminase.
Nukleotida lain, monofosfat (guanosin monofosfat) diubah menjadi nukleosida
(guanosin) oleh nukleotidase. Kedua, nukleosida fosforilase purin mengubah
nukleosida inosin dan guanin menjadi basa purin masing-masing hipoksantin dan
guanin. Kemudian xantin dibentuk dari hipoxantin oleh xantin oksidase
(oksidasi) dan dari guanin oleh enzim guanase. Akhirnya xantin dioksidasi lagi
oleh xantin oksidase membentuk asam urat (Yin et al., 2022).
Kumis kucing memiliki nama latin Orthosiphon stamineus. Orthosiphon stamineus banyak ditanam di
Asia Tenggara dan negara tropis. Daun tanaman ini dikenal sebagai �Java tea� yang digunakan untuk pembuatan
teh herbal yang umum di Asia Tenggara dan negara-negara Eropa (Ashraf et al.,
2018). Nama lain untuk Orthosiphon stamineus antara lain Orthosiphon aristatus, Orthosiphon
spicatus, Orthosiphon blaetter, Clerodendranthus spicatus (Thunb.) kumis
kucing, dan de Java. Berikut adalah klasifikasi tumbuhan kumis kucing (Schoch et al.,
2020):
Kingdom��������� :
Plantae
Divisi�������������� :
Spermatophyta
Subdivisi��������� :
Angiospermae
Kelas�������������� :
Dicotyledoneae
Ordo�� ������������� : Lamiales
Famili ������������� :
Lamiaceae
Genus������������� :
Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. / Orthosiphon stamineus Benth.
����������� Orthosiphon stamineus dapat tumbuh sekitar 0,3-1 m. Memiliki bentuk
batang segi empat (persegi), memiliki bentuk daun seperti lanset, bulat panjang
atau belah ketupat, lebar 2-4 cm dan panjang 4-7 cm, dan bunganya berwarna
putih atau ungu pucat. Kumis kucing memiliki benang sari yang memanjang dari
mahkota dengan panjang lebih dari 2 cm. Setelah penanaman, daun kumis kucing
dapat dipanen sekitar 2-3 bulan (Silalahi, 2019). Penampakan fisik daun kumis kucing dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Perbedaan morfologi daun
struktur O. stamineus (A)
atas
permukaan dan (B) permukaan
bawah. Kiri
atas varietas ungu
sementara kanan atas
varietas putih, (C)
berbunga (Silalahi, 2019).
Tanaman Orthosiphon
stamineus ditemukan memiliki komponen-komponen metabolit sekunder seperti
terpenoid (diterpenes dan triterpen), polifenol (flavonoid lipofilik dan asam
fenolik), fenolat (isopimarik, flavonoid, benzochromen), sterol, dan turunan
asam organik. Tanaman- tanaman obat yang mengandung flavonoid dilaporkam
meimiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang,
antialergi, dan anti kanker (Faramayuda et al.,
2021).
Menurut Kamus Pengobatan Cina, Orthosiphon stamineus yang sedikit pahit dan bersifat dingin dapat
masuk ke hati, kandung kemih, dan ginjal. Orthosiphon
stamineus menghilangkan panas dan kelembapan, menghilangkan batu saluran
kemih dan memurnikan air. Karena karakteristik ini, Orthosiphon stamineus dapat digunakan untuk pencegahan dan
pengobatan nefritis akut dan kronis, sistitis, batu saluran kemih, dan asam
urat. Di Asia Tenggara, Orthosiphon
stamineus banyak digunakan untuk mengobati radang amandel, rematik,
diabetes, gonore, epilepsi, hipertensi, gangguan menstruasi, sifilis, batu
ginjal, batu empedu, edema, ruam, demam, influenza, hepatitis dan penyakit
kuning (Luo Yong et al.,
2018).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Mokalu et al.,
2021), menggunakan 15 ekor tikus dan terdapat 5 kelompok
perlakuan yaitu kontrol negatif (NaCMC 1%), kontrol positif (Allopurinol) 1,8
mg, dan kelompok ekstrak daun kumis kucing dengan dosis 4,5 mg, 9 mg, 18 mg.
Pengujian antihiperurisemia pada tikus putih jantan, dilakukan dengan
menginduksi kalium oksonat untuk meningkatkan kadar asam urat (Suhendi et al.,
2011). Kalium oksonat akan mengalami pembersihan dalam
tubuh dan kembali ke keadaan normal setelah 8 jam pemberian dengan waktu puncak
pada 2 jam setelah pemberian melalui intraperitoneal (Huang CaiGuo et
al., 2008) Pada penelitian ini menunjukkan penurunan nilai
asam urat pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol daun kumis kucing. Dengan
efektivitas penurunan kadar asam urat pada kelompok dosis pertama dengan
kandungan ekstrak daun kumis kucing, menunjukkan penurunan kadar asam urat pada
saat pemberian ekstrak dimulai pada jam ke-2 sampai jam ke-6, hal ini
menunjukkan dosis 4,5 mg ekstrak etanol daun kumis kucing efektif dalam
menurunkan kadar asam urat lebih baik dari kelompok kontrol positif, untuk
dosis kedua diberi ekstrak etanol daun kumis kucing, sebanyak 9 mg menunjukkan
adanya penurunan kadar asam urat yang lebih signifikan dibanding dosis pertama,
dan untuk dosis ketiga diberi ekstrak etanol daun kumis kucing sebanyak 18 mg
dosis juga mengalami penurunan kadar asam urat dari jam ke-2 sampai ke-6,
penurunan kadar asam urat disebabkan karena daun kumis kucing mengandung
senyawa flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan yang dapat menghambat
kerja enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat berkurang. Penurunan
kadar asam urat ini terjadi karena aktivitas antioksidan dan antiinflamasi
senyawa flavonoid yang terkandung dalan Orthosiphon
stamineus yang menghambat kerja enzim xantin oksidase sehingga pembentukan
asam urat berkurang.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wu et al. (Wu et al., 2023) membahas mengenai efek penghambatan Orthosiphon stamineus pada nefropati
hiperurisemia pada tikus dan sel tubulus ginjal. Studi tersebut menemukan bahwa
Orthosiphon stamineus meningkatkan
fungsi ginjal, menurunkan kadar asam urat serum, dan mengurangi kerusakan
ginjal pada tikus nefropati hiperurisemia. Orthosiphon
stamineus juga menghambat transisi epitel-mesenkim dan apoptosis pada sel
ginjal melalui jalur NF-κB/Snail. Penelitian ini memberikan hasil kadar
serum asam urat pada kelompok hiperurisemia 3-4 kali lebih tinggi dibandingkan
pada kelompok kontrol, sedangkan kadar asam urat menurun secara signifikan
setelah intervensi dengan rebusan Orthosiphon
stamineus atau Allopurinol. Tingkat serun kreatinin, dan nitrogen urea
darah (BUN) secara efektif berkurang pada kelompok Orthosiphon stamineus tetapi tidak pada kelompok Allopurinol, dan
tingkat ekspresi pada kelompok Allopurinol serupa dengan kelompok nefropati
hiperurisemia. Temuan dari bagian patologis konsisten dengan hasil biokimia.
Dibandingkan dengan kelompok nefropati hiperurisemia, manifestasi patologis
pada kelompok Orthosiphon stamineus berkurang.
Temuan ini menunjukkan bahwa Orthosiphon
stamineus mungkin memiliki potensi terapeutik untuk nefropati
hiperurisemia.
Penelitian yang dilakukan oleh Xu et al. (Xu et al., 2020) memiliki tujuan untuk menyelidiki efek
antihiperurisemia dan nefroprotektif ekstrak Orthosiphon stamineus pada tikus hiperurisemia dan mengeksplorasi
mekanisme potensial. Ekstrak Orthosiphon
stamineus diekstraksi menggunakan etanol 50% dan ditambahkan etil asetat,
serta dikarakterisasi menggunakan UPLC/ESI-MS. Model tikus hiperurisemia yang
diinduksi kalium oksonat digunakan untuk mengevaluasi efek antihiperurisemia
dan nefroprotektif dari ekstrak Orthosiphon
stamineus etil asetat (OSE). Percobaan dilakukan pada mencit Kunming jantan
yang dibagi� beberapa kelompok, yaitu
kelompok kontrol dan kelompok OSE. Hewan uji kemudian diberikan intervensi
selama 7 hari dan kemudian dikorbankan untuk diamati. Pada penelitian ini ditemukan� pemberian estrak etil asetat Orthosiphon stamineus dapat menurunkan
kadar serum asam urat melalui mekanisma menurunkan aktivitas Xantin oksidase
(XOD) dan Adenosin deaminase (ADA) pada hati tikus hiperurisemia. Selain
itu,� Orthosiphon
stamineus etil asetat secara signifikan menurunkan regulasi kadar mURAT1
dan mGLUT9 ginjal serta meningkatkan regulasi kadar mOAT1 dan mOAT3 ginjal.
Semua hasil ini memvalidasi efek hipourisemik dari OSE dan menunjukkan bahwa
OSE mungkin merupakan suplemen makanan yang potensial untuk pengobatan hiperurisemia.
Penelitian yang dilakukan oleh (Yasin et al., 2023). mngenai efektivitas air rebusan kumis kucing
dalam menurunkan kadar asam urat di desa Manawa kecamatan Patilaggio.
Penelitian ini dilakukan dengan metode equivalent
control group design dengan sampel sebanyak 32 responden yang dibagi dalam
dua kelompok yaitu kelompok perlakuan sebanyak 16 responden dan kelompok
kontrol sebanyak 16 responden yang didapatkan dengan menggunakan teknik total sampling. Pada kelompok perlakukan
dierikan air rebusan kumis kucing 2 kali sehari selama 7 hari berturut- turut
kemudian dilakukan pengukuran kadar asama urat sebelum dan sesudah� perlakuan. Hasil peneliqtian menunjukkan
bahwa kelompok yang mendapat air rebusan kumis kucing selama 7 hari berturut-
turut mengalami penurunana kadar asam urat. Hal ini disebabkan oleh kandungan
flavonoid dan glikosida yang terdapat pada kumis kucing.� Penurunan asam urat setelah meminum rebusan
daun kumis kucing dapat terjadi karena daun kumis kucing mengandung flavonoid
dan glikosida yang dapat berperan untuk menurunkan kadar asam urat. Flavonoid
dapat mengurangi peradangan kearena sifat diuretiknya sehingga purin dapat
dikeluarkan melalui urin. Terapi ini diberikan 1 kali sehari dengan takaran 100
ml, waktu diberikan pagi hari. Kemungkinan besar purin banyak dikeluarkan saat
berkemih di pagi hari dan sore hari dikarenakan terapi pemberian air rebusan
daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
juga diberikan pada pagi hari ataupun sore hari sebelum tidur (Rahayuningrum &
Lesmana, 2019).
SIMPULAN
Daun kumis kucing (Orthosiphon
stamineus) merupakan salah sati tanaman yang memiliki potensi sebagai
pengobatan asam urat. Hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah
dilakukan dimana ekstrak Orthosiphon
stamineus dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah karena kandungan
flavonoid. Penurunan kadar asam urat ini dapat terjadi karena aktvitas
antiinflamasi dan antioksidannya yang dapat menghambat kerja enzim xantin
oksidase dan ddenosin deaminase sehingga pembentukan asam urat berkurang.
Flavonoid pada Orthosiphon stamineus
juga memiliki aktivitas diuretik yang dapat membantu dalam eleminasi purin
dalam tubuh. Daun Orthosiphon stamineus
juga ditemukan memiliki fungsi lain seperti dapat memperbaiki fungsi ginjal
(nefroprotektif) dan dapat mengurangi kadar serum creatinin dan BUN dalam
tubuh. Sehingga hal ini dapat menjadikan daun Orthosiphon stamineus sebagai tanaman yang dapat digunakan sebagai
nutrasetikal dalam pengobatan asam urat
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar,
F. I., Abu Bakar, M. F., Rahmat, A., Abdullah, N., Sabran, S. F., &
Endrini, S. (2018). Anti-gout potential of Malaysian medicinal plants. Frontiers
in Pharmacology, 9, 261.
Arafat, O.
M., Tham, S. Y., Sadikun, A., Zhari, I., Haughton, P. J., & Asmawi, M. Z.
(2008). Studies on diuretic and hypouricemic effects of Orthosiphon stamineus
methanol extracts in rats. Journal of Ethnopharmacology, 118(3),
354�360.
Ashraf, K.,
Sultan, S., & Adam, A. (2018). Orthosiphon stamineus Benth. is an
outstanding food medicine: Review of phytochemical and pharmacological
activities. Journal of Pharmacy and Bioallied Sciences, 10(3),
109�118.
Cai, X.,
Xiao, C., Xue, H., Xiong, H., Hang, Y., Xu, J., & Lu, Y. (2018). A
comparative study of the antioxidant and intestinal protective effects of
extracts from different parts of Java tea (Orthosiphon stamineus). Food
Science & Nutrition, 6(3), 579�584.
Chen,
W.-D., Zhao, Y.-L., Sun, W.-J., He, Y.-J., Liu, Y.-P., Jin, Q., Yang, X.-W.,
& Luo, X.-D. (2020). �Kidney Tea� and its bioactive secondary metabolites
for treatment of gout. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 68(34),
9131�9138.
Faramayuda,
F., Julian, S., Mariani, T. S., Elfahmi, E., & Sukrasno, S. (2021).
Flavonoid Pada Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth.): Review:
Flavonoid Compounds in Orthosiphon stamineus. Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences, 13, 281�287.
Huang
CaiGuo, H. C., Shang YanJun, S. Y., Zhang Jun, Z. J., Zhang JianRong, Z. J., Li
WenJie, L. W., & Jiao BinHua, J. B. (2008). Hypouricemic effects of
phenylpropanoid glycosides acteoside of Scrophularia ningpoensis on serum uric
acid levels in potassium oxonate-pretreated mice.
Kemenkes
RI, K. R. I. (2016). Pedoman Umum: Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan
Keluarga. Kementerian Kesehatan RI.
Luo Yong,
L. Y., Li XiaoZhen, L. X., Xiang Bin, X. Bin, Luo Qi, L. Q., Liu JiaWang, L.
J., Yan YongMing, Y. Y., Sun Qin, S. Q., & Cheng YongXian, C. Y. (2018). Cytotoxic
and renoprotective diterpenoids from Clerodendranthus spicatus.
Mokalu, F.
R., Bodhi, W., & Lebang, J. S. (2021). UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA
EKSTRAK ETANOL DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.) PADA
TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus Norvegicus). PHARMACON, 10(1),
730�735.
Punzi, L.,
Scanu, A., Galozzi, P., Luisetto, R., Spinella, P., Scire, C., & Oliviero,
F. (2020). One year in review 2020: gout. Clinical and Experimental
Rheumatology, 38(5), 807�821.
Rahayuningrum,
D. C., & Lesmana, I. (2019). PENGARUH PEMBERIAN REBUSAN DAUN ORTHOSIPHOH
ARISTATUS TERHADAP KADAR ASAM URAT PADA PENDERITA GOUT ATRITIS REACTION OF
ORTHOSIPHON ARISTATUS TO ACID CONTENTS BLOOD-VESSEL PATIENT OF GOUT ATRITIS. Jurnal
Kesehatan Saintika Meditory, 1(2), 33�43.
Schoch, C.
L., Ciufo, S., Domrachev, M., Hotton, C. L., Kannan, S., Khovanskaya, R.,
Leipe, D., Mcveigh, R., O�Neill, K., & Robbertse, B. (2020). NCBI Taxonomy:
a comprehensive update on curation, resources and tools. Database, 2020,
baaa062.
Silalahi,
M. (2019). Orthosiphon stamineus Benth (Uses and Bioactivities). Indonesian
Journal of Science and Education, 3(1), 26�33.
Suhendi,
A., Nurcahyanti, M., & Sutrisna, E. M. (2011). Aktivitas antihiperurisemia
ekstrak air jinten hitam (Coleus ambonicus Lour) pada mencit jantan galur
balb-c dan standardisasinya. Majalah Farmasi Indonesia, 22(2),
77�84.
Tabana, Y.
M., Al-Suede, F. S. R., Ahamed, M. B. K., Dahham, S. S., Hassan, L. E. A.,
Khalilpour, S., Taleb-Agha, M., Sandai, D., Majid, A. S. A., & Majid, A. M.
S. A. (2016). Cat�s whiskers (Orthosiphon stamineus) tea modulates arthritis
pathogenesis via the angiogenesis and inflammatory cascade. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 16, 1�11.
Wu, S.,
Yan, M., Liu, J., Li, Y., Tian, R., Li, C., Huang, L., Lu, Z., Xu, P., &
Mao, W. (2023). Clerodendranthus spicatus inhibits epithelial�mesenchymal
transition of renal tubular cells through the NF-κB/Snail signalling
pathway in hyperuricaemia nephropathy. Pharmaceutical Biology, 61(1),
1274�1285.
Xu, W.,
Wang, H., Sun, Y., Xue, Z., Liang, M., & Su, W. (2020). Antihyperuricemic
and nephroprotective effects of extracts from Orthosiphon stamineus in
hyperuricemic mice. Journal of Pharmacy and Pharmacology, 72(4),
551�560.
Yasin, L.
R., Febriyona, R., & Sudirman, A. N. A. (2023). Pengaruh Air Rebusan Kumis
Kucing terhadap Penurunan Asam Urat di Desa Manawa Kecamatan Patilanggio. Jurnal
Rumpun Ilmu Kesehatan, 3(1), 49�59.
Yin, H.,
Liu, N., & Chen, J. (2022). The role of the intestine in the development of
hyperuricemia. Frontiers in Immunology, 13, 845684.