Pelaksanaan Redistribusi Tanah
Objek Reforma Agraria (TORA) dalam Rangka Pembangunan Sumber Daya Alam
Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat
Implementation of Land
Redistribution for Agrarian Reform Objects (Tora) in the Context of Sustainable
Natural Resources Development for Community Welfare
Jumali
Magister Ilmu Hukum, Universitas Pancasila.
*Email: [email protected]
*Correspondence:
Alekdjuma
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1273
|
ABSTRAK Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kebijakan redistribusi tanah objek reforma
agrarian (TORA) yang berlaku umum di Indonesia dan implementasi kebijakan
pendistribusian tanah di Kabupaten Kendal, Metode penelitian adalah normative
empirs dengan analisis data secara kualitatif. Studi ini berfokus pada
implementasi kebijakan redistribusi umum TORA di Indonesia dengan fokus pada
Kabupaten Kendal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan redistribusi
tanah didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma
Agraria, implementasi kebijakan ini di Kabupaten Kendal berjalan dengan baik
sesuai dengan petunjuk teknis Tanah Objek Landreform (TOL) tahun 2018.
Pertanyaan utama adalah apakah reforma agraria dapat mengatasi ketimpangan
sosial ekonomi dan bagaimana kebijakan hukum ke depan dapat mengatasi masalah
dan hambatan tersebut. Tujuan utama adalah untuk mempertahankan hak atas
tanah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu
manfaat dari penelitian di atas dapat berupa: 1. Pemahaman Kebijakan:
Mempelajari kebijakan redistribusi tanah TORA di Indonesia dan bagaimana
kebijakan tersebut diterapkan di Kabupaten Kendal. 2. Evaluasi Implementasi:
Memeriksa implementasi kebijakan redistribusi tanah untuk memastikan bahwa
itu berjalan sesuai dengan tujuan. 3. Saran Kebijakan: Memberikan rekomendasi
kebijakan untuk mengatasi ketimpangan sosial ekonomi dan tantangan. 4.
Perlindungan Hak: Mendorong perlindungan hak atas tanah yang lebih adil dan
pemberdayaan ekonomi berkelanjutan. 5. Kontribusi Ilmiah: Penelitian ini dapat
menambah literatur tentang reforma agraria dan redistribusi tanah di
Indonesia. Program TORA belum optimal karena belum berjalannya tahap penataan
akses. Kata Kunci: Redistribusi
Tanah, Pembangunan Sumber Daya Alam Berkelanjutan, Kesejahteraan Masyarakat. |
ABSTRACT
This research aims to determine
the land redistribution policy for agrarian reform objects (TORA) that is
generally accepted in Indonesia and the implementation of land distribution
policy in Kendal Regency. The research method is normative empirical with
qualitative data analysis. This study focuses on the implementation of the
general redistribution policy TORA in Indonesia with a focus on Kendal Regency.
The results of the research show that the land redistribution policy is based
on Presidential Regulation Number 86 of 2018 concerning Agrarian Reform, the
implementation of this policy in Kendal Regency is going well in accordance
with the 2018 Land Reform Object (TOL) technical instructions. The main
question is whether agrarian reform can overcome inequality socio-economic and
how future legal policies can overcome these problems and obstacles. The main
objective is to maintain fairer land rights, reduce poverty, and improve
community welfare through sustainable economic empowerment. One of the benefits
of the research above can be: 1. Policy Understanding: Studying the TORA land
redistribution policy in Indonesia and how this policy is implemented in Kendal
Regency. 2. Implementation Evaluation: Examining the implementation of the land
redistribution policy to ensure that it is running according to objectives. 3.
Policy Recommendations: Provide policy recommendations to address
socio-economic disparities and challenges. 4. Rights Protection: Encouraging
fairer protection of land rights and sustainable economic empowerment. 5.
Scientific Contribution: This research can add to the literature on agrarian
reform and land redistribution in Indonesia. The TORA program is not yet
optimal because the access arrangement stage has not yet been completed.
Keywords: Land Redistribution,
Sustainable Natural Resources Development, Community Welfare.
PENDAHULUAN
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa negara
memiliki kendali atas bumi, udara, dan kekayaan alam di dalamnya demi
kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa semua hal terkait dengan
sumber daya alam di wilayah Indonesia akan diatur dan dikelola oleh negara
untuk kemajuan masyarakat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 juga menegaskan
bahwa bumi, udara, dan ruang angkasa merupakan kekayaan negara yang harus
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam bidang
pertanian. Reforma agraria sebagaimana diatur dalam TAP MPR Nomor IX/MPR/2001
dan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 penting dilakukan untuk melakukan
legalisasi aset dan pengaturan akses demi kepentingan nasional dan mencegah
monopoli yang merugikan Masyarakat (Pratiwi, n.d.). Kepemilikan tanah adalah isu penting di Indonesia
yang mencerminkan prinsip-prinsip keadilan sosial yang diatur dalam Pancasila.
Melalui kebijakan Reforma Agraria (RA) dan Redistribusi Aset, atau Redistribusi
Tanah untuk Sasaran Reforma Agraria (TORA), pemerintah telah bertujuan untuk
menjamin kesejahteraan rakyat melalui keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini
telah diterapkan secara luas dalam delapan tahun terakhir untuk mencapai tujuan
tersebut (Jimly Asshiddiqie, 2021). Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan
menyelesaikan konflik agraria yang ada, tujuan yang ingin dicapai adalah bahwa
pemberian legalitas aset kepada masyarakat untuk redistribusi harus lebih dari
sekadar formalitas. Ini harus memberikan manfaat praktis bagi masyarakat dan
pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan hutan sebagai hasil dari
redistribusi aset tersebut. Perlindungan hutan yang berkelanjutan juga harus
menjadi perhatian utama. Presiden Jokowi juga menekankan betapa pentingnya
menerapkan kebijakan TORA secara efektif untuk mencapai tujuan redistribusi
tanah dalam reformasi tanah, terutama untuk meningkatkan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
Ketidakadilan dalam kepemilikan dan pengelolaan
tanah menyebabkan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
(P4T) menjadi terganggu (Sumardjono et al., 2018).
Konversi lahan atau tanah dapat membahayakan sistem ketahanan pangan kita dan
menyebabkan tidak stabil dan hancurnya sumber daya alam. Dengan demikian, untuk
memenuhi kebutuhan untuk kegiatan ekonomi pedesaan dan bisnis yang mendukung
kegiatan tersebut, tanah, baik pertanian maupun perkebunan, harus
didistribusikan dan didistribusikan secara tepat. Ini akan melibatkan
pembaharuan kepemilikan dan aksesibilitas tanah. Selain itu, pembangunan di
kawasan hutan harus diatur oleh peraturan hukum. Sistem pengelolaan aset dan
akses pertanahan harus mengikuti standar tata kelola yang baik. Dalam upaya
reformasi pertanahan, penyelesaian konflik atau penyelesaian pertanahan yang
efektif dan berkeadilan harus menjadi prioritas utama. P4T menawarkan dukungan
bagi mereka yang mencari keadilan dalam kepemilikan ekonomi. Oleh karena itu,
reforma agraria atau pembaharuan agraria harus.
dilakukan. Bab satu Peraturan Presiden Nomor 86
Tahun 2018 berjudul Reformasi Pertanian membahas proses penataan ulang sistem
penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah (P4T) dengan
mengutamakan prinsip keadilan. Oleh karena itu, dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa, kesejahteraan dicapai untuk semua orang (Earlene & Djaja, 2023).
Berdasarkan paragraf alinea di atas, permasalahan
yang timbul adalah: Tujuan pertanian dan pengelolaan lahan adalah untuk
menjamin kesetaraan sosial-ekonomi di seluruh masyarakat, serta reformasi
pertanian sebagai landasan pembaharuan reformasi undang-undang pertanian
nasional untuk mencapai kebahagiaan rakyat, petani, masyarakat dan masyarakat
miskin (perkotaan) (Sh, 2023). Reformasi pertanahan, penataan kembali struktur
penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) secara lebih
berkeadilan melalui reformasi aset kepemiliah lahan dan diiringi reformasi
akses demi kesejahteraan masyarakat. Program reforma agraria menjawab berbagai
permasalahan umum di bidang pertanian, kemasyarakatan, perekonomian,
sosial-politik, perlindungan, dan keamanan, khususnya: Ketimpangan dalam penguasaan,
kepemilikan, penggunaan dan eksploitasi lahan;� Konflik dan kerusakan pertanian;
Konversi lahan pertanian secara besar-besaran; Penurunan kualitas lingkungan
hidup; Kemiskinan dan kemiskinan;�
Perlindungan Sosial (Sulistyaningsih, 2021).
Kebijakan Reforma Agraria merupakan salah satu
Program Prioritas Nasional yang dicanangkan periode pertama Jokowi-Jusuf Kalla
dalam upaya membangun Indonesia dari pinggir / pedesaan serta untuk
meningkatkan kualitas hidup; sebagaimana terkandung dalam Nawa Cita
Jokowi-Jusuf Kalla dan itu juga Tercantum dalam RPJMN 2015-2019. Program ini
bentuknya ada tiga, yaitu: legalisasi aset, retribusi tanah dan perhutanan
sosial (Wicaksono & Purbawa, 2018), dan dipertegas pada periode kedua juga diatur
dalam RPJMN 2020-2024 mengenai posisi reforma agraria yang terdapat di dalam
Bab 3 di bawah judul mengembangkan wilayah untuk mengurangi perlindungan dan
menjamin pemerataan. Kondisi saat ini, naskah RPJMN menggambarkan: ketimpangan,
kemiskinan, IPM rendah (Nurhamani, 2024).� Melihat
sebelumnya pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, melihat
ada tiga tujuan mulia yang ingin dicapai: yaitu Menata ulang struktur agraria
yang timpang jadi berkeadilan; Menyelesaikan konflik agraria; Menyejahterakan
rakyat pasca reforma agraria berjalan dengan baik. Reforma Agraria dalam hal
ini redistribusi tanah secara mendasar dapat memberi sebuah misi yang dapat
menuntaskan masalah ketimpangan dan kemiskinan masyarakat desa, meningkatkan
kesejahteraan umum dengan upaya menuju kemandirian pangan nasional,
meningkatkan produktivitas tanah /lahan garapan, memberikan pengakuan atas hak
alas tanah yang dimiliki seseorang, negara, atau masyarakat untuk keperluan
penghidupanya dan usaha ekonomi masyarakat sekitar.
Dalam penelitian ini akan membahas bagaimana
Redistribusi Aset (baik Ex HGU dan Pelepasan Kawasan Hutan) terlaksana dengan
baik, khususnya di wilayah studi, dengen mengedepankan tata kelola administrasi
pemerintahan yang baik dan berkesinambungan dengan menjaga ekosistem alam yang
lebih baik dan ramah karena dimiliki dan dikuasi serta dimanfaatkan oleh
masyarakat lokal yang mempunyai budaya kearifan adat yang turun temurun demi
menjaga kelestarian lingkungan yang sudah diajarkan oleh nenek nenek moyangnya
dalam hidup berdampingan dengan alam sekitar dengan berbagai cara yang
sederhana dan tanpa eksploitasi secara besar-besaran yang mengabaikan kondisi
alam dan akhirnya berdampak pada nilai-nilai ekonomi kesejahteraan masyarakat
sekitar. Serta dalam penelitian ini akan melihat bagaimana Redistribusi TORA
dijalankan dengan baik oleh Pemerintah yang memegang mandat daripada
pelaksanaan program Reforma Agraria, yang pertama tepat subjek sasaran, yang
kedua dapat di manfaatkan dengan baik oleh penerima, dan tidak terjadi
pengalihan hak pada pihak lainnya, pihak yang kurang tepat, juga melihat
landasan hukum pasca Redistribusi TORA dilaksanakan dan diterima oleh subjek
sasaran program sehingga berkelanjutan sebagaimana negeri ini masih beridiri
tegak di alam Indonesia yang gemah ripah
loh jinawi toto tentrem kerto raharjo (Nugroho & Elviandri, 2018). Meskipun tujuan dari Redistribusi TORA sangat mulia, kebijakan ini
mengatasi beberapa tantangan dan kendala dalam implementasinya yang seharusnya
berjalan efektif. Misalnya, mengidentifikasi penerima yang memenuhi persyaratan
dan benar-benar membutuhkan dukungan serta menjamin komitmen mereka dalam
memanfaatkan lahan yang dialokasikan secara produktif merupakan tugas kompleks.
Selain itu, mengatasi kepentingan-kepentingan tertentu mungkin menyulitkan
secara politik karena entitas-entitas yang berkuasa dapat menolak upaya reforma
atau mencoba memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi (Chomsky, 2022).
Secara umum, dari perspektif nasional, isu pembagian
atau redistribusi tanah di Indonesia saat ini belum sepenuhnya berfokus pada
upaya untuk mewujudkan kepemilikan dan penguasaan tanah yang adil. Salah satu
program TORA adalah pembagian lahan seluas 4,5 juta hektar, yang terdiri dari
Ex HGU sebesar 0,4 juta hektar, telah selesai sepenuhnya. Bahkan, menurut data
terakhir yang disampaikan oleh Menteri ATR/BPN Hadi Tjahyanto, total lahan yang
telah didistribusikan kurang lebih 1.186.855 hektar (� 1,2 juta hektar), atau
296,71%. Meskipun redistribusi tanah melalui kawasan hutan memiliki target 4,1
juta hektar, Areal Penggunaan Lain (APL) telah mencapai 1.623.163,50 hektar
(�1,62 Jt), dengan capaian baru 333.133 hektar, yang sama dengan 8,13% (delapan
koma tiga belas persen). Proses pendistribusiannya selalu direncanakan dari atas ke bawah dan
melibatkan partisipasi masyarakat. Meskipun ada ruang untuk partisipasi
masyarakat, ruang tersebut sangat kecil atau belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh
sistem yang ada. Masalah lain yang kami temui adalah koordinasi kelembagaan
yang kurang optimal antar pihak (pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya)
yang sudah berlangsung lama. Pembagian lahan antara kawasan hutan dan non-hutan
adalah masalah lain. Sejauh ini, tidak ada aturan atau mekanisme yang terkait
dengan RA non-pertanian; redistribusi tanah untuk kepentingan pertanian dan
non-pertanian juga berbeda; dan belum ada upaya untuk memperpendek jalur atau
jarak untuk melepaskan atau mengubah status kawasan hutan untuk kepentingan
Reforma Agraria (RA). Selain itu, ada perbedaan kelembagaan yang menentukan
objek dan subjek tanah yang akan dibagi karena subjek dan objek berada di dua
pintu yang berbeda. Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi setempat menerbitkan
penetapan objek melalui surat keputusan yang didasarkan pada Berita Acara
sidang Panitia Pertimbangan Landreform (PPL), sedangkan penetapan penerima
manfaat TORA diputuskan oleh bupati atau walikota berdasarkan rapat PPL.
Meskipun subjek-objek ini semuanya didasarkan pada hasil PPL, tetapi kemudian
diidentifikasi oleh berbagai pihak, ini menunjukkan bahwa mekanisme pengumpulan
subjek TORA masih belum sederhana. Ada banyak organisasi dan aktor di tingkat
pemerintah pusat dan daerah yang terlibat dalam proses redistribusi, tetapi
kemungkinan partisipasi masyarakat, organisasi massa pertanian, dan petani
dalam proses redistribusi masih sangat kecil dan tidak jelas (Yuniarti et al., 2024).
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
mempertahankan hak atas tanah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi yang
berkelanjutan. Salah satu manfaat yang akan didapat dari penelitian di atas juga
dapat berupa: Pemahaman
Kebijakan: Mempelajari kebijakan
redistribusi tanah TORA di Indonesia dan bagaimana kebijakan tersebut
diterapkan di Kabupaten Kendal.� Evaluasi Implementasi: Memeriksa implementasi kebijakan redistribusi tanah
untuk memastikan bahwa itu berjalan sesuai dengan tujuan. Saran Kebijakan: Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi
ketimpangan sosial ekonomi dan tantangan. Perlindungan Hak: Mendorong perlindungan hak atas tanah yang lebih adil dan pemberdayaan
ekonomi berkelanjutan. Kontribusi
Ilmiah: Penelitian ini dapat
menambah literatur tentang reforma agraria dan redistribusi tanah di Indonesia.
Dengan mempertimbangkan gambaran umum dan penelitian terdahulu tentang Program
Redistribusi Tanah dalam Program TORA, program ini sangat tidak efektif dalam
mencapai tujuan negara kesejahteraan. Idealnya, program ini dapat segera
mengurangi ketimpangan ekonomi dalam pengelolaan SDA kita saat ini, seperti
yang ditetapkan dalam amanat Tap MPR IX /2001 dan UUPA. Namun, karena banyaknya
birokrasi yang menyebabkan tidak adanya kesinambungan program pra-redistribusi
dan pasca-redistribusi Oleh karena itu, penelitian ini berfokus pada Program Redistribusi Tanah
(baik Ex HGU, Pelepasan Kawasan Hutan atau tanah lainnya yang diatur oleh
kebijakan perundang-undangan yang berlaku). Studi kasus ini dilakukan di Desa
Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah
Metode
penelitian yang digunakan adalah normatif-empiris dengan pendekatan deskriptif,
penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif-empiris terapan yang
mengkaji implementasi hukum positif dan dokumen tertulis dalam peristiwa hukum
konkret denagn tujuannya adalah untuk memastikan kesesuaian hasil penerapan
hukum pada kasus konkret dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Penelitian hukum normatif-empiris atau hukum normatif-terapan bertujuan untuk
mengevaluasi apakah ketentuan peraturan perundang-undangan telah dilaksanakan
dengan baik dan apakah tujuan sasaran dari pihak-pihak yang berkepentingan
tercapai. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk
menganalisis data yang terdiri dari hasil wawancara, informasi, peraturan hukum,
serta studi kepustakaan yang relevan dengan permasalahan penelitian. Analisis
kualitatif digunakan juga untuk menjawab pernyataan yang menunjukkan perbedaan
antara harapan (das sollen) dan kenyataan dilapangan (das sein), atau kata lain
dengan rencana dan pelaksanaan, serta aspek lain yang menunjukkan
ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya dilakukan dengan apa yang
benar-benar terjadi.
Untuk
menerapkan metode normatif-empiris dalam penelitian ini ada beberapa tahapanatau �langkah-langkah
berikut: Pertama adalah Identifikasi Permasalahan: kami
menentukan permasalahan hukum pada kegiatan peneltiain ini yang melibatkan implementasi
atau penerapan ketentuan hukum tertentu yang ada dalam pelaksanaan redistribusi
TORA dimaksud. Kedua adalah Kajian Normatif: kami melakukan
kajian terhadap ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan permasalahan yang
ingin diteliti lebih lanjut dengan bahan hukum primer sebagai kebijakan awal
penelitian ini. Ketiga Tahap Pengumpulan Data: dalam hal ini data
kumpulan perundangan-undangan dan data faktual lapangan atau data empiris
terkait dengan implementasi ketentuan hukum yang sedang dilaksanakan dalam
kegiatan dimaksud. Ke-empat masuk dalam Analisis Data: pada
tahapan ini Analisis data empiris yang telah dikumpulkan dengan cara
membandingkan atau mengontraskan antara ketentuan hukum yang berlaku dengan
realitas di lapangan dapat diketahui. Kelima adalah Penarikan Kesimpulan:
membuat penarikan kesimpulan berdasarkan analisis data empiris /lapangan
terhadap implementasi ketentuan hukum yang diperbandingkan dilaksanakan didalam
kegiatan yang sedang berlangsung. Dan terakhir adalah Rekomendasi Kebijakan:
setelah melihat hasil ksimpulan kami memberikan rekomendasi kebijakan atau
saran perbaikan berdasarkan temuan penelitian untuk meningkatkan implementasi
ketentuan hukum yang lebih efektif dan efisien dimasa depan. Dengan mengikuti langkah-langkah
di atas, penilitan ini berjalan dan dapat menerapkan metode normatif-empiris dengan
sangat jelas dan terukur dalam penelitian hukum untuk lebih terstruktur dan
sistematis yang dapat dikemukan dalam tahapan hasil dan pembahasan pada bab
selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses implementasi Redistribusi TORA di Wilayah Studi
Pelaksanaan redistribusi TORA di wilayah studi
berjalan berdasarkan SK Kepala Kantor Pertanahan No. 14/KEP-33.14/I/2018
tanggal 4 Januari� 2018, dari Kanwil
ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, dimana Redistribusi Objek Reforma ini dikawal
langsung oleh Tim Satuan Tugas Pelaksana Kegiatan Redistribusi Tanah Objek Landreform
(TOL) yang langsung sebagai Penanggungjawab adalah Kepala Kantor Wilayah
ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, dengan dibantu oleh Kepala Kantor Pertanahan Kab.
Kendal sebagai Ketua Pelaksana Kegiatan Redistribusi TOL dimaksud. Dan dalam
struktur kegiatan di pandu langsung oleh tim Panitia Pertimbangan Landreform
Kabupaten Kendal yang langsung di pimpin oleh Bupati Kendal, Pihak Kanwil
ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah jajaran Muspida Kab. Kendal, dimana dalam tugas
nya memberikan rekomendasi dapat tidaknya Tanah Objek Landreform dapat
dibagikan kepada para penggarap, juga memberikan rekomendasi subjek dapat atau
tidak sebagai penerima Redistribusi TOL. Sehingga dalam perjalanannya proses
berjalan dengan lancar dikarenakan Objek dan Subjek sesuai dengan
ketentuan yaitu merujuk pada Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2018 (Perpres
86/2018) Reforma Agraria. Terkait Redistribusi�
tanah : diatur dalam pasal 7, 8, 9, 10, dan 11�
mengenai Subjek/Objek Tanah Reforma Agraria serta pada aturan tersebut
diperkuat oleh SK Kanwil ATR/BPN tersebut diatas.� Sosialisasi Program Informasi� Program TORA di Desa Ngargosari dilakukan
dalam bentuk : 1). Informasi tertulis� mengenai Program TORA yang dipasang pada
papan pengumuman di Kantor Balai Desa; 2). Pelaksanaan forum pertemuan di tingkat desa. Secara
keseluruhan, dilakukan 2 (dua) kali proses sosialisasi selama pelaksanaan
Program TORA, yaitu:
1.
Forum sosialisasi pertama dilaksanakan pada tanggal 16 April 2018, yang dihadiri
oleh BPN Kab. Kendal, Camat, Kades, BPD, dan�
calon Subjek TORA, Pada forum ini disampaikan hal-hal yang terkait
dengan Program TORA, persyaratan, tahapan proses yang dilakukan, pihak yang
terlibat, ketentuan yang mengikat terhadap Objek TORA pasca
diredistribusi,� termasuk informasi tidak
ada biaya yang dipungut dalam prosesnya.
2.
Forum sosialisasi kedua hanya dalam lingkup Desa Ngargosari , yang
dilakukan untuk persiapan proses verifikasi lahan Objek TORA/TOL.
Undangan sosialisasi kepada Subjek TORA/TOL
disampaikan oleh Pemerintah Desa. Undangan bersifat mengundang seluruh calon
Subjek TORA/TOL yang merupakan petani penggarap di lahan yang menjadi Objek
TORA/TOL. Seluruh subjek TORA/TOL mengkonfirmasi menerima undangan sosialisasi
yang ditujukan kepada Subjek TORA/TOL selaku Kepala Kelurahan/Desa, dan hadir
langsung (tanpa diwakili) dalam pelaksanaan forum sosialisasi yang dilaksanakan
di Balai Desa. Inventarisasi dan verifikasi Objek TORA/TOL melibatkan unsur BPN
Kabupaten Kendal dan Subjek TORA/TOL.�
Proses ini mencakup pengukuran kondisi fisik lahan serta sejarah
pengusahaan lahan oleh Subjek TORA/TOL, termasuk data-data bukti pembayaran
pajak� atas pengusahaan lahan Objek
TORA/TOL oleh Subjek TORA/TOL, Penentuan�
luas dan lokasi� usulan Objek TORA
berdasarkan lokasi dan luas yang telah diusahakan oleh Subjek TORA sebelum
dilakukan Program TORA.��
Subjek Penerima
Merupakan sesorang yang sudah menggarap dari
turun temurun dan sudah lebih dari 10 tahun menguasai tanah dimaksud, guna dimanfaatkan
sebagai matapencahariannya sejak tahun 1960an berdasarkan hasil wawancara baik
langsung penerima manfaat dan aparatur desa setempat, sehingga Subjek penerima
ini secara hukum berhak atas rekomendasi dari Panitia Pertimbangan Redistribusi
TOL yang di Komandoi langsung Bupati Kendal, Karena memenuhi unsur apa yang
diatur didalam Perpres 86/2018 dimaksud. Jumlah penerima sebanyak 90 KK.
Objek Redistribusi TORA
Objek Redistribusi TORA/TOL� :�
a. Status legal�� :
Tanah Negara yang sudah dikuasai masyarakat
b. Lokasi �������� :
Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kab. Kendal
c. Jenis Lahan� :
Perkebunan & Pertanian (Jagung, Sayur, Buah-buahan)
Berdasarkan kesepakatan pada tahap sosialisasi
serta kegiatan inventarisasi dan verifikasi, tidak ada perubahan luas dan
lokasi� persil lahan dari Objek TORA� yang diterima Subjek TORA/TOL melalui Program
TORA/TOL. Luas Objek TORA yang diterima oleh Subjek TORA/TOL seluruhnya berada
di bawah 1 HA, dengan rentang� 1.500
s.d� 7.400 m2 (dipecah jadi beberapa),
juga terdapat� 2� Subjek TORA/TOL yang menerima 2
sertifikat� karena persil lahan Objek
TORA/TOL yang diterima berada di tempat yang berbeda, dengan luas total kedua
sertifikat masing-masing Subjek TORA adalah 0,35 Ha dan sampi dengan 0,74 Ha.
Tabel 1 : Sumber Survey
lapangan � diolah
Luas Lahan yang ada di
wilayah studi yang terredistribusikan dalam program ini adalah sebesar: 23,2815 Ha sebagian besar adalah lahan
negara bebas (lahan yang sudah dimanfaatkan oleh
masyarakat sejak lama yaitu sejak 1960-an oleh kakek buyut penggarap) berjenis ladang untuk
pertanian/perkebunan berupa sayur
seperti Kubis, Lombok dan Seledri dan buah-buahan seperti jambu, papaya dan
alpukat.
Gambar 1: lahan tanah objek
reforma agraria, diwilayah studi
Pengusahaan
Lahan Redistribusi TORA
Kegiatan usaha pertanian yang diusahakan di
Objek TORA cenderung tidak mengalami perubahan dalam hal� jenis komoditas, produktivitas, volume hasil
panen, dan hasil� usaha per tahunnya,
dengan distribusi sebagai berikut :
a)
Komoditas utama yang� dihasilkan
adalah� Tembakau (diusahakan 50% Subjek
TORA), Jambu (40%),� Cabai (5%), dan
Kubis (5%)
b)
Komoditas sampingan yang dihasilkan bervariasi meliputi� tembakau, alpukat, jambu, cabai,
kubis/sayuran, dan palawija.
c)
Terdapat pola dimana Subjek TORA yang membudidayakan suatu komoditas
utama� juga membudidayakan komoditas
sampingan yang menjadi komoditas utama Subjek TORA lainnya.� Misalnya Subjek TORA yang melakukan budidaya
tembakau sebagai komoditas utamanya juga membudidayakan cabai sebagai komoditas
sampingan, dan sebaliknya.
Gambaran pengusahaan /pemanfataan lahan
redistribusi TORA/TOL dapat dilihat sebagai berikut dibawah ini :
Tabel 2:
Sumber Data lapangan � Diolah
Berdasarkan rata-rata hasil usaha per tahun
menurut kelas luas Objek TORA dan komoditas yang diusahakan : (dengan
mengasumsikan kondisi penggunaan teknologi dan sumber daya adalah sama)
# Pada kelompok luas� < 0,25 Ha, usaha pertanian kubis merupakan
jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.
# Pada kelompok luas� 0,25-0,5 Ha, usaha pertanian cabai merupakan
jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.
# Pada kelompok luas� 0,25-0,75 Ha,�
usaha pertanian tembakau�
merupakan jenis usaha yang memberikan pendapatan per tahun paling besar.
Tabel 3: Sumber Data lapangan � Diolah
Besarnya pendapatan per tahun memiliki korelasi
yang kuat dengan luas lahan (Objek TORA) yang diusahakan. Semakin luas lahan yang
diusahakan, semakin besar pula�
pendapatan hasil usaha.
Tabel 4: Sumber Data lapangan � Diolah
Apabila mempertimbangkan nilai garis kemiskinan
(GKM)� per kapita per bulan di Kabupaten
Kendal Tahun 2023�� sebesar Rp� 465.936,00�
serta jumlah anggota keluarga per Subjek TORA, diketahui :
# 70% Subjek
TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan di bawah GKM
# 20% Subjek
TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan antara 1-2 kali GKM
# 10% Subjek
TORA memiliki pendapatan per kapita per bulan > 2 GKM
Tabel 5: Sumber Data lapangan � Diolah
Catatan :�
Subjek TORA (sebagai kepala keluarga dan pencari
nafkah utama) dengan pendapatan Rp 24-30 juta/tahun dimungkinkan berada pada
kelompok pendapatan per kapita� di bawah
GKM jika memiliki jumlah anggota keluarga lelbih banyak.
Proses implementasi Redistribusi TORA di Wilayah Studi
Pelaksanaan Redistribusi tanah itu sendiri ada dua kegiatan awal yaitu persiapan dan perencanaan untuk membentuk
tahapan kegiatan redistribusi tanah di lapangan. Tujuan dari kegiatan persiapan dan perencanaan
adalah agar lokasi (objek) dan subjek serta tahapan kegiatan dapat ditetapkan
sesuai dengan tujuan dan jadwal yang ditetapkan oleh
pimpinan daerah, perencanaan
dan persiapan termasuk mengadakan pertemuan koordinasi yang dipimpin langsung oleh Kakanwil BPN Provinsi Jawa Tengah sebagai penanggung
jawab, diikuti oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Kasi Penataan dan
Pemberdayaan, Kasi Survei dan Pengukuran, Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran,
dan Kabag Tata Usaha. Selain itu, dari Kantor Pertanahan, Kepala Kantor, Kasi
Penataan dan Pemberdayaan, dan Kasi Survei dan Pengukuran bertanggung jawab.
Pada titik ini, hal-hal seperti membuat usulan lokasi objek, membuat jadwal
kegiatan, menentukan lokasi redistribusi tanah, dan menetapkan keputusan komite
pertimbangan landreform. Setelah persiapan dan perencanaan selesai, langkah
selanjutnya adalah pelaksanaan redistribusi tanah. Ini melibatkan beberapa
tahapan awal, seperti penyuluhan, inventarisasi dan identifikasi objek dan
subjek, pengukuran dan pemetaan bidang, sidang Panitia Pertimbangan Reformasi
Tanah (PPRT), penetapan objek dan subjek, penerbitan Surat Keputusan
Redistribusi Tanah, dan pembukuan hak dan penerbitan sertipikat.� Perincian tentang masing-masing langkah dapat
dijabarkan sebagai berikut:
I.
Penyuluhan, yaitu Dengan kata lain, memberikan informasi tentang redistribusi tanah
kepada orang yang akan menjadi subjek redistribusi. Tidak terkecuali Camat,
tetua adat atau tokoh masyarakat, pemerintah desa, dan masyarakat (subjek)
diundang untuk melakukan penyuluhan pada tataran infromasi. Pada tahap
penyuluhan ini, diberikan gambaran umum tentang proses redistribusi tanah,
termasuk manfaat, proses, biaya, dan hak dan tanggung jawab yang harus dipenuhi
oleh Masyarakat penerima.
II. Inventarisasi dan identifikasi objek dan subjek, yaitu lebih tepatnya, merupakan proses pengumpulan data objek dan
subjek untuk mengumpulkan informasi tentang potensi objek redistribusi tanah,
baik pertanian maupun non-pertanian, serta potensi subjek penerima tanah.
Identifikasi objek dan subjek dilakukan dengan memeriksa data yang dikumpulkan
dari inventarisasi objek dan subjek untuk memastikan bahwa objek dan subjek
redistribusi tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Satuan tugas
inventarisasi dan identifikasi bertanggung jawab atas pekerjaan ini, yang
meliputi rangkaian kegiatan seperti :
1.
Pengumpulan data sekunder yang
berkaitan dengan informasi tentang penguasaan, kepemilikan, pemanfaatan, dan
penggunaan tanah yang dihasilkan dari data spasial atau peta administrasi desa,
data dan peta kawasan hutan, serta SK pelepasan kawasan hutan jika ada dan lain
sebagainya.
2.
Penyusunan sketsa atau gambar
rencana redistribusi tanah.
3.
Mengidentifikasi segala sesuatu
tentang kondisi objek dan subjek, terhadap batas-batas tanah, dan penggunaan
tanah yang ada.
4.
Mengolah data dan melakukan
penelitian tentang objek dan subjek yang memenuhi persyaratan bagi calon
penerima.
5.
Mengumpulkan dan
mengidentifikasi informasi tentang kandidat penerima redistribusi tanah,
termasuk kartu identitas, kartu keluarga, surat pernyataan dari kandidat
penerima redistribusi tanah yang menyatakan bahwa mereka memiliki dan akan
menerima tanah tidak melebihi batas maksimum kepemilikan tanah yang akan
dibagikan, dan bahwa mereka berkomitmen untuk memenuhi kewajiban
dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam surat keputusan pemberian hak.
III. Proses pengukuran dan pemetaan bidang tanah, yang merupakan hasil dari kegiatan inventarisasi dan identifikasi yang
tercantum dalam sket / gambar bidang tanah, dilakukan bersama-sama dengan
pemerintah desa setempat. Orang-orang yang ingin menerima redistribusi tanah,
serta tetangga mereka yang tinggal dekat dengan bidang tanah yang diukur, harus
hadir di lokasi pengukuran dan menandatangani berita acara pelaksanaan
pengukuran.
IV. Setelah hasil inventarisasi dan identifikasi, serta hasil pengukuran dan pemetaan, sidang panitia pertimbangan
landreform (PPL) dilakukan untuk menetapkan objek dan subjek redistribusi tanah
yang memenuhi persayaratan, dalam rangka menetapkan subjek dan objek
redistribusi tanah, pimpinan sidang panitia pertimbangan landreform
menandatangani berita acara hasil kegiatan lapangan.
V. Kegiatan Penetapan objek dan subjek, Pada tahap
penetapan objek dan subjek, Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kanwil BPN
Provinsi Sulawesi Utara membuat risalah pengolahan data berdasarkan berita
acara sidang panitia pertimbangan landreform. Penerbitan SK yang menetapkan
tanah yang dikuasai negara sebagai tanah objek redistribusi dengan peta
keliling hasil pengukuran dan pemetaan didasarkan pada risalah redistribusi
tanah disetujui dengan menyetujui lampiran berita acara pada sidang panitia
pertimbangan landreform yang di pimpin oleh Bupati Kendal.
VI. Proses Pembukuan hak dan menerbitkan sertipikat sesuai peraturan
perundangan yang berlaku, Semua dokumen
harus dibuatkan dalam buku tanah dan dicetak sebelum menerbitkan sertipikat,
jika penerima redistribusi tanah tidak mampu membayar BPHTP, penerima harus
membuat surat pernyataan BPHTP terutang.
Objek Tanah redistribusi yang diberikan kepada subjek penerima tidak
dapat diperjualbelikan selama 10 tahun terhitung sejak penerbitan sertipikat
tersebut, tetapi dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha
di lembaga keuangan. Ini karena tujuan utama redistribusi tanah adalah untuk
meningkatkan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan kepastian
hukum atas tanah yang telah diolah dan dikuasai, dengan memberikan sertipikat
tanah dan buku tanah yang diterbitkan, pemindahan hak milik individu dilarang
dalam hal ini, yang mengacu pada aturan, yang berbunyi: �bidang-bidang tanah
yang diberikan dengan hak milik dalam surat keputusan ini tidak dapat dialihkan
baik sebagian atau seluruhnya, kecuali kepada pihak yang memenuhi persyaratan
dengan ijin tertulis dari Kepala Kantor Pertanahan dan/atau merupakan jaminan
yang digunakan untuk pelunasan pinjaman kepada lembaga keuangan�. Menurut
observasi, wawancara, dan dokumentasi yang dikumpulkan oleh peneliti secara
langsung pada survey lapangan tentang program redistribusi tanah oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Kendal, para pemangku kebijakan telah melakukan semua yang
mereka bisa untuk menyukseskan program tersebut.
Implementasi Redistribusi TORA dalam Peraturan Perundang-undangan
Melihat Hasil Penelitian pada Bab 3 (tiga) di atas, yaitu dalam
rangka suksesnya program redistribusi tanah objek reforma agraria dalam 7 (tujuh)
program besar Salah satu tujuan dari Peraturan Presiden tentang Reforma Agraria ini
adalah untuk melakukan kegiatan redistribusi tanah, yang merupakan salah satu
tujuan penting untuk mewujudkan keadilan dengan mengurangi perbedaan antara
siapa yang memiliki dan menguasai tanah dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun
2018 mengenai Reforma Agraria, ketentuan Beleid ini yang ditandatangani
Presiden pada 24 September 2018, dan diundangkan pada tanggal 27 September
2018, mencakup sejumlah poin penting yang berfungsi sebagai dasar teknis untuk
menjalankan reforma agraria.
Objek TORA
Dimana berdasarkan Hasil Penelitian lapangan juga ditemukan beberapa hal
dalam rangka ketepatan tujuan program yang Dimana pelaksanaan ini yang
berkaitan dengan penentuan subjek objek penerima TORA sudah sesuai dengan� Perpres 86/2018 yaitu pada status legalitas
tanah sebelum di jadikan Tanah Objek Landreform terdahulu dilakukan pengamatan
dan kajian atas informasi di wilayah studi yang didapat dari masyarakat dan
kantor pertanahan Kabupaten kendal bahwasanya tanah itu merupakan tanah negara
bebas yang di manfaatkan oleh masyakat baik orang perorangan tersebut secara
bertahun-tahun sejak tahun 1960an. Yaitu tanah Negara yang sudah dikuasi oleh
Masyarakat sesuai dengan ketentuan pasal 7 Perpres 86/2018 apada ayat 1 poin (i
angka 4) yaitu jenis tanah � tanah yang memenuhi persyaratan penguatan hak
rakyat atas tanah, meliputi: angka 4). Tanah Negara yang sudah dikuasai
masyarakat. Kesimpulannya adalah Tanah-tanah yang diredistribusi adalah
tanah objek landreform yang secara fisik dan yuridis cleαn αnd
cleαr dan bukan tanah sengketa atau yang di-clαim pihak lain.
Subjek TORA
Subjek atau pengguna manfaat adalah calon penerima tanah objek� reforma
tersebut, yang dimana sudah dilakukan verifikasi oleh aparat desa dan pihak
kantor petanahan kabupaten kendal melalui verifikasi dan validasi data subjek
yang dibarengi dengan hal-hal administrasi dan teknis lainnya dalam memperoleh
Hak atas TORA dimaksud. Bahwasanya sudah tepat karena sesuai dengan perpres
86/2018 yaitu memenuhi unsur apa yang ada dalam pasal 12 ayat 1 poin a yaitu
subjek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam� Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11
terdiri atas: orang perseorangan, dan orang perseorangan sebagaiamana
dimaksud pada ayat (1) hurf a juga memenuhi kriteria WNI, berusia paling rendah
18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah; dan bertempat tinggal diwilayah
objek redistribusi tanah. Juga subjek penerima merupakan orang perseorangan
sesuai amanat pasal 12 ayat (3) poin a yaiitu merupakan petani gurem yang
memiliki luas tanah 0,25 (nol koma dua lima) hektare atau lebih kecil dan/atau
petani yang menyewa tanah yang luasannya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk
diusahakan di bidang pertanian sebagai sumber kehidupannya. Kesimpulannya
adalah Subjek memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961, Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma
Agraria dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Proses pelaksanaan TORA
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan bahwasanya proses sudah
dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan redistribusi TORA yang
dapat digambarkan secara garis besar sebagai berikut, bahwasanya dalam tahapan
pelaksanaan yang dimulai dari A. Manajemen Persiapan dan Perencanaan; B.
Penguasaan Objek Redistribusi Tanah; C. Redistribusi Tanah; D. Fasilitasi
Pembinaan Petani Penerima Tanah; point D inilah yang dalam hasil penelitian
lapangan belum terlihat secara nyata dapat dilakukan oleh KANTAH yang berkaitan
dengan hal-hal seperti :
1. Memberikan
pemahaman kepada subjek penerima tanah dapat menggunakan dan memanfaatkan
tanahnya secara optimal sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya; pemahaman
seperti apa yang perlu penjabaran lebih lanjut dilapangan dan ini tidak
ditemukan bentuk dan mekanisme pelaksanaan secara nyata diterima oleh penerima
/Subjek TORA dilapangan, sehingga berlalu seperti biasa ketika penyerahan
sertipikat berlangsung berjalan begitu saja, tanpa ada proses monitoring dan
evaluasi yang berkelanjutan sampai dua tahun terakhir ketika sertipikat
diterima oleh Masyarakat pada akhir tahun 2018.
2. Memberikan
pemahaman kepada subjek penerima tanah agar tidak mengalihkan hak atas tanahnya
kepada pihak lain untuk tujuan konsumtif dan atau pihak lain yang sekiranya
dapat memiskinkan dirinya sendiri; dalam ketentuan ini agak kontrak dengan
Dimana ketentuan yang tidak membolehkan menjual belikan kepada pihak lainnya,
sehingga idealnya pengawasannya sampai dengan bagaimana proses sertipikat ini
tidak boleh juga diagunkan ke Lembaga keuangan apapun, karena di takutkan akan
gagal bayar sehingga dengan sendirinya jaminan berupa sertipikat akhirnya
beralih ke pihak lainnya.
3. Subjek
penerima tanah dapat memanfaatkan sertipikat yang telah diterima untuk
meningkatkan produktifitas tanahnya; sama halnya point c diatas bahwa penerima
manfaat tidak sertamerta ketika bicara peningkatan produktifitas menggadaikan
sertipikatnya ke Lembaga keuangan atau lainnya, sehingga diperlukan pengawasan
yang ketat dari instansi lainnya yang Dimana KANTAH tida bisa menjangkau
terlalu jauh perihal dimaksud.
4. Menggali
potensi akses lain yang dibutuhkan; dalam hal ini lagi-lagi juknis belum secara
gambling itu merupakan bentuk intervensi arah tujuan yang idealnya dijalankan
oleh stakeholder lainnya yang mengurusi hal teknis pemanfaata lahan yang
diterima.
5. Memastikan
upaya fasilitasi dan mendorong penerima tanah untuk membentuk kelompok tani
yang pada gilirannya kelompok tani tersebut dapat difasilitasi melalui
koordinasi lintas sektor guna penyediaan akses dalam rangka peningkatan
kapasitas penerima tanah dan akses terhadap sumber-sumber produksi dan/atau
pasar. Dalam kegiatan penelitian dilapangan tidak ditemukan Upaya fasilitasi
ini untuk mendorong penerima tanah dala membentuk kelompok tani yang di
inisiasi Lembaga lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan untuk
peningkatan sumber-sumber produksi yang di Kelola oleh petani penerima,
sehingga diperlukan Upaya yang nyata oleh pemerintah dalam hal ini negara untuk
dapat mengintervensi dalam bentuk pelaksana lapangan untuk efektifitas program
semua fasilitasi bina penerima yang terstruktur, terukur, dan terarah.
Manfaat Ekonomi Dalam pelaksanaan Redistribusi TORA
Program reformasi pertanahan telah dicoba di Indonesia pada tahun
1960an, namun hanya terdapat sedikit bidang tanah dan petani produktif. Oleh
karena itu, pada masa pemerintahan Orde Baru, program reformasi pertanahan
dihentikan, namun digantikan oleh program sertifikasi, pemukiman kembali dan
pengembangan lahan milik masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan akses
manusia terhadap tanah. Meskipun banyak perbaikan dilakukan terhadap
undang-undang dan peraturan pertanian pada waktu itu secara nasional
diberlakukan, dan selama periode reformasi, tidak ada program reformasi
pertanahan yang besar dan utuh. Pada dasarnya, ada empat syarat penting dalam reforma
agraria itu sendiri: pengetahuan dan kemauan pemimpin politik, organisasi
petani yang kuat, ketersediaan seluruh data, dan dukungan finansial yang
memadai. Saat ini karakteristik keempat komponen tersebut masih lemah pada
kenyataannya, sehingga dapat dikatakan masih sulit untuk melaksanakan land
reform secara simultan dan komprehensif di Indonesia yang berdampak pada
Kesejahteraan umum alih-alih pada usaha pengelolaan sumberdaya alam
berkelanjutan yang akan dinikmati oleh anak cucu kita semua dimasa depan.
Adapun manfaat yang diterima oleh penerima redistribusi adalah
masyarakat mendapatkan hak legalitas asset selain itu, perpres ini mengatur
cara menangani sengketa dan konflik agraria adalah soal tujuan dalam rencana
tujuan nasionak yang akan meredistribusi TORA sebanyak 4,5jt Hektar Lahan yang
dipersiapkan secara nasional, untuk program redistribusi TORA dalam studi kasus
di wilayah kabupaten Kendal, khususnya desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo,
Kabupaten Kendal ini memang kecil secara nasional hanya sebatas �24Ha dan kami
melihat bahwa penerapan aturan dimaksud sudah sangat tepat dan sesuai dengan
mekanisme Buku Petunjuk teknis dalam Menentukan Subjek/Objek Tanah Objek dan
proses pelaksanaan Reforma Agaria dimaksud dalam 7 (tujuh) program besar tujuan
dari Perpres Reforma Agraria ini, yaitu pertama, mengurangi
ketidaksamaan atau kesenjangan dalam penguasaan dan pemilikan tanah melalui
penerapan redsitribusi berkeadilan; kedua, menangani sengketa dan
konflik agraria; ketiga, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan
bagi masyarakat yang berbasis agrarian (tanah) melalui pengaturan penguasaan,
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; dan keempat, menciptakan
lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan; kelima, meningkatkan akses
masyarakat ke sumber ekonomi; keenam, meningkatkan ketahanan dan
kedaulatan pangan; dan ketujuh, meningkatkan dan mempertahankan kualitas
lingkungan hidup yang baik dan berkesinambungan.
Dalam rangka kaitannya dengan penulisan ini sangat relevan bahwasanya
tujuan tujuh besar dimaksud sangat beralasan karena rakyat akan mendapatkan
kepastian hukum akan hak penguasaan/kepemilikan/penggunaan juga pemanfaatan
lahan secara maksimal, memperkecil atau bahkan meniadakan konflik soal
pertanahan, menciptakan sumber kemakmuran/kesejahteraan, menciptakan lapangan
pekerjaan tentu dalam rangka mengurangi kemiskinan ekstrim, ada akses ke sumber
ekonomi, termasuk juga di dalamnya ketahanan pangan dan yang terakhir juga
tidak kalah penting kualitas lingkungan hidup yang berkelanjutan. Tetapi
catatan penting dalam kegiatan dimaksud agar program ini dapat secara efektif
dapat berjalan dan sesuai dengan tujuan besar daripada amanat Undang-Undang
Dasar 1945, amanat Perundang-undangan teknis lainnya saya kira perlu memberikan
suatu manfaat yang lebih luas lagi baik terhadap Subjek dan Objek berkaitan
dengan keberpihakan terhadap Sumberdaya Alam berkelanjutan dan memberikan
dampak yang positif bagi nilai-nilai kesejahteraan masyarakat umum yang menjadi
tujuan besar bangsa indonesia.
Konsep Politik Hukum Terhadap Pelaksanaan Progam Redistribusi
Kemakmuran dan kesejahteraan adalah prinsip yang
ditegakkan oleh pendiri bangsa dan pemerintah Indonesia saat ini, dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 1945, yang berbunyi, "Pemerintah melindungi segenap Bangsa dan seluruh tumpah darah,
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa." Sejujurnya,
sebagian besar negara mengejar gagasan negara kesejahteraan. �Konsep "negara kesejahteraan" secara
singkat dapat didefinisikan sebagai konsep di mana pemerintah dianggap memiliki
peran penting dalam menjamin kesejahteraan setiap warga negaranya. Ciri dasar
konsep ini adalah adanya program keadilan sosial bagi masyarakat dan program yang menjamin
kesejahteraan masyarakat. Konsep Welfare State tidak terbatas pada ideologi atau sistem konstitusi
suatu negara. Karena, tidak peduli ideologinya, suatu negara menjalankan
beberapa tugas untuk menjaga ketertiban, kemakmuran, kesejahteraan, dan,
terakhir, keadilan bahkan perdamaian dunia. Ini menunjukkan bahwa pemerintah
Indonesia akan menyelenggarakan program jaminan keadilan sosial yang berlaku
untuk seluruh warganya melalui berbagai kebijakan yang sudah ada untuk membantu
mereka yang dianggap kurang mampu. Memang, secara konstitusional, Indonesia
menganut negara Kesejahteraan, meskipun demikian, makna kesejahteraan
sebenarnya semakin bertentangan dengan gagasan awal tentang kesejahteraan
negara jika dilihat secara praktis di lapangan. Karena fakta bahwa banyak pasal
dan undang-undang Indonesia hanya berisi aturan tertulis yang tidak
dilaksanakan secara penuh oleh penyelenggara negara baik pusat dan daerah. Di
sinilah peran dan tanggung jawab negara untuk membangun negara yang sejahtera
berkeadilan atau kemakmuran. Studi tesis ini menganalisa teori dan praktik
negara kesejahteraan dan menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan aturan
hukum positif dalam bentuk kebijakan pemerintah tidak berfungsi dengan baik
sebagai alat untuk mengubah masyarakat dalam kaitannya dengan peningkatan
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat.
����������� Dalam Konstitusinya,
Indonesia menyatakan tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagai yang ditunjukkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD 1945),� juga
merupakan Staatfundamentanorm, bahwa tujuan dibentuknya Negara Kesatuan
Republik adalah; (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia, (2) memajukan Kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan
bangsa, (4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social (Putra, 2016). Selama bertahun-tahun, kebijakan pertanahan nasional telah mendukung
kebijakan makro ekonomi nasional yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi
semata-mata, bukan pada penataan aset produksi, tetapi pada peningkatan
produktivitas. Tujuan pembangunan ekonomi adalah untuk mencapai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang pada gilirannya akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat (trickle down effect). Namun, kebijakan seperti ini
membuat petani gurem dan rakyat kecil terpinggirkan pada
akhirny meningkatkan konflik dan sengketa pertanahan (Rachman, 2017). Untuk menyelesaikan masalah tersebut, ketika kebijakan reformasi
agraria digunakan untuk mengubah cara penguasaan, kepemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah menjadi lebih berkeadilan, penting untuk menekankan upaya
untuk mengatur aset, yaitu tanah, agar lebih berkeadilan didalam kepemilikan
oleh masyarakat. Selain itu, perlu ada penataan akses bagi mereka yang menerima
tanah hasil reformasi agraria, baik dalam hal permodalan maupun bantuan lainnya
(Arisaputra & SH, 2021), agar kehidupannya dapat diperbaiki untuk menjadi lebih baik. Karena
ketimpangan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah
menyebabkan masalah sosial dan kemiskinan, penting untuk menata akses
masyarakat kecil terhadap aset, yaitu tanah. Seperti yang ditunjukkan oleh
Hasil Penelitian World Bank tahun 2000/2001, tingkat kerentanan masyarakat
terhadap kemiskinan disebabkan oleh lack of assets (Supriatna, 2021). (kekurangan atau kesenjangan asset dalam hal ini adalah kepemilikan
tanah).
Kebijakan redistribusi tanah merupakan bagian dari Reforma Agraria yang
digagas pemerintah sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5
Tahun 1960 pada tanggal 24 September 1960. Dalam konteks Reforma Agraria tujuan
utamanya adalah untuk mencapai hasil yang maksimal, kesejahteraan rakyat yang
juga berarti memahami makna kesejahteraan dan kesejahteraan sering diartikan
sebagai kebahagiaan dan berkembangnya perekonomian masyarakat sesuai dengan
budaya dan adat istiadat setempat. Lebih lanjut, Reforma Agraria atau disebut
juga pembaharuan agraria diatur dalam Ketetapan MPR Nomor XIX/MPR/2001 tentang
Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, yang kemudian
diimplementasikan dalam Agenda Nawacita I Era Jokowi-Jusuf Kalla dan sampai
hari ini khususnya di bidang pertanahan yang menekankan pada pentingnya
kelestarian lingkungan hidup, kepemilikan tanah sebagai hak setiap warga negara
Indonesia. Agenda Nawacita tersebut dilanjutkan melalui RPJMN 2015-2019 yang
lebih fokus pada kepastian hukum hak atas tanah, seperti pendaftaran hak atas
tanah dengan memberikan sertifikat kepada masyarakat kurang mampu secara
ekonomi, serta penetapan batas antara hutan dan non hutan. Selain itu,
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Reforma Pertanahan disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa program
redistribusi tanah dapat meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi Masyarakat,
sebagai berikut:
a. Memperbaiki kondisi sosial ekonomi masyarakat
dengan memperkuat Hak Milik dan mengefektifkan pendayagunaan hak milik.
b. Meningkatkan produktivitas nasional khususnya
pada sektor pertanian untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat.
Dengan demikian, pelaksanaan kebijakan program redistribusi tanah di
Desa Ngargosari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, merupakan perjalanan
salah satu langkah untuk mencapai tujuan yang diambil pemerintah untuk dalam
rangka mengatasi kesenjangan dalam hal kepemilikan, penguasaan dan pemanfaatan
tanah setelah mempertimbangkan dan ini sesuai dengan tujuan Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria dan tujuan dalam Agenda Nawacita
Presiden Joko Widodo, Peraturan tersebut mengatur tentang kebijakan
redistribusi tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program redistribusi
tanah merupakan bagian dari program Landreform. Tentu saja pelaksanaan
program redistribusi tanah ini bertujuan untuk memajukan pembangunan
perekonomian secara umum, khususnya dalam pengembangan masyarakat petani.
Sasaran utamanya adalah meningkatkan taraf hidup petani kecil dan petani
marginal atau gurem seperti masyarakat di Ngargosari ini. Salah satu tujuan
reformasi pertanahan adalah menjamin pemerataan sumber penghidupan bagi petani,
yaitu tanah, sehingga tercipta keadilan sosial melalui pemerataan hasil
redistribusi yang terlaksana.
Dalam pelaksanaan yang digambarkan tentu ada hal yang patut kita
Perhatikan bahwasanya sesuatu aturan sudah berjalan namun masih banyak hal yang
harus diperbaiki dan bahkan di kritisi secara akademik dapat
dipertanggungjawabkan kajian itu karena berdasarkan penggalian informasi dan
data yang diperoleh selama pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan dengan
mengkompilasi dari bahan data primer maupun bahan data sekunder yang didapat
untuk dapat dianlisis dalam kerangka tujuan hukum kedepan yang lebih baik guna
menciptakan pendapat hasil analisi berdasarkan teori-teori yang dipakai,
diantaranya dalam rangka mencapai negara Kesejahteraan dan tentu juga bertumpu
pada keberlanjutan sumberdaya alam yang dikelola dengan memperhatikan
norma-norma lingkungan hidup yang Jika sumber daya alam dieksploitasi secara
berlebihan, mereka akan habis dan berdampak pada kualitas lingkungan.
Penurunan cadangan, atau stok carbon dan alinnya, disebabkan oleh penurunan
jumlah sumber daya alam yang makin sempit dan rusak. Namun, cadangan baru
mungkin muncul seiring dengan perubahan sumber daya alam yang dikelola dengan
baik. Namun, dampak lingkungan akibat pengembangan sumber daya alam dapat
bersifat langsung atau tidak langsung terhadap sumber daya alam yang ada, dan
dapat bersifat positif atau negatif, atau menurunkan kualitas lahan yang ada.
jika dilakukan hal-hal yang tidak bertanggungjawab terhadap pengelolaannya.
Berkenaan dengan studi tesis ini�
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, walaupun program pelaksanaan
redistribusi TORA di wilayah studi berjalan dengan baik dan� berhasil dalam rangka memberikan Hak
Kepemilikan (Legalisasi Aset) yang merupakan salah satu tujuan dari RA, maka
juga perlu diperhatikan bagaimana lingkungan hidup dapat terjaga dengan baik,
sepanjang penelitian ditemukan beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam
hal pengelolaan sumberdaya alam yaitu penggunaan pestisida dan bahan plastik
dalam proses pertanian/perkebunan yang ada harus di Perhatikan dan di evaluasi
setiap tahun dengan cara edukasi dan lainnya sebagainya oleh stakeholder atau
pemangku kepentingan lainnya, sebagai wujud untuk menjaga kondisi alam yang
tetap subur dan dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan, dan disini
diperlukan program tersendiri dalam rangka menjaga semua itu.
Berdasarkan hal di atas, kita dapat mengatakan bahwa pemerintah
mempunyai kekuasaan atas sumber daya alam seperti tanah, air, dan kekayaan yang
terkandung di dalamnya. Pemerintah mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan
memantau penggunaan dan eksploitasi sumber daya alam yang dikendalikan oleh
pemerintah daerah atau otoritas tertentu, maka dengan itu diperlukan suatu
kebijakan dan kelembagaan apapun kedepan dalam rangka menjaga bahwa reforma
agraria harus dibarengi dengan kegiatan yang lebih nyata bukan hanya masalah
dalam kertas saja yaitu bina penerima atau sejenisnya tetapi kenyataan
masyarakat penerima tidak merasakan hal itu sebagaimana mestinya, yang dimana
dampak-dampak dari penyerahan sertipikat dan lain sebagainya tidak terjaga
sebagai asset yang dapat dimanfaatkan benar oleh subjek penerima dan
pengelolaan lahan jangan sampai merusak lingkungan hidup yang ada, dan
kedepannya yang merugi adalah bangsa ini dalam rangka tujuan besar membuat
sekat-sekat kemiskian kian terkikis, malah kedepan karena tidak terjaganya
proses pasca penerimaan redistribusi itu akhirnya menjadi boom waktu baik dari
segi sosial masyarakat dan lingkungan hidup.
SIMPULAN
Program TORA yang telah dilaksanakan secara optimal di
lokasi studi baru pada tahap penataan aset dan belum pada tahap penataan akses.
Hal ini terutama karena Program TORA masih dipersepsikan sebagai domain kerja
dari Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal yang secara struktural berada di bawah
Badan Pertanahan Nasional/Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Belum berjalan
koordinasi dan keterpaduan prioritas program lintas sektor di lapangan,
khususnya dengan dinas terkait yang merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten
Kendal. Kondisi ini menjadikan dinas terkait belum menjadikan Program TORA
sebagai prioritas dalam program pembangunannya, terlebih dengan keterbatasan
APBD untuk biaya pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Arisaputra,
M. I., & SH, M. K. (2021). Reforma agraria di Indonesia. Sinar
Grafika (Bumi Aksara).
Chomsky, N.
(2022). Politik Kuasa Media. Jalan Baru Publisher.
Earlene,
F., & Djaja, B. (2023). Implikasi kebijakan reforma agraria terhadap
ketidaksetaraan kepemilikan tanah melalui lensa hak asasi manusia. Tunas
Agraria, 6(2), 152�170.
Jimly
Asshiddiqie, S. H. (2021). Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia.
Sinar Grafika.
Nugroho, S.
S., & Elviandri, E. (2018). Memayu hayuning bawana: Melacak
spiritualitas transendensi hukum pengelolaan sumber daya alam berbasis kearifan
masyarakat Jawa.
Nurhamani,
A. (2024). Reforma Agraria Dan Tembok Ego Sektoral: Merumuskan Alternatif
Penyelesaian. Bina Hukum Lingkungan, 8(2), 189�213.
Pratiwi, M.
L. A. (n.d.). Peran Kantor Kementrian Agraria Dan Tata Ruang/BPN Kota Palu
Dalam Menyelesaikan Permasalahan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Ganda Di Kota
Palu. Tadulako Master Law Journal, 7(2), 307�327.
Putra, R.
P. S. (2016). Implementasi Hak Recall Oleh Partai Politik Menurut
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Studi Recall Terhadap Fahri Hamzah Oleh Pks.
Rachman, N.
F. (2017). Land Reform dan gerakan agraria Indonesia. INSISTPress.
Sh, M. H.
(2023). Kepailitan Bumn Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum.
Penerbit Alumni.
Sumardjono,
M. S., Simarmata, R., & Wibowo, R. A. (2018). Penyelesaian masalah
penguasaan dan pemanfaatan kawasan hutan untuk perkebunan sawit rakyat. Kehati,
Jakarta.
Supriatna,
J. (2021). Pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Wicaksono,
A., & Purbawa, Y. (2018). Hutang negara dalam reforma agraria studi
implementasi mandat 9 juta hektar tanah Indonesia. BHUMI: Jurnal Agraria Dan
Pertanahan, 4(1), 24�38.
Yuniarti,
T., Jayadisastra, Y., Lusianawati, H., Nathanael, G. K., Saragih, R., Syaban,
A., Husen, O. O., Prasetyo, K., & Far, R. A. F. (2024). KOMUNIKASI
SOSIAL PEMBANGUNAN TERPADU. TOHAR MEDIA.