Paradigma Integrasi Keilmuan
Dalam Tafsir Salman
� Paradigm of Scientific Integration in Tafsir
Salman
1)* Ahmad Fikri Luqoni, 2) Made Saihu, 3) Mulawarman
Hannase
1,2,3 Universitas PTIQ dan PKU Masjid Istiqlal Jakarta.
*Email: 1) fikr[email protected], 2)[email protected],
3) mhannase@yahoo.com
*Correspondence:
1) Ahmad Fikri
Luqoni
DOI: 10.59141/comserva.v3i12.1270 |
ABSTRAK Dikotomi keilmuan yang memisahkan antara
agama dan sains masih saja terjadi di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan pendidikan. Problematika dikotomi keilmuan tersebut harus
diselesaikan dengan mengintegrasikan keilmuan antara agama dan sains. Penting
kiranya untuk menggali lebih lanjut lagi tentang paradigma integrasi keilmuan
yang terdapat di dalam literatur tafsir Al-Qur`an. Tafsir Salman dapat
dianggap sebagai sebuah karya tafsir ilmiah yang berupaya untuk
mengintegrasikan antara ilmu agama yang bersumberkan pada Al-Qur`an dengan
sains yang bersumberkan pada temuan- temuan ilmiah. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan
interpretatif (interpretative approach) dan jenis penelitian studi
kepustakaan (library research). Hasil penelitian ini melihat bahwa
integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman dilakukan dengan cara memadukan
al-manhaj al-naqli dan al-manhaj al- aqli. Al-manhaj al-naqli yaitu
berupa teks ayat dari setiap surah yang ditafsirkan dan disertai dengan
penjelasan dari beberapa kitab tafsir klasik. Sementara al-manhaj al-aqli dalam
Tafsir Salman menggunakan pendekatan rasional yang dianalisis dari
perspektif sains. Penelitian ini menyimpulkan bahwa paradigma integrasi
keilmuan dalam Tafsir Salman adalah sebuah integrasi-interkoneksi
antara ẖadh�rah al-nash, ẖadh�rah al-�ilm, dan ẖadh�rah
al-falsafah. Dengan adanya integrasi-interkoneksi tiga ẖadh�rah tersebut,
maka agama dan sains dapat saling melengkapi demi kemajuan ilmu pengetahuan
serta dapat menjadi solusi atas pelbagai problematika dikotomi keilmuan dalam
dunia Islam. Kata kunci: Paradigma, Integrasi Keilmuan, Tafsir Salman, Agama, Sains |
ABSTRACT
The
scholarly dichotomy that separates religion and science still persists in both
societal and educational environments. The problematic nature of this scholarly
dichotomy needs to be resolved by integrating the knowledge between religion
and science. It is essential to further explore the paradigm of knowledge
integration found in the literature of Quranic interpretation. Tafsir Salman
can be considered as a scholarly exegesis that seeks to integrate religious
knowledge derived from the Quran with scientific findings. The method used in
this research is qualitative, employing an interpretative approach and a
literature study research design. The results of this research indicate that
knowledge integration in Tafsir Salman is achieved by combining al-manhaj
al-naqli and al-manhaj al-aqli. Al-manhaj al-naqli involves the textual verses
of each surah being interpreted and accompanied by explanations from various
classical exegesis texts. Meanwhile, al-manhaj al-aqli in Tafsir Salman employs
a rational approach analyzed from a scientific perspective. This research
concludes that the paradigm of knowledge integration in Tafsir Salman is an
interconnected integration between ẖadh�rah al-nash, ẖadh�rah
al-�ilm, and ẖadh�rah al-falsafah. Through the integration of these three
heritages, religion and science can complement each other for the advancement
of knowledge and can provide solutions to various scholarly dichotomies within
the Islamic world..
Keywords:
Paradigm,
Knowledge Integration, Tafsir Salman, Religion, Science
PENDAHULUAN
Harvey
Cox dalam bukunya yang berjudul �The
Secular City: Secularization and Urbanization in Theological Perspective,� menyatakan
bahwa dunia alam semesta perlu dikosongkan dari nilai-nilai rohani dan agama,
yang dalam istilahnya disebut disenchantment
of nature (Cox, 2013). �Menurutnya, pengosongan dunia dari nilai-nilai
rohani dan agama adalah suatu prasyarat yang sangat penting untuk kemajuan ilmu
pengetahuan umum (sains) (Cox, 2013). Pernyataan
Cox ini mengindikasikan perlunya memisahkan nilai-nilai agama dari ilmu
pengetahuan umum (sains) yang pada akhirnya menimbulkan dikotomi keilmuan.
Problematika
dikotomi keilmuan masih saja terjadi, baik di lingkungan masyarakat maupun di
lingkungan pendidikan. Sebagaimana diungkapkan oleh Abdullah bahwa kondisi
tersebut disebabkan karena adanya pandangan umum di masyarakat yang menyatakan
bahwa ilmu agama dan ilmu umum merupakan dua bidang yang tidak dapat
dipertemukan. Kedua bidang ini memiliki domain masing- masing yang terpisah
baik dalam hal objek formal maupun material, status teori, kriteria kebenaran,
metode penelitian, dan peran ilmuwan. Bahkan, perbedaan ini juga mencakup
hingga ke lembaga-lembaga yang menyelenggarakannya (Abdullah, 2006).
Pemisahan
antara ilmu agama dan ilmu umum akan mengakibatkan suatu ilmu pengetahuan
menjadi terbebas dari nilai-nilai rohani dan agama. Hal tersebut tentunya dapat
berdampak negatif pada karakter peradaban manusia karena dapat menyebabkan
terjadinya demoralisasi, (Muali & Qodratillah, 2018) yang pada
gilirannya dapat menghasilkan karakter yang negatif. Adapun dampak lain dari
dikotomi ilmu adalah timbulnya krisis nilai dalam peradaban manusia, di mana
ilmu pengetahuan dianggap bebas nilai (Aiwani & Aulia, 2023). Akibatnya, umat manusia terperangkap dalam jaringan sistem rasionalitas
ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang memiliki pendekatan humanis.
Sehingga, manusia modern akan menghadapi kekosongan dalam landasan moral dan
kurang mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dalam aspek nilai-nilai ketuhanan (Nurbaiti & Taufik, 2020).
Sudah
seharusnya problematika dikotomi keilmuan tersebut harus diselesaikan dengan
mengintegrasikan keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Pentinglah kiranya
untuk menggali lebih lanjut lagi tentang paradigma integrasi keilmuan yang
terdapat di dalam literatur tafsir Al-Qur`an. Al-Qur`an sebagai sumber ilmu
pengetahuan yang komprehensif, tidak mendikotomikan antara ilmu agama dan ilmu
umum (sains) (Iskandar, 2016). Al-Qur`an
mengandung sekitar 750 ayat yang terkait dengan beragam disiplin ilmu, baik
secara langsung maupun tidak langsung, seperti kosmologi, geologi, kedokteran,
dan bidang keilmuan lainnya (Hanafi, 2010).
Ada
beberapa tafsir dengan corak �ilmi yang
menafsirkan Al-Qur`an dengan pendekatan sains ilmiah. Salah satunya adalah Tafsir Salman, sebuah tafsir ilmiah atas
Juz �Amma yang menafsirkannya dengan
pendekatan ilmu pengetahuan (sains). Tafsir
Salman berupaya untuk mengintegrasikan antara ilmu agama yang bersumberkan
pada Al-Qur`an dengan sains yang bersumberkan pada temuan- temuan ilmiah. Tafsir Salman tetap menghormati
tafsir-tafsir klasik dari tradisi Islam yang sudah mapan (al-turats), sambil memberikan pandangan alternatif yang segar dan
penuh pencerahan. Tafsir Salman selalu
membandingkan dengan tafsir-tafsir ilmiah sebelumnya, dan penggunaan
sumber-sumber penelitian terbaru dikonfirmasi oleh berbagai pakar dari bidang
ilmiah yang relevan (ITB, 2014).
Pentingnya
penelitian ini, adalah untuk membuktikan bantahan terhadap pernyataan yang
disampaikan oleh Harvey Cox, lewat integrasi keilmuan yang terdapat di dalam Tafsir Salman. Melalui paradigma
integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman, diharapkan
dapat mengurai problematika dikotomi keilmuan yang masih terjadi, baik di
lingkungan masyarakat maupun di lingkungan pendidikan. Dengan merubah paradigma
dikotomi keilmuan menjadi paradigma integrasi keilmuan, maka selanjutnya akan
menghasilkan individu-individu yang seimbang dalam penguasaan ilmunya.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif dengan pendekatan interpretatif (interpretative approach) (Samsudin, 2019). Kemudian jenis
penelitian ini adalah studi kepustakaan (library
research), (Baidan & Aziz, 2016) sehingga sumber data
penelitian ini adalah kitab Tafsir Salman
dan literatur tentang integrasi keilmuan dalam berbagai perspektif, serta
segala kajian ilmiah baik dari buku, jurnal, atau sumber lainnya yang relevan
dan terkait dengan pembahasan integrasi keilmuan maupun pembahasan tentang Tafsir Salman. Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah dengan cara mengumpulkan semua sumber data untuk
dijadikan satu bahasan yang akan dianalisis. Data yang telah dikumpulkan
kemudian dianalisis, diolah, ditata, dan disederhanakan (reduksi) secara cermat
agar dapat mengerucut dan mengantarkan kepada simpulan (Suwartono, 2014). Peneliti menganalisis
data yang telah dikumpulkan tersebut dengan menggunakan analisis eksplanatori (Samsudin, 2019).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perpaduan al-Manhaj al-Naqli dan
al-Manhaj al-Aqli dalam Tafsir Salman sebagai Upaya Integrasi Keilmuan
Perpaduan al-manhaj
al-naqli dan al-manhaj al-aqli dalam
Tafsir Salman menjadi sebuah contoh
yang sangat menginspirasi tentang bagaimana integrasi keilmuan dapat membentuk
landasan pemahaman Al-Qur`an yang lebih holistik dan kontemporer. Di zaman
modern ini, ilmu pengetahuan sangat dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman
(Gade, 2020). Maka, sudah saatnya ilmu agama dan sains harus
diintegrasikan agar menghasilkan pemahaman yang lebih harmonis, holistik, dan
komprehensif (Arifudin, 2016).
Perpaduan al-manhaj
al-naqli dan al-manhaj al-aqli dalam
Tafsir Salman adalah bukti konkret
dari upaya integrasi keilmuan yang luar biasa. Melalui karya ini, kita dapat
menyaksikan bagaimana tradisi agama dan ilmu pengetahuan (sains) dapat bersatu
dengan harmoni untuk mendalami pemahaman Al-Qur`an dengan lebih mendalam dan komprehensif.
Hal ini dapat dipahami bahwa ilmu agama dan sains dapat saling melengkapi
dengan mengintegrasikan ayat qauliyah dan
ayat kauniyah yang dapat menjadi
sarana penting untuk meningkatkan iman dan takwa (FITHRIANI GADE,
2020).
Pendekatan al-manhaj
al-naqli dalam Tafsir Salman tetap
menghormati dan merujuk� kepada� tafsir-tafsir�
klasik� yang� telah�
menjadi� pijakan� kuat�
dalam pemahaman Al-Qur`an (ITB, 2014). Tradisi ini memberikan fondasi yang kuat dan
memastikan bahwa pemahaman Al-Qur`an tidak melenceng dari ajaran Islam yang
baku (al-turats). Ini adalah langkah
yang penting untuk menjaga keotentikan ajaran agama. Di sisi lain, Tafsir Salman juga tidak menutup mata
terhadap realitas zaman modern yang diwarnai oleh ilmu pengetahuan dan
perkembangan teknologi. Dengan pendekatan al-manhaj
al-aqli, karya ini mengundang pembaca untuk berpikir kritis dan merenungkan
pesan-pesan Al-Qur`an dalam konteks ilmu pengetahuan yang lebih luas. Para
penulis Tafsir Salman dengan
bijaksana menggunakan sumber- sumber riset terbaru dalam ilmu pengetahuan,
termasuk sains, dan menguji kebenarannya melalui kolaborasi dengan pakar-pakar
yang kompeten dalam berbagai bidang ilmiah (ITB, 2014).
Perpaduan al-manhaj
al-naqli dan al-manhaj al-aqli dalam
Tafsir Salman bukan hanya merupakan
suatu pendekatan interpretasi terhadap Al-Qur`an, tetapi juga menjadi tonggak
penting dalam mengukuhkan paradigma integrasi ilmu pengetahuan dan harmonisasi
antara agama dan sains dalam dunia Muslim (Permono, 2018). Model ini membawa manfaat yang tak ternilai dalam
dua aspek kunci. Pertama, Tafsir Salman menjadi
suatu teladan bagi paradigma integrasi ilmu pengetahuan dengan memadukan al-manhaj al-naqli dan al-manhaj al-aqli (ITB, 2014). Ini menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan (sains) dan agama, jauh dari saling bertentangan, sebenarnya dapat
melengkapi satu sama lain. Dengan menghormati warisan klasik Islam dan
merangkul ilmu pengetahuan modern, Tafsir
Salman menciptakan jembatan yang kuat antara tradisi dan konteks
kontemporer. Paradigma ini memungkinkan para pembaca untuk mendekati Al-Qur`an
dengan pemahaman yang lebih luas dan mendalam, sekaligus menjaga kesucian dan
autentisitas ajaran agama.
Kedua, model ini memberikan
dorongan penting kepada umat Muslim untuk menjadi kreatif dan inovatif dalam
penelitian (Permono, 2018). Dengan memanfaatkan temuan ilmiah terbaru, Tafsir Salman memberikan contoh bahwa
sains bukanlah sebuah ancaman bagi agama, melainkan sebuah sarana untuk
memahami dunia dengan lebih baik. Dalam proses penyusunan tafsir ini,
pakar-pakar berkompeten dari berbagai bidang ilmiah diajak berkontribusi,
menciptakan sebuah budaya kerjasama antara agama dan sains yang saling
menguntungkan. Selain itu, Tafsir Salman juga
merangsang umat Muslim untuk aktif berpartisipasi dalam penelitian ilmiah,
mengeksplorasi dan mendalami pesan-pesan Al-Qur`an dengan metode yang lebih
kritis dan mendalam. Hal ini merangsang semangat inovasi dalam pemahaman agama
dan penelitian, yang pada gilirannya dapat menghasilkan ilmu pengetahuan baru
yang memberi manfaat bagi umat manusia secara keseluruhan.
Perpaduan al-manhaj
al-naqli dan al-manhaj al-aqli dalam Tafsir Salman bukanlah
semata-mata penggabungan dua pendekatan, tetapi juga merupakan wujud dari
sebuah upaya integrasi keilmuan yang bertanggung jawab dan otoritatif. Al-manhaj
al-naqli dalam Tafsir Salman adalah berupa teks ayat dari setiap
surah yang hendak ditafsirkan, berserta telaah kebahasaannya, disertai pula
dengan penjelasan dari kitab tafsir klasik yang terdahulu (al-turats).
Al-manhaj al-naqli tersebut kemudian dipadukan dengan al-manhaj al-aqli yang
berupa Tafsir Ilmiah Salman pada setiap surah yang ditafsirkan. Pada bagian
Tafsir Ilmiah Salman itulah terdapat suatu penafsiran ilmiah terhadap setiap
surah dengan menggunakan pendekatan rasional dan analisis dari berbagai
perspektif ilmu pengetahuan (sains). Perpaduan al-manhaj al-naqli dengan
al-manhaj al-aqli tersebut menggambarkan bentuk integrasi keilmuan yang
mengintegrasikan ayat qauliyah (Al-Qur`an/Hadis) dan ayat kauniyah (observasi/eksperimen/penalaran
logis).
Integrasi Keilmuan dalam Tafsir Salman Mencakup
Hadh�rah al-Nash, Hadh�rah al-�Ilm, dan Hadh�rah
al-Falsafah
Integrasi keilmuan adalah
suatu konsep yang muncul sebagai respons terhadap tantangan kompleksitas dunia
kontemporer. Saling terhubung antar disiplin ilmu akan lebih membantu manusia
dalam memahami kompleksitas kehidupan yang dihadapinya (Abdullah,
2006). Integrasi-interkoneksi
tiga ẖadh�rah, secara detail dapat diungkapkan bahwa perlunya
dialektika antara disiplin keilmuan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar
peradaban teks (ẖadh�rah al-nash) yang merupakan penyangga budaya
teks bayani, peradaban ilmu (ẖadh�rah al-�ilm), yakni
ilmu-ilmu empiris yang menghasilkan sains dan teknologi, serta peradaban
filsafat (ẖadh�rah al-falsafah) (Abdullah,
2006).
Hadh�rah
al-nash mencerminkan
kesiapan untuk mempertimbangkan kandungan teks keagamaan sebagai manifestasi
dari dedikasi terhadap keyakinan keagamaan, ẖadh�rah al-�ilm menunjukkan
kesiapan untuk berperan secara profesional, objektif, dan inovatif dalam
disiplin keilmuan yang ditekuni, dan pada akhirnya, ẖadh�rah
al-falsafah mengekspresikan kesiapan untuk menghubungkan isi keilmuan (yang
diperoleh dari ẖadh�rah al-�ilm yang sudah berdialog dengan ẖadh�rah
al-nash) dengan tanggung jawab moral etis dalam kehidupan praktis di tengah
masyarakat. Hadh�rah al-nash menjadi jaminan identitas
ke-Islaman, ẖadh�rah al-�ilm menjadi jaminan profesionalisme dan
keilmiahan, sementara ẖadh�rah al- falsafah menjadi jaminan bahwa
pengembangan ilmu tidak hanya terpaku pada pencapaian akademis yang mewah,
tetapi juga bertujuan untuk memberikan kontribusi yang nyata dan positif dalam
kehidupan masyarakat (Abdullah,
2006).
Hadh�rah
al-nash (penyangga
budaya teks bayani), tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya
keterkaitan dengan ẖadh�rah al-�ilm (sains, teknologi, komunikasi)
maupun dengan ẖadh�rah al-falsafah (etika), dan begitu pula
sebaliknya. Hadh�rah al- �ilm (budaya ilmu/sains), yang
menghasilkan pengetahuan empiris dan teknologi, jika tidak dipandu oleh ẖadh�rah
al-nash (penyangga budaya teks bayani) dan ẖadh�rah
al-falsafah (budaya etik-emansipatoris) yang kokoh, maka tidak akan
memiliki sifat yang mengutamakan kesejahteraan manusia dan lingkungan. Di sisi
lain, ẖadh�rah al-nash (budaya teks) dalam integrasinya dengan ẖadh�rah
al-�ilm (sains) tanpa mempertimbangkan humaniora kontemporer, dapat menjadi
bahaya karena mudah terpengaruh oleh gerakan radikalisme dan fundamentalisme.
Oleh karena itu, diperlukan ẖadh�rah al-falsafah (etik yang
bersifat transformatif-liberatif). Begitu pula, ẖadh�rah al-falsafah (budaya
filsafat) akan menjadi gersang jika tidak terhubung dengan isu-isu keagamaan
yang terdapat dalam ẖadh�rah al-nash (budaya teks) dan apalagi
jika menjauh dari masalah-masalah yang disebabkan dan dialami oleh ẖadh�rah
al-�ilm (budaya ilmu empiris dan teknis) (Abdullah,
2006).
Integrasi keilmuan dalam
konteks tafsir, menunjukkan suatu usaha untuk mengintegrasikan berbagai aspek
keilmuan dalam memahami Al-Qur`an. Tafsir Salman adalah contoh konkret
dari konsep ini, karena mengambil pendekatan yang seimbang antara teks
Al-Qur`an dan pemikiran rasional. Dalam Tafsir Salman, ẖadh�rah
al-nash adalah berupa teks ayat Al-Qur`an beserta makna linguistik dan
telaah kebahasaanya. Tim penulis Tafsir Salman dengan cermat merujuk
kepada ayat-ayat Al-Qur`an untuk memberikan penjelasan dan konteks terhadap
makna- makna yang terkandung di dalamnya. Tafsir Salman menjembatani
pemahaman terhadap pesan-pesan ilahi yang terdapat dalam kitab suci dengan
interpretasi yang lebih kontekstual dan relevan.
Tafsir Salman juga tidak terbatas pada ranah agama saja,
melainkan mencakup integrasi dengan ilmu pengetahuan (sains) yang lebih luas. Hadh�rah
al-�ilm dalam Tafsir Salman adalah berupa penafsiran ilmiah dari
berbagai perspektif sains. Tim penulis Tafsir Salman tidak hanya
bergantung pada penafsiran tradisional, tetapi juga memanfaatkan pengetahuan
modern dan penelitian ilmiah untuk menjelaskan makna ayat Al-Qur`an (ITB, 2014). Ini menciptakan sebuah integrasi dan keselarasan antara pemahaman
agama dan perkembangan ilmu pengetahuan (sains). Karena agama dan sains
mengarah pada kenyataan yang sama, yaitu pengakuan bahwa Allah Swt adalah
sumber dari segala kebenaran (AL-Quran &
Indonesia, 2016). Kemudian terkait dengan
ẖadh�rah al-falsafah, tim penulis
Tafsir Salman tidak hanya membatasi pemahaman Al-Qur`an pada aspek hukum atau
ritual, tetapi juga membahas konsep-konsep filosofis yang terkandung dalam teks
suci. Hal ini membantu pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam dan
filosofis dari ajaran Al-Qur`an. Hadh�rah al-falsafah juga bertujuan
untuk memberikan kontribusi yang nyata dan positif dalam kehidupan masyarakat (di UIN, n.d.).
Beberapa surah Al-Qur`an dalam Tafsir Salman yang
dijadikan sampel penelitan terkait dengan integrasi-interkoneksi tiga
ẖadh�rah diantaranya adalah sebagai berikut:
No. |
Hadh�rah al-Nash |
Hadh�rah al-�Ilm |
Hadh�rah al-Falsafah |
1. |
Teks Q.S. An- Nazi�at/79: 27-33. |
Penciptaan alam semesta ditinjau secara kosmologis. |
Larangan bersikap sombong. |
2. |
Teks Q.S. Asy- Syams/91: 1-6. |
Pengaruh matahari ditinjau dari perspektif astronomis. |
Hikmah adanya matahari. |
3. |
Teks Q.S. Al- �Ashr/103: 1-3. |
Waktu atau masa ditinjau dari perspektif astronomis dan geologis. |
Pentingnya memanfaatkan waktu. |
4. |
Teks Q.S. �Abasa/80: 17-22. |
Penciptaan manusia ditinjau secara embriologis. |
Manusia itu pada dasarnya setara. |
5. |
Teks Q.S. Al- Insyiqaq/84: 19. |
Tingkatan hidup manusia ditinjau dari sisi embriologis. |
Tingkatan nafs (kepribadian) manusia. |
6. |
Teks Q.S. Al- �Alaq/96: 1-5. |
Membaca segala sesuatu ditinjau secara psikologis, informatika, dan
sensor. |
Melibatkan akal dan hati dalam proses pembacaan. |
Rekonseptualisasi
Integrasi Keilmuan antara Agama dan Sains
Rekonseptualisasi integrasi keilmuan antara agama
dan sains melibatkan usaha untuk memahami teks suci agama (Al-Qur`an) dengan
meresapi nilai-nilai ilmiah dan memberikan interpretasi yang lebih kontekstual
terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam, kehidupan, dan
pengetahuan. Upaya untuk menyelaraskan antara agama dan sains memiliki potensi
untuk memperkaya pemahaman manusia terhadap alam semesta dan tujuan hidupnya.
Upaya untuk menyelaraskan antara agama dan sains ini sebelumnya juga pernah di
singgung oleh Barbour dengan relasi integrasi, sebuah relasi yang lebih
sistematis dan luas antara agama dan sains dengan menemukan titik persamaan
yang dapat disatukan sehingga hubungan antara kedua disiplin ilmu tersebut
menjadi lebih dekat (Barbour, 2000).
Islam adalah agama yang komprehensif yang mencakup
semua aspek kehidupan, sehingga pendidikan agama Islam seharusnya mencakup
semua bidang ilmu tanpa membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu
akhirat dan ilmu dunia. Hal ini terbukti dengan adanya ayat pertama yang turun,
yaitu �iqra`� yang berarti �bacalah�.
Perintah untuk membaca ini disampaikan sebelum ayat-ayat Al-Qur`an lainnya,
yang mengarahkan kita untuk membaca tanda-tanda kebesaran Tuhan yang terdapat
dalam seluruh alam semesta. Dengan demikian, pengembangan ilmu pengetahuan
seharusnya tidak membedakan antara ilmu agama dan sains, karena keduanya dapat
melengkapi dan saling mendukung satu sama lain (Ayu, n.d.).
Tafsir
Salman menjelaskan bahwa iqra` dalam Q.S. Al-�Alaq tidak hanya
dapat diartikan dengan membaca teks, tetapi juga berarti membaca alam. Untuk
membaca, manusia telah diberi kelengkapan yang luar biasa oleh Allah Swt.
Namun, kelengkapan tersebut harus senantiasa �dilatih� dengan menjalankan
perintah Allah Swt agar semakin peka. Tujuannya tiada lain agar kualitas
pembacaan semakin meningkat. Hal ini karena pembaca yang ideal adalah yang
mendudukkan aspek spiritual (wahyu) sebagai Sang Raja. Akal menjadi pembantu/asistennya
sedangkan emosi adalah petugas pencarinya (ITB, 2014).
Tafsir
Salman menjelaskan bahwa perintah
membaca dalam Q.S. Al-�Alaq bukan hanya membaca teks saja, melainkan perintah
membaca dunia mikrokosmos dan makrokosmos. Pembacaan ini menuntut kapasitas
yang luar biasa. Perintah iqra` sebenarnya
merupakan perintah membaca fakta-fakta kehidupan dalam kedua kosmos tersebut (ITB, 2014). Artinya perintah membaca dalam Q.S. Al-�Alaq
adalah perintah untuk mengintegrasikan keilmuan dari hasil pembacaan manusia
terhadap segala sesuatu yang ada di alam semesta. Tidak ada unsur dikotomi
keilmuan dalam perintah iqra`, karena
disitu tidak disebutkan secara spesifik tentang ilmu apa yang harus dibaca.
Tafsir
Salman selalu berupaya untuk
melakukan perpaduan antara al-manhaj
al-naqli dan al-manhaj al-aqli atau
dengan kata lain berupaya untuk mengintegrasikan keilmuan antara ilmu agama dan
sains dalam penafsirannya. Menurut peneliti, integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman adalah suatu upaya untuk
mendamaikan dan menyatukan antara ilmu agama dan sains. Berdasarkan hasil
analisis peneliti pada sub-pembahasan sebelumnya, peneliti juga menemukan bahwa
integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman telah
mencakup integrasi-interkoneksi antara ẖadh�rah
al-nash, ẖadh�rah al-�ilm, dan ẖadh�rah
al-falsafah, Rekonseptualisasi
integrasi keilmuan antara agama dan sains melibatkan pendekatan yang
kontekstual terhadap teks Al-Qur`an, memungkinkan interpretasi yang lebih
dinamis dan relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di era kontemporer.
Untuk itu, peneliti menyajikan pembahasan terkait dengan kontekstualisasi
integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman di era kontemporer, dan juga
keberhasilan integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
Kontekstualisasi Integrasi Keilmuan dalam Tafsir
Salman di Era Kontemporer
Perkembangan sains dan
teknologi terjadi dengan begitu pesatnya di era kontemporer. Perintah iqra`
dalam Q.S. Al-�Alaq adalah suatu perintah dari Allah Swt yang berlaku di setiap
zaman, karena Al-Qur`an adalah kitab suci yang sh�lihun li kulli zam�n
wa mak�n (ITB, 2014). Oleh karena itu, memahami perintah iqra` di era kontemporer ini harus
dipahami juga dari sudut pandang sains, tidak hanya dari sudut pandang agama
saja, agar relevan dengan perkembangan sains dan teknologi yang terjadi di
setiap zamannya. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukanlah suatu upaya untuk
mengintegrasikan keilmuan antara ilmu agama dan sains.
Menyatukan kembali ilmu,
hikmah dan wahyu dalam suatu kesatuan terpadu adalah solusi Qur`ani bagi
manusia modern dewasa ini. Solusi ini ditujukan bagi keterpecahan, keterasingan
dan kesengsaraan, sebagai dampak ilmu yang terpisahkan dari agama (ITB, 2014). Integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman di era kontemporer merupakan
pendekatan yang penting untuk memahami dunia yang semakin kompleks dan
terhubung. Hal ini mendorong kolaborasi antarilmuwan dari berbagai bidang,
mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam dan inklusif tentang berbagai
masalah, dan memberikan landasan yang lebih kuat untuk menciptakan solusi yang
lebih efektif dalam mengatasi tantangan global. Kerjasama, saling berinteraksi,
saling membutuhkan, saling memberikan koreksi, dan saling terhubung antar
disiplin ilmu akan lebih membantu manusia dalam memahami kompleksitas kehidupan
yang dihadapinya dan mencari solusi untuk masalah yang dihadapi (Abdullah,
2006).
Penafsiran Q.S. Al-�Alaq
dalam Tafsir Salman mencerminkan pesan tentang menciptakan keselarasan antara
berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek spiritual dan materi. Dalam
menyelesaikan permasalahan dikotomi keilmuan, penting untuk mencari keselarasan
yang memungkinkan ilmu agama dan ilmu umum untuk berdampingan dan berkontribusi
secara positif pada masyarakat. Dengan memahami pesan Q.S. Al-�Alaq dalam
Tafsir Salman tentang membaca segala sesuatu, dapat ditemukan pandangan yang
mendalam tentang bagaimana Islam mendorong����������� pembelajaran,�� integrasi���������� ilmu,��� dan����� pemahaman����� holistik dalam
menyelesaikan permasalahan dikotomi keilmuan di era kontemporer.
Keberhasilan Integrasi Keilmuan dalam Tafsir
Salman
Tidak Ada Dikotomi Keilmuan dalam Tafsir Salman
Tafsir Salman, sebagai sebuah karya tafsir yang menggabungkan
unsur-unsur ilmu agama dan ilmu pengetahuan (sains) dengan harmoni,
mendedikasikan diri untuk merintis jalan menuju integrasi yang lebih erat
antara kedua cabang keilmuan tersebut. Tafsir Salman, dalam
perjalanannya yang luar biasa, menunjukkan suatu upaya untuk menghilangkan
dikotomi keilmuan yang sering mewarnai pandangan kita terhadap ilmu agama dan
ilmu pengetahuan (sains). Tafsir Salman juga terlihat dengan penuh
semangat di dalam memperjuangkan kerjasama yang mendalam antara keduanya.
Perlunya menafsirkan Al-Qur`an dari perspektif integratif adalah karena kita
sekarang hidup di dunia modern yang diliputi oleh tuntutan ilmu pengetahuan
(sains) (Wardani, 2018).
Lebih lanjut, Tafsir
Salman tidak hanya membatasi diri pada pemahaman konvensional terhadap
ayat-ayat suci, tetapi juga mengaitkannya dengan pengetahuan tentang alam
semesta yang luas. Dalam konteks ini, karya ini tidak hanya menjadi sumber
penjelasan agama, tetapi juga sebuah panduan yang memperkaya pandangan kita
terhadap kompleksitas alam semesta. Tafsir Salman dengan cermat
menghubungkan ajaran-ajaran agama dengan temuan-temuan ilmiah terbaru yang
telah terverifikasi dan terbukti benar, membuka pintu bagi pemahaman yang lebih
dalam tentang hubungan antara keyakinan agama dan penemuan-penemuan ilmiah.
Tafsir Salman menunjukkan tentang bagaimana agama dan sains tidaklah
harus saling bertentangan, tetapi malah bisa menjadi sumber kebijaksanaan yang
saling melengkapi. Iman akan semakin berkembang dan kuat jika diiringi dengan
ilmu pengetahuan. Agama dan sains mengarah pada kenyataan yang sama, yaitu
pengakuan bahwa Allah adalah sumber dari segala kebenaran (AL-Quran &
Indonesia, 2016). Tafsir Salman membantu
kita untuk meresapi betapa agama dan sains dapat bekerja sama untuk memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta dan makna kehidupan. Tafsir
Salman menjembatani kesenjangan antara keyakinan agama dan pengetahuan
sains ilmiah, sehingga memberikan landasan kuat bagi mereka yang ingin
mempelajari lebih dalam tentang alam semesta.
Berdasarkan hal tersebut,
maka Tafsir Salman adalah sebuah contoh penting bagaimana keilmuan Islam
dapat berkembang dan relevan dalam era modern. Ini adalah bukti bahwa tidak ada
lagi dikotomi yang kuat antara ilmu agama dan sains dalam pemahaman Al-Qur`an,
karena memang pada dasarnya Al-Qur`an tidak mengenal istilah dikotomi keilmuan (Iskandar,
2016). Selain itu, ini juga
merupakan bukti bahwa kedua pendekatan ini, baik agama maupun sains dapat
bersatu untuk memberikan wawasan yang lebih dalam dan holistik tentang
pesan-pesan Al-Qur`an dalam konteks zaman kita yang semakin hari semakin
kompleks.
Melengkapi Arah Pengkajian Islam dalam Khazanah
Tafsir
Tafsir Salman merupakan sebuah terobosan yang sangat penting
dalam khazanah tafsir Al-Qur`an, karena ia berhasil melengkapi arah pengkajian
Islam yang sudah ada dengan pendekatan yang lebih ilmiah dan holistik. Di dalam
dunia Islam, tafsir Al-Qur`an selama ini cenderung didominasi oleh pendekatan
linguistik, fikih, akhlak, dan tasawuf, yang semuanya memiliki nilai yang
sangat penting dalam pemahaman Al-Qur`an. Namun, sedikit sekali yang mengkaji
ayat-ayat yang berkaitan dengan alam semesta dengan pendekatan keilmuan yang
lebih luas.
Tim penyusun Tafsir
Salman dengan tekun dan penuh dedikasi berusaha untuk memperkaya khazanah
tafsir Al-Qur`an dengan pendekatan yang lebih ilmiah. Mereka mengintegrasikan
ilmu agama dengan sains, menciptakan sebuah tafsir Al-Qur`an yang menjembatani
pemahaman agama dengan pengetahuan tentang alam semesta dan fenomena-fenomena
sains ilmiah. Dengan demikian, Tafsir Salman tidak hanya membantu umat
Muslim untuk memahami ajaran Al- Qur`an secara lebih dalam dan holistik, tetapi
juga membuka pintu untuk eksplorasi yang lebih mendalam mengenai relasi antara
agama dan ilmu pengetahuan (sains). Karena agama dan sains merupakan aspek
fundamental yang diperlukan dalam sistem kehidupan manusia.
Tafsir Salman tidak hanya menjadi sumber pemahaman yang
lebih dalam tentang ayat-ayat Al-Qur`an, tetapi juga memperkaya wawasan kita
terkait relasi antara agama dan sains. Agama dan sains akan memperkuat dan
memperkukuh hubungan manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alam
semesta, dan manusia dengan Tuhannya. Ini adalah kontribusi berharga dari Tafsir
Salman yang memperkaya khazanah tafsir Al-Qur`an dalam dunia Islam, karena
mengajak kita untuk melihat Al-Qur`an dalam konteks yang lebih luas dan lebih
relevan dengan zaman kita yang modern. Ini adalah langkah yang sangat
signifikan dalam memperkaya pemikiran Islam dan menjadikan Islam sebagai bagian
yang lebih integral dalam dunia ilmu pengetahuan modern.
Mengungkap Isyarat Ilmiah yang Terdapat di dalam
Ayat Al-Qur`an secara Detail dan Mendalam
Tafsir Salman mengungkap isyarat ilmiah yang tersembunyi di
dalam teks Al- Qur`an dengan detail dan mendalam. Pendekatan ini memungkinkan
kita untuk melihat betapa mendalamnya hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat
suci Al- Qur`an.
Al-Qur`an mendorong dan menggalakkan sikap ilmiah secara konsisten.
Keberhasilan Tafsir Salman dalam mengungkap isyarat ilmiah dari
Al-Qur`an menginspirasi banyak ilmuwan untuk terus mengeksplorasi pesan-pesan
mendalam yang terkandung di dalam kitab suci ini.
Ayat Al-Qur`an yang
ditafsirkan dalam Tafsir Salman, dijelaskan dari berbagai perspektif
keilmuan, termasuk ilmu alam, fisika, biologi, astronomi, dan berbagai disiplin
ilmu lainnya. Tafsir Salman membantu kita memahami bagaimana agama dan
sains dapat bersatu dalam satu kesatuan yang harmonis, mengungkapkan bahwa
Al-Qur`an tidak hanya sebagai petunjuk spiritual, tetapi juga sebagai sumber
pengetahuan yang tak terbatas. Al-Qur`an merupakan pedoman hidup manusia
termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam Al-Qur`an, kita
bisa menemukan ayat-ayat yang menjadi isyarat tentang berbagai hal.
SIMPULAN
Paradigma integrasi keilmuan dalam Tafsir Salman adalah sebuah integrasi-
interkoneksi antara ẖadh�rah
al-nash, ẖadh�rah al-�ilm, dan ẖadh�rah
al-falsafah. Paradigma integrasi-interkoneksi tiga ẖadh�rah dalam Tafsir
Salman tersebut menunjukkan bahwa agama dan sains dapat saling melengkapi
demi kemajuan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi solusi atas pelbagai
problematika dikotomi keilmuan dalam dunia Islam. Agama dan sains dapat saling
melengkapi karena pada dasarnya semua ilmu pengetahuan bersumber dari Allah
Swt. Integrasi keilmuan dari berbagai lintas disiplin keilmuan dapat membantu
manusia dalam memecahkan masalah dan memahami kehidupan yang semakin kompleks. Tafsir Salman memberikan kontribusi
penting dalam upaya memperdalam pemahaman terhadap teks suci Al-Qur`an serta
menjembatani kesenjangan antara agama dan sains.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
M. A. (2006). Islamic studies di perguruan tinggi: pendekatan
integratif-interkonektif. Pustaka Pelajar.
Aiwani, A.,
& Aulia, H. D. (2023). Ilmu Sebagai Sumber Pengetahuan Bebas Nilai. Prosiding
SEMDIKJAR (Seminar Nasional Pendidikan Dan Pembelajaran), 6,
410�417.
AL-Quran,
L. P. M., & Indonesia, L. I. P. (2016). Tafsir Ilmi: Gunung Dalam Perspektif
Al-Qur�an dan Sains.
Arifudin,
I. (2016). Integrasi Sains dan Agama serta Implikasinya terhadap Pendidikan
Islam. Edukasia Islamika: Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 161�179.
Ayu, P. P.
(n.d.). Putri Puspita Ayu.
Baidan, N.,
& Aziz, E. (2016). Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Barbour, I.
G. (2000). When science meets religion: Enemies, strangers, or partners?
Cox, H.
(2013). The secular city: Secularization and urbanization in theological
perspective.
di UIN, S.
K. (n.d.). Praksis Paradigma Integrasi-Interkoneksi dan Transformasi Islamic
Studies.
FITHRIANI
GADE, S. A. (2020). Integrasi Keilmuan Sains & Islam. Ar-Raniry
Press.
Gade, S.
(2020). Integrasi Keilmuan Sains & Islam. Ar-Raniry Press.
Hanafi, M.
M. (2010). Integrasi Ilmu dalam Perspektif Al-Qur�an. SUHUF, 3(2),
175�191.
Iskandar,
S. (2016). Studi AlQuran Dan Integrasi Keilmuan: Studi Kasus UIN Sunan Gunung
Djati Bandung. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama Dan Sosial Budaya, 1(1),
86�93.
ITB, T. T.
I. S. (2014). Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Juz �Amma. AlMizan.
Muali, C.,
& Qodratillah, K. R. (2018). Pengembangan karakter guru dalam menghadapi
demoralisasi siswa perspektif teori dramaturgi. Jurnal MUDARRISUNA: Media
Kajian Pendidikan Agama Islam, 8(1), 102�126.
Nurbaiti,
S., & Taufik, A. S. (2020). Integrasi ilmu dan kontribusinya terhadap
pembentukan karakter islami mahasiswa. Tangerang: CV Qolbun Salim.
Permono, A.
(2018). Kritik Metodologi Penafsiran Bucaillisme Atas Ayat-Ayat Sains. Jurnal
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur�an Dan Hadis, 19(1), 1�20.
Samsudin,
S. (2019). Pendekatan Dan Analisis Dalam Penelitian Teks Tafsir. Suhuf, 12(1),
131�149.
Suwartono,
M. (2014). Dasar-dasar metodologi penelitian. Penerbit Andi.
Wardani, W.
(2018). Metodologi Studi al-Quran dan Tafsir: Perspektif Integrasi Ilmu dan
Wacana Pendekatan Tafsir Lintas Kawasan. Zahir Publishing.