Pelaksanaan Redistribusi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) dalam Rangka Pembangunan Sumber Daya Alam Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat

 

Implementation of Land Redistribution for Agrarian Reform Objects (Tora) in the Context of Sustainable Natural Resources Development for Community Welfare

 

Jumali

Magister Ilmu Hukum, Universitas Pancasila.

 

*Email: [email protected]

*Correspondence: Alekdjuma

 

DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1273

 

 

 

 

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan redistribusi tanah objek reforma agrarian (TORA) yang berlaku umum di Indonesia dan implementasi kebijakan pendistribusian tanah di Kabupaten Kendal, Metode penelitian adalah normative empirs dengan analisis data secara kualitatif. Studi ini berfokus pada implementasi kebijakan redistribusi umum TORA di Indonesia dengan fokus pada Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan redistribusi tanah didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria, implementasi kebijakan ini di Kabupaten Kendal berjalan dengan baik sesuai dengan petunjuk teknis Tanah Objek Landreform (TOL) tahun 2018. Pertanyaan utama adalah apakah reforma agraria dapat mengatasi ketimpangan sosial ekonomi dan bagaimana kebijakan hukum ke depan dapat mengatasi masalah dan hambatan tersebut. Tujuan utama adalah untuk mempertahankan hak atas tanah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu manfaat dari penelitian di atas dapat berupa: 1. Pemahaman Kebijakan: Mempelajari kebijakan redistribusi tanah TORA di Indonesia dan bagaimana kebijakan tersebut diterapkan di Kabupaten Kendal. 2. Evaluasi Implementasi: Memeriksa implementasi kebijakan redistribusi tanah untuk memastikan bahwa itu berjalan sesuai dengan tujuan. 3. Saran Kebijakan: Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi dan tantangan. 4. Perlindungan Hak: Mendorong perlindungan hak atas tanah yang lebih adil dan pemberdayaan ekonomi berkelanjutan. 5. Kontribusi Ilmiah: Penelitian ini dapat menambah literatur tentang reforma agraria dan redistribusi tanah di Indonesia. Program TORA belum optimal karena belum berjalannya tahap penataan akses.

 

Kata Kunci: Redistribusi Tanah, Pembangunan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Kesejahteraan Masyarakat.

 

 

ABSTRACT

This research aims to determine the land redistribution policy for agrarian reform objects (TORA) that is generally accepted in Indonesia and the implementation of land distribution policy in Kendal Regency. The research method is normative empirical with qualitative data analysis. This study focuses on the implementation of the general redistribution policy TORA in Indonesia with a focus on Kendal Regency. The results of the research show that the land redistribution policy is based on Presidential Regulation Number 86 of 2018 concerning Agrarian Reform, the implementation of this policy in Kendal Regency is going well in accordance with the 2018 Land Reform Object (TOL) technical instructions. The main question is whether agrarian reform can overcome inequality socio-economic and how future legal policies can overcome these problems and obstacles. The main objective is to maintain fairer land rights, reduce poverty, and improve community welfare through sustainable economic empowerment. One of the benefits of the research above can be: 1. Policy Understanding: Studying the TORA land redistribution policy in Indonesia and how this policy is implemented in Kendal Regency. 2. Implementation Evaluation: Examining the implementation of the land redistribution policy to ensure that it is running according to objectives. 3. Policy Recommendations: Provide policy recommendations to address socio-economic disparities and challenges. 4. Rights Protection: Encouraging fairer protection of land rights and sustainable economic empowerment. 5. Scientific Contribution: This research can add to the literature on agrarian reform and land redistribution in Indonesia. The TORA program is not yet optimal because the access arrangement stage has not yet been completed.

 

Keywords: Land Redistribution, Sustainable Natural Resources Development, Community Welfare.

 

 

 


PENDAHULUAN

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara memiliki kendali atas bumi, udara, dan kekayaan alam di dalamnya demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa semua hal terkait dengan sumber daya alam di wilayah Indonesia akan diatur dan dikelola oleh negara untuk kemajuan masyarakat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 juga menegaskan bahwa bumi, udara, dan ruang angkasa merupakan kekayaan negara yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam bidang pertanian. Reforma agraria sebagaimana diatur dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 penting dilakukan untuk melakukan legalisasi aset dan pengaturan akses demi kepentingan nasional dan mencegah monopoli yang merugikan Masyarakat (Pratiwi, n.d.). Kepemilikan tanah adalah isu penting di Indonesia yang mencerminkan prinsip-prinsip keadilan sosial yang diatur dalam Pancasila. Melalui kebijakan Reforma Agraria (RA) dan Redistribusi Aset, atau Redistribusi Tanah untuk Sasaran Reforma Agraria (TORA), pemerintah telah bertujuan untuk menjamin kesejahteraan rakyat melalui keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini telah diterapkan secara luas dalam delapan tahun terakhir untuk mencapai tujuan tersebut (Jimly Asshiddiqie, 2021). Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan menyelesaikan konflik agraria yang ada, tujuan yang ingin dicapai adalah bahwa pemberian legalitas aset kepada masyarakat untuk redistribusi harus lebih dari sekadar formalitas. Ini harus memberikan manfaat praktis bagi masyarakat dan pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai hasil dari redistribusi aset tersebut. Perlindungan hutan yang berkelanjutan juga harus menjadi perhatian utama. Presiden Jokowi juga menekankan betapa pentingnya menerapkan kebijakan TORA secara efektif untuk mencapai tujuan redistribusi tanah dalam reformasi tanah, terutama untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.

Ketidakadilan dalam kepemilikan dan pengelolaan tanah menyebabkan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) menjadi terganggu (Sumardjono et al., 2018). Konversi lahan atau tanah dapat membahayakan sistem ketahanan pangan kita dan menyebabkan tidak stabil dan hancurnya sumber daya alam. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan untuk kegiatan ekonomi pedesaan dan bisnis yang mendukung kegiatan tersebut, tanah, baik pertanian maupun perkebunan, harus didistribusikan dan didistribusikan secara tepat. Ini akan melibatkan pembaharuan kepemilikan dan aksesibilitas tanah. Selain itu, pembangunan di kawasan hutan harus diatur oleh peraturan hukum. Sistem pengelolaan aset dan akses pertanahan harus mengikuti standar tata kelola yang baik. Dalam upaya reformasi pertanahan, penyelesaian konflik atau penyelesaian pertanahan yang efektif dan berkeadilan harus menjadi prioritas utama. P4T menawarkan dukungan bagi mereka yang mencari keadilan dalam kepemilikan ekonomi. Oleh karena itu, reforma agraria atau pembaharuan agraria harus.

dilakukan. Bab satu Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 berjudul Reformasi Pertanian membahas proses penataan ulang sistem penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) dengan mengutamakan prinsip keadilan. Oleh karena itu, dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, kesejahteraan dicapai untuk semua orang (Earlene & Djaja, 2023).

Berdasarkan paragraf alinea di atas, permasalahan yang timbul adalah: Tujuan pertanian dan pengelolaan lahan adalah untuk menjamin kesetaraan sosial-ekonomi di seluruh masyarakat, serta reformasi pertanian sebagai landasan pembaharuan reformasi undang-undang pertanian nasional untuk mencapai kebahagiaan rakyat, petani, masyarakat dan masyarakat miskin (perkotaan) (Sh, 2023). Reformasi pertanahan, penataan kembali struktur penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) secara lebih berkeadilan melalui reformasi aset kepemiliah lahan dan diiringi reformasi akses demi kesejahteraan masyarakat. Program reforma agraria menjawab berbagai permasalahan umum di bidang pertanian, kemasyarakatan, perekonomian, sosial-politik, perlindungan, dan keamanan, khususnya: Ketimpangan dalam penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan eksploitasi lahan;Konflik dan kerusakan pertanian; Konversi lahan pertanian secara besar-besaran; Penurunan kualitas lingkungan hidup; Kemiskinan dan kemiskinan;Perlindungan Sosial (Sulistyaningsih, 2021).

Kebijakan Reforma Agraria merupakan salah satu Program Prioritas Nasional yang dicanangkan periode pertama Jokowi-Jusuf Kalla dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir / pedesaan serta untuk meningkatkan kualitas hidup; sebagaimana terkandung dalam Nawa Cita Jokowi-Jusuf Kalla dan itu juga Tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Program ini bentuknya ada tiga, yaitu: legalisasi aset, retribusi tanah dan perhutanan sosial (Wicaksono & Purbawa, 2018), dan dipertegas pada periode kedua juga diatur dalam RPJMN 2020-2024 mengenai posisi reforma agraria yang terdapat di dalam Bab 3 di bawah judul mengembangkan wilayah untuk mengurangi perlindungan dan menjamin pemerataan. Kondisi saat ini, naskah RPJMN menggambarkan: ketimpangan, kemiskinan, IPM rendah (Nurhamani, 2024).Melihat sebelumnya pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, melihat ada tiga tujuan mulia yang ingin dicapai: yaitu Menata ulang struktur agraria yang timpang jadi berkeadilan; Menyelesaikan konflik agraria; Menyejahterakan rakyat pasca reforma agraria berjalan dengan baik. Reforma Agraria dalam hal ini redistribusi tanah secara mendasar dapat memberi sebuah misi yang dapat menuntaskan masalah ketimpangan dan kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan kesejahteraan umum dengan upaya menuju kemandirian pangan nasional, meningkatkan produktivitas tanah /lahan garapan, memberikan pengakuan atas hak alas tanah yang dimiliki seseorang, negara, atau masyarakat untuk keperluan penghidupanya dan usaha ekonomi masyarakat sekitar.

Dalam penelitian ini akan membahas bagaimana Redistribusi Aset (baik Ex HGU dan Pelepasan Kawasan Hutan) terlaksana dengan baik, khususnya di wilayah studi, dengen mengedepankan tata kelola administrasi pemerintahan yang baik dan berkesinambungan dengan menjaga ekosistem alam yang lebih baik dan ramah karena dimiliki dan dikuasi serta dimanfaatkan oleh masyarakat lokal yang mempunyai budaya kearifan adat yang turun temurun demi menjaga kelestarian lingkungan yang sudah diajarkan oleh nenek nenek moyangnya dalam hidup berdampingan dengan alam sekitar dengan berbagai cara yang sederhana dan tanpa eksploitasi secara besar-besaran yang mengabaikan kondisi alam dan akhirnya berdampak pada nilai-nilai ekonomi kesejahteraan masyarakat sekitar. Serta dalam penelitian ini akan melihat bagaimana Redistribusi TORA dijalankan dengan baik oleh Pemerintah yang memegang mandat daripada pelaksanaan program Reforma Agraria, yang pertama tepat subjek sasaran, yang kedua dapat di manfaatkan dengan baik oleh penerima, dan tidak terjadi pengalihan hak pada pihak lainnya, pihak yang kurang tepat, juga melihat landasan hukum pasca Redistribusi TORA dilaksanakan dan diterima oleh subjek sasaran program sehingga berkelanjutan sebagaimana negeri ini masih beridiri tegak di alam Indonesia yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo (Nugroho & Elviandri, 2018). Meskipun tujuan dari Redistribusi TORA sangat mulia, kebijakan ini mengatasi beberapa tantangan dan kendala dalam implementasinya yang seharusnya berjalan efektif. Misalnya, mengidentifikasi penerima yang memenuhi persyaratan dan benar-benar membutuhkan dukungan serta menjamin komitmen mereka dalam memanfaatkan lahan yang dialokasikan secara produktif merupakan tugas kompleks. Selain itu, mengatasi kepentingan-kepentingan tertentu mungkin menyulitkan secara politik karena entitas-entitas yang berkuasa dapat menolak upaya reforma atau mencoba memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi (Chomsky, 2022).

Secara umum, dari perspektif nasional, isu pembagian atau redistribusi tanah di Indonesia saat ini belum sepenuhnya berfokus pada upaya untuk mewujudkan kepemilikan dan penguasaan tanah yang adil. Salah satu program TORA adalah pembagian lahan seluas 4,5 juta hektar, yang terdiri dari Ex HGU sebesar 0,4 juta hektar, telah selesai sepenuhnya. Bahkan, menurut data terakhir yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahyanto, total lahan yang telah didistribusikan kurang lebih 1.186.855 hektar (� 1,2 juta hektar), atau 296,71%. Meskipun redistribusi tanah melalui kawasan hutan memiliki target 4,1 juta hektar, Areal Penggunaan Lain (APL) telah mencapai 1.623.163,50 hektar (�1,62 Jt), dengan capaian baru 333.133 hektar, yang sama dengan 8,13% (delapan koma tiga belas persen). Proses pendistribusiannya selalu direncanakan dari atas ke bawah dan melibatkan partisipasi masyarakat. Meskipun ada ruang untuk partisipasi masyarakat, ruang tersebut sangat kecil atau belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh sistem yang ada. Masalah lain yang kami temui adalah koordinasi kelembagaan yang kurang optimal antar pihak (pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya) yang sudah berlangsung lama. Pembagian lahan antara kawasan hutan dan non-hutan adalah masalah lain. Sejauh ini, tidak ada aturan atau mekanisme yang terkait dengan RA non-pertanian; redistribusi tanah untuk kepentingan pertanian dan non-pertanian juga berbeda; dan belum ada upaya untuk memperpendek jalur atau jarak untuk melepaskan atau mengubah status kawasan hutan untuk kepentingan Reforma Agraria (RA). Selain itu, ada perbedaan kelembagaan yang menentukan objek dan subjek tanah yang akan dibagi karena subjek dan objek berada di dua pintu yang berbeda. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi setempat menerbitkan penetapan objek melalui surat keputusan yang didasarkan pada Berita Acara sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL), sedangkan penetapan penerima manfaat TORA diputuskan oleh bupati atau walikota berdasarkan rapat PPL. Meskipun subjek-objek ini semuanya didasarkan pada hasil PPL, tetapi kemudian diidentifikasi oleh berbagai pihak, ini menunjukkan bahwa mekanisme pengumpulan subjek TORA masih belum sederhana. Ada banyak organisasi dan aktor di tingkat pemerintah pusat dan daerah yang terlibat dalam proses redistribusi, tetapi kemungkinan partisipasi masyarakat, organisasi massa pertanian, dan petani dalam proses redistribusi masih sangat kecil dan tidak jelas (Yuniarti et al., 2024).

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempertahankan hak atas tanah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu manfaat yang akan didapat dari penelitian di atas juga dapat berupa: Pemahaman Kebijakan: Mempelajari kebijakan redistribusi tanah TORA di Indonesia dan bagaimana kebijakan tersebut diterapkan di Kabupaten Kendal.Evaluasi Implementasi: Memeriksa implementasi kebijakan redistribusi tanah untuk memastikan bahwa itu berjalan sesuai dengan tujuan. Saran Kebijakan: Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi dan tantangan. Perlindungan Hak: Mendorong perlindungan hak atas tanah yang lebih adil dan pemberdayaan ekonomi berkelanjutan. Kontribusi Ilmiah: Penelitian ini dapat menambah literatur tentang reforma agraria dan redistribusi tanah di Indonesia. Dengan mempertimbangkan gambaran umum dan penelitian terdahulu tentang Program Redistribusi Tanah dalam Program TORA, program ini sangat tidak efektif dalam mencapai tujuan negara kesejahteraan. Idealnya, program ini dapat segera mengurangi ketimpangan ekonomi dalam pengelolaan SDA kita saat ini, seperti yang ditetapkan dalam amanat Tap MPR IX /2001 dan UUPA. Namun, karena banyaknya birokrasi yang menyebabkan tidak adanya kesinambungan program pra-redistribusi dan pasca-redistribusi Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada Program Redistribusi Tanah (baik Ex HGU, Pelepasan Kawasan Hutan atau tanah lainnya yang diatur oleh kebijakan perundang-undangan yang berlaku). Studi kasus ini dilakukan di Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah

 

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah normatif-empiris dengan pendekatan deskriptif, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris terapan yang mengkaji implementasi hukum positif dan dokumen tertulis dalam peristiwa hukum konkret denagn tujuannya adalah untuk memastikan kesesuaian hasil penerapan hukum pada kasus konkret dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian hukum normatif-empiris atau hukum normatif-terapan bertujuan untuk mengevaluasi apakah ketentuan peraturan perundang-undangan telah dilaksanakan dengan baik dan apakah tujuan sasaran dari pihak-pihak yang berkepentingan tercapai. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis data yang terdiri dari hasil wawancara, informasi, peraturan hukum, serta studi kepustakaan yang relevan dengan permasalahan penelitian. Analisis kualitatif digunakan juga untuk menjawab pernyataan yang menunjukkan perbedaan antara harapan (das sollen) dan kenyataan dilapangan (das sein), atau kata lain dengan rencana dan pelaksanaan, serta aspek lain yang menunjukkan ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya dilakukan dengan apa yang benar-benar terjadi.

Untuk menerapkan metode normatif-empiris dalam penelitian ini ada beberapa tahapanatau langkah-langkah berikut: Pertama adalah Identifikasi Permasalahan: kami menentukan permasalahan hukum pada kegiatan peneltiain ini yang melibatkan implementasi atau penerapan ketentuan hukum tertentu yang ada dalam pelaksanaan redistribusi TORA dimaksud. Kedua adalah Kajian Normatif: kami melakukan kajian terhadap ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan permasalahan yang ingin diteliti lebih lanjut dengan bahan hukum primer sebagai kebijakan awal penelitian ini. Ketiga Tahap Pengumpulan Data: dalam hal ini data kumpulan perundangan-undangan dan data faktual lapangan atau data empiris terkait dengan implementasi ketentuan hukum yang sedang dilaksanakan dalam kegiatan dimaksud. Ke-empat masuk dalam Analisis Data: pada tahapan ini Analisis data empiris yang telah dikumpulkan dengan cara membandingkan atau mengontraskan antara ketentuan hukum yang berlaku dengan realitas di lapangan dapat diketahui. Kelima adalah Penarikan Kesimpulan: membuat penarikan kesimpulan berdasarkan analisis data empiris /lapangan terhadap implementasi ketentuan hukum yang diperbandingkan dilaksanakan didalam kegiatan yang sedang berlangsung. Dan terakhir adalah Rekomendasi Kebijakan: setelah melihat hasil ksimpulan kami memberikan rekomendasi kebijakan atau saran perbaikan berdasarkan temuan penelitian untuk meningkatkan implementasi ketentuan hukum yang lebih efektif dan efisien dimasa depan. Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, penilitan ini berjalan dan dapat menerapkan metode normatif-empiris dengan sangat jelas dan terukur dalam penelitian hukum untuk lebih terstruktur dan sistematis yang dapat dikemukan dalam tahapan hasil dan pembahasan pada bab selanjutnya.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses implementasi Redistribusi TORA di Wilayah Studi

Pelaksanaan redistribusi TORA di wilayah studi berjalan berdasarkan SK Kepala Kantor Pertanahan No. 14/KEP-33.14/I/2018 tanggal 4 Januari2018, dari Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, dimana Redistribusi Objek Reforma ini dikawal langsung oleh Tim Satuan Tugas Pelaksana Kegiatan Redistribusi Tanah Objek Landreform (TOL) yang langsung sebagai Penanggungjawab adalah Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, dengan dibantu oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab. Kendal sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan Redistribusi TOL dimaksud. Dan dalam struktur kegiatan di pandu langsung oleh tim Panitia Pertimbangan Landreform Kabupaten Kendal yang langsung di pimpin oleh Bupati Kendal, Pihak Kanwil ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah jajaran Muspida Kab. Kendal, dimana dalam tugas nya memberikan rekomendasi dapat tidaknya Tanah Objek Landreform dapat dibagikan kepada para penggarap, juga memberikan rekomendasi subjek dapat atau tidak sebagai penerima Redistribusi TOL. Sehingga dalam perjalanannya proses berjalan dengan lancar dikarenakan Objek dan Subjek sesuai dengan ketentuan yaitu merujuk pada Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 (Perpres 86/2018) Reforma Agraria. Terkait Redistribusitanah : diatur dalam pasal 7, 8, 9, 10, dan 11mengenai Subjek/Objek Tanah Reforma Agraria serta pada aturan tersebut diperkuat oleh SK Kanwil ATR/BPN tersebut diatas.Sosialisasi Program InformasiProgram TORA di Desa Ngargosari dilakukan dalam bentuk : 1). Informasi tertulismengenai Program TORA yang dipasang pada papan pengumuman di Kantor Balai Desa; 2). Pelaksanaan forum pertemuan di tingkat desa. Secara keseluruhan, dilakukan 2 (dua) kali proses sosialisasi selama pelaksanaan Program TORA, yaitu:

1.       Forum sosialisasi pertama dilaksanakan pada tanggal 16 April 2018, yang dihadiri oleh BPN Kab. Kendal, Camat, Kades, BPD, dancalon Subjek TORA, Pada forum ini disampaikan hal-hal yang terkait dengan Program TORA, persyaratan, tahapan proses yang dilakukan, pihak yang terlibat, ketentuan yang mengikat terhadap Objek TORA pasca diredistribusi,termasuk informasi tidak ada biaya yang dipungut dalam prosesnya.

2.       Forum sosialisasi kedua hanya dalam lingkup Desa Ngargosari , yang dilakukan untuk persiapan proses verifikasi lahan Objek TORA/TOL.

Undangan sosialisasi kepada Subjek TORA/TOL disampaikan oleh Pemerintah Desa. Undangan bersifat mengundang seluruh calon Subjek TORA/TOL yang merupakan petani penggarap di lahan yang menjadi Objek TORA/TOL. Seluruh subjek TORA/TOL mengkonfirmasi menerima undangan sosialisasi yang ditujukan kepada Subjek TORA/TOL selaku Kepala Kelurahan/Desa, dan hadir langsung (tanpa diwakili) dalam pelaksanaan forum sosialisasi yang dilaksanakan di Balai Desa. Inventarisasi dan verifikasi Objek TORA/TOL melibatkan unsur BPN Kabupaten Kendal dan Subjek TORA/TOL.Proses ini mencakup pengukuran kondisi fisik lahan serta sejarah pengusahaan lahan oleh Subjek TORA/TOL, termasuk data-data bukti pembayaran pajakatas pengusahaan lahan Objek TORA/TOL oleh Subjek TORA/TOL, Penentuanluas dan lokasiusulan Objek TORA berdasarkan lokasi dan luas yang telah diusahakan oleh Subjek TORA sebelum dilakukan Program TORA.��

Subjek Penerima

Merupakan sesorang yang sudah menggarap dari turun temurun dan sudah lebih dari 10 tahun menguasai tanah dimaksud, guna dimanfaatkan sebagai matapencahariannya sejak tahun 1960an berdasarkan hasil wawancara baik langsung penerima manfaat dan aparatur desa setempat, sehingga Subjek penerima ini secara hukum berhak atas rekomendasi dari Panitia Pertimbangan Redistribusi TOL yang di Komandoi langsung Bupati Kendal, Karena memenuhi unsur apa yang diatur didalam Perpres 86/2018 dimaksud. Jumlah penerima sebanyak 90 KK.

Objek Redistribusi TORA

Objek Redistribusi TORA/TOL:

a. Status legal�� : Tanah Negara yang sudah dikuasai masyarakat

b. Lokasi �������� : Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kab. Kendal

c. Jenis Lahan: Perkebunan & Pertanian (Jagung, Sayur, Buah-buahan)

Berdasarkan kesepakatan pada tahap sosialisasi serta kegiatan inventarisasi dan verifikasi, tidak ada perubahan luas dan lokasipersil lahan dari Objek TORAyang diterima Subjek TORA/TOL melalui Program TORA/TOL. Luas Objek TORA yang diterima oleh Subjek TORA/TOL seluruhnya berada di bawah 1 HA, dengan rentang1.500 s.d7.400 m2 (dipecah jadi beberapa), juga terdapat2Subjek TORA/TOL yang menerima 2 sertifikatkarena persil lahan Objek TORA/TOL yang diterima berada di tempat yang berbeda, dengan luas total kedua sertifikat masing-masing Subjek TORA adalah 0,35 Ha dan sampi dengan 0,74 Ha.

Tabel 1 : Sumber Survey lapangan � diolah

 

Lahan Redistribusi TORA

Luas Lahan yang ada di wilayah studi yang terredistribusikan dalam program ini adalah sebesar: 23,2815 Ha sebagian besar adalah lahan negara bebas (lahan yang sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak lama yaitu sejak 1960-an oleh kakek buyut penggarap) berjenis ladang untuk pertanian/perkebunan berupa sayur seperti Kubis, Lombok dan Seledri dan buah-buahan seperti jambu, papaya dan alpukat.

Gambar 1: lahan tanah objek reforma agraria, diwilayah studi

 

Pengusahaan Lahan Redistribusi TORA

Kegiatan usaha pertanian yang diusahakan di Objek TORA cenderung tidak mengalami perubahan dalam haljenis komoditas, produktivitas, volume hasil panen, dan hasilusaha per tahunnya, dengan distribusi sebagai berikut :

a)       Komoditas utama yangdihasilkan adalahTembakau (diusahakan 50% Subjek TORA), Jambu (40%),Cabai (5%), dan Kubis (5%)

b)      Komoditas sampingan yang dihasilkan bervariasi meliputitembakau, alpukat, jambu, cabai, kubis/sayuran, dan palawija.

c)       Terdapat pola dimana Subjek TORA yang membudidayakan suatu komoditas utamajuga membudidayakan komoditas sampingan yang menjadi komoditas utama Subjek TORA lainnya.Misalnya Subjek TORA yang melakukan budidaya tembakau sebagai komoditas utamanya juga membudidayakan cabai sebagai komoditas sampingan, dan sebaliknya.

Gambaran pengusahaan /pemanfataan lahan redistribusi TORA/TOL dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini :

Tabel 2: Sumber Data lapangan � Diolah

 

Berdasarkan rata-rata hasil usaha per tahun menurut kelas luas Objek TORA dan komoditas yang diusahakan : (dengan mengasumsikan kondisi penggunaan teknologi dan sumber daya adalah sama)

# Pada kelompok luas< 0,25 Ha, usaha pertanian kubis merupakan jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.

# Pada kelompok luas0,25-0,5 Ha, usaha pertanian cabai merupakan jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.

# Pada kelompok luas0,25-0,75 Ha,usaha pertanian tembakaumerupakan jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.

Tabel 3: Sumber Data lapangan � Diolah

Besarnya pendapatan per tahun memiliki korelasi yang kuat dengan luas lahan (Objek TORA) yang diusahakan. Semakin luas lahan yang diusahakan, semakin besar pulapendapatan hasil usaha.

Tabel 4: Sumber Data lapangan � Diolah

 

Apabila mempertimbangkan nilai garis kemiskinan (GKM)per kapita per bulan di Kabupaten Kendal Tahun 2023�� sebesar Rp465.936,00serta jumlah anggota keluarga per Subjek TORA, diketahui :

# 70% Subjek TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan di bawah GKM

# 20% Subjek TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan antara 1-2 kali GKM

# 10% Subjek TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan > 2 GKM

 

Tabel 5: Sumber Data lapangan � Diolah

 

Catatan :

Subjek TORA (sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah utama) dengan pendapatan Rp 24-30 juta/tahun dimungkinkan berada pada kelompok pendapatan per kapitadi bawah GKM jika memiliki jumlah anggota keluarga lelbih banyak.

 

 

Proses implementasi Redistribusi TORA di Wilayah Studi

Pelaksanaan Redistribusi tanah itu sendiri ada dua kegiatan awal yaitu persiapan dan perencanaan untuk membentuk tahapan kegiatan redistribusi tanah di lapangan. Tujuan dari kegiatan persiapan dan perencanaan adalah agar lokasi (objek) dan subjek serta tahapan kegiatan dapat ditetapkan sesuai dengan tujuan dan jadwal yang ditetapkan oleh pimpinan daerah, perencanaan dan persiapan termasuk mengadakan pertemuan koordinasi yang dipimpin langsung oleh Kakanwil BPN Provinsi Jawa Tengah sebagai penanggung jawab, diikuti oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kasi Penataan dan Pemberdayaan, Kasi Survei dan Pengukuran, Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran, dan Kabag Tata Usaha. Selain itu, dari Kantor Pertanahan, Kepala Kantor, Kasi Penataan dan Pemberdayaan, dan Kasi Survei dan Pengukuran bertanggung jawab. Pada titik ini, hal-hal seperti membuat usulan lokasi objek, membuat jadwal kegiatan, menentukan lokasi redistribusi tanah, dan menetapkan keputusan komite pertimbangan landreform. Setelah persiapan dan perencanaan selesai, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan redistribusi tanah. Ini melibatkan beberapa tahapan awal, seperti penyuluhan, inventarisasi dan identifikasi objek dan subjek, pengukuran dan pemetaan bidang, sidang Panitia Pertimbangan Reformasi Tanah (PPRT), penetapan objek dan subjek, penerbitan Surat Keputusan Redistribusi Tanah, dan pembukuan hak dan penerbitan sertipikat.Perincian tentang masing-masing langkah dapat dijabarkan sebagai berikut:

I.        Penyuluhan, yaitu Dengan kata lain, memberikan informasi tentang redistribusi tanah kepada orang yang akan menjadi subjek redistribusi. Tidak terkecuali Camat, tetua adat atau tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan masyarakat (subjek) diundang untuk melakukan penyuluhan pada tataran infromasi. Pada tahap penyuluhan ini, diberikan gambaran umum tentang proses redistribusi tanah, termasuk manfaat, proses, biaya, dan hak dan tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh Masyarakat penerima.

II.       Inventarisasi dan identifikasi objek dan subjek, yaitu lebih tepatnya, merupakan proses pengumpulan data objek dan subjek untuk mengumpulkan informasi tentang potensi objek redistribusi tanah, baik pertanian maupun non-pertanian, serta potensi subjek penerima tanah. Identifikasi objek dan subjek dilakukan dengan memeriksa data yang dikumpulkan dari inventarisasi objek dan subjek untuk memastikan bahwa objek dan subjek redistribusi tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Satuan tugas inventarisasi dan identifikasi bertanggung jawab atas pekerjaan ini, yang meliputi rangkaian kegiatan seperti :

1.       Pengumpulan data sekunder yang berkaitan dengan informasi tentang penguasaan, kepemilikan, pemanfaatan, dan penggunaan tanah yang dihasilkan dari data spasial atau peta administrasi desa, data dan peta kawasan hutan, serta SK pelepasan kawasan hutan jika ada dan lain sebagainya.

2.       Penyusunan sketsa atau gambar rencana redistribusi tanah.

3.       Mengidentifikasi segala sesuatu tentang kondisi objek dan subjek, terhadap batas-batas tanah, dan penggunaan tanah yang ada.

4.       Mengolah data dan melakukan penelitian tentang objek dan subjek yang memenuhi persyaratan bagi calon penerima.

5.       Mengumpulkan dan mengidentifikasi informasi tentang kandidat penerima redistribusi tanah, termasuk kartu identitas, kartu keluarga, surat pernyataan dari kandidat penerima redistribusi tanah yang menyatakan bahwa mereka memiliki dan akan menerima tanah tidak melebihi batas maksimum kepemilikan tanah yang akan dibagikan, dan bahwa mereka berkomitmen untuk memenuhi kewajiban dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian hak.

III.  Proses pengukuran dan pemetaan bidang tanah, yang merupakan hasil dari kegiatan inventarisasi dan identifikasi yang tercantum dalam sket / gambar bidang tanah, dilakukan bersama-sama dengan pemerintah desa setempat. Orang-orang yang ingin menerima redistribusi tanah, serta tetangga mereka yang tinggal dekat dengan bidang tanah yang diukur, harus hadir di lokasi pengukuran dan menandatangani berita acara pelaksanaan pengukuran.

IV.  Setelah hasil inventarisasi dan identifikasi, serta hasil pengukuran dan pemetaan, sidang panitia pertimbangan landreform (PPL) dilakukan untuk menetapkan objek dan subjek redistribusi tanah yang memenuhi persayaratan, dalam rangka menetapkan subjek dan objek redistribusi tanah, pimpinan sidang panitia pertimbangan landreform menandatangani berita acara hasil kegiatan lapangan.

V.     Kegiatan Penetapan objek dan subjek, Pada tahap penetapan objek dan subjek, Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kanwil BPN Provinsi Sulawesi Utara membuat risalah pengolahan data berdasarkan berita acara sidang panitia pertimbangan landreform. Penerbitan SK yang menetapkan tanah yang dikuasai negara sebagai tanah objek redistribusi dengan peta keliling hasil pengukuran dan pemetaan didasarkan pada risalah redistribusi tanah disetujui dengan menyetujui lampiran berita acara pada sidang panitia pertimbangan landreform yang di pimpin oleh Bupati Kendal.

VI.  Proses Pembukuan hak dan menerbitkan sertipikat sesuai peraturan perundangan yang berlaku, Semua dokumen harus dibuatkan dalam buku tanah dan dicetak sebelum menerbitkan sertipikat, jika penerima redistribusi tanah tidak mampu membayar BPHTP, penerima harus membuat surat pernyataan BPHTP terutang.

Objek Tanah redistribusi yang diberikan kepada subjek penerima tidak dapat diperjualbelikan selama 10 tahun terhitung sejak penerbitan sertipikat tersebut, tetapi dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha di lembaga keuangan. Ini karena tujuan utama redistribusi tanah adalah untuk meningkatkan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan kepastian hukum atas tanah yang telah diolah dan dikuasai, dengan memberikan sertipikat tanah dan buku tanah yang diterbitkan, pemindahan hak milik individu dilarang dalam hal ini, yang mengacu pada aturan, yang berbunyi: �bidang-bidang tanah yang diberikan dengan hak milik dalam surat keputusan ini tidak dapat dialihkan baik sebagian atau seluruhnya, kecuali kepada pihak yang memenuhi persyaratan dengan ijin tertulis dari Kepala Kantor Pertanahan dan/atau merupakan jaminan yang digunakan untuk pelunasan pinjaman kepada lembaga keuangan�. Menurut observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dikumpulkan oleh peneliti secara langsung pada survey lapangan tentang program redistribusi tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal, para pemangku kebijakan telah melakukan semua yang mereka bisa untuk menyukseskan program tersebut.

 

Implementasi Redistribusi TORA dalam Peraturan Perundang-undangan

Melihat Hasil Penelitian pada Bab 3 (tiga) di atas, yaitu dalam rangka suksesnya program redistribusi tanah objek reforma agraria dalam 7 (tujuh) program besar Salah satu tujuan dari Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria ini adalah untuk melakukan kegiatan redistribusi tanah, yang merupakan salah satu tujuan penting untuk mewujudkan keadilan dengan mengurangi perbedaan antara siapa yang memiliki dan menguasai tanah dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 mengenai Reforma Agraria, ketentuan Beleid ini yang ditandatangani Presiden pada 24 September 2018, dan diundangkan pada tanggal 27 September 2018, mencakup sejumlah poin penting yang berfungsi sebagai dasar teknis untuk menjalankan reforma agraria.

Objek TORA

Dimana berdasarkan Hasil Penelitian lapangan juga ditemukan beberapa hal dalam rangka ketepatan tujuan program yang Dimana pelaksanaan ini yang berkaitan dengan penentuan subjek objek penerima TORA sudah sesuai denganPerpres 86/2018 yaitu pada status legalitas tanah sebelum di jadikan Tanah Objek Landreform terdahulu dilakukan pengamatan dan kajian atas informasi di wilayah studi yang didapat dari masyarakat dan kantor pertanahan Kabupaten kendal bahwasanya tanah itu merupakan tanah negara bebas yang di manfaatkan oleh masyakat baik orang perorangan tersebut secara bertahun-tahun sejak tahun 1960an. Yaitu tanah Negara yang sudah dikuasi oleh Masyarakat sesuai dengan ketentuan pasal 7 Perpres 86/2018 apada ayat 1 poin (i angka 4) yaitu jenis tanah tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak rakyat atas tanah, meliputi: angka 4). Tanah Negara yang sudah dikuasai masyarakat. Kesimpulannya adalah Tanah-tanah yang diredistribusi adalah tanah objek landreform yang secara fisik dan yuridis cleαn αnd cleαr dan bukan tanah sengketa atau yang di-clαim pihak lain.

 

Subjek TORA

Subjek atau pengguna manfaat adalah calon penerima tanah objekreforma tersebut, yang dimana sudah dilakukan verifikasi oleh aparat desa dan pihak kantor petanahan kabupaten kendal melalui verifikasi dan validasi data subjek yang dibarengi dengan hal-hal administrasi dan teknis lainnya dalam memperoleh Hak atas TORA dimaksud. Bahwasanya sudah tepat karena sesuai dengan perpres 86/2018 yaitu memenuhi unsur apa yang ada dalam pasal 12 ayat 1 poin a yaitu subjek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalamPasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 terdiri atas: orang perseorangan, dan orang perseorangan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) hurf a juga memenuhi kriteria WNI, berusia paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; dan bertempat tinggal diwilayah objek redistribusi tanah. Juga subjek penerima merupakan orang perseorangan sesuai amanat pasal 12 ayat (3) poin a yaiitu merupakan petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 (nol koma dua lima) hektare atau lebih kecil dan/atau petani yang menyewa tanah yang luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya. Kesimpulannya adalah Subjek memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria dan peraturan pelaksanaan lainnya.

 

Proses pelaksanaan TORA

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan bahwasanya proses sudah dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan redistribusi TORA yang dapat digambarkan secara garis besar sebagai berikut, bahwasanya dalam tahapan pelaksanaan yang dimulai dari A. Manajemen Persiapan dan Perencanaan; B. Penguasaan Objek Redistribusi Tanah; C. Redistribusi Tanah; D. Fasilitasi Pembinaan Petani Penerima Tanah; point D inilah yang dalam hasil penelitian lapangan belum terlihat secara nyata dapat dilakukan oleh KANTAH yang berkaitan dengan hal-hal seperti :

1.       Memberikan pemahaman kepada subjek penerima tanah dapat menggunakan dan memanfaatkan tanahnya secara optimal sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya; pemahaman seperti apa yang perlu penjabaran lebih lanjut dilapangan dan ini tidak ditemukan bentuk dan mekanisme pelaksanaan secara nyata diterima oleh penerima /Subjek TORA dilapangan, sehingga berlalu seperti biasa ketika penyerahan sertipikat berlangsung berjalan begitu saja, tanpa ada proses monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan sampai dua tahun terakhir ketika sertipikat diterima oleh Masyarakat pada akhir tahun 2018.

2.       Memberikan pemahaman kepada subjek penerima tanah agar tidak mengalihkan hak atas tanahnya kepada pihak lain untuk tujuan konsumtif dan atau pihak lain yang sekiranya dapat memiskinkan dirinya sendiri; dalam ketentuan ini agak kontrak dengan Dimana ketentuan yang tidak membolehkan menjual belikan kepada pihak lainnya, sehingga idealnya pengawasannya sampai dengan bagaimana proses sertipikat ini tidak boleh juga diagunkan ke Lembaga keuangan apapun, karena di takutkan akan gagal bayar sehingga dengan sendirinya jaminan berupa sertipikat akhirnya beralih ke pihak lainnya.

3.       Subjek penerima tanah dapat memanfaatkan sertipikat yang telah diterima untuk meningkatkan produktifitas tanahnya; sama halnya point c diatas bahwa penerima manfaat tidak sertamerta ketika bicara peningkatan produktifitas menggadaikan sertipikatnya ke Lembaga keuangan atau lainnya, sehingga diperlukan pengawasan yang ketat dari instansi lainnya yang Dimana KANTAH tida bisa menjangkau terlalu jauh perihal dimaksud.

4.       Menggali potensi akses lain yang dibutuhkan; dalam hal ini lagi-lagi juknis belum secara gambling itu merupakan bentuk intervensi arah tujuan yang idealnya dijalankan oleh stakeholder lainnya yang mengurusi hal teknis pemanfaata lahan yang diterima.

5.       Memastikan upaya fasilitasi dan mendorong penerima tanah untuk membentuk kelompok tani yang pada gilirannya kelompok tani tersebut dapat difasilitasi melalui koordinasi lintas sektor guna penyediaan akses dalam rangka peningkatan kapasitas penerima tanah dan akses terhadap sumber-sumber produksi dan/atau pasar. Dalam kegiatan penelitian dilapangan tidak ditemukan Upaya fasilitasi ini untuk mendorong penerima tanah dala membentuk kelompok tani yang di inisiasi Lembaga lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan untuk peningkatan sumber-sumber produksi yang di Kelola oleh petani penerima, sehingga diperlukan Upaya yang nyata oleh pemerintah dalam hal ini negara untuk dapat mengintervensi dalam bentuk pelaksana lapangan untuk efektifitas program semua fasilitasi bina penerima yang terstruktur, terukur, dan terarah.

 

Manfaat Ekonomi Dalam pelaksanaan Redistribusi TORA

Program reformasi pertanahan telah dicoba di Indonesia pada tahun 1960an, namun hanya terdapat sedikit bidang tanah dan petani produktif. Oleh karena itu, pada masa pemerintahan Orde Baru, program reformasi pertanahan dihentikan, namun digantikan oleh program sertifikasi, pemukiman kembali dan pengembangan lahan milik masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan akses manusia terhadap tanah. Meskipun banyak perbaikan dilakukan terhadap undang-undang dan peraturan pertanian pada waktu itu secara nasional diberlakukan, dan selama periode reformasi, tidak ada program reformasi pertanahan yang besar dan utuh. Pada dasarnya, ada empat syarat penting dalam reforma agraria itu sendiri: pengetahuan dan kemauan pemimpin politik, organisasi petani yang kuat, ketersediaan seluruh data, dan dukungan finansial yang memadai. Saat ini karakteristik keempat komponen tersebut masih lemah pada kenyataannya, sehingga dapat dikatakan masih sulit untuk melaksanakan land reform secara simultan dan komprehensif di Indonesia yang berdampak pada Kesejahteraan umum alih-alih pada usaha pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan yang akan dinikmati oleh anak cucu kita semua dimasa depan.

Adapun manfaat yang diterima oleh penerima redistribusi adalah masyarakat mendapatkan hak legalitas asset selain itu, perpres ini mengatur cara menangani sengketa dan konflik agraria adalah soal tujuan dalam rencana tujuan nasionak yang akan meredistribusi TORA sebanyak 4,5jt Hektar Lahan yang dipersiapkan secara nasional, untuk program redistribusi TORA dalam studi kasus di wilayah kabupaten Kendal, khususnya desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal ini memang kecil secara nasional hanya sebatas �24Ha dan kami melihat bahwa penerapan aturan dimaksud sudah sangat tepat dan sesuai dengan mekanisme Buku Petunjuk teknis dalam Menentukan Subjek/Objek Tanah Objek dan proses pelaksanaan Reforma Agaria dimaksud dalam 7 (tujuh) program besar tujuan dari Perpres Reforma Agraria ini, yaitu pertama, mengurangi ketidaksamaan atau kesenjangan dalam penguasaan dan pemilikan tanah melalui penerapan redsitribusi berkeadilan; kedua, menangani sengketa dan konflik agraria; ketiga, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat yang berbasis agrarian (tanah) melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; dan keempat, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; kelima, meningkatkan akses masyarakat ke sumber ekonomi; keenam, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan ketujuh, meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan hidup yang baik dan berkesinambungan.

Dalam rangka kaitannya dengan penulisan ini sangat relevan bahwasanya tujuan tujuh besar dimaksud sangat beralasan karena rakyat akan mendapatkan kepastian hukum akan hak penguasaan/kepemilikan/penggunaan juga pemanfaatan lahan secara maksimal, memperkecil atau bahkan meniadakan konflik soal pertanahan, menciptakan sumber kemakmuran/kesejahteraan, menciptakan lapangan pekerjaan tentu dalam rangka mengurangi kemiskinan ekstrim, ada akses ke sumber ekonomi, termasuk juga di dalamnya ketahanan pangan dan yang terakhir juga tidak kalah penting kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tetapi catatan penting dalam kegiatan dimaksud agar program ini dapat secara efektif dapat berjalan dan sesuai dengan tujuan besar daripada amanat Undang-Undang Dasar 1945, amanat Perundang-undangan teknis lainnya saya kira perlu memberikan suatu manfaat yang lebih luas lagi baik terhadap Subjek dan Objek berkaitan dengan keberpihakan terhadap Sumberdaya Alam berkelanjutan dan memberikan dampak yang positif bagi nilai-nilai kesejahteraan masyarakat umum yang menjadi tujuan besar bangsa indonesia.

 

Konsep Politik Hukum Terhadap Pelaksanaan Progam Redistribusi

Kemakmuran dan kesejahteraan adalah prinsip yang ditegakkan oleh pendiri bangsa dan pemerintah Indonesia saat ini, dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 1945, yang berbunyi, "Pemerintah melindungi segenap Bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa." Sejujurnya, sebagian besar negara mengejar gagasan negara kesejahteraan. Konsep "negara kesejahteraan" secara singkat dapat didefinisikan sebagai konsep di mana pemerintah dianggap memiliki peran penting dalam menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya. Ciri dasar konsep ini adalah adanya program keadilan sosial bagi masyarakat dan program yang menjamin kesejahteraan masyarakat. Konsep Welfare State tidak terbatas pada ideologi atau sistem konstitusi suatu negara. Karena, tidak peduli ideologinya, suatu negara menjalankan beberapa tugas untuk menjaga ketertiban, kemakmuran, kesejahteraan, dan, terakhir, keadilan bahkan perdamaian dunia. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan program jaminan keadilan sosial yang berlaku untuk seluruh warganya melalui berbagai kebijakan yang sudah ada untuk membantu mereka yang dianggap kurang mampu. Memang, secara konstitusional, Indonesia menganut negara Kesejahteraan, meskipun demikian, makna kesejahteraan sebenarnya semakin bertentangan dengan gagasan awal tentang kesejahteraan negara jika dilihat secara praktis di lapangan. Karena fakta bahwa banyak pasal dan undang-undang Indonesia hanya berisi aturan tertulis yang tidak dilaksanakan secara penuh oleh penyelenggara negara baik pusat dan daerah. Di sinilah peran dan tanggung jawab negara untuk membangun negara yang sejahtera berkeadilan atau kemakmuran. Studi tesis ini menganalisa teori dan praktik negara kesejahteraan dan menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan aturan hukum positif dalam bentuk kebijakan pemerintah tidak berfungsi dengan baik sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.

����������� Dalam Konstitusinya, Indonesia menyatakan tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai yang ditunjukkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945),juga merupakan Staatfundamentanorm, bahwa tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik adalah; (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, (2) memajukan Kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social (Putra, 2016). Selama bertahun-tahun, kebijakan pertanahan nasional telah mendukung kebijakan makro ekonomi nasional yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata-mata, bukan pada penataan aset produksi, tetapi pada peningkatan produktivitas. Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat (trickle down effect). Namun, kebijakan seperti ini membuat petani gurem dan rakyat kecil terpinggirkan pada akhirny meningkatkan konflik dan sengketa pertanahan (Rachman, 2017). Untuk menyelesaikan masalah tersebut, ketika kebijakan reformasi agraria digunakan untuk mengubah cara penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menjadi lebih berkeadilan, penting untuk menekankan upaya untuk mengatur aset, yaitu tanah, agar lebih berkeadilan didalam kepemilikan oleh masyarakat. Selain itu, perlu ada penataan akses bagi mereka yang menerima tanah hasil reformasi agraria, baik dalam hal permodalan maupun bantuan lainnya (Arisaputra & SH, 2021), agar kehidupannya dapat diperbaiki untuk menjadi lebih baik. Karena ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menyebabkan masalah sosial dan kemiskinan, penting untuk menata akses masyarakat kecil terhadap aset, yaitu tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh Hasil Penelitian World Bank tahun 2000/2001, tingkat kerentanan masyarakat terhadap kemiskinan disebabkan oleh lack of assets (Supriatna, 2021). (kekurangan atau kesenjangan asset dalam hal ini adalah kepemilikan tanah).

Kebijakan redistribusi tanah merupakan bagian dari Reforma Agraria yang digagas pemerintah sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 pada tanggal 24 September 1960. Dalam konteks Reforma Agraria tujuan utamanya adalah untuk mencapai hasil yang maksimal, kesejahteraan rakyat yang juga berarti memahami makna kesejahteraan dan kesejahteraan sering diartikan sebagai kebahagiaan dan berkembangnya perekonomian masyarakat sesuai dengan budaya dan adat istiadat setempat. Lebih lanjut, Reforma Agraria atau disebut juga pembaharuan agraria diatur dalam Ketetapan MPR Nomor XIX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang kemudian diimplementasikan dalam Agenda Nawacita I Era Jokowi-Jusuf Kalla dan sampai hari ini khususnya di bidang pertanahan yang menekankan pada pentingnya kelestarian lingkungan hidup, kepemilikan tanah sebagai hak setiap warga negara Indonesia. Agenda Nawacita tersebut dilanjutkan melalui RPJMN 2015-2019 yang lebih fokus pada kepastian hukum hak atas tanah, seperti pendaftaran hak atas tanah dengan memberikan sertifikat kepada masyarakat kurang mampu secara ekonomi, serta penetapan batas antara hutan dan non hutan. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata Kerja Reforma Pertanahan disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa program redistribusi tanah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi Masyarakat, sebagai berikut:

a.       Memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan memperkuat Hak Milik dan mengefektifkan pendayagunaan hak milik.

b.       Meningkatkan produktivitas nasional khususnya pada sektor pertanian untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat.

Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan program redistribusi tanah di Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, merupakan perjalanan salah satu langkah untuk mencapai tujuan yang diambil pemerintah untuk dalam rangka mengatasi kesenjangan dalam hal kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan tanah setelah mempertimbangkan dan ini sesuai dengan tujuan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria dan tujuan dalam Agenda Nawacita Presiden Joko Widodo, Peraturan tersebut mengatur tentang kebijakan redistribusi tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program redistribusi tanah merupakan bagian dari program Landreform. Tentu saja pelaksanaan program redistribusi tanah ini bertujuan untuk memajukan pembangunan perekonomian secara umum, khususnya dalam pengembangan masyarakat petani. Sasaran utamanya adalah meningkatkan taraf hidup petani kecil dan petani marginal atau gurem seperti masyarakat di Ngargosari ini. Salah satu tujuan reformasi pertanahan adalah menjamin pemerataan sumber penghidupan bagi petani, yaitu tanah, sehingga tercipta keadilan sosial melalui pemerataan hasil redistribusi yang terlaksana.

Dalam pelaksanaan yang digambarkan tentu ada hal yang patut kita Perhatikan bahwasanya sesuatu aturan sudah berjalan namun masih banyak hal yang harus diperbaiki dan bahkan di kritisi secara akademik dapat dipertanggungjawabkan kajian itu karena berdasarkan penggalian informasi dan data yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan dengan mengkompilasi dari bahan data primer maupun bahan data sekunder yang didapat untuk dapat dianlisis dalam kerangka tujuan hukum kedepan yang lebih baik guna menciptakan pendapat hasil analisi berdasarkan teori-teori yang dipakai, diantaranya dalam rangka mencapai negara Kesejahteraan dan tentu juga bertumpu pada keberlanjutan sumberdaya alam yang dikelola dengan memperhatikan norma-norma lingkungan hidup yang Jika sumber daya alam dieksploitasi secara berlebihan, mereka akan habis dan berdampak pada kualitas lingkungan. Penurunan cadangan, atau stok carbon dan alinnya, disebabkan oleh penurunan jumlah sumber daya alam yang makin sempit dan rusak. Namun, cadangan baru mungkin muncul seiring dengan perubahan sumber daya alam yang dikelola dengan baik. Namun, dampak lingkungan akibat pengembangan sumber daya alam dapat bersifat langsung atau tidak langsung terhadap sumber daya alam yang ada, dan dapat bersifat positif atau negatif, atau menurunkan kualitas lahan yang ada. jika dilakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab terhadap pengelolaannya.

Berkenaan dengan studi tesis iniada beberapa hal yang perlu diperhatikan, walaupun program pelaksanaan redistribusi TORA di wilayah studi berjalan dengan baik danberhasil dalam rangka memberikan Hak Kepemilikan (Legalisasi Aset) yang merupakan salah satu tujuan dari RA, maka juga perlu diperhatikan bagaimana lingkungan hidup dapat terjaga dengan baik, sepanjang penelitian ditemukan beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam hal pengelolaan sumberdaya alam yaitu penggunaan pestisida dan bahan plastik dalam proses pertanian/perkebunan yang ada harus di Perhatikan dan di evaluasi setiap tahun dengan cara edukasi dan lainnya sebagainya oleh stakeholder atau pemangku kepentingan lainnya, sebagai wujud untuk menjaga kondisi alam yang tetap subur dan dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan, dan disini diperlukan program tersendiri dalam rangka menjaga semua itu.

Berdasarkan hal di atas, kita dapat mengatakan bahwa pemerintah mempunyai kekuasaan atas sumber daya alam seperti tanah, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Pemerintah mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan memantau penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam yang dikendalikan oleh pemerintah daerah atau otoritas tertentu, maka dengan itu diperlukan suatu kebijakan dan kelembagaan apapun kedepan dalam rangka menjaga bahwa reforma agraria harus dibarengi dengan kegiatan yang lebih nyata bukan hanya masalah dalam kertas saja yaitu bina penerima atau sejenisnya tetapi kenyataan masyarakat penerima tidak merasakan hal itu sebagaimana mestinya, yang dimana dampak-dampak dari penyerahan sertipikat dan lain sebagainya tidak terjaga sebagai asset yang dapat dimanfaatkan benar oleh subjek penerima dan pengelolaan lahan jangan sampai merusak lingkungan hidup yang ada, dan kedepannya yang merugi adalah bangsa ini dalam rangka tujuan besar membuat sekat-sekat kemiskian kian terkikis, malah kedepan karena tidak terjaganya proses pasca penerimaan redistribusi itu akhirnya menjadi boom waktu baik dari segi sosial masyarakat dan lingkungan hidup.

 

SIMPULAN

Program TORA yang telah dilaksanakan secara optimal di lokasi studi baru pada tahap penataan aset dan belum pada tahap penataan akses. Hal ini terutama karena Program TORA masih dipersepsikan sebagai domain kerja dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal yang secara struktural berada di bawah Badan Pertanahan Nasional/Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Belum berjalan koordinasi dan keterpaduan prioritas program lintas sektor di lapangan, khususnya dengan dinas terkait yang merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten Kendal. Kondisi ini menjadikan dinas terkait belum menjadikan Program TORA sebagai prioritas dalam program pembangunannya, terlebih dengan keterbatasan APBD untuk biaya pembangunan.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Arisaputra, M. I., & SH, M. K. (2021). Reforma agraria di Indonesia. Sinar Grafika (Bumi Aksara).

Chomsky, N. (2022). Politik Kuasa Media. Jalan Baru Publisher.

 

Earlene, F., & Djaja, B. (2023). Implikasi kebijakan reforma agraria terhadap ketidaksetaraan kepemilikan tanah melalui lensa hak asasi manusia. Tunas Agraria, 6(2), 152�170.

 

Jimly Asshiddiqie, S. H. (2021). Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Sinar Grafika.

 

Nugroho, S. S., & Elviandri, E. (2018). Memayu hayuning bawana: Melacak spiritualitas transendensi hukum pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan masyarakat Jawa.

 

Nurhamani, A. (2024). Reforma Agraria Dan Tembok Ego Sektoral: Merumuskan Alternatif Penyelesaian. Bina Hukum Lingkungan, 8(2), 189�213.

 

Pratiwi, M. L. A. (n.d.). Peran Kantor Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN Kota Palu Dalam Menyelesaikan Permasalahan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Ganda Di Kota Palu. Tadulako Master Law Journal, 7(2), 307�327.

 

Putra, R. P. S. (2016). Implementasi Hak Recall Oleh Partai Politik Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Studi Recall Terhadap Fahri Hamzah Oleh Pks.

 

Rachman, N. F. (2017). Land Reform dan gerakan agraria Indonesia. INSISTPress.

 

Sh, M. H. (2023). Kepailitan Bumn Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum. Penerbit Alumni.

 

Sumardjono, M. S., Simarmata, R., & Wibowo, R. A. (2018). Penyelesaian masalah penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan untuk perkebunan sawit rakyat. Kehati, Jakarta.

 

Supriatna, J. (2021). Pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Wicaksono, A., & Purbawa, Y. (2018). Hutang negara dalam reforma agraria studi implementasi mandat 9 juta hektar tanah Indonesia. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 4(1), 24�38.

 

Yuniarti, T., Jayadisastra, Y., Lusianawati, H., Nathanael, G. K., Saragih, R., Syaban, A., Husen, O. O., Prasetyo, K., & Far, R. A. F. (2024). KOMUNIKASI SOSIAL PEMBANGUNAN TERPADU. TOHAR MEDIA.

 

 

https://jurnal.syntax-idea.co.id/public/site/images/idea/88x31.png� 2024 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA) license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).